II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

LAND REFORM INDONESIA

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2003 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

BAB II LATAR BELAKANG KEBIJAKAN KENAIKAN HARGA BBM PADA PEMERINTAHAN SBY-JK PERIODE

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam.

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL PASCA REFORMASI SAAT INI

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si.

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali)

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

Komite Penasehat Dewan HAM PBB Dorong Adopsi Deklarasi Hak Asasi Petani Sebagai Instrumen HAM Internasional

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS.

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

Transkripsi:

11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforma Agraria Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, reforma agraria (pembaruan agraria) didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, reforma agraria adalah proses redistribusi kepemilikan lahan diantara kelompok masyarakat guna mencapai penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat. Sementara itu, Wiradi (2009) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan reforma agararia adalah penataan kembali (atau pembaruan) struktur pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah/wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyekap dan buruh tani tak bertanah. Selanjutnya Wiradi membedakan antara konsep reforma agraria dan landreform. Istilah landreform dipakai untuk merujuk pada program-program sekitar redistribusi tanah dalam rangka menata ulang struktur kepemilikan tanah yang timpang menjadi lebih adil. Adapun istilah reforma agararia mengacu pada pengertian lebih luas dan komprehensif, karena mencakup juga berbagai program pendukung yang dapat mempengaruhi kinerja sektor pertanian pasca redistribusi tanah. 2.2. Sejarah Reforma Agraria Dunia Tonggak pertama reforma agraria dimulai dari Yunani Kuno, Romawi Kuno, Inggris, Prancis, hingga Rusia. Pada masa itu kaum bangsawan dengan fasilitas yang dimilikinya pada umumnya menguasai lahan-lahan pertanian yang luas. Untuk mencegah pemberontakan rakyat terutama petani-petani yang tidak mempunyai lahan atau mempunyai lahan tetapi sempit maka kaisar mengeluarkan

12 titah tentang pembagian kembali lahan-lahan pertanian kepada petani. Dalam perkembangannya, reforma agraria mengalami perkembangan dan perubahan dimana ada negara yang berhasil dan membawa perubahan dalam perkembangan pembangunan di negaranya namun ada pula yang gagal (Wiradi 2000). Gerakan reforma agraria besar-besaran yang terjadi pertama kali pada jaman modern yaitu pada saat terjadinya Revolusi Perancis (1789). Revolusi Perancis mendasari dua hal yang menjadi tujuan pembaharuan dalam hal reforma agraria, yaitu membebaskan petani dari ikatan tuan-budak (serfdom) dari sistem feodal dan melembagakan usaha tani keluarga yang kecil-kecil sebagai satuan pertanian yang dianggap ideal. Gagasan ideal reforma agraria di Perancis ini membawa pengaruh luas keseluruh Eropa, terutama Eropa Barat dan Utara. Bulgaria merupakan contoh negara yang telah lebih dahulu melakukan pembaharuan agraria yang lebih komprehensif, dimana reforma agraria tidak hanya berupa redistribusi lahan, tetapi juga mencakup program-program penunjangnya secara terpadu seperti koperasi kredit, tabungan terpusat untuk kepentingan pengolahan, pabrik kalengan dan juga pembinaan usaha tani intensif. Setelah itu, reforma agraria diadopsi oleh banyak Negara untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di negaranya, termasuk Indonesia. 2.3. Kondisi Reforma Agraria di Indonesia Berdasarkan catatan sejarah pertanahan nasional, pelaksanaan proses reforma agraria di Indonesia telah mengalami pasang surut. Tonggak penting dalam hukum nasional Indonesia yang menyangkut program reforma agraria adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang: Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (disingkat UUPA) yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan landreform, seperti ketentuan-ketentuan mengenai luas maksimum-minimum hak milik atas tanah (pasal 7 dan 17 ayat (1) UUPA) dan pembagian tanah kepada petani tak bertanah (Pasal 17 ayat (3) UUPA). Pelaksanaan program landreform tersebut hanya berjalan intensif dari tahun 1961 sampai 1965. Secara akumulatif dari tahun 1960 sampai 2000, tercatat bahwa distribusi lahan telah berhasil dilakukan dalam konteks landreform seluas 850ribu ha dengan jumlah rumah

13 tangga tani yang menerima sebanyak 1292851 keluarga dimana rata-rata per keluarga menerima 0.66 ha (Wiradi 2009). Saat program landform tersebut diluncurkan, kondisi politik di Indonesia sedang labil. Pada masa itu dikenal pendekatan politik sebagai panglima, dimana tiap kebijakan pemerintah dimaknai dalam konteks politik. Partai Komunis Indonesia (PKI) kemudian menjadikan landform sebagai alat yang ampuh untuk menarik simpatisan. Landform diklaim sebagai alat perjuangan partai mereka, dengan menjanjikan tanah sebagai faktor penarik untuk perekrutan anggota. Pola ini berhasil membuat PKI cepat disenangi oleh masyarakat terutama di Jawa yang petaninya sudah merasakan kekurangan tanah garapan. Namun bagi petani bertanah luas, landreform merupakan ancaman bagi mereka baik secara politik maupun ekonomi. Ada kekhawatiran diantara petani bertanah luas terhadap akan menurunnya luas penguasaan tanah mereka yang akhirnya berimplikasi kepada penurunan pendapatan keluarga dan kesejahteraan. Program landform hanya berjalan intensif dari tahun 1961 sampai 1965. Namun demikian, pemerintahan Orde Baru yang berkuasa pada masa berikutnya mengklaim bahwa landreform tetap dilaksanakan meskipun secara terbatas. Selama era pemerintahan Orde Baru, untuk menghindari kerawanan sosial politik yang besar, maka landreform diimplementasikan dengan bentuk yang sangat berbeda. Peningkatan akses petani terhadap tanah dilakukan melalui kebijakan transmigrasi. Program ini kemudian dibarengi dengan program pengembangan Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Luas tanah yang diberikan kepada transmigran dan petani plasma mengikuti ketentuan batas minimum penguasaan yaitu 2 ha lahan garapan per keluarga. Sebagian kalangan menganggap bahwa selama masa orde baru, kegiatan reforma agraria mengalami mati suri dan terjadi pembelokan makna dari reforma agraria itu sendiri. Pada masa reformasi, pemerintah berupaya untuk menggiatkan kembali landreform dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1999 Tentang Tim Pengkajian Kebijaksanaan dan Peraturan Perundang-undangan dalam Rangka Pelaksanaan Landreform yang ditandatangani oleh Presiden BJ Habibie. Tim landreform ini mempunyai tugas yaitu:

14 a)melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan; b) melakukan pengkajian dan penelaahan terhadap pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan landreform; c) menyusun dan merumuskan kebijaksanaan dan rancangan peraturan perundangundangan yang diperlukan untuk terlaksananya landreform. Sebelum Kepres ini terlaksana, pimpinan pemerintahan Indonesia telah mengalami perubahan sehingga Kepres ini berhenti di tengah jalan. Pasca pergantian pemerintahan dari Presiden B.J. Habibie ke Presiden Abdurachman Wahid, terdapat suatu peristiwa yang cukup menggemparkan. Presiden Abdurachman Wahid pernah menyatakan bahwa 40% dari tanah-tanah perkebunan perlu diredistribusikan kepada rakyat. Namun pernyataan ini hanya sebuah wacana tanpa diikuti oleh adanya penetapan suatu aturan yang legal. Selama masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, terdapat beberapa hal yang perlu dicatat terkait pelaksanaan reforma agraria. Pada awal masa pemerintahan-nya, MPR-RI mengeluarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor : IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pada dasarnya TAP MPR-RI Nomor IX/MPR/2001 merupakan semacam perintah, baik kepada Presiden maupun DPR, agar mengambil langkah tindak lanjut terhadap kegiatan pembaruan agraria. Karena sampai dengan tahun 2003 ternyata tidak ada tanggapan konkret baik dari DPR maupun Presiden, maka Komnas HAM bersama sejumlah LSM dan organisasi tani menyampaikan usulan kepada Presiden untuk membentuk Komite Nasional Untuk Penanggulangan Konflik Agraria (KNUPKA). Namun demikian, sebelum konsep ini direalisasikan, prosesnya berhenti di tengah jalan seiring terjadinya pergantian tampuk pimpinan pemerintahan Indonesia. Hal lain yang perlu dicatat selama pemerintahan Megawati adalah pada saat menjelang akhir masa jabatan-nya, Presiden Megawati mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 yang isinya memberi mandat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan penyusunan RUU mengenai penyempurnaan UUPA 1960. Melalui Kepres ini,

15 sempat disusun RUU agraria, namun proses ini berhenti setelah terjadinya perubahan pimpinan dalam tubuh BPN. Semangat pembaruan agraria kembali muncul setelah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla (JK) terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia melalui pemilihan langsung. Dalam janji kampanye-nya dan visi misinya, SBY dan JK menetapkan reforma agraria sebagai salah satu program kerja andalan pemerintahannya. Namun setelah terpilih, pelaksanaan reforma agraria mengalami proses yang tersendat-sendat. Pada tahun 2006, melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006, Presiden melakukan penataan ulang terhadap kelembagaan BPN dan menyatakan bahwa pelaksanaan landreform merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi BPN. Pada tahun yang sama, BPN dibawah kepemimpinan Dr. Joyowinoto mengeluarkan sebuah Program Pembaruan Agraria Nasional (yang lebih dikenal dengan PPAN) namun secara legal program ini belum disertai dengan payung hukum yang kuat. Angin segar kembali muncul setelah Presiden Republik Indonesia dalam Pidato Politik Awal Tahun 2007 (pada tanggal 31 Januari 2007) menyatakan secara tegas arah kebijakannya mengenai program Reforma Agraria yakni: Program Reforma Agraria secara bertahap akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat [yang] saya anggap mutlak untuk dilakukan. Seiring dengan pernyataan Presiden tersebut, kepala BPN dalam orasi ilmiahnya pada tanggal 1 September 2007 menyatakan bahwa untuk memastikan proses reforma agraria dapat berjalan secara baik, Pemerintah merencanakan akan mengalokasikan 9.25 juta hektar tanah yang berasal dari berbagai sumber, termasuk di dalamnya tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee yang telah

16 ditetapkan berdasarkan undang-undang tetapi masih belum diredistribusikan, tanah-tanah negara yang haknya telah berakhir, tanah-tanah negara yang pemanfaatan dan penggunaannya tidak sesuai dengan surat keputusan pemberian haknya, tanah-tanah yang secara fisik dan secara hukum telantar, tanah bekas kawasan kehutanan, dan jenis-jenis tanah lainnya yang telah diatur oleh undangundang. Namun demikian, sampai saat ini penulis belum mendengar mengenai implementasi dari reforma agraria sesuai dengan apa yang telah diamanatkan Undang-undang dan peraturan lain yang telah ada. 2.4. Best Practices Kebijakan Reforma Agraria Sejarah panjang reforma agraria di dunia telah memberikan banyak pelajaran dan suatu cermin bagi negara-negara lain yang sedang mengagendakan proses reforma agraria dalam proses pembangunan ekonominya. Pengalaman di Amerika Latin reforma agraria telah memberikan akses tanah terhadap beberapa penduduk miskin pedesaan. Reforma agraria telah cukup luas diterapkan di beberapa Negara seperti Bolivia, Meksiko dan Peru dimana sekitar setengah dari tanah yang ada di Negara-negara tersebut diredistribusikan. Reforma agraria juga telah berhasil menghapus elit feodal dan mentransformasikannya menjadi pengusaha modern di bawah ancaman pengambilalihan kekuasaan dengan bantuan untuk proses kapitalisasi (Kolombia, Ekuador, Venezuela) atau secara efektif mengambil alih (Meksiko, Bolivia, Chili, Peru). Akhirnya, reforma agraria efektif dalam mengurangi tekanan revolusi dan memberikan kemudahan bagi petani terkait akses terhadap tanah serta menciptakan kelas khusus penerima manfaat (petani) atas akses tanah (Meksiko, Bolivia dan Peru). Hal tersebut merupakan keberhasilan positif reforma agraria di Amerika Latin. Namun, kenyataannya reformasi agraria masih dinilai kurang berhasil dalam mengurangi kemiskinan petani karena reforma agraria tidak disertai dengan kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan untuk membantu penerima manfaat (petani) meningkatkan daya saing. Di Meksiko, pada awalnya landreform dianggap cukup berhasil dalam meningkatkan produktivitas penerima manfaat melalui proyek-proyek irigasi yang besar dan seperangkat institusi yang

17 mendukung. Dukungan tersebut menurun dari tahun ke tahun sehingga semakin mendorong petani pada stagnasi dan kemiskinan. Merujuk kepada paparan singkat di atas, maka nyata sekali bahwa Reforma Agraria bukanlah program yang ringan untuk dilaksanakan. Cakupan dan dampak dari program ini berdimensi sangat luas bagi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karenanya gerakan ini menuntut keterlibatan penuh seluruh komponen bangsa. Selain itu pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa gerakan Reforma Agraria ini juga harus dilaksanakan dengan sepenuh hati, pikiran, dan sumberdaya, tidak mengenal gerak setengah-setengah dan serba tidak pasti, sehingga Reforma Agraria mampu memberikan ruang gerak agar terjadi dinamika sosial yang positif bagi masyarakat. 2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terkait reforma agraria yang pernah dilakukan sebelumnya baik oleh peneliti dalam maupun peneliti luar negeri, mempunyai beragam kesimpulan yang cukup menarik. Syahyuti (2004) berpendapat bahwa terdapat 4 Faktor penting sebagai prasyarat pelaksanaan landreform yaitu: (1) kesadaran dan dukungan elit politik, (2) organisasi masyarakat tani yang kuat dan terintegrasi, (3) ketersediaan data yang lengkap dan akurat, serta (4) anggaran yang memadai. Selain itu, Syahyuti menjelaskan bahwa permasalahan dan kendala utama dari program landreform di Indonesia sebenarnya hanya pada penguasaan yang belum jelas dan kuat secara hukum. Bautista dan Thomas (2000) menganalisis secara kuantitatif dampak dari kebijakan perdagangan dan landreform terhadap perekonomian nasional Zimbabwe. Dengan menggunakan Computable General Equilibrium (CGE) Batuista dan Thomas melakukan 9 simulasi kebijakan terkait liberalisasi perdagangan dan landreform. Hasil simulasi dengan melakukan redistribusi lahan sebesar 50% dari kepemilikan lahan kelompok petani kaya kepada para petani miskin, menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional Zimbabwe. Namun demikian, Batuista dan Thomas menemukan bahwa,

18 dampak yang ditimbulkan dari refoma agraria tidak efektif seperti halnya dampak yang ditimbulkan kebijakan liberalisasi perdagangan. Fairhead et al. (2010) melakukan suatu penelitian untuk menganalisis dampak landreform di Papua New Gini dengan menggunakan CGE. Senada dengan Fairhead et al.(2010), Lofgren et al. (2001) melakukan sebuah studi mengenai dampak dari external shock dan kebijakan domestik Negara Malawi dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan. Dengan menggunakan analisis CGE Lofgren et al. mensimulasikan dampak dari perubahan nilai tukar mata uang Malawi dan peningkatan harga-harga komoditas dunia serta kebijakan dalam negeri berupa landreform dan proyek padat karya. Penelitian lain terkait analisis CGE untuk mengukur dampak dari reforma agraria adalah penelitian yang dilakukan Chitiga dan Mabugu (2008) yang berjudul Evaluating the Impact of land redistribution : A CGE Microsimulation Application to Zimbabwe. Dalam penelitian ini Margaret Chitiga et al. melakukan sebuah simulasi dengan melakukan reditribusi kepemilikan lahan sebesar 40% dari keseluruhan lahan yang dimiliki kelompok masyarakat petani komersil kepada kelompok petani komunal. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa program reforma agraria yang dilakukan di Zimbabwe telah mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi secara signifikan, sehingga Margaret Chitiga et al. menyarankan bahwa reforma agraria di Zimbabwe harus terus dilaksanan. 2.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori-teori dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Proses redistribusi lahan akan mendorong sektor ekonomi yang produkproduknya banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat golongan bawah. Untuk Indonesia, sektor-sektor yang diperkirakan akan mengalami kenaikan output adalah sektor-sektor primer dan sekunder yang barangbarangnya memiliki proporsi terbesar dalam konsumsi kelompok

19 masyarakat golongan bawah. Hal ini disebabkan karena proses reforma agraria diharapkan akan mampu menambah tingkat pendapatan dari kelompok buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan sempit yang merupakan kelompok masyarakat golongan bawah. Disisi lain, sektorsektor yang banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan akan mengalami penurunan output dan untuk penelitian ini sektor yang diperkirakan akan mengalami penurunan output adalah sektor-sektor yang menghasilkan barang-barang mewah (barang tersier). 2. Perekonomian Indonesia secara agregat diperkirakan akan mengalami kenaikan output karena sektor-sektor yang mengalami kenaikan output adalah sektor primer dan sekunder yang banyak memiliki keterkaitan. Ketika terjadi kenaikan output disatu sektor akan mendorong sektor lain yang menjadi input antara bagi sektor yang bersangkutan mengalami kenaikan output. Hal tersebut akan mendorong terjadinya proses multiplier peningkatan output. Adapun sektor-sektor yang mengalami penurunan output adalah sektor-sektor tersier yang memiliki keterkaitan yang rendah dengan sektor yang lain. Ketika sektor tersebut mengalami penurunan output maka sektor yang terpengaruh cenderung lebih sedikit.secara agregat output nasional diharapkan akan mengalami kenaikan. 3. Proses reforma agraria diasumsikan akan mampu mengurangi kesenjangan pendapatan diantara kelompok masyarakat. Seperti kita ketahui bahwa kebijakan reforma agraria adalah kebijakan redistribusi kepemilikan lahan dari kelompok rumah tangga yang memiliki lahan diatas batas maksimal yang ditetapkan undang-undang (dalam hal ini kelompok masyarakat tersebut masuk kedalam kelompok masyarakat kaya) kepada para buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan sempit(yang menjadi kelompok terbesar penyumbang kemiskinan di Indonesia). Dengan adanya redistribusi kepemilikan lahan kepada para buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan sempit, maka kedua kelompok masyarakat ini akan memperoleh pendapatan tambahan dari sewa lahan yang sebelumnya dinikmati oleh kelompok masyarakat kaya. Secara tidak langsung,

20 redistribusi kepemilikan lahan mengakibatkan redistribusi pendapatan dari kelompok masyarakat kaya kepada kelompok masyarakat miskin dan hal ini diharapkan akan mampu mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan yang terjadi antar kelompok masyarakat di Indonesia. 4. Kebijakan redistribusi lahan yang mampu meningkatakan pendapatan dari kelompok buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan sempit diharapkan akan mampu memperbaiki kondisi kemiskinan di Indonesia. Selama ini, kelompok buruh tani dan petani dengan kepemilikan lahan sempit merupakan dua kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan per kapita terendah dan menjadi penyumbang terbesar dalam kategori kelompok masyarakat miskin di Indonesia. Ketika terjadi kenaikan pendapatan dari kedua kelompok masyarakat tersebut maka diaharapkan mereka akan terlepas dari belenggu kemiskinan dan kondisi kemiskinan di Indonesia akan lebih baik.