DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN. serta dilindungi dari ancaman yang merugikannya (Depkes RI, 1999). Memenuhi kebutuhan makhluk hidup membutuhkan bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh serta kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri ini merupakan indikator kualitas air karena keberadaannya menunjukan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

1. Pengertian Makanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HIGIENE SANITASI PANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. empat kegiatan pokok yaitu asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi. pasien rawat inap, penyelenggaraan makanan, penelitian dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN DI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari luar Provinsi Gorontalo maupun mahasiswa yang berasal dari luar Kota Gorontalo.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, air diperlukan untuk menunjang kehidupan, antara lain dalam kondisi yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya (Depkes RI, 2000).

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006)

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

Transkripsi:

DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 39 Tabel 5.2.2 Hubungan Konstruksi Bangunan dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 40 Tabel 5.2.3 Hubungan Dinding dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 41 Tabel 5.2.4 Hubungan Langit-langit dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 41 Tabel 5.2.5 Hubungan Ventilasi dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 42 Tabel 5.2.6 Hubungan Penerangan dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 43 Tabel 5.2.7 Hubungan Kualitas Fisik Air dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 43 Tabel 5.2.8 Hubungan Sumber Air dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 44 Tabel 5.2.9 Hubungan Saluran Air Kotor dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 45 Tabel 5.2.10 Hubungan Toilet dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 46 Tabel 5.2.11 Hubungan Tempat Sampah dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 46 Tabel 5.2.12 Hubungan Pencucian Peralatan dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 47 Tabel 5.2.13 Hubungan Pelatihan dengan Laik Fisik Tempat Pengolahan Makanan... 48

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.7 Kerangka Teori... 24 Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Kepmenkes No. 715 Tahun 2003 Lampiran 2 : Penilaian Bobot Skoring Lampiran 3 : Berita Acara Kelaikan Fisik Lampiran 4 : Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Jasaboga Lampiran 5 : Sertifikat Pelatihan Penjamah Makanan Lampiran 6 : Surat Permohonan Izin Penggunaan Data Lampiran 7 : Surat Jawaban Izin Penggunaan Data Lampiran 8 : Kuesioner Lampiran 9 : Hasil Uji Statistik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama dan paling mendasar bagi manusia. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas makanan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi sekedar untuk menghilangkan rasa lapar, tetapi semakin kompleks. Masyarakat semakin sadar bahwa makanan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh (Purnawijayanti, 2001). Selain itu, dewasa ini masyarakat juga menjadi lebih selektif dalam menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Salah satu pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan adalah faktor keamanan makanan. Sampai saat ini masih sering dijumpai kasus-kasus keracunan atau timbulnya penyakit karena konsumsi makanan yang keamanannya tidak terjamin. Hal ini selain merugikan bagi yang mengkonsumsinya, dapat juga menjadi status yang kurang baik bagi penyelenggara atau penyedia makanan siap saji. Institusi pendidikan memiliki sarana tempat penjualan makanan yang khusus disediakan untuk murid atau mahasiswa, guru atau dosen, dan staf administrasi. Keberadaan tempat pengolahan makanan di tingkat universitas bertujuan untuk memudahkan hal tersebut sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan makanan dan minuman yang terlindungi dan terjamin kesehatannya sehingga tercipta tenaga kerja yang produktif.

Bagi tingkat universitas peranan tempat pengolahan makanan sangat penting dan besar sekali pengaruhnya dalam menunjang gizi para mahasiswanya. Dengan menawarkan harga yang relatif terjangkau para penjaja makanan tetap harus memperhatikan kebersihan perseorangan dan lingkungan tempat penjualan makanannya atau lebih dikenal dengan istilah hygiene sanitasi makanan. (Utami, 1996) Kualitas keamanan makanan tergantung dari kualitas kebersihan tempat pengolahan makanan, oleh karena itu tempat pengolahan makanan harus memenuhi standar kesehatan seperti faktor lokasi dan bangunan tempat pengolahan makanan. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit, serta bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan (Depkes RI, 2006). Peraturan yang terkait dengan perlindungan masyarakat sebagai konsumen dari makanan siap saji yang dapat membahayakan kesehatan selain Keputusan Menteri Kesehatan adalah UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan pada pasal 1 butir b, Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. Data WHO tahun 1998 KLB keracunan makanan di Amerika Latin dan Karabia yang disebabkan oleh jamur (83,03%), virus (3,7%), parasit (2,9%), toksin laut (8,0%). Negara-negara berkembang mengalami kasus diare karena keamanan makanan yang tidak memenuhi syarat masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. (Adams, 2003)

Di Indonesia berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan kejadian keracunan makanan ada 63 kasus dari tahun 1997 2002 dengan 7.067 penderita dan 15 orang meninggal (CFR 0,21%) dengan proporsi jasaboga atau catering sebesar 22 kasus (33,8%), makanan keluarga ada 19 kasus (29,2%), makanan jajanan 12 kasus (18,5%), makanan pabrik 3 kasus (4,6%), dan tidak diketahui sebesar 9 kasus (13,9%). Hal ini berarti lebih dari 60% diantaranya berasal dari usaha jasaboga. (Sub Direktorat HSMM Depkes RI, 2002) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Susanna,dkk tentang Kontaminasi Bakteri Pada Makanan dan Minuman yang Dijajakan di Kantin Universitas X Tahun 2008, melaporkan bahwa semua kelompok makanan (tidak berkuah, berkuah, bersambal, dan sambal) semuanya positif Escherichia coli dan terkontaminasi Salmonella. Makanan bersambal 37,5% positif E. coli. Begitu juga dengan kontaminasi Salmonella, terjadi pada semua kelompok makanan dan sambal dengan kadar terbanyak pada makanan bersambal (33,33%). Hal ini tidak memenuhi persyaratan keputusan menteri kesehatan nomor 715/MENKES/SK/V/2003, yakni angka E. coli harus 0/gram contoh makanan dan minuman. Escherichia coli adalah bakteri dari kelompok coliform sebagai indikator terkontaminasinya makanan oleh tinja manusia maupun binatang, E. coli juga merupakan organisme yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Makanan yang tercemar bakteri E. coli masuk dalam golongan makanan yang tercemar sehingga tidak layak dikonsumsi karena mengandung bakteri patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Sesuai dengan Kepmenkes No. 715 Tahun 2003 bahwa dinas kesehatan diwajibkan untuk menginformasikan tentang keharusan pengusaha jasaboga untuk

mendaftarkan usaha jasaboga yang dikelolanya dan pendaftaran tersebut dilakukan secara aktif oleh pengusaha. Dan apabila usaha jasaboganya sudah terdaftar maka diberikan plakat atau sertifikat tanda bahwa sudah terdaftar kemudian dilakukan pembinaan. Pembinaan dilakukan dengan materi hygiene dan sanitasi lingkungan seperti keadaan fisik bangunan, fasilitas, ventilasi, pencahayaan, dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan makanan dan minuman tersebut tercemar. Menurut Kepmenkes No. 715 tahun 2003 laik fisik tempat pengolahan makanan tidak dengan mudah diperoleh tetapi melalui beberapa tahapan penilaian. Permohonan sertifikat laik fisik jasaboga dilengkapi dengan surat-surat seperti bukti pernah mendapatkan pelatihan hygiene sanitasi makanan minimal satu orang penjamah makanan, surat penanggung jawab jasaboga, dan rekomendasi dari asosiasi jasaboga. Laik fisik dalam ketentuan tersebut yakni dengan skoring penilaian laik sebesar 65 70 untuk golongan A1. Jasaboga golongan A adalah yang melayanai kebutuhan masyarakat umum. Dilihat dari segi fasilitas, teknologi, dan penjamahnya golongan A ini dibagi menjadi tiga golongan, yakni A1, A2, A3. Universitas X memiliki tempat pengolahan makanan yang masuk kedalam golongan A1, karena jangkauan penyajiannya terbatas yakni hanya kepada mahasiswa, dosen, dan staff akademik. Dan dari keseluruhan kantin yang ada di Universitas X tidak memiliki karyawan tetap yang membantu. Penelitian yang dilakukan Sachriani yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hygiene Perorangan Penjamah Makanan Jasaboga A3 di Jakarta Selatan tahun 2001 menghasilkan nilai p = 0,05 berarti dengan tersedianya fasilitas yang memenuhi syarat akan mengurangi risiko penularan penyakit secara

langsung yang disebabkan adanya bakteri patogen dari penjamah makanan. (Sachriani, 2001) Kantin universitas selain dikunjungi oleh mahasiswa juga dikunjungi oleh dosen dan staff akademik. Hal ini dikarenakan harga yang terjangkau yang dikenal dengan harga mahasiswa, juga dikarenakan beragamnya makanan yang disajikan. Makanan yang dijual di area kampus harus bebas dari kontaminasi bakteriologis sehingga makanan yang dikonsumsi aman. Banyak penelitian tentang kualitas makanan berdasarkan kualitas bakteriologis, tetapi tidak ada yang meneliti tentang laik fisik tempat pengolahan makanan disebuah kantin. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melihat hubungan sanitasi kantin dengan kondisi lingkungan fisik tempat pengolahan makanan apakah laik atau tidak laik dengan menggunakan data sekunder dari penelitian Sussana, dkk di 10 TPM di lingkungan kampus Universitas X Depok tahun 2008. 1.2 Perumusan Masalah Sanitasi kantin yang baik dan pelatihan penjamah makanan dengan laik fisik tempat pengolahan makanan di lingkungan kampus Universitas X Depok tahun 2008 belum dilakukan secara analisis bivariat pada penelitian Susanna, dkk. Penelitian yang telah dilakukan oleh Susanna, dkk menunjukkan kualitas E. Coli yang masih belum memenuhi syarat kesehatan Kepmenkes No. 715 tahun 2003 yakni harus 0/gram contoh makanan dan minuman. Survey sanitasi kantin telah dilakukan tetapi belum memperoleh sertifikat laik fisik.

1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana hubungan sanitasi kantin dan pelatihan penjamah makanan dengan laik fisik tempat pengolahan makanan di Universitas X Depok tahun 2008?. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran hubungan sanitasi kantin dan pelatihan penjamah makanan dengan laik fisik tempat pengolahan makanan di Universitas X Depok tahun 2008. 1.4.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui gambaran laik fisik tempat pengolahan makanan apakah memenuhi syarat hygiene sanitasi untuk golongan A1. Untuk mengetahui gambaran sanitasi kantin di Universitas X Depok tahun 2008. Mengetahui hubungan antara sanitasi kantin dengan laik fisik tempat pengolahan makanan di Universitas X Depok tahun 2008. Mengetahui hubungan antara pelatihan dengan laik fisik tempat pengolahan makanan di Universitas X Depok tahun 2008. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah agar para pengelola makanan mengetahui bahwa laik fisik tempat pengolahan makanan dapat dilihat dari upaya sanitasi kantin

yang dilakukan sehingga para pengelola wajib memenuhi persyaratan hygiene sanitasi jasaboga. 1.5.1 Akademis Sebagai masukan yang positif dalam merencanakan dan melaksanakan program kerja bagian rumah tangga kampus dan unit pelaksana teknik pengamanan lingkungan kampus (UPT PLK) Universitas X Depok. 1.5.2 Metodologis Penelitian diharapkan mampu menjadi referensi bagi peneliti lain yang meneliti tentang laik fisik tempat pengolahan makanan atau hal lainnya yang berkaitan dengan makanan dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai dokumentasi data tentang makanan. 1.5.3 Aplikatif Sebagai bahan referensi untuk mengetahui kondisi kualitas fisik tempat pengolahan makanan ditinjau dari upaya sanitasi kantin yang dilakukan selain dilihat dari sertifikasi yang diperoleh bahwa tempat pengolahan makanan tersebut laik untuk menjual makanan siap saji. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian yang dilakukan oleh Susanna, dkk yang berjudul Kontaminasi Bakteri Pada Makanan dan Minuman yang Dijajakan di Kantin Universitas X tahun 2008 yang masih dianalisis secara

deskriptif. Dalam penelitian ini yang akan dilakukan hanya terbatas pada pengukuran kualitas fisik tempat pengolahan makanan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh penjamah makanan dilingkungan kampus Universitas X Depok dengan 100 sampel di 10 tempat pengolahan makanan, dengan melakukan observasi dan wawancara terhadap pengolah makanan. Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan analisis chi square.variabel yang diteliti meliputi sanitasi kantin yang terdiri dari variabel-variabel seperti konstruksi bangunan, dinding, langit-langit, ventilasi, penerangan, kualitas fisik air, sumber air bersih, pembuangan air kotor, toilet, tempat sampah, dan pencucian peralatan, serta pelatihan hygiene sanitasi makanan yang pernah diikuti oleh penjamah makanan yang dapat mempengaruhi kualitas fisik tempat pengolahan makanan dengan mengacu pada Kepmenkes No. 715 Tahun 2003 untuk golongan A1.