TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) menyebutkan bahwa evaluasi lahan merupakan proses membandingkan dan menginterpretasikan serangkaian data tentang tanah, vegetasi dan iklim dengan persyaratan penggunaan tertentu. Tujuan yang ingin dicapai adalah menetapkan pilihan penggunaan lahan merupakan jembatan penghubung antara komponen fisik, biologi dan teknologi dengan sasaran ekonomi yang ingin dicapai dalam suatu bentuk penggunaan lahan tertentu. Ciri utama dari evaluasi lahan yaitu membandingkan persyaratan penggunaan lahan dengan apa yang ditawarkan atau dimiliki oleh sumber daya lahan. Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan. Fungsi dari perencanaan penggunaan lahan memberi arahan terhadap pengambilan keputusan penggunaan lahan, sedemikian rupa sehingga sumber daya dari lingkungan digunakan untuk yang paling menguntungkan bagi manusia dan pada waktu yang sama mengawetkannya bagi kepentingan masa datang (FAO, 1976).
Menurut Dent dan Young (1981) tujuan utama mengevaluasi lahan adalah memprediksi akibat-akibat dari adanya suatu perubahan penggunaan lahan. Perubahan tersebut diperlukan karena adanya kebutuhan penggunaan sumber daya lingkungan agar lebih produktif dan lestari. FAO (1976) menyebutkan bahwa dalam mengevaluasi lahan perlu mempertimbangkan faktor ekonomi dari usaha yang diajukan, konsekuensi sosial masyarakat dari wilayah dan negara yang dilibatkan dan konsekuensi keuntungan atau kerugian terhadap lingkungan. Dalam kaitannya dengan parameter sosial ekonomi, evaluasi lahan dapat dibedakan dari dua pendekatan, yaitu evaluasi lahan kuatitatif dan evaluasi kualitatif. Evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam beberapa katagori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara terinci dan tepat biaya serta pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut. Keadaan sosial ekonomi hanya merupakan latar belakang umum saja. Dalam penetapan secara kuantitatif, evaluasi lahan dinyatakan dalan ukuran ekonomi berupa masukan dan keluaran, Benefit-Cost Ratio atau dalam pendapatan bersih. Evaluasi kualitatif adalah langkah pertama dan merupakan bahan untuk evaluasi kuantitatif (Arsyad, 1989). Dalam sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dikenal 4 kategori, yaitu order, kelas, subkelas, dan unit. Order kesesuaian lahan menunjukkan apakah lahan yang dinilai tersebut sesuai atau tidak untuk suatu penggunaan. Tiap-tiap order kemudian dibagi menjadi beberapa kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan ini menunjukkan tingkat kesesuaian dari order bersangkutan. Tingkat kesesuaian lahan tersebut ditunjukkan dengan memberikan
angka urut di belakang ordernya. Makin besar angka tersebut berarti makin rendah tingkat kesesuaian lahannya. Kelas-kelas kesesuaian lahan tersebut adalah : 1. Kelas S 1 (sangat sesuai) : lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk suatu penggunaan secara lestari. Hambatan tidak mengurangi produktivitas atau keuntungan yang diperoleh hingga melampaui batas-batas yang masih diterima. 2. Kelas S 2 (sesuai) : lahan ini memiliki faktor pembatas yang dapat mengurangi tingkat produksi atau keuntungan yang diperoleh 3. Kelas S 3 (kurang sesuai) : lahan ini memiliki faktor pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan 4. Kelas N 1 (tidak sesuai saat ini ) : lahan dengan pembatas lebih besar dari ketiga kelas di atas, sehingga dengan ilmu dan biaya serta teknologi yang ada saat ini belum dapat diusahakan, namun diharapkan masih dapat dimanfaatkan di masa-masa datang. 5. Kelas N 2 (tidak sesuai untuk selamanya) : lahan ini disarankan untuk dibiarkan tanpa dikelola atau secara alami, karena faktor pembatasnya bersifat permanen Tahap selanjutnya kelas kesesuaian lahan dibagi atas subkelas yang mencerminkan faktor pembatas yang dominan. Subkelas ditunjukkan dengan simbol huruf kecil dibelakang tanda kelas. Dalam menentukan subkelas harus sesedikit mungkin, walaupun dalam subkelas terdapat 2 faktor pembatas keduanya dapat ditulis, tetapi yang dominan dan sukar di perbaiki di dahulukan (Rayes, 2006). Tingkat yang lebih rendah dari subkelas adalah unit kesesuaian lahan. Lahan yang berada dalam satu unit kesesuaian memiliki tingkat kesesuaian lahan
yang sama pada tingkat subkelas mempunyai faktor pembatas yang sama pula. Perbedaan antar unit karena kemampuan berproduksi atau dalam aspek tambahan pengelolaan yang diperlukan (Hardjowigeno, 1982).Susunan klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Susunan Klasifikasi Kesesuaian Lahan (FAO, 1976) Order Kelas Sub Kelas Unit S 1 ( sangat sesuai ) S 2m S 2e1 S 2 ( sesuai ) S 2e S 2e2 S sesuai S 2me Dll Dll S 3 (kurang sesuai) N N 1 (tidak sesuai saat ini) N 1t N 1e Dll N 2 (tidak sesuai selamanya) Karakteristik dan Kualitas Lahan Karakteristik lahan merupakan susunan dari komponen struktural berupa data dasar dalam menentukan dan melaksanakan tahap-tahap evaluasi lahan. Data karakteristik dan kualitas lahan dapat dinilai dari potensi dan kesesuaian lahan untuk suatu tujuan penggunaan lahan, misalnya lereng, curah hujan, tekstur tanah, ketersediaan air dan biomassa (FAO, 1976). Sys, Van Ranst dan Debabeye (1991) mengemukakan, karakteristik lahan dapat tersedia setelah survei tanah dan dapat digunakan sebagai unsur penilaian lahan yang meliputi ; (1) iklim ; (2) topografi ; (3) kelembaban tanah, yaitu drainase dan penggenangan ; (4) sifat fisik tanah terdiri dari tekstur, batuan, kedalaman efektif, kelembaban, lapisan sulfat masam, CaCO 3 dan CaSO 4 ; (5) karakteristik kesuburan tanah yang tidak dapat dikoreksi, yaitu KTK, fraksi liat
sebagai gambaran tingkat pelapukan, kejenuhan basa dan bahan organic ; (6) status salinitas dan alkalinitas. Ciri lahan (land characteristic) adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diduga dan diamati seperti lereng, curah hujan, tekstur, ketersediaan air, kedalaman efektif dan lain-lain. Ciri lahan tunggal seperti jumlah curah hujan, distribusi curah hujan, kedalaman efektif, liat, lereng sedangkan ciri lahan majemuk termasuk permeabilitas, drainase, kapasitas menahan air dan lain-lain (FAO, 1976). Beek dan Bennema (1973 dalam Karim, 1993) memperkenalkan istilah kualitas lahan, yaitu karakteristik lahan yang mempunyai hambatan langsung atau yang dapat memenuhi kebutuhan pokok suatu bentuk penggunaan lahan. Salah satu kebutuhan pokok tanaman adalah air dan kebutuhan tersebut dari ketersediaan air. Ketersediaan air sebagai kualitas lahan yang dipengaruhi oleh berbagai karakteristik lahan seperti tekstur, kedalaman efektif tanah, distribusi ukuran pori dan curah hujan. Kualitas lahan merupakan komponen fungsional berupa sekelompok unsur unsur lahan yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuain lahan. Dimana kualitas lahan tersebut dapat ditetapkan secara langsung dengan menggunakan keterangan-keterangan yang tersedia seperti massa tanah, riwayat atau sejarah pengelolaan, penggunaan lahan pada saat penelitian dan data lain tentang iklim. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kualitas lahan adalah kumpulan dan interaksi dari berbagai karakteristik lahan.
Hubungan Karakteristik Lahan dengan Tanaman Padi Karakteristik lahan yang diperlukan dalam penilaian tanaman padi meliputi ; ketersediaan air (wa) yaitu adanya curah hujan, media perakaran (rc), Retensi hara(nr), Toksisitas (xc), Bahaya banjir (fh), penyiapan lahan (lp). Kriteria kesesuaian lahan bersifat semi kuantitatif dengan menggunakan nilai batas terhadap sifat fisik tanah/lahannya. Penilaian terhadap sifat fisika tanah lebih ditekankan dibandingkan sifat kimianya, karena sifat kimia tanah lebih memungkinkan untuk diperbaiki (Sutarta, Purba dan Darmosarkoro, 2003). Tabel 2 menunjukkan karakteristik lahan untuk tanaman padi sawah pada masing-masing tingkat pembatas. Kriteria ini mengacu kepada tingkat faktor pembatas, bukan kelas kesesuaian lahan, sehingga bila akan dilihat kelas kesesuaian lahannya, maka tingkat faktor pembatas ini harus dianalisis melalui penerapan langsung maupun melalui analisis kuantitatif lahan.
Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) Persyaratanpenggunaan/ karakteristik lahan Temperatur(tc) Temperatur rerata ( C) Kelas kesesuaian lahan S1 S2 S3 N 24 29 22-24 29-32 Ketersediaan air (wa) 575-1800 1800-2450 405-575 Media perakaran (rc) Drainase terhambat, agak terhambat agak cepat, sedang, baik Tekstur halus, agak halus, sedang halus, agak halus, sedang 18-22 32 35 2450-2850 300-405 sangat terhambat agak kasar Bahan kasar (%) < 3 3-15 15 35 > 35 Kedalaman tanah (cm) > 50 40-50 25-40 < 25 Gambut: < 18 > 35 >2850 < 300 Ketebalan (cm) < 60 60-140 140-200 > 200 Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan Cepat Kasar < 140 140-200 200-400 > 400 Kematangan saprik+ saprik, hemik+ hemik, fibrik+ Fibrik Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) > 16 16 Kejenuhan basa (%) > 50 35-50 < 35 ph H2O 5,5 8,2 5,0-5,5 8,2-8,5 < 5,0 > 8,5 C-organik (%) > 1,5 0,8-1,5 < 0,8 Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < 2 2-4 4-6 > 6 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < 20 20-30 30-40 > 40 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > 100 75-100 40-75 < 40 Bahaya erosi (eh) Lereng (%) < 3 3-8 >8-25 > 25 Bahaya erosi sangat rendah rendah - sedang berat sangat berat Bahaya banjir (fh) Genangan F0-F12 F21, F22 F13, F23, F41, F42 F14, F24, F34, F43 > F14 > F43 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) < 5 5-15 15-40 > 40 Singkapan batuan (%) < 5 5-15 15-25 > 25
Penilaian Kesesuaian Lahan Tanaman padi Penilaian kesesuaian lahan dilakukan baik secara aktual maupun potensial. Penilaian secara aktual ditujukan terhadap karakteristik lahan pada keadaan sebelum diperbaiki, sedangkan penilaian secara potensial ditujukan terhadap karakteristik lahan setelah perbaikan, baik perbaikan secara umum (mayor) maupun khusus (minor). Perbaikan karakteristik lahan yang bersifat umum salah satunya adalah pembuatan parit drainase pada lahan rawa, sedangkan perbaikan yang bersifat khusus dan sementara salah satunya adalah perbaikan hara tanah melalui tindakan pemupukan (Sutarta et al, 2003). Setiap kelas kesesuaian lahan dapat secara langsung dikaitkan dengan produksi tanaman padi yang dapat dicapai. Produksi padi dalam 1 tahun di Kota Langsa dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Produksi Tanaman Padi di Kota Langsa Tahun 2010 Keterangan Jumlah (1) (2) 1 Luas Lahan (Ha) 2.414,5 - Lahan Irigasi 1.923 - Non Irigasi (Sawah) 491,5 2 Luas Tanam (Ha) 2.414,5 3 Luas Panen (Ha) 2.414,5 4 Produksi (Ton) 10.733
5 Produktivitas (Ton/Ha) 4.45 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Kota Langsa Letak Administratif dan Geografis Secara geografis Kota Langsa terletak antara 04 0-24 35, 68-04 0 33 47,03 Lintang Utara dan 97 0 53 14,59-98 0 04 42,16 Bujur Timur. Batasbatas wilayah Kota Langsa, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat Malaka, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur (Badan Pusat Statistik, 2009, Kota Langsa dalam angka). Kota Langsa berasal dari pemekaran Kabupaten Aceh Timur. Pada awal pembentukannya, Kota Langsa hanya terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Langsa Barat dan Langsa Timur. Mulai terjadi pemekaran wilayah administrative di tahun 2002 menjadi 3 (tiga) kecamatan, Kecamatan Langsa Timur, Kecamatan Langsa Barat, dan Kecamatan Langsa Kota, yang terdiri dari 3 kelurahan dan 48 desa (Badan Pusat Statistik, 2009, Kota Langsa dalam angka). Pada tahun 2007 berdasarkan Keputusan Walikota Langsa No. 5 terjadi pemekaran menjadi 5 (lima) kecamatan antara lain, kecamatan Langsa Timur, Kecamatan Langsa Lama, Kecamatan Langsa Baro, dan Kecamatan Langsa Kota, dengan 51 desa. Dua kecamtan yang baru tersebut merupakan pemekaran dari kecamatan Langsa Timur dan Langsa Barat (Badan Pusat Statistik, 2009, Kota Langsa dalam angka). Jumlah penduduk di Kota Langsa berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010 sebanyak 148.945 jiwa, terdiri atas 73.996 jiwa laki-laki, dan 74.949 jiwa
perempuan. Distribusi penduduk Kota Langsa di masing-masing kecamatan paling besar di Kecamatan Langsa Baro, 28.07 persen dari Penduduk Kota Langsa berdomisili di kecamatan ini yaitu 41.804 jiwa. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya adalah kecamatan Langsa timur, hanya sebesar 9.28 persen dari total penduduk Kota Langsa atau sebanyak 13.818 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2009, Kota Langsa dalam angka). Fisiografi, Geologi dan Topografi Kota Langsa juga mempunyai dataran rendah dan bergelombang serta sungai-sungai, dengan curah hujan rata-rata tiap tahunnya dengan kisaran 1.850 4.013 mm, dimana suhu udara berkisar antara 28 0 C- 32 0 C serta berada pada ketinggian antara 0-29 m di atas permukaan laut, kelembaban nisbi Kota Langsa rata-rata 75% (Badan Pusat Statistik, 2009, Kota Langsa dalam angka). Secara topografi Kota Langsa terletak pada dataran aluviasi pantai dengan elevasi berkisar sekitar 8 m dari permukaan laut di bagian barat daya dan selatan dibatasi oleh pegunungan lipatan bergelombang sedang, dengan elevasi sekitar 75 m, sedangkan di bagian timur merupakan endapan rawa-rawa dengan penyebaran cukup luas (Badan Pusat Statistik, 2009, Kota Langsa dalam angka).