ANALISIS TIPE LONGSOR DAN KESTABILAN LERENG BERDASARKAN ORIENTASI STRUKTUR GEOLOGI DI DINDING UTARA TAMBANG BATU HIJAU, SUMBAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. 1 Peta persebaran longsoran di dinding utara penambangan Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Dept. Geoteknik dan Hidrogeologi PT.

ANALISIS KINEMATIKA KESTABILAN LERENG BATUPASIR FORMASI BUTAK

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i. SARI...iv. ABSTRACT...v. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR TABEL...ix. DAFTAR GAMBAR...x. DAFTAR LAMPIRAN...

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

PENGARUH BIDANG DISKONTINU TERHADAP KESTABILAN LERENG TAMBANG STUDI KASUS LERENG PB9S4 TAMBANG TERBUKA GRASBERG

UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Nusa Tenggara Barat, mulai berproduksi pada tahun 2000 dan masih

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

APLIKASI PENDEKATAN PROBABILISTIK DALAM ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA DAERAH KETIDAKSTABILAN DINDING UTARA DI PT. NEWMONT NUSA TENGGARA

BAB II TATANAN GEOLOGI

RANCANGAN GEOMETRI LERENG AREA IV PIT D_51_1 DI PT. SINGLURUS PRATAMA BLOK SUNGAI MERDEKA KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

Oleh: Yasmina Amalia Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta

SLOPE STABILITY ANALYSIS BASED ON ROCK MASS CHARACTERIZATION IN OPEN PIT MINE METHOD

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PEMODELAN PARAMETER GEOTEKNIK DALAM MERESPON PERUBAHAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DENGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

BAB II LANDASAN TEORI

Lintong Mandala Putra Siregar 1, Fauzu Nuriman 2

Teguh Samudera Paramesywara1,Budhi Setiawan2

PAPER GEOLOGI TEKNIK

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

Analisis Baliklongsoran Lowwall Pit B3 di Tambang Batubara PT BJA menggunakan Metode Probabilistik Monte Carlo

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Analisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN...

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

ANALISIS PENGARUH WATER PRESSURE

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Analisis Kestabilan Lereng Batuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN TEKNIK STABILITAS LERENG PADA TAMBANG BATUGAMPING DI CV. KUSUMA ARGA MUKTI NGAWEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

ANALISIS KESTABILAN LERENG BATU DI JALAN RAYA LHOKNGA KM 17,8 KABUPATEN ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN SOFTWARE ROCSCIENCE SLIDE

ANALISIS KETIDAKSTABILAN LERENG PADA KUARI TANAH LIAT DI MLIWANG PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) TUBAN JAWA TIMUR

Kornelis Bria 1, Ag. Isjudarto 2. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jogjakarta

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

STUDI PENGARUH TEBAL TANAH LUNAK DAN GEOMETRI TIMBUNAN TERHADAP STABILITAS TIMBUNAN

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERHITUNGAN FAKTOR KEAMANAN DAN PEMODELAN LERENG SANITARY LANDFILL DENGAN FAKTOR KEAMANAN OPTIMUM DI KLAPANUNGGAL, BOGOR

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. PT Beringin Jaya Abadi merupakan salah satu tambang terbuka

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

UNIVERSITAS DIPONEGORO

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT SOUTH PINANG PANEL 1, PT. KALTIM PRIMA COAL, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

PREDIKSI UMUR DINDING TAMBANG BERDASARKAN KEJADIAN LONGSORAN YANG PERNAH TERJADI DENGAN BANTUAN PROGRAM MICROSOFT ACCESS

BAB III LANDASAN TEORI

ESTIMASI GEOLOGICAL STRENGTH INDEX (GSI) SYSTEM PADA LAPISAN BATUGAMPING BERONGGA DI TAMBANG KUARI BLOK SAWIR TUBAN JAWA TIMUR

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

BAB I PENDAHULUAN. di Kalimantan Timur yang melakukan penambangan dengan sistem penambangan

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

Analisa Kestabilan Lereng Metode Spencer

BAB II RUANG LINGKUP PENELITIAN

EVALUASI KESTABILAN LERENG PADA TAMBANG TERBUKA DI TAMBANG BATUBARA ABSTRAK

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI

TUGAS PRAKTIKUM GEOLOGI TEKNIK ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD) & SCANLINE

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 9 No. 2 Februari 2017

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Studi Geolistrik Untuk Mengidentifikasi Kedudukan Lumpur dan Air Dalam Rangka Optimalisasi Timbunan Lowwall

Transkripsi:

Seminar Nasional Kebumian Ke-7 dan Simposium Pendidikan Geologi Nasional. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 30-31 Oktober 2014. ANALISIS TIPE LONGSOR DAN KESTABILAN LERENG BERDASARKAN ORIENTASI STRUKTUR GEOLOGI DI DINDING UTARA TAMBANG BATU HIJAU, SUMBAWA BARAT Faridha Aprilia 1, I Gde Budi Indrawan 1, Yan Adriansyah 2, Dedi Maryadi 2 1 Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Indonesia 2 Departemen Geoteknik & Hidrogeologi - PT. Newmont Nusa Tenggara, Indonesia Received Date: October 20th, 2014 Abstrak Tambang Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara dengan metode penambangan terbuka. Selama pengoperasian tambang dari awal tahun 2000 hingga saat ini, telah terjadi beberapa kasus longsor yang disebabkan oleh kondisi massa batuan yang lemah yang berasosiasi dengan keberadaan struktur geologi yang intensif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tipe longsor dan kondisi kestabilan lereng utara desain Phase 6 Tambang Batu Hijau yang sedang dioperasikan. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi struktur geologi sepanjang lereng hasil pemetaan geologi (line mapping), data pemboran geoteknik, sifat keteknikan hasil uji laboratorium dan analisis balik terhadap beberapa longsor di daerah penelitian. Dinding utara desain Phase 6 dibagi menjadi tujuh blok analisis, yaitu blok TL-1, TL-2 dan TL-3 di bagian timurlaut, blok U-1, U-2 dan U-3 di bagian utara dan blok BL-1 di bagian baratlaut. Untuk mengetahui tipe longsor yang mungkin terjadi, analisis kinematika menggunakan Schmidt net dilakukan berdasarkan orientasi dan besar sudut kemiringan lereng pada setiap blok analisis. Analisis kesetimbangan batas menggunakan metode General Limit Equilibrium (GLE) dilakukan pada blok yang berpotensi tidak stabil secara kinematika. Hasil analisis kinematika menunjukkan bahwa lereng penambangan di dinding utara tambang Batu Hijau Phase 6 berpotensi mengalami longsoran baji dan bidang dan/atau kombinasi keduanya. Hasil analisis kestabilan lereng menunjukkan bahwa hampir semua blok yang dianalisis memiliki kondisi kritis, kecuali blok TL-3 dan U-3 memiliki kondisi aman. Kata kunci: analisis kinematika, analisis kesetimbangan batas, kestabilan lereng, tambang terbuka. PENDAHULUAN Longsor merupakan pergerakan massa batuan atau tanah menuruni lereng karena pengaruh secara langsung dari gaya gravitasi (West, 2010). Lereng stabil jika gaya penahan lebih besar dari gaya penggerak longsor. Tipe longsoran berdasarkan bidang gelincirnya dapat dibedakan menjadi empat (Hoek dan Bray, 1981), yaitu: Longsoran bidang (plane failure), Longsoran baji (wedge failure), toppling failure dan circular failure (Gambar 1). Longsoran bidang merupakan longsoran yang terjadi jika massa batuan bergerak menuruni lereng sepanjang bidang gelincir (Gambar 1a). Longsoran baji merupakan longsoran yang terjadi akibat adanya dua diskontinuitas yang berpotongan dan longsoran terjadi di sepanjang diskontinuitas tersebut sehingga menghasilkan bentuk membaji (Gambar 1b). Toppling failure merupakan jenis longsoran yang terjadi jika pergerakan massa batuan tanpa melalui bidang gelincir dan sebagian besar perjalanan materialnya berada di udara (Gambar 1c). Circular failure merupakan jenis longsoran yang terjadi pada batuan yang 1

terlapukkan secara intensif, pada material lepas ataupun pada batuan dengan diskontinuitas yang rapat dengan orientasi tidak teratur (Gambar 1d). Tambang Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) dengan metode penambangan terbuka. Selama pengoperasian tambang dari awal tahun 2000 hingga saat ini, telah terjadi beberapa kasus longsor. Longsoran di Tambang Batu Hijau pada umumnya disebabkan oleh kondisi massa batuan yang lemah yang berasosiasi dengan struktur geologi yang intensif (Adriansyah, 2012). Sebagai bidang gelincir, struktur geologi akan menentukan geometri, arah dan tipe longsoran (Hoek dan Bray, 1981). Struktur geologi patahan dan kekar banyak dijumpai pada dinding utara Desain Phase 6 Tambang Batu Hijau saat penelitian ini dilakukan (Maryadi, 2014). Untuk menjaga desain lereng tambang yang stabil sehingga operasional penambangan dapat berjalan dengan aman diperlukan analisis kemungkinan tipe longsoran dan kondisi kestabilan lereng. Tambang Batu Hijau berada di Kecamatan Sekongkang dan Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, Propvinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan pada bagian timurlaut sampai baratlaut lereng utara Desain Phase 6 Tambang Batu Hijau. KONDISI GEOLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BATUAN Litologi Litologi daerah penelitian berupa andesit dan diorit kuarsa (Gambar 3). Andesit berwarna abu-abu, struktur terkekarkan, tekstur afanitik - porfiroafanitik, ukuran mineral < 0,1-1 mm, komposisi terdiri dari mineral-mineral mafik dan felsik berukuran sangat halus dan plagioklas sebagai fenokris pada batuan yang bertekstur porfiroafanitik, terdapat mineral hasil mineralisasi yang mengisi rekahan-rekahan yang berupa pirit, kuarsa dan kalkopirit. Diorit kuarsa berwarna abu-abu, struktur terkekarkan, tekstur faneritik, ukuran mineral 1-3 mm, holokristalin, komposisi terdiri dari plagioklas, hornblenda, piroksen, biotit, kuarsa dan mineral-mineral hasil mineralisasi yang mengisi urat-urat batuan yakni berupa galena, bornit, kuarsa, pirit dan kalkopirit. Penyebaran kedua satuan batuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Struktur Geologi Struktur geologi di Tambang Batu Hijau pada umumnya dikontrol oleh sesar dan kekar sebagai produk dari fase tektonik dan akibat intrusi magma. Arah umum struktur yang berkembang di daerah penelitian umumnya berarah baratlaut - tenggara dan timurlaut-barat daya. Struktur mayor berarah baratlaut-tenggara di Batu Hijau antara lain Zona Sesar Tongoloka Puna, Zona Sesar Tongoloka dan Zona Sesar Katala (Garwin, 2000) dapat dilihat pada Gambar 5. Kondisi kekar dan sesar di lapangan dapat dilihat pada Gambar 6. Rock Mass Rating (RMR) Nilai RMR pada daerah penelitian berkisar antara 20 sampai 70 dengan dominasi nilai RMR 30 sampai 40 (Gambar 7). Hal ini mengindikasikan kondisi massa batuan di daerah penelitian buruk (Bieniawski, 1989). METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain struktur geologi sepanjang lereng hasil pemetaan geologi dengan metode line mapping, data pemboran geoteknik, sifat keteknikan hasil uji laboratorium dan analisis balik (back analysis) terhadap beberapa longsoran yang terjadi di daerah penelitian. Analisis longsoran meliputi analisis 2

kinematika (kinematic analysis) menggunakan program Dips v.5 (Rocscience, Inc.) dan analisis kesetimbangan batas (limit equilibrium analysis) menggunakan program Slide v.6 (Rocscience, Inc.) dan perhitungan manual. Analisis Kinematika Analisis kinematika merupakan salah satu metode analisis kestabilan lereng yang menggunakan parameter orientasi struktur geologi, orientasi lereng dan sudut geser dalam batuan yang diproyeksikan pada stereonet (Hoek dan Bray, 1981). Analisis kinematika pada penelitian ini menggunakan asumsi semua bidang diskontinuitas mempunyai sudut geser dalam (ϕ) = 30 dan kohesi (c) = 0 kpa. Pada penelitian ini daerah penelitian dibagi menjadi 7 blok analisis yang telah ditentukan berdasarkan orientasi dan sudut kemiringan lereng tambang (Gambar 8). Dalam analisis kinematika digunakan Schmidt net dengan proyeksi bidang menjadi titik (pole plot) maupun garis lengkung (plane). Analisis longsoran baji menggunakan prinsip proyeksi bidang menjadi garis lengkung sedangkan analisis longsoran bidang menggunakan prinsip proyeksi bidang menjadi titik. Data yang digunakan antara lain data line mapping dan data pemboran geoteknik. Pada data kekar perlu dilakukan contouring untuk mengetahui arah orientasi utama selanjutnya arah orientasi utama tersebut digunakan dalam analisis kinematika maupun analisis kesetimbangan batas. Berdasarkan hasil analisis kinematika, dengan masukan data orientasi bidag diskontinuitas yang berupa struktur geologi (sesar dan kekar), maka dapat diketahui tipe longsor dan kemungkinan ketidakstabilan lerengnya. Analisis Balik Suatu analisis balik dilakukan pada suatu longsoran untuk mengetahui parameter kekuatan batuan penyusun lereng, yaitu c dan ϕ, saat lereng dalam keadaan setimbang atau sesaat sebelum longsor (Hoek dan Bray, 1981). Analisis balik dilakukan pada longsoran yang telah terjadi dengan mengunakan geometri lereng sebelum longsor terjadi. Lebih lanjut, analisis balik juga menggunakan bidang gelincir yang disesuaikan dengan kondisi bidang gelincir lereng yang telah mengalami longsor. Nilai c dan ϕ bidang gelincir diperkirakan hingga diperoleh nilai faktor keamanan lereng (F S ) =1 atau mendekati 1. Dalam penelitian ini dilakukan analisis balik pada 3 longsoran, yaitu longsoran F#X1, F#X2 dan F#X3 (Gambar 9), yang berada pada lokasi paling dekat dengan sayatan A, sayatan B dan sayatan C yang akan digunakan dalam analisis kesetimbangan batas (Gambar 10). Analisis Kesetimbangan Batas Analisis kesetimbangan batas merupakan metode analisis kesetimbangan dari massa yang berpotensi bergerak menuruni lereng dengan membandingkan gaya penggerak dan gaya penahan sepanjang bidang gelincir longsoran. Perbandingan kedua gaya tersebut akan menghasilkan nilai F S. Dalam penelitian ini kriteria kestabilan lereng dalam analisis kesetimbangan batas ditetapkan sebagai berikut: nilai F S 1 menunjukkan lereng dalam kondisi tidak stabil, sedangkan nilai F S > 1 menunjukkan lereng dalam kondisi stabil (Hoek dan Bray, 1981). Lebih lanjut, nilai 1 < F S < 1,2 menunjukkan lereng dalam kondisi kritis dan nilai F S 1,2 menunjukkan lereng dalam kondisi aman (Priest dan Brown, 1983). Analisis kesetimbangan batas pada penelitian ini dilakukan pada daerah yang tidak stabil secara kinematika baik untuk longsoran bidang maupun longsoran baji. Analisis longsoran bidang dilakukan dengan metode General Limit Equilibrium (GLE) menggunakan Mohr-Couloumb Criterion untuk memodelkan sifat-sifat kekuatan material pengisi sesar dan kekar yang relatif homogen dan anisotropic strength function untuk memodelkan sifat-sifat kekuatan massa batuan. Metode GLE berdasarkan pada dua persamaan faktor keamanan lereng, yakni faktor keamanan terhadap kesetimbangan gaya 3

dan faktor keamanan terhadap kesetimbangan momen. Selain itu, metode ini mempertimbangkan gaya-gaya interslices (Krahn, 2004), sehingga diharapkan hasil yang diperoleh lebih akurat. Dalam analisis menggunakan anisotropic strength function diperlukan data orientasi utama bidang diskontinuitas pada masing-masing sayatan. Misalnya, dalam analisis kesetimbangan batas sayatan C yang berada di bagian lereng timurlaut akan digunakan data orientasi utama dari blok analisis TL-1, TL-2 dan TL-3. Data parameter kekuatan batuan yang digunakan adalah data hasil uji laboratorium dimana setiap litologi, nilai RMR, faktor gangguan (disturbance factor, D) dan domain yang berbeda akan mempunyai nilai yang berbeda. Domain merupakan pengelompokan massa batuan berdasarkan litologi, kekuatan massa batuan dan struktur geologi. Nilai faktor gangguan (D) yang diterapkan di Tambang Batu Hijau adalah D= 1 pada kedalaman 0-30 m, nilai D=0,7 diterapkan pada kedalaman 30-50 m dan nilai D=0,5 diterapkan pada kedalaman > 50 meter dari permukaan. Selain itu berat jenis diorit kuarsa dan andesit yang digunakan dalam analisis masing-masing adalah 26 dan 27 kn/m 3 (Departemen Geoteknik, PT NNT, 2014) Analisis kesetimbangan batas untuk longsoran baji dilakukan dengan perhitungan manual menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart. Analisis ini menggunakan asumsi bahwa bidang diskontinuitas memiliki c = 0 kpa. Data yang digunakan antara lain dip dan dip direction kedua diskontinuitas dan nilai ϕ yang diperoleh berdasarkan hasil analisis balik. Kestabilan lereng untuk longsoran tipe baji dihitung dengan persamaan berikut: F S = A tan ϕ A + B tan ϕ B Konstanta A dan B diperoleh dari Hoek-Bray wedge stability chart, dimana nilainya ditentukan oleh besar perbedaan sudut kemiringan dan arah kemiringan kedua bidang diskontinuitas. ϕ A dan ϕ B adalah sudut geser dalam masing-masing bidang diskontinuitas A dan B. Sudut kemiringan bidang diskontinuitas A< sudut kemiringan bidang diskontinuitas B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Balik (Back Analysis) Hasil analisis balik terhadap 3 longsoran, yaitu longsoran F#X1, F#X2 dan F#X3 dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tiap longsoran dilakukan 2 kali analisis balik, yakni analisis dengan asumsi nilai kohesi kekar adalah 0 kpa dan asumsi kedua dengan nilai kohesi kekar >0 kpa. Kondisi sebenarnya di lapangan sebagian besar kekar tidak menerus secara kontinyu seperti halnya sesar sehingga dimungkinkan nilai kohesinya 0. Hasil Analisis Kinematika Contoh hasil analisis kinematika, yaitu pada blok analisis (TL-1) dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil analisis kinematika menunjukkan bahwa blok TL-1 berpotensi mengalami tipe longsoran bidang dan longsoran baji dengan kondisi tidak stabil karena ada beberapa data sesar maupun kekar yang masuk pada zona daylight untuk longsoran bidang dan longsoran baji. Data perpotongan bidang diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan longsoran baji dapat dilihat pada Tabel 2. Diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan longsoran bidang adalah kekar dengan orientasi N124 E/40 pada zona daylight. Pada blok TL-1 terdapat longsoran yang terjadi akibat kombinasi antara sesar yang berpotensi mengalami longsoran bidang pada zona non-daylight dengan kekar pada zona daylight yaitu longsoran F#X3 (Gambar 12). Menurut Syarbini (2014) beberapa longsoran 4

di Tambang Batu Hijau terjadi karena kombinasi antara sesar yang berpotensi mengalami longsoran bidang pada zona non-daylight dengan kekar pada zona daylight, selain kombinasi antara longsoran baji dan longsoran bidang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kekar pada zona daylight berperan penting dalam kejadian longsor sehingga sangat perlu diperhitungkan dalam penilaian kondisi kestabilan lereng. Berdasarkan hasil analisis kinematika yang telah dilakukan dapat diketahui tipe longsoran yang mendominasi pada tiap blok analisis dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil Analisis Kesetimbangan Batas Hasil analisis pada sayatan C (Gambar 13) menunjukkan bahwa lereng di bawah ramp memiliki F S =1.01 dan lereng di atas ramp memiliki F S = 1.07. Parameter kekuatan batuan untuk bidang diskontinuitas yang berupa sesar dan kekar berasal dari data back analysis longsoran F#X3. Hasil perhitungan analisis kesetimbangan batas untuk longsoran bidang pada ketiga sayatan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semua sayatan yang dianalisis termasuk dalam kategori kritis (1 < F S < 1,2). Hasil perhitungan ini menggunakan asumsi bahwa kekar-kekar yang ada adalah menerus dan mempunyai nilai c dan ϕ sama dengan nilai c dan ϕ bidang gelincir pada longsoran F#X3. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan pada umumnya kekar tidak menerus, sehingga nilai c dan ϕ kemungkinan akan lebih besar. Asumsi lain adalah pada sayatan yang digunakan dalam analisis kesetimbangan batas terdapat bidang diskontinuitas yang sangat rapat sebagai skenario terburuk dalam perhitungan F S, sementara kondisi lapangan pada umumnya spasi bidang diskontinuitas sekitar 1 meter. Dengan kata lain jika spasi bidang diskontinuitas di lapangan diperhitungkan maka nilai F S kemungkinan akan lebih besar. Analisis kesetimbangan batas untuk longsoran tipe baji dilakukan pada perpotongan bidang diskontinuitas yang berada pada zona daylight envelope. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa secara umum kondisi perpotongan kedua diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan longsoran tipe baji adalah stabil dengan kondisi aman (F S > 1,2). Beberapa perpotongan diskontinuitas yang mempunyai nilai F S < 1 (ditandai dengan tulisan dicetak tebal dalam Tabel 5) di lapangan justru menunjukkan kondisi stabil. Hal ini kemungkinan karena analisis kesetimbangan batas menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart tidak memperhitungkan jarak dua bidang sesar yang sangat jauh yang dapat menyebabkan garis perpotongan dua bidang sesar sangat dalam. Lebih lanjut, perpotongan kekar dan sesar sulit dilakukan pemodelan lebih lanjut karena posisi dan kemenerusan kekar yang tidak diketahui secara pasti. Kondisi Kestabilan Lereng Analisis kestabilan lereng yang telah dilakukan baik secara kinematika dan metode kesetimbangan batas menghasilkan kesimpulan berkaitan kondisi kestabilan lerengnya. Untuk memperoleh hasil analisis kestabilan lereng yang acceptable dan dapat diimplementasikan dengan aman serta ramah lingkungan, maka analisis kestabilan lereng di Tambang Batu Hijau - PT NNT dilakukan secara terintegrasi berdasarkan hasil analisis kinematika dan kesetimbangan batas yang disesuaikan dengan karakteristik longsoran yang terjadi di Tambang Batu Hijau. Ringkasan hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Tabel 6. Kesimpulan stabil atau tidak stabil untuk hasil analisis kinematika adalah berdasarkan kondisi bidang diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan longsoran tersebut masuk pada zona daylight (tidak stabil) atau non daylight (stabil), sedangkan untuk analisis kesetimbangan batas, kesimpulan mengenai kondisi kestabilan lereng adalah berdasakan nilai F S yang dihasilkan dari perhitungan. Penjelasan untuk masing-masing blok analisis adalah sebagai berikut: 5

1. Blok TL-1 dan TL-2. Walaupun analisis kinematika menunjukkan bahwa blok ini berpotensi mengalami longsoran baji dan longsoran bidang, analisis kesetimbangan batas menunjukkan bahwa blok ini memiliki kondisi kritis terhadap longsoran bidang dan aman terhadap longsoran baji. 2. Blok TL-3. Blok ini berpotensi mengalami longsoran baji. Namun, analisis kesetimbangan batas menunjukkan bahwa blok ini dalam kondisi aman. 3. Blok U-1 dan BL-1. Berdasarkan analisis kesetimbangan batas dan kinematika, blok ini memiliki kondisi kritis terhadap longsoran bidang dan longsoran baji. 4. Blok U-2. Analis kinematika menujukkan bahwa blok ini hanya berpotensi mengalami longsoran bidang dan analisis kesetimbangan batas menujukkan bahwa blok ini memiliki kondisi kritis terhadap longsoran bidang. 5. Blok U-3. Analisis kinematika dan kesetimbangan batas menunjukkan bahwa blok ini kondisinya aman dari keruntuhan. KESIMPULAN Hasil analisis kinematika menunjukkan bahwa potensi longsoran di daerah penelitian didominasi oleh tipe bidang, baji dan kombinasi keduanya. Hampir semua blok yang dianalisis memiliki kondisi kritis, kecuali blok TL-3 dan U-3 memiliki kondisi aman. Dalam perhitungan F s longsoran tipe baji menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart perlu dilakukan analisis lebih lanjut karena metode perhitungan ini tidak memperhitungkan jarak kedua bidang diskontinuitas. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis pertama mengucapkan terima kasih kepada PT. Newmont Nusa Tenggara (Departemen Geoteknik dan Hidrogeologi, PT Newmont Nusa Tenggara) atas kesempatan untuk melakukan penelitian di Tambang Batu Hijau. REFERENSI Adriansyah, Y., 2013. Prediksi Longsor Berdasarkan Data Hasil Pemantauan Pergerakan Lereng di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Studi Kasus dari Beberapa Longsoran). Seminar Nasional Geomekanika II, Peran Geomekanika dalam Pembangunan Sektor Pertambangan, Perminyakan dan Infrastruktur, Aston Primera Pasteur, Bandung, Indonesia. Departemen Geoteknik, PT NNT, 2013, Laporan Intern Departemen Geoteknik dan Hidrogeologi PT. Newmont Nusa Tenggara, Sumbawa Barat (Tidak diterbitkan). Bieniawski, Z.T., 1989. Engineering Rock Mass Classification. John Wiley & Sons, New york, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore, 257h. Garwin, S., 2000. Distric-scale Expression of Intrusion-related Hydrothermal Systems Near the Batu Hijau Porphyry Copper-Gold Deposit, Sumbawa, Indonesia. Proceedings of Banda and Eastern Sunda Arcs 2012 MGEI Annual Convention, Malang, Jawa Timur. Hoek, E. dan Bray, J.W., 1981, Rock Slope Engineering, 3rd Ed, The Institution of Mining and Metallurgy, London, 356h. Krahn, J., 2004. Stability Modelling with SLOPE/W. GEO-SLOPE/W International, Ltd., Canada, 1 st ed., 396h. Lisle, R. J. dan Leyshon, P. R., 2004. Stereographic Projection Technique: for Geologist and Civil Engineers. Cambridge University Press, United Kingdom, 2 nd ed., 112h. Maryadi, D., 2014. Komunikasi secara langsung. 6

Priest, S.D. dan Brown, E.T. 1983. Probabilistic stability analysis of variable rock slopes, Transactions of Institution of Mining and Metallurgy. (Section A: Mining Industry), pp A1 - A12. Read, J. dan Stacey, P., 2009. Guidelines for Open Pit Slope Design. CSIRO Publishing, Collingwood VIC 3066, Australia, 485. Sudradjat, A., Mangga, S.A. dan Suwarna, N., 1980. Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Syarbini, K., 2014. Komunikasi secara langsung. West, Terry, R., 1995. Geology applied to Engineering. Waveland Press Inc, USA, 560h. Wyllie, D.C. dan Mah, Ch. W., 2004. Rock Slope Engineering: Civil and Mining. Spon Press, London dan New York, 4 th ed., 431h. Tabel 1. Hasil analisis balik 3 longsoran. Longsoran Material c (kn/m 2 ) ϕ ( ) Nilai F S F#X1 Kekar 0 35,4 1,000 Sesar 0 20 Kekar 85 25 1,003 Sesar 0 20 F#X2 Kekar 0 33 1,003 Sesar (Roni) 0 19,5 Kekar 60 27 1,004 Sesar (Roni) 0 17 F#X3 Kekar 0 40 1,003 Sesar 0 27,5 Kekar 57 27 0,999 Sesar (Ciremai) 0 16 Tabel 2. Data perpotongan bidang diskontinuitas yang berpotensi longsoran baji di blok TL-1. Perpotongan bidang diskontinuitas Orientasi garis perpotongan Zona daylight /non-daylight (Plunge, Trend) Charly dan Ciremai 56, N230 E Non-daylight Charly dan Kerinci 53, N219 E Non-daylight Charly dan Ferry 44, N202 E Non-daylight Ferry dan Joint set (7) 39, N197 E Daylight Charly dan Joint set (7) 39, N218 E Daylight Tabel 3. Tipe logsoran yang mendominasi pada tiap blok analisis. Nama Blok Tipe longsor yang Mendominasi TL-1 Longsoran bidang dan baji TL-2 Longsoran baji TL-3 Longsoran baji U-1 Longsoran baji U-2 Longsoran baji U-3 Longsoran baji BL-1 Longsoran bidang dan baji 7

Tabel 4. Hasil perhitungan F S pada longsoran bidang Nama Blok Nilai F S Sayatan C 1,07 (di atas ramp) Sayatan C 1,01 (di bawah ramp) Sayatan B 1,02 (di atas ramp) Sayatan B 1,02 (di bawah ramp) Sayatan A 1,05 Tabel 5. Hasil perhitungan faktor keamanan lereng (FS) untuk longsoran baji. Lereng Perpotongan bidang Nilai FS diskontinuitas Timurlaut (TL-1) Charly dan Set_1 1,34 Ferry dan Set_1 1,76 Timurlaut (TL-2) Charly dan Set_10 1,26 Timurlaut (TL-3) Set_1 dan Set_2 2,6 Utara Set_2 dan Set_5 1,01 (U-1) Set_2 dan Set_4 1,47 Baratlaut (Bl-1) Set_2 dan Set_3 1.1 Set_2 dan 1.12 Tongolokapuna Set_3 dan 1,79 Tongolokapuna Tongolokapuna 0.87 dan Ferry Tongolokapuna 1,00 dan Kerinci Perigi dan Set_2 1,08 Perigi dan Ferry 0,82 Perigi dan Sindoro 1,86 Perigi dan Kerinci 0,96 Kerinci dan Set_2 0,96 Kerinci dan Set_3 5,373 Kerinci dan Ferry 3,64 Ferry dan Sindoro 0,96 Ferry dan Set_2 0.93 Ferry dan Set_3 2,3 Tabel 6. Rangkuman hasil analisis kestabilan lereng Phase 6. Bagian Blok Hasil analisis kinematika Analisis Kesetimbangan Batas dinding Longsoran Longsoran baji F S longsoran F S longsoran utara bidang bidang baji Timurlaut TL-1 Tidak stabil Tidak stabil 1,01 (kritis) 1,34-1,76 (aman) TL-2 Tidak stabil Tidak stabil 1,07 (kritis) 1,26 (aman) TL-3 Stabil Tidak stabil - 2,6 (aman) Utara U-1 Tidak stabil Tidak stabil 1,02 (kritis) 1,01 (kritis) U-2 Tidak stabil Stabil 1,02 (kritis) - U-3 Stabil Stabil - - Baratlaut BL-1 Tidak stabil Tidak stabil 1,05 (kritis) 0,96-1,86 (kritis) 8

Gambar 1. Tipe keruntuhan lereng (Hoek dan Bray, 1981). 9

Gambar 2. Lokasi penelitian di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara. Gambar 3. Kenampakan andesit (A) dan diorit kuarsa (B). 10

Gambar 4. Peta Geologi daerah penelitian (Dept Geoteknik PT. NNT, 2013 dengan modifikasi). Gambar 5. Struktur geologi daerah penelitian (Dept Geoteknik PT. NNT, Desember 2013 dengan modifikasi). 11

Gambar 6. Kenampakan sesar (A); Kenampakan kekar (B) di Dinding Utara Tambang Batu Hijau. Gambar 7. Peta RMR daerah penelitian (Departemen Hidrogeologi dan Geoteknik PT. NNT, Maret 2014 dengan modifikasi). Gambar 8. Pembagian blok analisis kinematika (Departemen Geoteknik PT. NNT, Maret 2014 dengan modifikasi). 12

Gambar 9. Lokasi longsoran di daerah penelitian (Dept. Geoteknik, PT. NNT, 2014 dengan modifikasi). Gambar 10. Lokasi pembuatan sayatan untuk analisis kesetimbangan batas terhadap longsoran bidang (Dept. Geoteknik, PT. NNT, 2014 dengan modifikasi). 13

Gambar 11. Analisis kinematika blok TL-1. Lingkaran putus-putus menunjukkan titik perpotongan diskontinuitas yang berpotensi wedge failure. Gambar 12. Ilustrasi longsoran kombinasi antara sesar dan kekar. 14

Gambar 13. Hasil analisis kesetimbangan batas plane failure untuk sayatan 50. 15