Sementara tantangan eksternal salah satunya arus globalisasi dan berbagai isu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menurut data dari PISA (Programe of International Student

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan Indonesia masih menunjukan kualitas sistem dan mutu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Annie Resmisari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Enok Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR KELAS VII C SMP NEGERI 1 KUSAN HILIR DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KONSEP EKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. Tirtarahardja & La Sulo, ).

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. usia dini menjadi 0-3 tahun, 3-5 tahun, dan 6-8 tahun (Santoso, dini harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013

RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN. ke waktu mengalami perubahan dan perbaikan. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat diartikan sebagai proses berpikir untuk mendapatkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Yanto, 2015

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dibutuhkan. pendidikan, karena pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien serta mengikuti pertumbuhan dan perkembangan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 mengatur mengenai standar proses untuk satuan pendidikan dasar menengah menyatakan: Proses pembelajaran pada setiap satuan pedidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi para prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan teknologi.fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam dan juga memiliki peranan penting terhadap perkembangan teknologi. Cakupan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan teknologi dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan alam dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri (Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi). Oleh karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus senantiasa ditingkatkan dan dilaksanakan sesuai tujuan standar isi. Isi dari kutipan diatas sejalan dengan salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum 2013, yaitu penyempurnaan pola pikir yang dilatarbelakangi oleh adanya berbagai tantangan, baik itu tantangan internal maupun tantangan eksternal. Tantangan internal salah satunya harus mempersiapkan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang melimpah agar dapat memiliki kompetensi dan keterampilan dalam menghadapi era globalisasi yang semakin pesat perkembangannya. Sementara tantangan eksternal salah satunya arus globalisasi dan berbagai isu Fatimah, Sayyidah. 2014 PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2 terkait lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, serta perkembangan pendidikan di tingkat internasional (Depdikbud, 2013). Oleh karena itu pengembangan kurikulum 2013 merumuskan kompetensi minimal yang harus dimiliki siswa dalam standar kompetensi lulusan, salah satunya kompetensi sikap yang memiliki keterampilan berpikir kritis agar dapat menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang (Debdikbud,2013). Terdapat temuan dari Pusat Kurikulum (2008 dalam Rachman, 2013) mengenai kecenderungan pembelajaran IPA/sains di Indonesia bahwa pembelajaran hanya berorientasi pada tes atau ujian saja, pembelajaran lebih bersifat teacher centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual, siswa hanya mempelajari IPA pada domain kognitif rendah saja dan tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi keterampilan berpikir. Selain itu, guru merupakan satu-satunya sumber belajar dan belajar hanya menyentuh ranah kognitif rendah yang hanya mengandalkan ingatan dan pemahaman, karena hanya berupa penyampaian fakta yang tidak membutuhkan pemikiran mendalam. Beberapa kali perbaikan kurikulum pun telah dilaksanakan oleh pemerintah, tetapi pada kenyataanya hasil pendidikan di jenjang sekolah menengah masih rendah, terutama untuk mata pelajaran fisika. Hal tersebut dapat terjadi karena kebanyakan proses pembelajaran di kelas lebih bersifat informatif sehingga menuntut siswa menghafal rumus fisika. Sedangkan dalam melatih berpikir kritis, analisis, sintesis dan evaluasi belum dilatihkan pada siswa. Pengalaman ini menyebabkan siswa cenderung kesulitan untuk berpikir yang melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Padahal siswa yang memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka baik pula kemampuannya dalam menyusun strategi dan taktik agar dapat meraih kesuksesan dalam persaingan global di masa depan(azhar, 2011). Temuan lain yang menguatkan mengapa keterampilan berpikir kritis perlu ditingkatkan karena terlihat dari hasil penelitian Ambarwati (2012) disalah satu SMP yang berada di kotabandungbahwa keterampilan berpikir kritis pada mata pelajaran fisika masih rendah. Rendahnya keterampilan

3 berpikir kritis initerlihat darihasil tes keterampilan berpikir kritis yang hanyamemilikinilai rata-rata sebesar 49.35 dari skala 100 dan memiliki standar deviasi (SD) sebesar 9.47. Terdapat 50% siswa yang nilainya masih dibawah rata-rata. Nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 70.83 dan hanya ada 9% siswa saja yang mendapat nilai tertinggi.tabel pengelompokan nilai ratarata untuk tiap indikator ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Rata-rata tes keterampilan berpikir kritis Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Nilai Rata-rata Mengidentifikasi alasan 50 Menerapkan prinsip, hukum dan asas 49 Berhipotesis dan menyimpulkan 40 Bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa 54 Bagai mana mengaplikasikan kasus? 58 Berdasarkan hasil tes yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa keterampilan berpikir kritis siswa masih rendah, begitupun untuk tiap indikator yang ditunjukan pada Tabel 1. Siswa masih lemah dalam mengidentifikasikan alasan, menerapkan konsep, berhipotesis dan menyimpulkan, bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa bahkan dalam bagaimana mengaplikasikan sebuah kasus.lemahnya keterampilan berpikir kritis tersebut dapat terjadi karena siswa tidak terbiasa mengerjakan soal-soal keterampilan berpikir kritisdan siswa tidak dilatihkan keterampilan berpikir kritis saat pembelajaran di kelas. (Ambarwati, 2012) Menurut Asih (2011) salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesiayaitu lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran masih diarahkan pada kemampuan anak untuk menghapal, otak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya dan dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari (Asih, 2011). Menurut Exline (2004 dalam Asih, 2011), dangkalnya penguasaan konsep-konsep fisika salah satunya

4 disebabkan karena siswa tidak banyak dilibatkan dalam proses pengkonstruksian suatu konsep dalam pikirannya, siswa tidak terlibat untuk mendistribusikan dan menanyakan banyak hal melainkan tidak lebih dari sekedar mendengar dan mengulangi jawaban-jawaban yang diharapkan. Begitupun dengan pendapatnya Rustaman (2005 dalam Nurfajrianti, 2010) menyatakan bawa pengujian atau penilaian dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama ini baru mengukur penguasaan materi saja, dan itupun hanya ranah kognitif tingkat rendah, sementara ranah kognitif tingkat tinggi sangat jarang dikembangkan dalam penyusunan tes, padahal untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis diperlukan kemampuan untuk melakukan analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Fachrurajzi (2011) pentingnya mengajarkan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis harus dipandang sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan lagi. Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi tantangan kedepannya. Pendapat tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006 bahwa pembelajaran itu harus didasari oleh pemikiran kritis. Berdasarkan temuan-temuan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya untuk meningkatkan keterampilan berpikir, terutama dalam berpikir kritis.menurut Costa (dalam Liliasari, 2012) ada 4 pola berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Menurut Lilasari (2012) diantara pola berpikir tingkat tinggi tersebut, berpikir kritis mendasari tiga pola berpikir yang lain, sehingga berpikir kritis perlu dikuasai lebih dahulu sebelum mencapai ke tiga pola berpikir tingkat tinggi lain. Pentingnya meningkatkan keterampilan berpikir kritis juga dikuatkan dengan tujuan kurikulum yang disebutkan dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006 bahwa dalam mengajarkan fisika di kelas harus memiliki dasar pemikiran kritis. Begitupun yang dinyatakan dalam permendiknas No 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan diantaranya harus dapat membangun,

5 menggunakan, dan menerapkan informasi tentang lingkungan secara kritis serta menunjukan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan peraturan dalam permendiknas tersebut sudah jelas bahwa kemampuan berpikir kritis memang harus ditingkatkan dalam proses pembelajaran. Terkait mengenai pentingnya keterampilan berpikir kritis agar dimiliki oleh siswa, maka diperlukan proses pembelajaran yang melatihkan keterampilan berpikir kritis.proses pembelajaran yang melatihkan keterampilan berpikir kritis inisesuai dengan pendekatan brain based learning. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Jensen (2008) bahwa brain based learning merupakan pembelajaran yang dapat melatihkan keterampilan berpikir. Pembelajaran dengan menggunakan prinsip brain based learning merupakan pembelajaran yang sesuai dengan cara otak dirancang secara alamiah untuk belajar. Jensen (2008) menjelaskan bahwa pendekatan brain based learning adalah pembelajaran yang sangat memperhatikan fungsi dari otak. Dalam International Journal of Environmental and Science Education, Saleh (2011) menyebutkan ada tiga strategi pembelajaran yang dikembangkan dari pendekatan brain based learning yaitu menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, dan menciptakan situasi pembelajaran yang aktif. Pendekatan pembelajaran ini sesuai dengan yang distandarkan dalam permendiknas nomor 24 bahwa dalam pembelajaran harus menciptakan proses pembelajaran menantang atau memotivasi, aktif, dan menyenangkan. Menurut Jensen (2008) seorang guru yang melakukan pembelajaran dengan prinsip brain based learning akan berpikir mengenai bagaimana cara untuk dapat menemukan kesukaran siswa dan membangun motivasi sehingga perilaku yang diinginkan muncul sebagai konsekuensi alamiah. Kemampuan untuk berpikir sangat tergantung pada suasana (mood) dan keadaan emosional (Jensen, 2008), sehingga sangatlah penting untuk menjaga perasaan nyaman siswa didalam kelas.selain itu, pada pembelajaran ini juga ada partisipasi siswa yang tinggi selama proses pembelajaran. Guru memberikan tantangan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan

6 berpikir siswa, tapi pemberian tantangan ini juga tetap memperhatikan kondisi otak, karena otak memerlukan waktu istirahat tanpa kegiatan pembelajaran (Prasetyani, 2012). Hal ini diperlukan bagi otak untuk memproses dan mentransfer pembelajaran dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang (Jensen, 2008). Menurut Prasetyani (2012) otak merupakan pusat dari semua aktivitas termasuk berpikir maka kemampuan berpikir dipengaruhi oleh otak.oleh karena itu, diperlukan pembelajaran yang memperhatikan dan mengembangkan potensi otak yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Kegiatan pembelajaran yang kaya akan pengalaman dan berdasarkan cara kerja serta struktur otak dapat meningkatkan kecerdasan siswa. Menurut Burke (1949 dalam Gumilar, 2013) salah satu keterampilan berpikir yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran fisika adalah keterampilan berpikir kritis.menurut Nickerson (1985 dalam Liliasari, 2012) keterampilan berpikir kritis dapat diajarkan, karena itu perlu ditemukan pola pembelajaran sains yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari penerapan pendekatan brain based learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP.Untuk itu peneliti mengambil judul PengaruhPenerapan Pendekatan Brain Based Learningdalam Pembelajaran Fisika terhadap Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis pada Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP sebagai efek diterapkannyapendekatan brain based learning? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebagai

7 efek daripenerapan pendekatan brain based learningterhadap pembelajaran fisika di SMP. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut: 1. Dapat memperkaya hasil penelitian tekait pengaruh pendekatan brain based learning terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis. 2. Dapat memberikan referensi dan bahan masukan bagi guru atau pun bagi peneliti pendidikan dalam merencanakan pembelajaran dalam melatihkan keterampilan berpikir kritis. E. Struktur Organisasi Skripsi Skripsi yang berjudul PengaruhPenerapan Pendekatan Brain Based Learningdalam Pembelajaran Fisika terhadap peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis pada siswa SMP disusun menjadi lima bab sebagai berikut: 1. Bab I adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 2. Bab II berisi kajian pustaka yang memaparkan tentang pengertian pendekatan brain based learning, prinsip brain based learning, tahap pembelajaran dalambrain based learning, dan Keterampilan Berpikir Kritis. 3. Bab III Bab III adalah bab metode penelitian yang terdiri dari lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, alur penelitian. 4. Bab IV adalah bab yang berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis dari temuan tersebut. 5. Bab V berisi kesimpulan dan saran dari temuan penelitian yang telah dilakukan.