Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman ( Refisi 2012 )

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN. 1. Tersedianya dokumen perencanaan pengelolaan air limbah

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN PPSP STRATEGI SANITASI KOTA. III.1. Aspek Non Teknis

KERANGKA KERJA LOGIS KABUPATEN TANAH DATAR 2015

3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Bab 3: Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi

BAB III ISU-ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

BAB 3 STRATEGI SANITASI KOTA (SSK) KOTA TERNATE BAB 3

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Program penyusunan Masterplan. Tersedianya Master Plan sistem pengelolaan air limbah domestik tahun Penyusunan Master Plan skala kabupaten

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN

3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN SANITASI KABUPATEN MADIUN

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNANN SANITASI. 3.1 Tujuan,Sasaran dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 2 ANALISIS SWOT

BAB - IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN

Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Pasaman Visi : Visi : Visi dan Misi Kabupaten Pasaman

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN SANITASI

Adanya Program/Proyek Layanan Pengelolaan air limbah permukiman yang berbasis masyarakat yaitu PNPM Mandiri Perdesaan dan STBM

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

Lampiran 2: Hasil analisis SWOT

Guna menghasilkan strategi sanitasi Kabupaten sebagaimana tersebut di

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

IV.1. Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian

BAB IV STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Tabel Deskripsi Program / Kegiatan

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Bab 3 : Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

Sub Sektor : Air Limbah

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN MADIUN

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

Tabel 4.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

LAPORAN. Pertemuan konsultatif dan audiensi Laporan pertemuan konsultatif dan audiensi

STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

Memorandum Program Sanitasi

Sub Sektor : AIR LIMBAH

VI.1. Gambaran Umum Pemantauan Dan Evaluasi Sanitasi

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG

B A B I I I ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI SSK

Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

BAB 4 PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI DAN YANG DIRENCANAKAN

Hasil Analisa SWOT Kabupaten Grobogan tahun 2016

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ISSU STRATEGIS TUJUAN SASARAN STRATEGI KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN. Jumlah KK yang tidak mempunyai jamban dari 30% menjadi 0% di tahun 2018

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

BAB V PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

Transkripsi:

Isu strategis berfungsi untuk mengontrol lingkungan baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah. Disamping itu isu strategis memiliki positioning sebagai tantangan ke depan yang bersifat eksternal dan internal. Strategi layanan sanitasi pada dasarnya adalah untuk mewujudkan Tujuan dan sasaran pembangunan sanitasi yang bermuara pada pencapaian Visi dan Misi Sanitasi kabupaten. Kabupaten Pasaman merumuskan strategi layanan sanitasi yang didasarkan pada isu-isu utama/strategis yang dihadapi pada saat ini. Paparan isu strategis dan tantangan layanan sanitasi Kabupaten ini mencakup isu strategis aspek non teknis yang terdiri dari aspek; kebijakan daerah dan kelembagaan, keuangan, komunikasi, keterlibatan pelaku busnis, pemberbedayaan masyarakat, aspek jender dan kemiskinan, serta aspek monitoring dan evaluasi. Sedangkan paparan isu strategis aspek teknis terdiri dari ; sub sektor air limbah domestik, sub sektor persampahan, sub sektor drainase lingkungan, sektor air bersih dan aspek perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). 3.1. Isu Strategis Aspek Non Teknis 3.1.1 Kebijakan Daerah dan Kelembagaan Dalam aspek kebijakan daerah dan kelembagaan, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan adalah : a. Terbatasnya ketersediaan aturan atau regulasi dalam pengelolaan sanitasi Kabupaten Pasaman serta kewenangan penanganannya masih banyak berdasarkan relugasi pusat. Diantaranya : 1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2003 tentang Sumber Daya Alam; 2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; III.1

3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah; 5. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; 6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 7. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 9. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman; 10. Undang- undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ; 11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ; 12. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai; 13. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL ; 14. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air; 15. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; 16. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 17. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 18. Instruksi Presiden No 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan; 19. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2000 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan; III.2

20. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 35/MenLH/1995 Tentang Program Kali Bersih; 21. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL; 22. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup; 23. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik; 24. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Bebasis Masyarakat; 25. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2007 Tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan atau Kegiatan yang Tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup. 26. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2008); 27. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Air Minum. 28. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman No 11 Tahun 2011 Tentang tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Tahun 2007 Nomor 21); 29. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pasaman Tahun 2011 2015; III.3

30. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Pasaman Tahun 2010 2030; 31. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah dan Taman ; 32. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 3 Tahun 2000 tentang Restribusi Pelayanan Sampah. 33. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pengelolaan sampah dan taman. b. Keterlibatan dalam Program PPSP 2011 adalah wujud nyata komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman dalam pembangunan sanitasi. Hal ini menunjukkan bahwa program pembangunan sanitasi adalah hal yang mutlak sangat diperlukan dalam mensejahterahkan masyarakat Kabuapten Pasaman. c. Terkonsentrasi Penanganan sanitasi pada beberapa SKPD serta lemahnya koordinasi. d. Belum optimalnya koordinasi antar SKPD terkait, dalam mengembangkan sistim dan teknologi untuk pengelolaan persampahan, air limbah dan drainase. e. Kelembagaan kelanjutan pasca konstruksi belum maksimal seperti belum terbentuknya kelembagaan pengelola TPA. f. SKPD pengelola pembangunan sanitasi masih memiliki keterbatasan dalam jumlah personil serta pengetahuan dan keterampilan tentang pengelolaan sanitasi. g. Belum berjalan optimal fungsi Pokja Sanitasi yang sudah dibentuk. h. Belum adanya pertemuan berkala bagi lembaga dan stakeholder penting yang berpotensi sebagai pemicu dan vokal point dalam mendukung percepatan pembangunan sanitasi. i. Kebijakan pengelolaan sanitasi belum tergambar secara eksplisit dalam dokumen perencanaan daerah. III.4

j. Luasnya cakupan layanan serta kondisi geografis daerah yang cukup beragam. k. Sanitasi sebagai salah satu isu/prioritas pembangunan nasional dan internasional. 3.1.2 Keuangan a. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah untuk mendukung pembiayaan program dan kegiatan sanitasi. b. Belum efektifnya pengalokasian anggaran untuk mendukung program pembangunan sanitasi (penanganan sanitasi masih bersifat parsial dan belum terintegrasi) c. Belum optimal dalam memanfaatkan peluang pendanaan program sanitasi baik dari sumber dana APBN berupa DAK Sanitasi, Hibah, Belanja Instansi Vertikal (K/L), APBD Propinsi maupun dari sumber dana swasta (CSR). d. Sasaran pendanaan program / kegiatan sanitasi sebelumnya masih dalam bentuk pembangunan fisik dan mengabaikan pasca proyek/keberlanjutan. e. Belum adanya kerja sama antara sumber pendanaan non pemerintah yang member perhatian terhadap pengelolaan sanitasi. 3.1.3 Komunikasi a. Belum optimalnya penggunaan media massa milik pemda (Radio, internet/website) untuk sosialisasi dan promosi sanitasi. b. Minimnya media massa yang dapat dimanfaatkan sebagai media promosi pembangunan sanitasi di Kabupaten Pasaman. c. Belum optimalnya pemanfaatan hari hari besar atau hari peringatan daerah sebagai kesempatan untuk melakukan sosialisasi dan promosi sanitasi. d. Belum dilakukan kerjasama dengan media cetak dan elektronik serta radio swasta lokal untuk promosi dan sosialisasi sanitasi. III.5

e. Advokasi isu sanitasi belum terintegrasi dan dilakukan secara parsial oleh komunikator (pelaku komunikasi). f. Belum optimalnya perluasan jaringan, aliansi dan kemitraan dari berbagai kelompok sasaran (media massa, sekolah, universitas, jaringan keagamaan, posyandu) bagi percepatan pembangunan sanitasi skala kota. 3.1.4 Keterlibatan Pelaku Bisnis Dalam aspek keterlibatan pelaku bisnis, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan diantaranya: a. Perlunya mengembangkan pelaku bisnis/swasta yang dapat dilibatkan dalam layanan sanitasi seperti usaha daur ulang sampah dan pengumpulan sampah. b. Perlunya perencanaan dalam membangun kemitraan untuk meraih peluang investasi swasta di bidang sanitasi. c. Belum optimalnya usaha untuk memanfaatkan peluang program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan swasta untuk pembiayaan program sanitasi. d. Pelaku bisnis belum melihat sanitasi sebagai salah satu lahan investasi. 3.1.5 Pemberdayaan Masyarakat, Aspek Jender dan Kemiskinan Dalam aspek pemberdayaan Masyarakat, aspek jender dan kemiskinan, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan adalah : a. Fungsi lembaga formal dan informal di masyarakat (Kecamatan, Kelurahan, RT/RW, PKK, Posyandu, Puskesmas) tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai sarana sosialisasi program dan pengelolaan sanitasi masih perlu ditingkatkan. b. Kontribusi/swadaya masyarakat dalam dalam pembangunan dan pengelolaan sanitasi (air limbah, persampahan, drainase lingkungan) perlu lebih ditingkatkan. c. Sosialisasi pada masyarakat tentang pengelolaan sanitasi perlu di tingkatkan. III.6

d. Keterlibatan perempuan dalam membuat keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan semakin dikedepankan. e. Program pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan semakin menjadi prioritas seperi PNPM, P2BN dan lainnnya yang memungkinkan diarahkan untuk pembangunan sector sanitasi. f. Keberadaan organisasi perempuan seperti PKK, Kader KB/Kes semakin kuat keberadaannya dalam kampanye pembangunan khususnya sector sanitasi. 3.1.6 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang sangat berpengaruh dalam proses pelaksanaan sebuah program. Untuk mendorong keberhasilan kinerja program sanitasi secara komprehensif dan holistik diperlukan mekanisme pemantauan dan penilaian secara terukur. Beberapa isu strategis yang teridentifikasi dalam aspek monitoring dan evaluasi antara lain : a. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi program secara umum di Kabupaten Pasaman telah dilaksanakan secara berkala, namun khusus untuk program sanitasi belum ada mekanisme pelaksanaanya secara terpadu. b. Belum dibentuknya tim monitoring dan evaluasi program sanitasi secara khusus. c. Pembiayaan untuk mendukung pelaksanaan monitoring dan evaluasi belum dialokasikan secara khusus. d. Kemampuan personil perlu ditingkatkan, agar pelaksanaan monitoring dan evaluasi lebih berkualitas. e. Belum tersedia pedoman baku untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi. f. Monitoring dan evaluasi masih bersifat kebutuhan pemberi program dan sektoral/per-skpd, belum dilakukan secara menyeluruh (pada tingkatan Kabupaten). III.7

3.2. Aspek Teknis dan PHBS 3.2.1. Sub Sektor Air Limbah Isu strategis berkaitan dengan teknis operasional sub sektor air limbah dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran sanitasi sub sektor air limbah yaitu : a. Isu teknis operasional layanan pengelolaan Air Limbah. 1. Belum adanya perencanaan pembuatan masterplan air limbah kabupaten. 2. Tangki septik yang dimiliki masyarakat sebagian besar masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. 3. Belum terbangunnya IPLT. Sebagai tempat pengolahan lumpur tinja dalam skala kabupaten Pasaman. 4. Belum adanya sarana dan prasarana penunjang pelayanan air limbah. b. Isu kebijakan daerah dan kelembagaan 1. Belum adanya dokumen perencanaan pengelolaan limbah cair. 2. Belum optimalnya kualitas SDM dalam pengelolaan air limbah. 3. Kelengkapan produk hukum sebagai landasan dan acuan belum maksimal 4. Masih lemahnya penerapan sistem pengawasan dan penerapan sanksi hukum secara konsisten. 5. Belum terbentuknya kelembagaan IPLT c. Isu Keuangan 1. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah, sehingga perencanaan alokasi dana untuk pelayanan air limbah belum tersedia. d. Isu Komunikasi 1. Masih kurangnya sosialisasi penggunaan jamban terhadap masyarakat. 2. Masih kurangnya pemanfaatan media informasi daerah dalam pemanfaatan kampanye desa bebas buang air besar (ODF). III.8

e. Isu Partisipasi swasta dan masyarakat 1. Kemauan masyarakat dalam membangun jamban sangat tinggi. 2. Rendahnya keterlibatan swasta dalam memberikan layanan air limbah. 3.2.2 Sub Sektor Persampahan Isu-isu utama/ strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan sub-sektor persampahan di Kabupaten Pasaman terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan pelayanan pengelolaan persampahan dan ketersediaan sarana prasarana, sedangkan isu non teknis adalah masalah yang terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan persampahan. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Pasaman adalah sebagai berikut: a. Isu teknis operasional layanan pengelolaan persampahan 1. Masih terbatasnya prasarana dan sarana pengelolaan persampahan. 2. Masih lemahnya manajemen persampahan. 3. Tempat pembuangan sampah (TPA) yang ada belum layak secara teknis, karena masih menggunakan sistem open dumping. 4. Terbatasnya lahan untuk penempatan TPS dan container. 5. Partisipasi masyarakat dalam pengumpulan sampah dari rumah tangga ke TPS/Kontainer sudah berjalan pada daerah yang mendapatkan layanan persampahan. 6. Belum terlaksananya cakupan layanan persampahan skala kabupaten. 7. Teknologi pengelolaan persampahan masih minim dan konvensional (open dumping). 8. Cakupan wilayah pelayanan persampahan yang cukup luas dan kondisi geografis dan topografis yang beragam membutuhkan biaya operasional yang besar. III.9

b. Isu kebijakan daerah dan kelembagaan 1. Belum optimalnya kerjasama dan koordinasi penanganan persampahan antar institusi di Kabupaten pasaman. 2. Belum adanya dokumen perencanaan pengelolaan persampahan yang komprehensif. 3. Terbatasnya SDM/personil pengelola persampahan. 4. Kelengkapan produk hukum sebagai landasan dan acuan belum maksimal. 5. Masih lemahnya penerapan sistem pengawasan dan penerapan sanksi hukum secara konsisten. 6. Belum terbentuknya kelembagaan TPA. c. Isu Keuangan 1. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah. 2. Belum sebandingnya pendapatan dari retribusi persampahan dengan besarnya biaya untuk pengelolaan persampahan. d. Isu Komunikasi 1. Masih kurangnya sosialisasi pengelolaan persampahan terhadap masyarakat dengan upaya 3 R (Reduce, reuse, recycle) 2. Masih kurangnya pemanfaatan media informasi daerah dalam pemanfaatan sosialisasi pengelolaan persampahan terhadap masyarakat dengan upaya 3 R (Reduce, reuse, recycle). 3. Terbatasnya media informasi audio dan visual terutama di kawasan non perkotaan. e. Isu Partisipasi swasta dan masyarakat 1. Partisipasi masyarakat pada daerah layanan persampahan sangat tinggi dalam membayar retribusi persampahan (ibu kota kabupaten). 2. Partisipasi masyarakat untuk memilah dan mengolah sampah masih rendah. 3. Belum terlaksananya pengelolaan kompositing skala Kabupaten di TPA oleh pihak swasta. III.10

4. Belum terlaksananya pembinaan masyarakat khusunya kaum perempuan dalam pengelolaan sampah 5. Belum terlaksananya pengelolaan sampah berbasis masyarakat khususnya rumah tangga. 6. Belum terlaksananya system insentif dan iklim yang kondusif bagi dunia usaha/swasta dalam pengelolaan sampah. 7. Belum terlaksananya pemahaman masyarakat tentang pengelolaan sampah sejak usia dini. 3.2.3. Sub Sektor Drainase Lingkungan Isu isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan sub sektor drainase lingkungan di Kabupaten Pasaman terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan drainase dan ketersediaan sarana dan prasarana, sedangkan isu non teknis terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan drainase lingkungan. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Pasaman adalah sebagai berikut : a. Isu teknis operasional : 1. Sistem drainase sebahagian masih tercampur dengan air Iimbah, air limpasan hujan, air irigasi dan air tanah. 2. Banyak saluran drainase yang alirannya terhambat baik karena sampah/ sedimentasi ataupun karena adanya kabel telkom dan pipa PDAM. 3. Penataan drainase yang belum optimal. 4. Bencana alam mengakibatkan kerusakan prasarana yang ada. 5. Sebagian besar drainase dalam keadaan rusak. 6. Belum adanya identifikasi penamaan atau pengidentifikasian drainase. 7. Cakupan area perencanaan/pembangunan yang luas serta topografi yang beragam. III.11

a. Isu kebijakan daerah dan kelembagaan. 1. Belum adanya perencanaan drainase yang komprehensif sebagai acuan dalam pembangunan drainase. 2. Pengelolaan dan pembangunan drainase dilakukan oleh dinas PU. b. Isu keuangan. 1. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah. 2. Pendanaan pembangunan drainase yang masih bertumpu pada APBD. c. Isu komunikasi 1. Kurangnya sosialisasi dan informasi tentang fungsi drainase lingkungan ditengah masyarakat. d. Isu partisipasi swasta dan masyarakat. 1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk pengelolaan air limbah yang sehat. 2. Masih rendahnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan saluran drainase di lingkungannya 3. Sulitnya pembebasan tanah untuk kepentingan pembangunan atau pelebaran saluran drainase. 3.2.4 Sub Sektor Air Minum a. Isu teknis operasional 1. Sebagian besar belum memiliki akses terdap air bersih (Cakupan layanan masih rendah). 2. Banyak potensial sumber air baku yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih. 3. Masyarakat pada umumnya menggunakan sungai sebagai sumber air bersih. 4. Terbatasnya teknologi pengolahan air minum sehingga kualitas air masih kurang memuaskan. 5. Pola distribusi masih mengandalkan system gravitasi, sehingga masih banyak daerah yang tidak terlayani terutama kawasan rawan air/ miskin sumber air baku. III.12

6. Sarana air bersih yang dibangunan oleh program-program sebelumnya sudah banyak yang rusak. b. Isu Kebijakan Daerah dan Kelembagaan. 1. Adanya pokja AMPL Kabupaten Pasaman sebagai lembaga advokasi, koordinasi dan fasilitasi pembangunan air minum. 2. Pelayanan air bersh dilaksanakan oleh Dinas PU dan PDAM. 3. Kelembagaan pasca konstruksi masih ada yang belum terbentuk dan kelembagaan yang telah ada belum beroperasi secara optimal untuk keberlanjutan pemanfaatan sarana. 4. Kebijakan dengan mensyaratkan adanya kontribusi dari masyarakat pada beberapa program penyediaan air minum memberatkan bagi masyarakat miskin sebagai kelompok utama sasaran program. c. Isu keuangan. 1. Adanya alokasi keuangan pemerintahan daerah dalam penyediaan bersih. 2. Adanya program dari pemerintah propinsi, pusat dan non pemerintah di sektor air minum seperti adanya program pamsimas, WSLIC, Pamsimas dll). 3. Iuran/pendapatan Pelayanan air minum non PDAM belum memadai untuk biaya operasi/ pemeliharaan baik peralatan maupun gaji tenaga pengelola. d. Isu partisipasi swasta dan masyarakat 1. Peran serta masyarakat sangat tinggi dalam pengelolaan air bersih melalui program pamsimas. 2. Adanya kontribusi masyarakat melalui pembayaran rekening air PDAM. 3. Kurangnya rasa memiliki masyarakat terhadap sarana air minum yang telah ada. III.13

3.2.5 Aspek Higiene/PHBS Isu-isu strategis dari aspek Higiene/PHBS di Kabupaten Pasaman dapat diuraikan sebagai berikut : a. Isu Kebijakan Daerah & Kelembagaan. 1. Upaya peningkatan Higiene-Sanitasi/PHBS masih memerlukan dukungan dana serta prasarana dan sarana yang memadai. 2. Pengembangan Kabupaten Sehat belum optimal perlu dipacu dengan komitmen Pemerintah Daerah setempat. 3. Terkonsentrasinya kegiatan-kegiatan PHBS pada beberapa SKPD. b. Isu Keuangan. 1. Belum digunakannya dana dekonsentrasi, yaitu Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk pembiayaan Program/kegiatan Higiene/PHBS. 2. Alokasi anggaran bidang kesehatan Kab. Pasaman masih belum sesuai dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. c. Isu Komunikasi. 1. Forum dan Media yang ada masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan Higiene-Sanitasi/PHBS di Kabupaten Pasaman. 2. Pemanfaatan Mobil Unit Penyuluhan (Mobil Promkes) dan Mobil Unit Penerangan (Mobil Unit Humas) perlu ditingkatkan untuk promosi Higiene-Sanitasi dan PHBS. 3. Belum optimalnya pemanfaatan Klinik Sanitasi Puskesmas untuk pemecahan masalah sanitasi bagi masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas. 4. Sistem informasi kesehatan menjadi lemah setelah diterapkan kebijakan desentralisasi. Kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan dana operasional maupun pengadaan sarana sangat terbatas. 5. Pola-pola kampanye kegiatan PHBS masih kurang menarik bagi masayarakat. 6. Jangkauan kampanye PHBS masih terbatas. III.14

d. Isu partisipasi swasta dan masyarakat. 1. Masyarakat masih ditempatkan sebagai obyek dalam pembangunan kesehatan, promosi kesehatan belum banyak merubah perilaku masyarakat menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 2. Pelaksanaan promosi kesehatan sudah melibatkan kaum perempuan sebagai kunci sukses untuk mendistribusikan informasi kesehatan ke dalam masyarakat. 3. Masyarakat masih merasa asing dengan PHBS dan cendrung terbiasa dengan pola-pola BAB/Sanitasi yang telah ada. e. Isu Teknis Operasional. 1. Belum optimalnya tugas kader kesehatan lingkugan dalam upaya peningkatan Higiene-Sanitasi/PHBS karena keterbatasan biaya operasional. 2. Pemanfaatan dan kualitas Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), seperti Posyandu dan Poskesri masih rendah. 3. Upaya kesehatan juga belum sepenuhnya mendorong peningkatan atau perubahan pada perilaku hidup bersih dan sehat, yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan yang diderita oleh masyarakat. 4. Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan (Diare, DBD, Malaria, ISPA dan dampak bencana lainnya) akibat masih rendahnya kualitas lingkungan (kualitas air bersih dan sanitasi dasar). III.15