The Relation Of Predisposing, Enabling And Reinforcing Factors On The Using Of Mask As Self Protector In CV. Kalima Art Jepara In 2013 ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENYULUHAN PERAWAT TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN MASKER PADA KARYAWAN DI PT. INDONESIA TRI SEMBILAN

ABSTRAK. Simpulan : Ada hubungan pengetahuan APD masker dengan kedisiplinan penggunaannya. Kata Kunci : Pengetahuan APD, Kedisiplinan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

Pengetahuan dan Sikap Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Industri Informal Pengelasan di Desa Singajaya, Indramayu

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi Sumaningrum Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KARYAWAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PT HARTA SAMUDRA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA AMBON TAHUN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN RISIKO PENYAKIT AKIBAT KERJA DENGAN KESADARAN PEMAKAIAN MASKER PADA PEKERJA BAGIAN OPERATOR JAHIT CV

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

PERILAKU TIDAK AMAN (UNSAFE BEHAVIOUR) PADA PEKERJA DI UNIT MATERIAL PT. SANGO CERAMICS INDONESIA SEMARANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN MASKER PADA PEKERJA BAGIAN PENGHALUSAN DAN PEMOTONGAN DI PT WAROENG BATOK INDUSTRY CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Keywords: PPE; knowledge; attitude; comfort

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran aspek..., Aldo Zaendar, FKM UI, 2009

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, KETERSEDIAAN APD DENGAN KEPATUHAN PEMAKAIAN APD PEKERJA BAGIAN WEAVING PT ISKANDARTEX INDAH PRINTING TEXTILE SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR PRESDIPOSING DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI DIPO LOCOMOTIF PT. KAI DAOP IV SEMARANG 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan keselamatan kerja mulai menjadi perhatian di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2008

The keywords: behavior, Personal protective equipment

Kata Kunci: Lama Kerja, Penggunaan Alat Pelindung Diri, Kapasitas Vital Paru

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER

HUBUNGAN KEPATUHAN INSTRUKSI KERJA DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA BAGIAN PRODUKSI DI PT. ANEKA ADHILOGAM KARYA CEPER KLATEN

Universitas Diponegoro 2 Chief Environmental Engineer, Safety-Health_Environmental & Loss Control

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

ABSTRAK. tempat kerja sudah mencapai 85 db diatas 8 jam/hari. Alat pelindung pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang No. 23 tahun tentang kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya prindustrian dengan mendayagunakan

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

PENGARUH PENERAPAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA

BAB 5 : PEMBAHASAN. 5.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

Muhammad Miftakhurizka J

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

Fakultas Kesehatan Masyarakat*, Universitas Sam Ratulangi*

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KEDISIPLINAN PEMAKAIAN MASKER PADA PEKERJA BAGIAN WINDING

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Agar terciptanya lingkungan yang aman, sehat dan bebas dari. pencemaaran lingkungan (Tresnaniangsih, 2004).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PEMAKAIAN APD PADA KARYAWAN DI PT. BARUTAMA UNIT PAPER MILL 5/6/9 KUDUS 2015

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dunia perindustrian di era globalisasi mengalami perkembangan yang semakin pesat. Hal

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD PADA PEKERJA KERANGKA BANGUNAN

PELAKSANAAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PKS RAMBUTAN PTPN-3 TEBING TINGGI TAHUN 2013

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGGUNAAN MASKER TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA PENGAMPLASAN KAYU DI DESA RENGGING PECANGAAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial terhadap risiko

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

PENDAHULUAN Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari K3 menurut Suma mur (1995), bahwa hygiene perusahaan. produktif. Suardi (2007) K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. KataKunci: Pengetahuan, sikap, penggunaan APD, petani pengguna pestisida.

HUBUNGAN PAPARAN PARTIKEL DEBU KAYU DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI UD. SURYA ABADI FURNITURE, GATAK, SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) SEKOLAH PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 112 MANADO

Kepatuhan Pemakaian Alat Pelindung Diri pada Pekerja Las di Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 2, Agustus

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI MASKER PADA PEKERJA INDUSTRI MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

HUBUNGAN BUDAYA KESEHATANDAN KESELAMATAN KERJA (K3) TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA DI BAGIAN INSTALASI PG.MRITJAN KEDIRI

FACTORS RELATED TO THE USE OF CONDUCT MASK ON THE WORKERS CONTRACTORS IN PACKING HOUSE P.10 PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK KABUPATEN CIREBON

RUHYANDI DAN EVI CANDRA

HUBUNGAN KEPATUHAN INSTRUKSI KERJA DENGAN PERILAKU AMAN PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT ANEKA ADHILOGAM KARYA, CEPER, KLATEN

Transkripsi:

The Relation Of Predisposing, Enabling And Reinforcing Factors On The Using Of Mask As Self Protector In CV. Kalima Art Jepara In 2013 Ahmad Farif 1, Supriyono Asfawi 2, MG Catur Yuantari 2 1 Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2 Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang ABSTRACT Furniture industry workers have a huge risk for the accumulation of dust in the respiratory tract. The lack of company control in monitoring the use of workers self protector equipment makes only few workers that use self protector equipment especially nose and mouth protector while working. The purpose of this study is to analyze the relationship of predisposing, enabling, and reinforcing factors on the use of face mask as self protector equipment. The methods used in this study are surveys and interviews by cross-sectional approach. 44 respondents are used as sample in this study. The statistical test used in this study is the Spearman rank correlation test. From the statistical test found that there is no correlation between knowledge of self protector equipment with the use of mask as self personal protector equipment with p value 0.954. There is a relationship between attitudes toward the use of mask as self personal protector equipment with p value 0.003. There is no relationship between the employer surveillance on the use of mask as self protector equipment with p value 0.661. There is a relationship between the availability of mask on the use of it as self protector equipment with p value 0.036. There is no relationship between the policies on self protector equipment with the use mask as self protector equipment with p value 0.242. It is recommended that workers use a secure and convenient mask and understand on how to clean a dirty mask and how to store after using it. Keywords: masks as self protector equipment, workers behavior Bibliography: 37 books (1992-2012)

Hubungan Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri Masker Di CV. Kalima Art Jepara Tahun 2013 ABSTRAK Pekerja industri meubel kayu mempunyai risiko yang sangat besar untuk penimbunan debu pada saluran pernafasan. Kurangnya pengawasan dari perusahaan dalam memantau pemakaian alat pelindung diri sehingga pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri dan hanya sebagian kecil pekerja yang menggunakan alat pelindung diri terutama penutup hidung dan mulut ketika bekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan predisposing factors, enabling factors dan reinforcing factors terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan wawancara langsung dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel sebanyak 44 responden. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Rank Spearman. Dari uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang alat pelindung diri terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker dengan nilai p value 0,954. Ada hubungan antara sikap terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker dengan nilai p value 0,003. Tidak ada hubungan antara pengawasan atasan terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker dengan nilai p value 0,661. Ada hubungan antara ketersediaan alat pelindung diri terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker dengan nilai p value 0,036. Tidak ada hubungan antara kebijakan tentang alat pelindung diri terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker dengan nilai p value 0,242. Untuk itu disarankan agar pekerja dapat menggunakan masker yang aman dan nyaman, cara membersihkan masker yang kotor dan cara menyimpan masker yang telah selesai digunakan.

PENDAHULUAN Semakin pesatnya perkembangan industrialisasi di negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia, tanpa diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai di tempat kerja menyebabkan jutaan pekerja mengalami gangguan kesehatan yang mengkhawatirkan dan membahayakan. Salah satu dampak penting akibat pembangunan industri adalah perubahan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran udara. Pencemaran udara yang terjadi selain pencemaran udara di ambien (outdoor air pollution) juga pencemaran udara dalam ruangan (indoor air pollution) (1) Menurut ILO (International Labor Organitation), setiap tahun terjadi 2,2 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan ketenagakerjaan. Sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan tenaga kerja baru setiap tahunnya. Berdasarkan data Jamsostek 2006 kasus kecelakaan yang mengakibatkan luka sebesar 95624 orang, cacat tubuh 122 orang, cacat sebagian 2.918 orang, meninggal 1784 orang. (2) Dari tahun 2002 hingga tahun 2011 terjadi kurang lebih 247.000 kecelakaan kerja di Indonesia. Tingkat keselamatan kerja di Indonesia masih tergolong sangat rendah. Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) RI, dalam satu hari 5 sampai 8 orang pekerja meninggal dunia saat melakukan pekerjaannya. (3) Budaya keselamatan dan kesehatan kerja di negara Indonesia masih tergolong rendah, bahkan menurut survei ILO (International Labour Organitation), Indonesia masih berada pada peringkat dua terendah dalam program keselamatan dan kesehatan kerja. Padahal berdasarkan hasil konvensi ILO No. 187/2006 tentang promotional frame work for occupational safety and health, semua negara harus melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja. (4) H.W. Heinrich menyebutkan bahwa 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe action) dan hanya 20% disebabkan kondisi yang tidak aman (unsafe condition), sehingga pengendaliannya harus bertitik tolak dari

perbuatan yang tidak aman yang dalam hal ini adalah perilaku tenaga kerja terhadap penggunaan APD (Alat Pelindung Diri). (5) Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktifitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan normanorma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). (6) Sampai saat ini masih ada tenaga kerja yang menganggap pemakaian APD mengganggu aktivitas kerjanya dan efek perlindungannya masih kurang. Hal ini dikarenakan kurangnya pelatihan (training) kepada tenaga kerja tentang cara memakai APD yang baik dan benar, sehingga mereka memakainya hanya sekedar untuk mematuhi peraturan tanpa mengetahui manfaatnya secara baik. Untuk itu diperlukan pembinaan, pengawasan, dan penerapan sanksi-sanksi bagi tenaga kerja dalam hal peraturan penggunaan APD di tempat kerja. (7) Dalam industri meubel, bahan buangan partikulat merupakan hasil dari proses pemotongan, penggergajian, penyerutan dan pengamplasan. Dalam konsentrasi yang besar, partikulat dari kayu dapat menimbulkan pemaparan pada pekerja secara intensif. Partikulat yang dihasilkan dalam berbagai bentuk ukuran. Partikulat yang melayang di udara berukuran 0,001-100 mikron. Kelompok partikulat yang berukuran 10 mikron merupakan partikulat yang masuk atmosfer dan dapat bertahan lama melayang di udara. Dalam kaitannya dengan kesehatan jika pertikulat terhirup. Pemaparan partikulat dapat menimbulkan risiko terjadinya gangguan kesehatan terhadap pekerja, seperti gangguan saluran pernafasan. Gangguan pernafasan merupakan kondisi tidak normal yaitu ada kelainan satu atau lebih berupa batuk pilek disertai dahak/tidak, napas cepat baik disertai demam atau tidak. (8)

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2012, menunjukkan bahwa keadaan lingkungan kerja di CV.Kalima Art Jepara tidak disiapkan untuk memberikan perlindungan dalam bekerja terhadap pemaparan partikel-partikel debu. Proses produksi meubel kebanyakan dilakukan di luar ruangan, sehingga konsentrasi debu di lingkungan industri meubel tidak hanya bersumber dari proses produksi tetapi juga berasal dari jalan sekitar. Penerapan standar keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan predisposing factors, enabling factors dan reinforcing factors terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini deskriptif analitik dan bersifat penjelasan (explanatory). Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional. Sedangkan metode yang digunakan adalah melalui observasi yang menggunakan kuesioner sebagai alat bantu (alat ukur) pengumpul data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan meubel CV. Kalima Art Jepara yang bekerja di bagian penggergajian (7 orang), bagian produksi (20 orang), pengamplasan (10 orang) dan finishing (40 orang) sehingga total populasinya berjumlah 77 orang karyawan. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu simple random sampling yang diambil dari karyawan pada bagian yang mempunyai potensial hazard (resiko gangguan terhadap kesehatan kerja) cukup tinggi, diantaranya bagian penggergajian, bagian produksi, pengamplasan dan finishing dengan jumlah sampel sebesar 44 karyawan. Analisis data berupa uji statistik yang digunakan adalah uji Rank Spearman.

HASIL PENELITIAN 1. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang mempunyai praktik yang kadang kadang memakai APD masker, lebih banyak yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 54,8% dibanding pemakaian APD masker dengan pengetahuan kurang baik 53,8% (Tabel 1). Dari uji Rank Spearman (Tabel 6) hubungan antara pengetahuan dengan praktik pemakaian APD masker diperoleh hasil p-value = 0,954. Ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang APD dengan praktik penggunaan APD masker dengan keeratan korelasi 0,009. Tabel 1. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Tentang APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Praktik Pengetahuan Selalu Kadang -kadang Tidak Pernah Total % % % % Kurang Baik 5 38,5 7 53,8 1 7,7 13 100 Baik 12 38,7 17 54,8 2 6,5 31 100 2. Hubungan Antara Sikap Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai praktik yang selalu memakai APD masker, lebih banyak yang mempunyai sikap kurang baik sebesar 53,8% dibanding praktik pemakaian APD masker dengan sikap baik 16,7%. Dari uji Rank Spearman hubungan antara sikap dengan praktik pemakaian APD masker diperoleh hasil p-value = 0,003. Ini menunjukan bahwa ada hubungan antara sikap dengan praktik penggunaan APD masker dengan keeratan korelasi -0,433 menandakan bahwa antara sikap dengan praktik penggunaan APD masker memiliki korelasi hubungan yang berlawanan arah (Tabel 6).

Tabel 2. Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Praktik Sikap Selalu Kadang -kadang Tidak Pernah Total % % % % Kurang Baik 14 53,8 12 46,2 0 0 26 100 Baik 3 16,7 12 66,7 3 16,7 18 100 3. Hubungan Antara Pengawasan Atasan Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai praktik yang selalu memakai APD masker, lebih sedikit yang mempunyai pengawasan dari atasan yang kurang baik sebesar 33,3% dibanding praktik pemakaian APD masker dengan pengawasan baik 42,3%. Berdasarkan uji Rank Spearman (Tabel 6) hubungan antara pengawasan atasan dengan praktik pemakaian APD masker diperoleh hasil p-value = 0,661. Ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan atasan dengan praktik penggunaan APD masker dengan keeratan korelasi 0,068. Tabel 3. Tabulasi Silang Antara Pengawasan Atasan Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Praktik Pengawasan Selalu Kadang -kadang Tidak Pernah Total Atasan % % % % Kurang Baik 6 33,3 11 61,1 1 5,6 18 100 Baik 11 42,3 13 50,0 2 7,7 26 100 4. Hubungan Antara Ketersediaan APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai praktik yang selalu memakai APD masker, lebih sedikit dengan ketersediaan sarana yang baik sebesar 25,0% dibanding praktik pemakaian APD masker dengan ketersediaan sarana kurang baik 50,0%. Ini menunjukan bahwa ada hubungan antara ketersediaan APD dengan praktik penggunaan APD masker dengan hasil p-value = 0,036 dan keeratan korelasi -0,317 yang menunjukkan

bahwa ada hubungan antara ketersediaan APD dengan praktik penggunaan APD memiliki korelasi hubungan yang berlawanan arah (Tabel 6). Tabel 4. Tabulasi Silang Antara Ketersediaan APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Praktik Ketersediaan Selalu Kadang -kadang Tidak Pernah Total APD % % % % Kurang Baik 12 50,0 12 50,0 0 0 24 100 Baik 5 25,0 12 60,0 3 15,0 20 100 5. Hubungan Antara Kebijakan Tentang APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai praktik yang kadang kadang memakai APD masker, lebih banyak dengan kebijakan tentang APD yang baik sebesar 68,4% dibanding praktik pemakaian APD masker dengan kebijakan tentang APD kurang baik 44,0%. Uji Rank Spearman (Tabel 6) hubungan antara ketersediaan APD dengan praktik pemakaian APD masker diperoleh hasil p-value = 0,242. Ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan APD dengan praktik penggunaan APD masker dengan keeratan korelasi -0,180. Tabel 5. Tabulasi Silang Antara Kebijakan Tentang APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Di CV. Kalima Art Jepara Praktik Ketersediaan Selalu Kadang -kadang Tidak Pernah Total APD % % % % Kurang Baik 12 48,0 11 44,0 2 8,0 25 100 Baik 5 26,3 16 68,4 1 5,3 19 100

Tabel 6. Ringkasan Uji Antara Variabel Bebas Dan Terikat Variabel Bebas Variabel Terikat p value r Keterangan Pengetahuan tentang APD Praktik pemakaian APD masker 0,954 0,009 Tidak ada hubungan Sikap Praktik pemakaian APD 0,003-0,433 Ada hubungan masker Pengawasan Atasan Praktik pemakaian APD masker 0,661 0,068 Tidak ada hubungan Ketersediaan APD Praktik pemakaian APD 0,036-0,317 Ada hubungan masker Kebijakan tentang APD Praktik pemakaian APD masker 0,242-0,180 Tidak ada hubungan PEMBAHASAN 1. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Pengetahuan merupakan bagian yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan. Pada seseorang dalam menerima perilaku baru yang didasari oleh pengetahuan mempunyai tingkatan yaitu dalam memahami dan menganalisa dan mengevaluasi suatu obyek. Selain itu karakteristik seseorang seperti pendidikan, faktor ekonomi dan hubungan sosial mempengaruhi pengetahuan seseorang. (9) Hasil analisis menunjukkan bahwa p value 0,954 >0,05 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,009 menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang alat pelindung terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya pada pekerja proyek pembangunan rumah sakit pendidikan di PT X Semarang oleh Sevie Ratnaningsih yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan pekerja dengan praktik pemakaian alat pelindung diri dengan p value 0,048. (10) Sebagian besar responden kurang memahami tentang cara membersihkan masker yang kotor dan cara penyimpanan masker setelah selesai digunakan atau setelah selesai bekerja. Upaya yang dapat dilakukan dengan pemberian informasi atau penyuluhan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dan sebaiknya penyuluhan tersebut dapat dilakukan secara rutin.

Tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap praktik dikarenakan responden dengan pengetahuan baik terhadap praktik yang selalu menggunakan APD masker (38,7%) lebih banyak dibanding dengan pengetahuan yang kurang baik terhadap praktik yang selalu menggunakan APD masker (38,5%). 2. Hubungan Antara Sikap Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. (11) Hasil analisis, diperoleh p value 0,003 lebih kecil dari alpha 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker. Dari hasil korelasi diperoleh -0,433 yang menandakan bahwa sikap kurang baik terhadap praktik yang selalu menggunakan APD masker (53,8%) lebih banyak dibanding dengan sikap baik terhadap praktik yang selalu menggunakan APD masker (16,7%). Dari 44,4% responden dengan sikap baik terhadap praktik yang kurang baik lebih banyak dari responden dengan sikap kurang terhadap praktik baik 15,4%. Menurut Azwar menyatakan bahwa seorang bisa saja mempunyai sikap yang tidak konsisten, apabila ia mengatakan sikap setuju pada sesuatu, tetapi kenyataannya tidak mendukung obyek sikap tersebut. (12) Sikap yang termasuk dalam meyakinkan, emosional dan kecenderungan bertindak adalah termasuk dalam perilaku pasif untuk mengarah menjadi sesuatu perilaku yang nyata sehingga sikap responden yang buruk biasanya tercermin dalam perilaku yang buruk begitu juga sebaliknya. Sedangkan menurut Notoadmojo untuk terbentuknya sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor kondisi yang memungkinkan salah satunya adalah fasilitas. (13) Responden dengan sikap yang kurang baik terhadap pemakaian alat pelindung diri masker di tempat kerja, maka diperlukan kegiatan berupa penyuluhan agar memotivasi pekerja untuk memakai alat pelindung diri masker

selama bekerja. Penyuluhan yang diberikan seperti tujuan dari penggunaan masker, penggunaan masker yang aman dan nyaman. 3. Hubungan Antara Pengawasan Atasan Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Dalam penelitian ini p value 0,661 >0,05 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,068 menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan atasan terhadap praktik pemakian alat pelindung diri masker. Tidak ada hubungan dikarenakan pengawasan yang baik terhadap praktik yang selalu menggunakan APD masker (42,3%) lebih banyak dibanding dengan pengawasan yang kurang baik terhadap praktik yang selalu menggunakan APD masker (33,3%). Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya pada pekerja di bagian produksi packing yang dilakukan oleh Netty yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel pengawasan dengan praktik penggunaan alat pelindung diri oleh responden dengan nilai p value 0,268. (14) Salah satu tujuan dilakukan pengawasan adalah untuk meningkatkan displin kerja pekerjanya, khususnya dalam hal penggunaan alat pelindung diri. Oleh karena itu, sebaiknya pihak perusahaan selalu rutin dan berkala melakukan pengawasan terhadap pekerja terutama dalam hal pemakaian alat pelindung diri selama bekerja selain itu juga dapat diberikan teguran atau hukuman bagi pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri. Sehingga nantinya pekerja menjadi disiplin dalam menggunakan alat pelindung diri. 4. Hubungan Antara Ketersediaan APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Pertimbangan yang dilakukan pengelola organisasi berkaitan dengan keharusan menyediakan dan melengkapi alat pelindung diri salah satunya adalah adanya potensi bahaya proses kerja dan lingkungan kerja terhadap tubuh pekerja. (13) Hasil analisis menggunakan uji rank spearman diperoleh hasil p value 0,036 dan koefisien korelasi -0,317. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara ketersediaan alat pelindung diri terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker. Ada hubungan dikarenakan ketersediaan sarana yang baik terhadap praktik yang yang selalu memakai APD masker lebih sedikit (25,0%) dibanding dengan ketersediaan sarana yang kurang baik terhadap praktik yang selalu menggunakan APD masker (50,0%). Cara paling baik mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan menghilangkan risikonya atau mengendalikan sumbernya seketat mungkin. Tetapi hal itu tidak mungkin, maka institusi tempat kerja wajib menyediakan dan melengkapi alat pelindung diri. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan. (13) Perusahaan menyediakan alat pelindung diri masker tetapi dalam penggunaannya para pekerja kurang nyaman. Sehingga para pekerja menjadi malas untuk memakai alat pelindung diri masker. 5. Hubungan Antara Kebijakan Tentang APD Terhadap Praktik Pemakaian APD Masker Adanya kebijakan dan peraturan tentang alat pelindung diri di tempat kerja adalah melindungi pekerja dari bahaya bahaya akibat kerja, memelihara dan meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan kerja khusus dalam penggunaan APD sehingga mampu mengurangi (meminimalisir) bahaya terhadap kesehatan dan terciptanya perasaan aman dan terlindungi, sehingga mampu meningkatkan motivasi kerja karyawan. (13) Hasil analisis hubungan antara kebijakan tentang alat pelindung diri terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri diperoleh hasil p value 0,242. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebijakan tentang alat pelindung diri terhadap praktik pemakaian alat pelindung diri masker. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Arianto Wibowo diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebijakan dengan praktik penggunaan alat pelindung diri oleh responden dengan nilai p value 0,000. (15)

Penerapan K3 di perusahaan harus dilandasi dengan kebijakan K3 dari manajemen perusahaan yang merupakan komitmen manajemen puncak terhadap kebijakan Undang Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sebagai usaha perlindungan terhadap asset perusahaan. Kebijakan K3 merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan member arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan lingkungan kerja. (13) Kebijakan yang terdapat di perusahaan tersebut tentang pemakaian APD masker dibuat secara lisan tanpa tertulis. Pihak perusahaan hanya memberitahu dan mengingatkan kepada pekerja untuk selalu menggunakan APD masker selama bekerja. SIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Tingkat pengetahuan terhadap pemakaian alat pelindung diri masker pada responden sebesar 70,5% baik. 2. Sikap responden terhadap pemakaian alat pelindung diri masker sebesar 59,1% kurang baik. 3. Pengawasan dari atasan terhadap pemakaian alat pelindung diri masker pada responden sebesar 59,1% baik. 4. Ketersediaan sarana terhadap pemakaian alat pelindung diri masker pada responden sebesar 54,5% kurang baik. 5. Kebijakan terhadap pemakaian alat pelindung diri masker pada responden sebesar 56,8% kurang baik. 6. Praktik terhadap pemakaian alat pelindung diri masker pada responden sebesar 38,6% selalu menggunakan APD masker. 7. Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang APD terhadap praktik pemakaian APD masker, dengan p value 0,954. 8. Ada hubungan antara sikap terhadap praktik pemakaian APD masker, dimana p value 0,003.

9. Tidak ada hubungan antara pengawasan atasan terhadap praktik pemakaian APD masker, dimana p value 0,661. 10. Ada hubungan antara ketersediaan APD terhadap praktik pemakaian APD masker, dimana p value 0,036. 11. Tidak ada hubungan antara kebijakan tentang APD terhadap praktik pemakaian APD masker, dimana p value 0,242. SARAN 1. Bagi Perusahaan Lebih meningkatkan lagi pemberian informasi atau penyuluhan secara langsung maupun tidak langsung terutama mengenai cara membersihkan masker yang kotor, cara penyimpanan masker setelah selesai digunakan, tujuan penggunaan masker, cara menggunakan masker yang aman dan nyaman. Penyuluhan ini dapat dilakukan secara rutin. Selain itu pihak perusahaan selalu rutin dan berkala melakukan pengawasn terhadap pekerja terutama dalam hal pemakaian hal pemakaian alat pelindung diri selama bekerja dan pihak perusahaan juga dapat memberikan teguran atau hukuman bagi pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri selama bekerja 2. Bagi Pekerja Pekerja mengetahui cara menggunakan masker yang aman dan nyaman, tujuan penggunaan masker, cara membersihkan masker yang kotor dan cara menyimpan masker yang telah selesai digunakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Fardiaz. S. Polusi Air dan Udara. Diterbitkan Dalam Kerjasama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Kanisius. 1992. 2. Haryono. Materi Semilokakarya Pengembangan Profesi K-3, Direktorat Bina Kesehatan Kerja, Jakarta, 2007. 3. Pikiran Rakyat On Line. 2011. 5-8 Orang Pekerja Meninggal Setiap Hari. <http://www.ppk.lipi.go.id> Diakses 5 Pebruari 2012.

4. Republika On Line. 2011. Disiplin Baru : Kesehatan dan Keselamatan kerja. <http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=320289&kat_id=6&kat.idi=&katcu>. Diakses 17 Desember 2011. 5. Ikhwan. Z. Pengaruh Faktor Predisposising. Enabling, Reinforcing Terhadap Perilaku Pengurus Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di PT Semen Andalas Indonesia Belawan Medan, Skripsi. FKM-USU. Medan. 2004. 6. Tambusai. M. Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk meningkatkan Produktivitas kerja. Makalah Seminar K3 RS. Persahabatan Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. 2001. 7. Suma mur. P.K. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung Mas, Jakarta. 1996. 8. Putranto. A. Pajanan Debu Kayu (PM 10 ) dan Gejala Penyakit Saluran Pernafasan pada Pekerja Mebel Sektor Informal di Kota Pontianak Kalimantan Barat. Thesis. PS-UI. 2007. 9. Soekidjo N. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Reika Cipta. Jakarta. 2007. 10. Ratnaningsih, Sevie. Hubungan Umur, Masa Kerja, Pengetahuan dan Sikap Pekerja Dengan Praktik APD di PT. X Semarang. UNDIP. 2010. 11. Notoatmodjo. S. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi Offset, Jakarta. 2003. 12. Azwar, Saifudin. Sikap Manusia, Teori Dan Pengukuran. Pustaka Pelajar. Yoyakarta. 1995. 13. Laurenta. U.M.S. Pelaksanaan Organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT GOODYEAR Sumatera Utara Plantation Dolok Marangir Tahun 2001. Skripsi. FKM-USU. Medan. 2001. 14. Elfrida, Netty. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penggunaan APD pada Pekerja di Bagian Produksi Packing PT. KCI. Universitas Indonesia. Jakarta. 2006. 15. Wibowo, Arianto. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Prilaku Penggunaan APD di Areal Pertambangan PT. ANTAM, tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kab. Bogor. UIN Syarif Hidatayatullah. 2010.