kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. kompleksitas zaman. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai usaha atau keinginan yang dilakukan dengan sengaja dan teratur

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di

PERBANDINGAN KONSEP DIRI ANTARA SISWA KELAS BERSTANDAR INTERNASIONAL DENGAN SISWA KELAS REGULER

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Dengan ilmu,

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keunggulan suatu bangsa tidak lagi tertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut muncul banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan siswa dapat memahami dan mengerti maksud pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan masyarakat ke arah yang lebih kompleks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. dimensi, yaitu behavioral engagement (partisipasi, tidak adanya perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

PERANAN ORANGTUA DAN PENDIDIK DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI ANAK BERBAKAT AKADEMIK (ABA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

Guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan belajar mengajar, dimana tugas guru tidak hanya merencanakan, melaksanakan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu perubahan yang dialami oleh individu dalam masa emerging

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan proses pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Selama proses pendidikan tersebut berlangsung, diharapkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut terwujud dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan siswa untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan tersebut, membutuhkan proses pembelajaran yang sifatnya lebih terarah, sehingga dapat memperdayakan seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa. Salah satu upaya yang dapat ditempuh melalui penerapan kurikulum yang mendorong keterlibatan siswa, mulai dari kurikulum CBSA (cara belajar siswa aktif), KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) atau kurikulum 2006 dan yang terbaru kurikulum 2013 (K-13). Kurikulum tersebut menekankan siswa untuk terlibat secara aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran, sehingga kompetensi siswa semakin meningkat. Dilain pihak, fakta lapangan yang didapat dari hasil interview dan pengamatan yang dilakukan terhadap 5 guru pada sekolah XXX yang mengampu kelas yang berbeda pada sekolah yang menerapkan kurikulum KTSP dan K-13, menggambarkan bahwa apa yang ingin dicapai oleh kurikulum, yaitu melibatkan siswa secara aktif belum sepenuhnya tercapai dengan baik. Pembelajaran yang semestinya berpusat pada siswa saat ini cenderung masih berpusat pada guru.

2 Siswa belum mampu dilepaskan untuk terlibat secara aktif atau mandiri dalam pembelajaran. Dalam mengerjakan tugas, siswa cenderung akan mengerjakan ketika ditunggui atau diawasi oleh guru. Hal ini tergambar sebagaimana tabel 1. Tabel 1. Data keterlibatan siswa pada sekolah NO 1 2 3 4 5 6 Aitem Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D Kelas E Jlh P % Jlh P % Jlh P % Jlh P % Jlh P % Siswa yang tidak pernah melanggar tata 35 1 3 29 3 10 33 4 12 30 4 13 35 7 20 tertib Keaktifan dalam 35 4 11 29 5 17 33 5 15 30 6 20 35 6 17 Pembelajaran Kemandirian dalam belajar 35 1 3 29 4 14 33 5 15 30 4 13 35 5 14 Partisipasi dalam setiap kegiatan 35 3 9 29 3 10 33 1 3 30 3 10 35 4 9 sekolah Motivasi siswa dalam menyelesaikan 35 2 6 29 3 10 33 5 15 30 4 13 35 4 9 tugas sekolah dengan segera Kemauan mengerjakan tugas yang menantang tanpa motivasi 35 2 6 29 3 10 33 5 15 30 4 13 35 5 14 atau pengawasan dari guru Keterangan : Jlh = Jumlah siswa dalam kelas, P=partisipasi, % =persen (Sumber : Interview keterlibatan siswa pada sekolah XXX 2014) Rendahnya keterlibatan siswa berdampak pada rendahnya prestasi siswa baik berupa nilai akademik maupun keterserapan alumni di dunia kerja, karena siswa yang memiliki nilai akademik baik dan yang terserap di dunia kerja adalah siswa yang memiliki keterlibatan yang lebih pada saat disekolah, dibandingkan dengan yang tidak terlibat aktif. Rendahnya prestasi akademik tergambar pada

3 jumlah siswa yang bisa mencapai batas kriteria ketuntasan minimal (KKM ) hanya berkisar antara 2 s/d 10 % tiap rombongan belajar. gambaran rendahnya keterserapan pada dunia kerja tergambar pada tabel 2 : Tabel 2. Data siswa yang diterima di perusahaan skala nasional dan internasional No Tahun Industri Jumlah Jumlah yang % Nama Peserta diterima 1 2012 UT 83 1 1,2 DAWS Dunloop 88 3 3,4 ODN,FA,CEL Polytron 93 4 4,3 ADJ,ADS, FPA,TNH 2 2013 UT 76 1 1,3 KRP Dunloop 72 3 4,1 DTA, DKW, JK UT 60 1 1,6 DSJ AOP 105 3 2,8 MA, MY,DID Polytron 87 3 3,4 NHS, JW, TS 3 2014 AOP 98 6 6,1 NW,MF, MAF,BS,FR,S Polytron 64 2 3,1 WS,HK Wardah 194 4 2,0 SDPS,IAK,AP,IDHP UT 62 1 1,6 MN (Sumber : data serapan alumni sekolah XXX tahun 2014) Berdasarkan wawancara dengan guru kelas, guru BK menyatakan bahwa anak-anak yang diterima pada industri tersebut diatas adalah anak-anak yang berprilaku baik, aktif dalam KBM dan juga aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah. Ketidakmampuan siswa untuk aktif dan mengembangkan kompetensi pembelajaran ketika berada di sekolah, disebabkan karena rendahnya keterlibatan siswa di sekolah. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Wang dan Halcombe (2010) bahwa siswa yang memiliki keterlibatan dengan sekolah akan menampilkan prestasi atau proses belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki keterlibatan dengan sekolah. Sebaliknya, siswa yang

4 kurang terlibat dengan sekolah akan menunjukkan kinerja yang kurang baik dan cenderung bermasalah dengan perilakunya Siswa yang memiliki keterlibatan yang besar pada sekolah memberikan efek positif berupa penyerapan materi ajar yang baik, proses pembelajaran yang interaktif dan kondusif, proses sosialisasi dan organisasi anggota kelas yang baik, serta pada akhir pembelajaran siswa dapat menunjukkan prestasi yang lebih baik. Prestasi tersebut terwujud dalam bentuk: prestasi akademik (nilai akademik), skill (ketrampilan sesuai dengan kompetensisinya), dan ketika lulus bisa terserap di bidang yang sama dengan kompetensi keahlian yang ditempuh. Willms (2003) keterlibatan siswa atau student engagement adalah komponen psikologis yang berkaitan dengan rasa kepemilikan siswa akan sekolahnya dan penerimaan nilai-nilai sekolah, dan komponen perilaku yang berkaitan dengan partisipasi dalam kegiatan sekolah, berkaitan dengan seberapa dalam keterlibatan siswa dengan sekolah akan mempengaruhi pencapaian prestasi akademisnya. Pendapat di atas senada dengan yang diutarakan oleh Ani (2013) bahwa keterlibatan siswa merupakan pencurahan sejumlah energi fisik dan psikologis oleh siswa guna mendapatkan pengalaman akademik baik melalui kegiatan pembelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler. Pada kondisi ini siswa akan melibatkan dua unsur, yaitu: perilaku (seperti ketekunan, usaha, perhatian) dan sikap (seperti: motivasi, nilai-nilai belajar yang positif, antusiasme, kebanggaan dalam keberhasilan). Siswa akan terlibat mencari kegiatan, di dalam dan di luar kelas yang mengarah pada kesuksesan belajar. Siswa pun akan menampilkan rasa

5 ingin tahu yang besar, keinginan untuk tahu lebih banyak, dan tanggapan emosional yang positif untuk belajar dan sekolah (Gibbs & Poskit, 2010). Fredricks, Blumenfield dan Paris (disitasi oleh Eccles & Te Wang, 2012) melakukan suatu ulasan terhadap 44 penelitian mengenai keterlibatan siswa (student engagement) dan mengungkapkan bahwa student engagement terdiri atas tiga dimensi, yaitu keterlibatan perilaku (behavioral engagement) yang berkaitan erat dengan ide partisipasi atau keterlibatan secara fisik. Dimensi lainnya adalah keterlibatan emosi (emotional engagement) yang melingkupi reaksi positif dan negatif terhadap guru, siswa lain, kegiatan kelas dan sekolah. Serta dimensi dan keterlibatan kognitif (cognitive engagement), yang meliputi keinginan untuk mengerahkan usaha untuk dapat memahami ide yang kompleks dan menguasai keterampilan yang sulit. Keterlibatan siswa untuk aktif dan mengoptimalkan kemampuan diri saat di sekolah, tidak serta merta muncul dengan sendirinya. Selebihnya ada beberapa faktor yang berhubungan, diantaranya adalah adanya efikasi diri yang dibangun oleh siswa tersebut. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Gibbs dan Poskitt (2010) bahwa terdapat banyak faktor dalam keterlibatan siswa, yaitu: hubungan guru dengan siswa, dukungan teman sebaya, keberkaitan dalam belajar, disposisi untuk menjadi pelajar, motivasi dan minat belajar, otonomi kognitif, orientasi tujuan dan akademik pembelajaran mandiri, serta efikasi diri. Pajares dan Miller (disitasi oleh Warwick, 2008) mengatakan tingkatan efikasi diri siswa terukur dari kepercayaan bahwa siswa dapat melewati situasi tertentu, atau berhasil menyelesaikan tugas tertentu. Sebuah penelitian literatur,

6 dan ditambah dengan penelitian-penelitian empiris sebelumnya telah menunjukkan bahwa efikasi diri berhubungan secara aktual dengan keterlibatan remaja dalam belajar dan aktif disekolah, sehingga langkah-langkah pembelajaran berhasil ditempuh. Efikasi diri siswa bukan merupakan faktor tunggal yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa pada saat belajar dan aktif disekolah. Faktor penunjang lainnya yang turut berpartisipasi yaitu adanya dukungan teman sebaya. Hal tersebut diungkap dalam Cushman dan Rogers (2008), bahwa ada atau tidak adanya dukungan teman sebaya akan berpengaruh pada paritisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Ketika siswa diberikesempatan untuk berkolaborasi, siswa lebih cenderung untuk fokus pada belajar, lebih tertarik pada materi pelajaran dan merasa kurang cemas. Selanjutnya, Sotjiningsih (2010) menjelaskan bahwa teman sebaya merupakan tempat untuk belajar kemampuan bersosialisasi, saling bergantung kepada teman sebagai sumber kesenangan dan memiliki keterikatannya yang kuat karena melibatkan emosi yang cukup kuat. Hal serupa diungkapkan oleh penelitian Csikzenmihalyi dan Hun (Tkach & Lyubomirsky, 2006) yang menyatakan bahwa remaja yang terlibat dalam kegiatan sosial menunjukkan kecenderungan lebih merasa bahagia pada waktu berada dalam kelompoknya, karena dalam kelompok ini dirinya bisa melakukan koalisi dan persaingan yang lebih adil. Menurut Utami (2009) dalam penelitiannya mengenai keterlibatan mahasiswa dan kaitannya dalam dukungan teman sebaya menemukan bahwa

7 mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan lebih sejahtera dibandingkan mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan. Sementara, Ludden (2011) menjelaskan bahwa siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan agama, atau kelompok remaja yang terlibat lebih di sekolah seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, cenderung tidak memiliki masalah perilaku, serta memiliki motivasi dan nilai yang lebih tinggi. Berdasarkan pada uraian di atas terbuka kemungkinan bahwa efikasi diri dan dukungan teman sebaya berhubungan dengan keterlibatan siswa pada sekolah. Mengingat pentingya keterlibatan siswa pada sekolah yang telah dijabarkan, maka penelitian ini akan menelaah dan menguji keterhubungkan keterlibatan siswa pada sekolah dengan efikasi diri dan dukungan teman sebaya. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui hubungan antara efikasi diri dan dukungan teman sebaya dengan keterlibatan siswa pada sekolah. 2. Mengetahui tingkat efikasi diri, dan dukungan teman sebaya serta keterlibatan siswa pada sekolah. 3. Mengetahui sumbangan efikasi diri dan dukungan teman sebaya terhadap keterlibatan siswa pada sekolah. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi partisipan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukkan tentang pentingnya efikasi diri dan dukungan teman sebaya dalam meningkatkan keterlibatan siswa pada sekolah.

8 2. Bagi pihak sekolah, diharapkan dapat memberi informasi pentingnya meningkatkan efikasi diri dan dukungan teman sebaya agar keterlibatan siswa dapat meningkat sehingga prestasi dan unjuk kerja siswa menjadi lebih baik. 3. Bagi ilmuwan psikologi maupun psikolog, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau refrensi dalam menganalisa suatu kasus yang sama, sehingga ditemukan solusi yang lebih baik. Kebaruan Penelitian Penelitian Purwita dan Tairas (2013) didapati hasil bahwa ada hubungan antara antara tingkat persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan keterlibatan siswa. Arah korelasi antara kedua variabel positif dengan kekuatan media. Sedang pada penelitian Pike, Smart dan Ethington (2012) membahas tentang keterlibatan siswa sebagai agen mediasi dalam hubungan antara jurusan akademik dan belajar siswa. Hasil penelitian yang didapat bahwa jurusan akademik mahasiswa secara signifikan terkait dengan tingkat keterlibatan dan hasil pembelajaran. Keterlibatan siswa juga signifikan berhubungan dengan hasil belajar. Siswa jurusan akademis umumnya tidak langsung berhubungan dengan hasil belajar melalui tingkat keterlibatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Darmayana (2012). Hasil penelitian Porter (2006), Hirschfield dan Gasper (2011) menjelaskan bahwa struktur kelembagaan mempengaruhi keterlibatan siswa dalam cara diprediksi dan substantif signifikan. Landis dan Reschly (2013) keterlibatan siswa dapat menjadi konstruk penting dalam memahami, memprediksi, dan mencegah putus sekolah perilaku di kalangan siswa berbakat. Dotterer dan Lowe (2011) menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara kontek kelas dan keterlibatan siswa dengan prestasi akademik.

9 Penelitian Ludden (2011) menjelaskan bahwa remaja yang berpartisipasi dalam kegiatan agama, kelompok pemuda terlibat lebih disekolah berupa ikut ekstrakurikuler, cenderung tidak memiliki masalah perilaku, memiliki motivasi dan nilai yang lebih tinggi. Keterlibatan siswa sudah semestinya menjadi kajian ilmiah yang harus diperdalam, karena keterlibatan siswa pada sekolah memiliki peranan yang penting dalam memprediksi kinerja atau prestasi siswa (akademik, skill, dan keterserapan pada dunia kerja). Perbedaan antara penelitian yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis diantaranya : 1. Varibel bebasnya berbeda. Penelitian tentang keterlibatan siswa pada sekolah (student engagement) yang sudah ada selama ini berkaitan dengan membahas keterlibatan siswa pada sekolah (student engagement) sebagai mediator kinerja atau prestasi. Belum banyak yang membahas keterlibatan siswa pada sekolah (student engagement) dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penulis akan melihat keterkaitan antara keterlibatan siswa pada sekolah (student engagement) dengan efikasi diri dan dukungan teman sebaya (peer). 2. Tempat penelitian yang sudah ada mayoritas dilakukan di luar Indonesia, sehingga generalisasi pada hasil penelitian semestinya juga berbeda. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variable tergantungnya sama (keterlibatan siswa pada sekolah /student engagement), subjeknya siswa di sekolah formal dan termasuk kategori remaja.