STUDI KELAYAKAN PERLINTASAN SEBIDANG PADA JARINGAN JALAN DALAM KOTA DAN ANTAR KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Kelayakan Perlintasan Sebidang antara Jalan Kereta Api dengan Jalan Raya

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EMIR RAUF NOVANDI YUSANDY ASWAD,ST,MT NIP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan sehari-hari dikota-kota besar di Indonesia. Dalam suatu sistem jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN FLY OVER PERLINTASAN JALAN RAYA DAN JALAN REL DI BENDAN PEKALONGAN

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT

BAB III METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Survai Pendahuluan (Observasi) Pengumpulan Data

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI III - 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

Kata kunci : Jalan Sorowajan Baru, Inspeksi Keselamatan, Perlintasan Sebidang, Geometrik jalan, dan Metode Pavement Condition Index

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Survei. 1. Kelengkapan Infrastruktur Perlintasan Sebidang

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node).

PERLINTASAN SEBIDANG KERETA API DI KOTA CIREBON LEVEL CROSSING RAILWAYS IN CIREBON

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Bagan Alir

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Perlintasan Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

BAB I PENDAHULUAN. Bandar Udara Internasional Kuala Namu adalah sebuah bandara baru untuk

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan pada Perlintasan Sebidang

PENELITIAN TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI LINTASAN KERETA API

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan (link) saling bertemu/berpotongan yang mencakup fasilitas jalur jalan

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir Citra Kania Laras Sakti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Abubakar, I. dkk, (1995), yang dimaksud pertemuan jalan

Analisa Panjang Antrian Dengan Tundaan pada persimpangan Bersignal Jl. Raden saleh dengan Jl.Balai kota Medan (STUDI KASUS) SURYO UTOMO

Penempatan marka jalan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Persimpangan. Persimpangan adalah simpul jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta sangat cepat. Hal ini bisa dilihat

Bab III Metodologi Penelitian

TEKNIK LALU LINTAS MATERI PERKULIAHAN. Simpang ber-apill (Alat Pengatur Isyarat Lalu Lintas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

INSPEKSI KESELAMATAN DI PERLINTASAN SEBIDANG PADA JPL 734 KM JALAN TATA BUMI SELATAN, YOGYAKARTA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERLINTASAN KERETA API TERHADAP KINERJA JALAN RAYA CITAYAM (169T)

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah kepemilikan kendaraan dewasa ini sangat pesat.

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

Rekayasa Pergerakan Lalulintas Di Kelurahan Siwalankerto, Kecamatan Wonocolo (Lokasi: Jalan Siwalankerto Surabaya)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PERBAIKAN KINERJA LALU LINTAS DI KORIDOR GERBANG PERUMAHAN SAWOJAJAR KOTA MALANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perempatan Cileungsi Kabupaten Bogor, terdapat beberapa tahapan pekerjaan

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

KAJIAN KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL DI KAWASAN PASAR TANAH MERAH BANGKALAN UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN RENCANA SIMPANG TAK SEBIDANG

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

Transkripsi:

Media Teknik Sipil, Volume X, Juli 2010 ISSN 1412-0976 STUDI KELAYAKAN PERLINTASAN SEBIDANG PADA JARINGAN JALAN DALAM KOTA DAN ANTAR KOTA Yusandy Aswad 1) 1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU), Jl. Almamater Kampus USU Medan, 061-8213250 email : yusandyaswad@gmail.com Abstrak Perkembangan sarana transportasi jalan raya sering kali membentuk pertemuan jalan dengan sarana transportasi jalan rel. Kecelakaan antara kendaraan bermotor dan kereta api sering terjadi pada perlintasan sebidang. Tujuan penelitian ini adalah memberikan rekomendasi layak tidaknya perlintasan sebidang menurut KEPMENHUB No. 53 tahun 2000 antara jalan raya dengan jalan kereta api. Kelayakan perlintasan dapat ditinjau dari kecepatan kereta api, headway antara kereta api yang melintas pada perlintasan, kelas jalan raya, letak lengkung. Dari analisis diperoleh perlintasan sebidang yang ditinjau layak karena memenuhi persyaratan : kecepatan kereta api yang melintas < 60 km/jam, selang waktu (headway) antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya yang melintas pada lokasi melebihi 6 menit, jalan raya yang melintas adalah jalan kelas III A dan tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atas tikungan jalan. Kata kunci: jalan raya, perlintasan sebidang jslsn raya dan jalan kereta api, jalan kereta api Abstract Development of road transport facilities very often forms an intersection with railway track. The accidents between motor vehicles and train often occur on at grade highway-railway intersection. The purpose of this study is to provide the recommendations whether the observed at grade highwayrailway intersections are feasible according to Ministerial Decree No.53 of 2000 between the railway to the highway. Feasibility of level crossing can be observed from the speed of trains, the headway between trains that pass on a level crossing, highway class, alignment position. From analysis it can be concluded that the observed at grade highway-railway intersection are feasible because they fit the requirements: a single-speed railway with the next train is slower than 60 km/h, the interval time (head way) between trains and the next train pass the location is more than six minutes, the highway is class III A and not located on railroad arch over the highway curve. Keywords: at grade highway-railway intersection, highway, railway 1. PENDAHULUAN Sehubungan dengan kuantitas dan kualitas kecelakaan lalu lintas pada perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api menunjukkan kecenderungan semakin meningkat. Maka dipandang perlu memperhatikan kembali bagaimana peraturan penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api. Perkembangan kuantitas moda transportasi di Sumatera Utara khususnya moda transportasi jalan raya setiap tahunnya semakin meningkat. Peningkatan jumlah moda rata-rata berkisar 8 %, dimana peningkatan terbesar ada pada sepeda motor. Sarana transportasi jalan raya sering sekali membentuk pertemuan dengan sarana transportasi jalan rel. Pertemuan ini mempunyai aturan bahwa jalan rel kereta api menjadi prioritas dibandingkan dengan jalan raya, untuk itu dibuatlah salah satu alternatif pengaturan dengan perlintasan sebidang yang mempunyai persyaratan tertentu. Pintu perlintasan sebidang umumnya dijaga pada lokasi dengan arus kendaraan tinggi. Penjagaan pintu biasanya menggunakan signal lampu dan palang pintu perlintasan untuk memberitahu pengguna kendaraan bermotor yang akan melintasi akan adanya kereta api yang akan melintas. Berdasarkan surve awal, penjagaan perlintasan sebidang dilakukan dengan 3 shift masing-masing selama 8 jam. Ini dilakukankan mengingat daya kerja dan kemampuan serta kesigapan petugas penjaga terbatas. Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk profil, kondisi perlintasan sebidang dan jumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada perlintasan sebidang dalam 3 tahun berurutan (2004, 2005, 2006). Tujuan penelitian ini adalah memberikan rekomendasi layak tidaknya perlintasan sebidang antara jalan kereta api dengan jalan raya menurut KEPMENHUB No. 53 tahun 2000[1]. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi PT. Kereta Api (Persero), Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota setempat khususnya dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara umumnya dalam pengaturan perlintasan sebidang. 100

2. METODE PENELITIAN Adapun metodologi yang digunakan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 2.1. Pekerjaan Persiapan Merupakan langkah awal kegiatan pekerjaan studi yang wajib dilaksanakan yaitu dengan membuat rencana kerja yang mencakup : Penjabaran maksud dan tujuan penelitian. Metodologi pencapaian sasaran. Program kerja yang meliputi uraian kegiatan, jadwal pelaksanaan, organisasi pelaksana, penyediaan tenaga ahli, tenaga pendukung dan penggunaan peralatan. Menyiapkan checklist data, kuesioner dan form-form survei yang diperlukan untuk pengumpulan data dan informasi. Studi kepustakaan. 2.2. Pekerjaan Inventarisasi Perlintasan Sebidang Pekerjaan inventarisasi lokasi dilakukan pada jalan dalam kota dan antar kota di Sumatera Utara. Pekerjaan ini menginventarisasi jumlah, letak, rute dan lainnya yang berkaitan dengan perlintasan sebidang antara jalan raya dengan jalan kereta api. Sebagai gambaran umum PT. Kereta Api (Persero) yang beroperasi di Sumatera Utara melayani sebagian kabupaten/ kota. 2.3. Pekerjaan Kompilasi dan Kodifikasi Pekerjaan Kompilasi dan Kodifikasi data perlintasan sebidang dilakukan untuk perlintasan yang akan dijadikan sampel. Pekerjaan dilakukan untuk memudahkan menentukan letak dan lokasi sehingga dalam analisis dapat menggambarkan kondisi seluruh perlintasan sebidang di Sumatera Utara. Pekerjaan ini termasuk mendata arus lintasan kereta api dalam satu harian termasuk waktu-waktu kereta api melewati persimpangan. 2.4. Pekerjaan Survei Pekerjaan survei yang dilakukan meliputi geometrik perlintasan sebidang dan lalu lintas. Bentuk geometrik untuk mendapatkan bentuk ruas jalan raya dan kelas jalan. Sedangkan survei lalu lintas digunakan untuk mendapatkan kecepatan, headway kereta api dan lainnya. 2.4.1. Survei geometrik Survei geometrik perlintasan sebidang antara jalan raya dengan jalan kereta api dilakukan untuk mendapatkan bentuk geometrik persimpangan yang dimaksud. Untuk ruas jalan raya survei geometrik yang dilakukan meliputi bentuk ruas jalan, lebar, jumlah lajur, kondisi permukaan dan lainnya. Untuk ruas jalan rel survei geometrik yang dilakukan meliputi jumlah rel, lebar daerah peruntukkan rel dan lainnya. 2.4.2. Survei lalulintas Survei lalulintas dilakukan untuk mendapatkan kecepatan rata-rata kereta api ketika melewati perlintasan sebidang dan headway antara kereta api. Kondisi jam puncak pada arus jalan raya mengakibatkan terjadi antrian baik di persimpangan sebidang antara jalan raya dengan jalan raya sendiri, maupun perlintasan sebidang antara jalan raya dengan jalan kereta api. 3. PERLINTASAN SEBIDANG 3.1. Pengertian Perlintasan Sebidang Persimpangan sebidang adalah pertemuan dua ruas jalan atau lebih yang berbasis sama seperti jalan raya dengan jalan raya. Perlintasan sebidang didefenisikan sebagai pertemuan jalan raya dan jalan kereta api. Umumnya pengaturan persimpangan sebidang [2], [3] dengan marka, rambu, pulau jalan, bundaran dan lampu lalu lintas. Pengaturan lebih sulit dilakukan untuk perlintasan sebidang yakni jalan raya dengan jalan kereta api dimana melibatkan arus kendaraan bermotor pada satu sisi dan arus kereta api pada sisi lain. Berdasarkan waktu penggunaan perlintasan, kereta api menggunakan perlintasan dengan jadwal tertentu walaupun sering sekali tidak tepat waktu sedangkan kendaraan yang melewati persimpangan tidak terjadwal sehingga arus kendaraan dapat melintasi perlintasan kapan saja. Dari segi akselerasi dan sistem pengereman diperoleh kendaraan bermotor lebih unggul dibandingkan kereta api dimana kendaraan dalam melakukan berakselerasi lebih singkat dari kereta api begitu juga dengan waktu dan jarak pengereman, kendaraan bermotor memiliki waktu pengereman dan jarak pengereman yang lebih pendek dari kereta api. Dengan demikianlah terpolalah perlintasan kereta api dengan jalan raya menganut sistem prioritas untuk kereta api dimana arus kendaraan harus berhenti dahulu ketika kereta api melewati perlintasan [4]. Perlintasan sebidang antara jalan raya dengan jalan kereta api biasanya akan menimbulkan berbagai kondisi antara lain kecelakaan. Beberapa perlintasan sebidang yang ditingkatkan penanganannya dengan menggunakan Fly Over maupun Under Pass[4]. 3.2. Kecelakaan Pada Perlintasan Sebidang Perlintasan sebidang antara jalan raya dengan jalan kereta api umumnya di lengkapi dengan penjagaan. Berdasarkan data PT. Kereta Api (Persero) divisi regional I Sumatera Utara (2007) jenis perlintasan adalah : i. Perlintasan yang dijaga, 102 perlintasan. ii. Perlintasan tidak dijaga, 267 perlintasan. 101

iii. Lainnya, underpass 2 perlintasan dan fly over 1 perlintasan. Sedangkan perlintasan tidak resmi atau liar ada 120 perlintasan sehingga jumlah perlintasan resmi maupun tidak resmi ada 372 perlintasan. Kondisi ini menunjukkan perlu adanya penanganan yang baik terhadap perlintasan yang tidak resmi karena jumlahnya cukup banyak. Tabel 1. Perlintasan sebidang di Sumatera Utara Lintas Perlintasan Persentase (buah) (%) Medan Tanjung Balai 127 34,14 Kisaran Rantau Prapat 70 18,82 Tebing Tinggi Pematang Siantar 31 8,33 Medan Belawan 54 14,52 Medan Binjai 29 7,80 Binjai Besitang 61 16,40 Total 372 100 Sumber : PT. Kereta Api (Persero) (2007) Tabel 2. Status perlintasan kereta api No Lintas Status Perlintasan Liar Resmi 1 Medan Tanjung Balai 83 44 2 Kisaran Rantau Prapat 44 26 3 Tebing Tinggi Pematang 23 8 Siantar 4 Medan Belawan 50 4 5 Medan Binjai 14 15 6 Binjai Besitang 39 22 Jumlah 253 119 Total 372 Sumber : PT. Kereta Api (Persero) (2007) Kecelakaan kereta api cukup sering terjadi, berdasarkan data PT. Kereta Api (Persero) divisi regional I Sumatera Utara (2007) kecelakaan kereta api adalah : i. Tahun 2004 ada 7 kecelakaan. ii. Tahun 2005 ada 16 kecelakaan. iii. Tahun 2006 ada 13 kecelakaan. Kecelakaan tersebut terjadi pada jalur jalan kereta tanpa melibatkan kendaraan bermotor maupun pada perlintasan sebidang dengan melibatkan kendaraan bermotor. Penyebab kecelakaan kereta api yang terjadi sejak tahun 2004 sampai dengan 2006 ada berbagai macam antara lain : Melibatkan angkutan jalan raya seperti truk mogok di tengah perlintasan sebidang, truk tronton bermuatan kontainer tidak memperhatikan kereta api lewat dan lainnya. Tidak melibatkan angkutan jalan raya seperti bantalan rambu dan rel renggang, double sepur dan lainnya. Pada perjalanan kereta api di Stasiun Besar Medan terdapat 2 lintas perjalanan yaitu : a. Lintas Medan Tebing Tinggi Rantau Prapat. b. Lintas Medan Belawan Binjai. Tabel 3. Kecelakaan di perlintasan sebidang dengan melibatkan kendaraan bermotor. Lintas/ Tanggal Kisaran Rantau Prapat, Km.18+580/ 11/1/2004 Medan Deli Serdang Km.7+750/ 17/5/2004 Binjai-Medan Km.19 + 5/6/ 17/3/2005 Kisaran Rantau Prapat Km.113+110 5/6/2005 Kisaran Rantau Prapat Km.2+250 24/7/2005 Medan Tebing Tinggi Km.4+525 28/11/2005 Medan Tebing Tinggi Km.4+525 20/4/2006 Medan Tebing Tinggi Km.105+718 3/9/2006 Sumber : PT. Kereta Api (Persero) (2007) Penyebab Kecelakaan Truk mogok di tengah lintasan. Pintu perlintasan KA tidak dijaga dan truk tronton bermuatan kontainer tidak memperhatikan kereta api melintas Mobil menabrak KA. U-17 di perlintasan Jl. Turiam Pintu perlintasan tidak dijaga sehingga becak bermotor menerobos dan menabrak lok. KA. U-2 yang sedang melintas Mobil PO. Pinem BK 7359 DE menerobos dan menabrak pintu perlintasan saat KA. U-8 sedang melintas di JPL No.4 Pengemudi Taksi BK 1472 GI menerobos palang pintu yang sudah ditutup KA.U-5 dari arah B. Khalifah, tersenggol sepeda motor Supir pick up BK 8067 TC tidak memperhatikan ramburambu di perlintasan sewaktu akan melintas pintu perlintasan Perlintasan sebidang jalan kereta api dengan jalan raya yang disurvey yaitu : i. Jalan Prof. H.M. Yamin, Km. 0+324 lintas Medan Belawan terletak di kota Medan. Dilintasi kereta api 36 rangkaian/hari. Jadwal perjalanan pada Tabel 4. ii. Jalan M.T. Haryono/ Nusantara, Km. 0+640 lintas Medan-Tanjung Balai terletak di kota Medan. Dilintasi kereta api 34 rangkaian/hari. iii. Jalan Thamrin, Km. 2+277 lintas Medan-Tanjung Balai terletak di kota Medan. Dilintasi kereta api 34 rangkaian/hari. iv. Desa Pagar Jati Kec. Pagar Merbau Kab. Deli Serdang, Km. 31+086 lintas Medan-Tanjung Balai terletak di jalan propinsi. Dilintasi kereta api 34 rangkaian/hari. 102

v. Desa Pasar Bengkel Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai, Km. 44+308 lintas Medan- Tanjung Balai terletak di jalan propinsi. Dilintasi kereta api 34 rangkaian/hari. vi. Kelurahan Lima Puluh Kota Kec. Lima Puluh Kab. Batu Bara, Km. 119+806 lintas Medan- Tanjung Balai terletak di jalan propinsi. Dilintasi kereta api 32 rangkaian/hari. vii. Kelurahan Sentang Kec. Kisaran Timur Kab. Asahan, Km. 4+350 lintas Kisaran Rantau Prapat di jalan propinsi. Dilintasi kereta api 20 rangkaian/hari. Tabel 4. Jadwal kereta api di pintu perlintasan Jl. Prof. H.M. Yamin (per 1 Agustus 2007) Nomor KA Jurusan Jadwal 3934 Belawan- Medan 00.41 1901 R. Prapat- Belawan 03.30 U 10 Medan- Binjai 05.00 3920 Belawan- Medan 05.11 3925 Medan- Belawan 05.15 1903 Kisaran- Labuhan 06.00 3927 Medan- Labuhan 06.35 1905 R. Prapat- P. Brayan 06.50 3924 Belawan- Medan 07.38 5002 P. Brayan- Medan 07.58 U 28 Medan- Besitang 08.10 3922 Labuhan- Medan 08.14 5001 Medan- P. Brayan 08.16 3929 Medan- Belawan 09.30 U 9 Binjai- Medan 10.12 U 20 Medan- Binjai 11.10 3928 Belawan- Medan 12.11 5004 P. Brayan- Medan 12.30 3921 Medan- Belawan 12.40 3928 Labuhan- Medan 13.03 3923 Medan- Labuhan 13.20 5003 Medan- P. Brayan 13.35 1900 Belawan- R. Prapat 14.51 3931 Medan- Labuhan 16.02 1902 Labuhan- Kisaran 15.59 U 19 Binjai- Medan 16.42 3930 Labuhan- Medan 17.36 3933 Medan- Belawan 17.43 5005 Medan- P. Brayan 17.58 U 27 Besitang- Medan 17.48 1904 P. Brayan- R. Prapat 18.30 5006 P. Brayan- Medan 18.50 U 12 Medan- Binjai 19.40 3932 Belawan- Medan 20.11 3935 Medan- Belawan 21.00 U 11 Binjai- Medan 22.32 Sumber : PT. Kereta Api (Persero), (2007) 103 4. ANALISIS 4.1. Peraturan Menteri Perhubungan Untuk mengatur perlintasan antara jalur kereta api dengan bangunan lainnya berdasarkan KEPMENHUB No. 53 tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain yakni : Bab I Pasal 1 ayat 1 : Perpotongan adalah suatu persilangan jalan kereta api dengan bangunan lain baik sebidang maupun tidak sebidang. Selanjutnya ayat 4 : yang dimaksudkan dengan bangunan lain adalah bangunan jalan, kereta api khusus, terusan saluran air dan/ atau prasarana lain. Bab II Pasal 2 ayat 1 : Perpotongan antara jalur kereta api dengan bangunan lain dapat berupa perpotongan sebidang atau perpotongan tidak sebidang dan ayat 2 : perpotongan antara jalur kereta api dengan jalur disebut perlintasan, ayat 3 : perpotongan tidak sebidang keberadaannya dapat di atas maupun dibawah jalur kereta api. Pengecualian terhadap prinsip tidak sebidang hanya bersifat sementara dilakukan dalam hal : 1). Letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perlintasan tidak sebidang; dan 2). Tidak membahayakan, tidak membebani serta tidak mengganggu kelancaran operasi kereta api dan lalu lintas jalan, 3). Untuk jalur tunggal tertentu. Bab II pasal 4 : perlintasan sebidang dapat dibuat pada lokasi perlintasan jalur kereta api dengan ketentuan : a. Kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60 km/jam. b. Selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (head way) yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 (enam) menit. c. Jalan yang melintas adalah jalan kelas III. d. Tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atas tikungan jalan. Bab II pasal 7 ayat 1 : perpotongan diatas jalur kereta api sebagaimana yang dimaksud dengan prinsip tidak sebidang adalah berupa jalan layang (fly over) dimana harus memenuhi persyaratan seperti yang tercantum dalam ayat 3 antara lain : tinggi gelagar jalan layang (fly over) minimal 6,5 meter dari kepala rel dan jalan layang harus dipasang pagar pengamanan minimal di daerah manfaat jalan (damaja). 4.2. Analisis Geometrik Analisis geometrik setiap perlintasan adalah : i. Jalan Prof. HM. Yamin Arus lalu lintas 1 arah dengan lebar jalan 15 m terdiri dari 4 lajur termasuk kelas jalan IIIA. Tata guna lahan disekitarnya adalah perkantoran, perbengkelan

dan ruko. Jalan berpotongan tegak lurus (90 ) terhadap jalan rel. Pada perlintasan terdapat 5 spoor kereta api dimana 3 berstatus aktif dan 2 tidak aktif. ii. Jalan M.T. Haryono/ Nusantara Arus lalu lintas 1 arah dengan lebar jalan 24 m terdiri dari 6 lajur termasuk kelas jalan IIIA. Tata guna lahan disekitarnya adalah pusat perbelanjaan dan perkantoran. Jalan berpotongan tegak lurus (90 ) terhadap jalan rel. Pada perlintasan terdapat 2 spoor kereta api dengan jarak 4 m. iii. Jalan Thamrin Arus lalu lintas 1 arah dengan lebar jalan 17,5 m terdiri dari 5 lajur termasuk kelas jalan IIIA. Tata guna lahan disekitarnya adalah pusat perbelanjaan dan ruko. Jalan berpotongan tegak lurus (90 ) terhadap jalan rel. Pada perlintasan terdapat 1 spoor kereta api. iv. Desa Pagar Jati. Arus lalu lintas 2 arah dengan lebar jalan 14,8 m terdiri dari 4 jalur bermedian dengan lebar 80 cm. Lebar bahu jalan kiri atau kanan 5 m termasuk kelas jalan IIIA. Tata guna lahan disekitarnya adalah pemukiman penduduk. Jalan berpotongan 60 terhadap jalan rel. Pada perlintasan terdapat 1 spoor kereta api. v. Desa Pasar Bengkel Arus lalu lintas 2 arah dengan lebar jalan 9,5 m terdiri dari 2 lajur. Lebar bahu jalan kiri 5 m dan kanan 3,7 m termasuk kelas jalan IIIA. Tata guna lahan disekitarnya adalah ruko dan pertokoan. Jalan berpotongan tegak lurus (90 ) terhadap jalan rel. Pada perlintasan terdapat 1 spoor kereta api. vi. Kelurahan Lima Puluh Kota Arus lalu lintas 2 arah dengan lebar jalan 7,2 m terdiri dari 2 lajur. Lebar bahu jalan kiri atau kanan 6 m termasuk kelas jalan IIIA. Tata guna lahan disekitarnya pemukiman penduduk dan perkebunan karet. Jalan rel berpotongan sebidang dengan jalan raya dimana jalan raya membentuk lengkung horizontal. Pada perlintasan terdapat 2 spoor kereta api. vii. Kelurahan Sentang Arus lalu lintas 2 arah dengan lebar jalan 7,2 m terdiri dari 2 lajur. Lebar bahu jalan kiri 6 m dan kanan 4 m. Tata guna lahan disekitarnya pemukiman penduduk dan perkebunan karet. Jalan berpotongan tegak lurus (90 ) terhadap jalan rel. Pada perlintasan terdapat 1 spoor kereta api. Hasil analisis geometrik : Semua perlintasan tidak terletak lengkungan jalan kereta api atas tikungan jalan. Semua jalan raya yang terletak pada perlintasan mempunyai kelas jalan IIIA. Hal ini sesuai dengan KEPMENHUB No. 53 tahun 2000 [1] dimana persyaratan dapat dibuat lokasi perlintasan sebidang antara lain : tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atas tikungan jalan dan jalan yang melintas adalah jalan kelas III. 4.3. Analisa Lalu Lintas Hasil survei kecepatan kereta api adalah 25 40 km/jam di dalam kota dan 45 55 km/jam di luar kota Medan. Lihat Tabel 5.. Tabel 5. Kecepatan rata-rata kereta api No Perlintasan Kecepatan (km/jam) 1. Jl. Prof. HM. Yamin 25-30 2. Jl. M.T. Haryono/ Nusantara 30-35 3. Jl. Thamrin 30-40 4. Desa Pagar Jati 50-55 5. Desa Pasar Bengkel 50-55 6. Kelurahan Lima Puluh Kota 45-50 7. Kelurahan Sentang 45-50 Sedangkan selang waktu (headway) antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya semuanya lebih dari 6 menit. Hal ini sesuai dengan KEPMENHUB No. 53 tahun 2000 dimana persyaratan dapat dibuat lokasi perlintasan sebidang antara lain : kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan kurang dari 60 km/jam dan selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (headway) yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 menit. 5. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Perlintasan sebidang yang ditinjau adalah layak karena memenuhi persyaratan. Kecepatan kereta api yang melintas pada perlintasan < 60 km/jam, selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya (headway) yang melintas pada lokasi tersebut minimal 6 menit, jalan yang melintas adalah jalan kelas III, tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atas tikungan jalan. b. Berdasarkan persyaratan kecepatan rata-rata kereta api, selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api berikutnya yang melintas pada lokasi, kelas jalan yang melintas adalah kelas jalan III dan tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atas tikungan jalan belum layak ditingkatkan menjadi perlintasan tidak sebidang seperti flyover dan underpass. c. Selain bentuk perlintasan perlu dipertimbangkan sistem penjagaan di perlintasan karena perlintasan yang dijaga 102 pintu sedangkan yang tidak di jaga 267 pintu. 104

6. SARAN Adapun saran yang akan diberikan adalah : a. Kelayakan perlintasan sebidang sebaiknya mempertimbangkan kondisi arus lalu lintas di dalam kota maupun luar kota. b. Perlu menggunakan parameter tingkat kejenuhan, tundaan dan antrian sebagai pertimbangan peningkatan perlintasan sebidang. c. Sistem manajemen perlintasan perlu ditingkatkan seperti sistem penjagaan mengingat daya kerja dan kemampuan serta kesigapan pekerja terbatas dan sistem signal. 7. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kepada semua pihak yang telah membantu terutama PT. Bonafindo Consultant, PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara dan Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera. 8. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim, 2000. Perpotongan dan/ atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api Dengan Bangunan Lain, Keputusan Menteri Perhubungan No. 53 Tahun 2000, Jakarta. [2] Anonim, 2004. Pedoman Perencanaan Perlintasan Jalan Dengan Jalur Kereta Api No. 008/PW/2004, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta. [2] Anonim, 2004. Perencanaan, Pembangunan, Pengadaan, Pengoperasian, Pemeliharaan dan Penghapusan Perlintasan Sebidang Antara Jalur Kereta Api Dengan Jalan, Kesepakatan Antara Departemen Perhubungan RI dan Departemen Dalam Negeri RI No. 87 Tahun 2004 dan No. 247 Tahun 2004, Jakarta. [4]Utomo, S. H. T., 2008. Jalan Rel, Beta Offset, Yogyakarta. 105