BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

dokumen-dokumen yang mirip
Daftar Terjemah. Lampiran 1

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

Siapa yang Mengajar Auwloh Berhitung?

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

KEADILAN DALAM HUKUM WARIS ISLAM Oleh : SURYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB III KEUTAMAAN MATEMATIKA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN. agama-agama lain yang mampu menyamainya. Kesempurnaan Al-Qur an tidak

BAB I PENDAHULUAN. karena begitu luas ajarannya. Al-Qur an sebagai aturan Hukum sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam telah menerangkan dan mengatur hal-hal ketentuan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

DAHSYATNYA KEKUATAN DO A

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Volume V, Nomor 1, Januari-Juni NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM. Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag.

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan. Hal itu dikarenakan keduanya sama-sama berkaitan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT PARA KIAI DI DESA SIDODADI KECAMATAN BANGILAN KABUPATEN TUBAN TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARIS MELALUI WASIAT

KEWARISAN SAUDARA KANDUNG LAKI-LAKI/ SAUDARA SEBAPAK LAKI-LAKI BERSAMA ANAK PEREMPUAN TUNGGAL

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH. nash yang menerangkan tentang pembagian waris seorang transseksual yang

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU<R

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

بسم االله الرحمن الرحیم

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG HUKUM KEWARISAN ISLAM. Kata waris berasal dari bahasa Arab Al-mīrath, dalam bahasa arab

BAB I PENDAHULUAN. dengan ahli waris. Adanya pewarisan berarti adanya perpindahan hak, berupa. harta benda dari si pewaris kepada ahli waris.

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang ada saat seseorang meninggal dunia. 2

BAB I PENDAHULUAN. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, hlm. 4.

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB II KONSEP PEMBAGIAN WARISAN DENGAN CARA PERDAMAIAN (TASHALUH) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Masyarakat Suku Bugis di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM

BAB I. Persada, 1998, hlm. 1. Zahwan, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994, hlm Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris Ed.1, Jakarta: PT.

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

WARIS ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP METODE PEMBAGIAN WARIS DENGAN CARA LOTRE DI DESA KEMLOKOLEGI KAB. NGANJUK

A. Analisis Terhadap Metode Penerapan Nilai Tanah Waris di Pulau Bawean. pembagian dengan cara hukum waris Islam. Kedua; pembagian waris dengan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembagian harta warisan dengan aturan yang sangat adil sesuai dengan

BAB IV A. ANALIS HUKUM ISLAM TENTANG STATUS HAK WARIS. elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

BAB I PENDAHULUAN. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h.398

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB II KETENTUAN KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN KUHPERDATA. a. Pengertian Waris Menurut Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. Kewarisan merupakan salah satu bentuk penyambung ruh keislaman antara

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka.

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

Pembagian Warisan 2 PEMBAGIAN WARISAN (2)

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUASAAN HARTA WARIS OLEH IBU TIRI DI KELURAHAN PEGIRIAN KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

Transkripsi:

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Menarik untuk dianalisis tradisi pembagian waris di Petaonan, yang pemberi waris masih hidup. Sebenarnya fenomena semacam ini sangat bertentangan dalam hukum Islam. Sebagaimana ketentuan hukum Islam bahwasanya syarat untuk menjadi muwaris (pewaris) adalah yang bersangkutan harus sudah meninggal dunia. Adapun pemaknaan meninggal dunia disini, baik secara haqi>qi>, hukmi> ataupun taqdiri>. 1 Kewarisan adalah hal yang sangat erat dan dekat dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan kewarisan adalah hal yang tidak bisa dihindarkan ketika terjadi kematian. Salah satu asas kewarisan adalah asas ijba>ri yang menjelaskan mengenai mestinya peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris setelah terjadi kematian. Dalam pandangan Islam kewarisan termasuk s alah satu bagian dari fikih atau ketentuan yang harus dipatuhi umat Islam dan 1 H.R. Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika, 2002), 5 64

65 dijadikan pedoman dalam menyelesaikan harta peninggalan seseorang yang telah mati. Allah menetapkan ketentuan tentang kewarisan ini karena ia menyangkut dengan harta yang di satu sisi kecenderungan manusia kepadanya dapat menimbulkan persengketaan dan di sisi lain Allah tidak menghendaki manusia memakan harta yang bukan haknya. 2 Sebenarnya praktek pembagian waris yang terjadi di Petaonan, serupa dengan hibah di dalam hukum Islam. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab II bahwasanya hibah atau harta pemberian adalah pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah tanpa mengharapkan imbalan. 3 Sedangkan Menurut Wahbah Az-Zuh{ailiy bahwa definisi dari warisan adalah segala sesuatu yang terdiri dari harta peninggalan ataupun hak kepemilikan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia untuk para ahli waris nya yang telah ditentukan oleh syariat. 4 Jadi harta yang pemiliknya masih hidup bukanlah harta warisan, sehingga hukumnya berbeda dengan hukum harta warisan. Jika pembagian harta tersebut dilakukan sedangkan keadaan pewaris dalam keadaan sehat wal afiyat, artinya tidak dalam keadaan sakit yang menyebabkan kematian, maka pembagian atau pemberian tersebut disebut 148 7697 2 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media. Cet. II, 2005), 3 Ensiklopedia Hukum Islam, cet. I (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1996), 540. 4 Wah}bah az-z}uhayliy, al-fiqh al-isla>mi> wa Adillatuhu, Juz 9, (Beirut: Da>r al-fikr, 1997),

66 Hibah (harta pemberian), bukan pembagian harta warisan. Adapun hukumnya adalah boleh. Namun hibah orang tua kepada anaknya bisa diperhitungkan sebagai warisan, hal ini sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam pasal 211 KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang menyatakan bahwa Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. 5 Jadi, menurut peneliti fenomena pemberian harta warisan di desa Petaonan sebenarnya pembagian warisan yang menggunakan sistem hibah. Hal ini karena praktek pembagian harta warisan sebenarnya merupakan sekadar pemberian harta berupa hibah dari orang tua kepada anaknya. B. Analisis Terhadap Dasar Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Laki-laki dan Perempuan Dalam pembagian harta waris, masyarakat Desa Petaonan mempunyai ketentuan yaitu bagian perempuan lebih banyak dari pada bagian laki-laki menurut pandangan masyarakat desa Petaonan anak perempuan mendapat lebih banyak karena: 1. Orang tua mempunyai rasa takut jika anak-anaknya akan hidup terlantar. Terlebih bagi anak perempuan, karena perempuan lebih lemah, tidak bisa bekerja seperti anak laki-laki. 2008), 65 5 Tim Redadsi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, cet. 1, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,

67 2. Orang tua si anak jika telah lanjut usia maka orang tua lebih memilih tinggal bersama anak perempuan. Dikarenakan sifat perempuan yang jauh lebih perhatian dan telaten dalam merawatnya. Sehingga dia mendapat harta yang lebih banyak. Sehubungan dengan hal tersebut, tersebut diatas, maka menurut pandangan penulis, pembagian warisan yang dilakukan masyarakat desa petaonan tidak sesuai dengan hukum Islam. Dalam hukum islam, mengenai pembagian harta waris sudah ditentukan kadarnya atau bagiannya untuk setiap ahli waris. Sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masingmasingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwaris i oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat

68 seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. 6 Artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteriisterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik lakilaki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris )22. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) 6 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009), 79

69 syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. 7 Dalam Hadis juga dijelaskan tentang perintah Nabi Muhammad SAW, agar umat Islam membagi harta warisan di antara para ahli warisnya menurut Kitabullah. أقسموا المال بين أهل الفرائض على كتاب اهلل )رواه مسلم وابوداود( Artinya: bagilah harta pusaka antara ahli waris menurut kitabullah (Al-Qur an). (HR. Muslim dan Abu Dawud). 8 Ayat dan Hadis diatas dengan jelas menunjukkan perintah dari Allah, agar umat Islam dalam melaksanakan pembagian harta waris berdasarkan hukum yang ada dalam al-qur an. Bagi umat islam melaksanakan ketentuan yang berkenaan dengan hukum kewarisan merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan, karena itu merupakan bentuk keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan Rasulnya. Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 176 juga dijelaskan bahwa bila anak perempuan hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. 9 7 Ibid. 8 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-bukhori, Shahih al-bukhori, juz. VII, 5 9 Tim Redadsi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, 56

70 Setelah diketahui bahwasanya pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan, 2: 1. Ada beberapa pertimbangan atas pembagian, laki-laki dua kali dari pada perempuan. Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni, bahwa anak lakilaki menerima bagian lebih besar dua kali lipat dari pada anak perempuan adalah karena beberapa hal : 1. Perempuan selalu terpenuhi segala kebutuhannya, karena nafkahnya menjadi tanggung jawab anak laki-lakinya, ayahnya, saudara laki-lakinya, dan setelah menikah, tanggung jawab suaminya. 2. Perempuan tidak punya kewajiban berinfaq untuk orang lain, sedangkan laki-laki mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga dan kerabatnya. 3. Belanja laki-laki dan pengeluaran keungannya lebih besar dari pada perempuan, maka harta yang dibutuhkan jauh lebih banyak. 4. Laki-laki ketika menikah, mempunyai kewajiban membayar mahar, disamping menyediakan tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya setelah berumah tangga. 5. Biaya pendidikan dan pengobatan anak-anak dan istri adalah tanggungjawab suami (laki-laki). 10 10 Muhammad Ali ash-shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, penerjemah: A. M. Basmalah, Judul Asli: Almawaris fisy syari ati Al-Islamiyyah ala dhau Al-kitab was sunnah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 19

71 Hukum islam adalah fiqh yakni hasil daya upaya para fuqoha dalam menerapkan syari at Islam yang bersumber pada al-qur an, as-sunnah, Ijma para sahabat dan tabi in. Hukum fara id merupakan hukum yang sudah jelas ketentuannya dalam al- Qur an dan merupakan bentuk kewajiban bagi umat islam untuk melaksanakannya. Akan tetapi, hukum Islam mempunyai beberapa keistimewaan dan keunggulan yang menyebabkan hukum Islam menjadi hukum yang paling dapat memenuhi hajat masyarakat, serta menjamin ketenangan dan kebahagiaan masyarakat. Dalam al-qur an juga ditegaskan bahwa hukum Islam adalah hukum yang memudahkan bagi manusia, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat al-baqarah ayat 185 yang berbunyi: Artinya: Allah menhendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian. 11 Dalam hal kewarisan, masyarakat desa Petaonan kecamatan Socah kabupaten Bangkalan lebih memilih hukum adat dalam menyelesaikan pembagian harta waris. Sedangkan adat merupakan kebiasaan yang dapat dijadikan suatu hukum. Hal ini sesuai dengan kaidan fiqh (al- a>datu muhakkamatun) yang artinya adat kebiasaan bisa ditetapkan senagai hukum. 11 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, 29

72 Adat dianggap sebagai hukum, apabila telah dikenal manusia dan dilakukan terus menerus, dari generasi ke generasi baik berupa perkataan atau perbuatan. Sedangkan adat yang berlawanan atau bertentangan dengan nash atau jiwa syari at yang oleh karenya tidak boleh dijadikan sumber hukum. Dalam hal ini masyarakat desa Petaonan memandang bahwa ketentuan pembagian harta waris yang ada dalam al-quran dan hadis sifatnya hanya mengatur bukan memaksa. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa masyarakat Islam desa Petaonan dalam menyelesaikan pembagian harta waris tidak menyimpang dari syariat Islam, walaupun sudah ada ketentuan sendiri dalam al- Qur an.