Kuantitas Produksi Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica L) Setelah Pemberian Cahaya Monokromatik. *

dokumen-dokumen yang mirip
Indeks Kuning Telur dan Nilai Haugh Unit Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica L.) Hasil Pemeliharaan dengan Penambahan Cahaya Monokromatik

THE EFFECT OF LIGHT COLOR ON FEED INTAKE, EGG PRODUCTION, AND FEED CONVERSION OF JAPANESE QUAIL (Coturnix-coturnix japonica) ABSTRACT

THE EFFECT OF LIGHT COLORS ON AGE AT FIRST LAYING, HEN DAY EGG PRODUCTION, AND HEN HOUSE EGG PRODUCTION OF QUAIL

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 2 Nomor 2 Agustus 2017 e-issn ejournal2.undip.ac.id/index.php/baf/index p-issn

PENGARUH WARNA CAHAYA LAMPU TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH ( Coturnix coturnix japonica ) Jimmy Sangi, J. L. P. Saerang*, F. Nangoy, J.

Penerapan Cahaya Monokromatik untuk Perbaikan Kuantitas Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica.l)

PENGARUH JENIS WARNA CAHAYA LAMPU TERHADAP KONSUMSI PAKAN, BOBOT BADAN, DAN KONVERSI PAKAN BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) ABSTRAK

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

Respons Biologis Puyuh setelah Pemberian Cahaya Monokromatik: suatu Kajian Kualitas Telur

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

UMUR MASAK KELAMIN DAN KADAR ESTROGEN PUYUH (Coturnix coturnix japonica) SETELAH PEMBERIAN CAHAYA MONOKROMATIK KASIYATI B

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

KADAR PROTEIN TELUR PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica) SETELAH PEMBERIAN CAHAYA MONOKROMATIK

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PANJANG DAN BOBOT OVIDUK SETELAH PEMBERIAN TEPUNG KUNYIT DAN TEPUNG IKAN PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica) ABSTRAK

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

' Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi. Fisiologi. dan Farlnakologi

BAB III MATERI DAN METODE

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

Kondisi Ovarium dan Saluran Reproduksi Setelah Pemberian Cahaya Monokromatik pada Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Telur Puyuh Jepang (Coturnix japonica L.) setelah Pemberian Tepung Kunyit (Curcuma longa L.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

Jurnal Zootek ( Zootek Journal ) Vol. 38 No. 1 : (Januari 2018) ISSN

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

Shinta Dwi Kurnia*, Koen Praseno*, Kasiyati* *Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

Efi Rokhana 1, Waryani Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian UNISKA Kediri 2. SMK Negeri 1 Gondang Nganjuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica)

MATERI DAN METODE. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 1 Maret 2016

Peran Kombinasi Cahaya Monokromatik Dalam Menstimulasi Pertumbuhan dan Matang Kelamin Puyuh (Coturnix coturnix japonica L.)

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) SKRIPSI OLEH:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

EFFECT OF ADDITION OF DURIAN SEED MEAL IN FEED TO THE FEED CON- SUMPTION, HEN DAY PRODUCTION AND FEED CONVERSION ON QUAIL (Coturnix-coturnix japonica)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

KADAR ESTROGEN DAN PROFIL OVIDUK PUYUH (Coturnix coturnix japonica) SETELAH PEMBERIAN CAHAYA MONOKROMATIK

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

Pengaruh Jenis Alat Pemanas Kandang Indukan terhadap Performan Layer Periode Starter

Substitusi Ransum Jadi dengan Roti Afkir Terhadap Performa Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur Starter Sampai Awal Bertelur

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum terhadap Performa Puyuh Petelur Umur 7-14 Minggu

THE EFFECT OF ADDITION DURIAN SEED FLOUR IN FEED ON FEED CONSUMPTION, BODY WEIGHT GAIN, AND CARCASS PERSENTAGES OF QUAIL (Coturnix-coturnix japonica)

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PENGARUH JENIS BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) DENGAN PEMBERIAN PAKAN KOMERSIAL YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI PERIODE BERTELUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

Transkripsi:

Kuantitas Produksi Telur Puyuh. Yuli Triutami, Siti Muflichatun M, Kasiyati, Tyas Rini Saraswati, 56-65 Kuantitas Produksi Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica L) Setelah Pemberian Cahaya Monokromatik Yuli Triutami 1*, Siti Muflichatun M 1, Kasiyati 1, Tyas Rini Saraswati 1 1 Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro *Email: yulitriutami_biologi@yahoo.com 56 ABSTRACT Light is one of the most important environmental aspects in poultry production. The intensity, duration, and light color are used to improve the behavior, activity, production performance, and reproduction of poultry. This study aims to determine the effect of monochromatic light used as an artificial light source in quail cultivation management. Fifty-six DOQ quails used in this study and were divided into four treatment groups. Provision of treatment in the form of lighting using monochromatic light 12 hours per day was carried out from the age of four weeks for 3 weeks. The treatment group were P0: control quails exposured with 5 W incandescent light; P1: quails exposured with 5 W red color monochromatic light; P2: quails exposured with 5 W green color monochromatic light; P3: quails exposured with 5 W blue color monochromatic light. This study was an experimental research using a completely randomized design and Duncan further test at 95% significance level. The observed parameters, namely the average of egg weight, weight of the first egg, the number of eggs (hen day egg production), sex ripe age, feed intake, and quail body weight at first laying. These results indicated that administration of monochromatic light did not affect the sex ripe age, weight of the first egg, number of eggs (hen day egg production) and water intake, but increased the egg weight, body weight, and feed intake in quail. The conclusion of this study is the provision of monochromatic light at sex ripe age doesn t increase the number of eggs (hen day egg production). Keywords: monochromatic light, quail eggs (Cortunix cortunix japonica L), the production of eggs. ABSTRAK Cahaya merupakan salah satu aspek lingkungan terpenting dalam produksi unggas. Intensitas, durasi, dan warna cahaya memiliki fungsi untuk meningkatkan perilaku, aktivitas, dan performa produksi, serta reproduksi unggas. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui pengaruh cahaya monokromatik yang digunakan sebagai sumber cahaya artifisial. Lima puluh enam ekor DOQ digunakan dalam penelitian ini dan dibagi kedalam empat kelompok perlakuan. Pemberian perlakuan dilakukan mulai umur empat minggu selama 3 minggu, berupa pencahayaan dengan cahaya monokromarik selama 12 jam per hari. Adapun kelompok perlakuan adalah P0 : kelompok kontrol puyuh diberi pencahayaan lampu pijar 5 W; P1 : puyuh diberi pencahayaan dengan lampu monokromatik 5 W warna cahaya merah; P2 : puyuh diberi pencahayaan dengan lampu monokromatik 5 W warna cahaya hijau; P3 : puyuh diberi pencahayaan dengan lampu monoromatik 5 W warna cahaya biru. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap dan uji lanjut uji Duncan pada taraf signifikasi 95%. Parameter yang diamati, yaitu rata-rata bobot telur, bobot telur pertama, jumlah telur (hen day egg production), umur masak kelamin, konsumsi pakan, dan bobot tubuh puyuh pada saat pertama bertelur. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian cahaya monokromatik tidak mempengaruhi umur masak kelamin, bobot telur pertama, jumlah telur (hen day egg production) dan konsumsi minum, tetapi berpengaruh meningkatkan bobot telur, bobot tubuh, dan konsumsi pakan pada puyuh. Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian cahaya monokromatik saat umur masak kelamin tidak berpengaruh untuk meningkatkan jumlah telur (hen day egg production) Kata kunci : Cahaya monokromatik, telur puyuh (Cortunix cortunix japonica L), produksi telur.

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 24, Nomor 1, Maret 2016 PENDAHULUAN Puyuh jepang (Cortunix cortunix japonica. L.) memiliki sifat mudah didomestikasi dan mempunyai keunggulan, yaitu dapat tumbuh dan berkembang biak secara cepat. Puyuh betina umur 41 hari mampu menghasilkan telur dan selama waktu satu tahun dapat menghasilkan 250-300 butir dengan bobot telur sekitar 10 g (Untung, 2011).Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi telur puyuh adalah dengan mengoptimalkan manajemen budidaya puyuh melalui pengaturan system pencahayaan. Cahaya mutlak diperlukan karena berfungsi sebagai penghangat, penerangan, dan yang paling penting pada masa produksi pencahayaan yang baik mampu meningkatkan produksi telur mencapai75% (Menegristek, 2008). Cahaya natural maupun cahaya artifisial yang diterima oleh puyuh dapat menstimulasi peningkatan fungsi biologi ssehingga memacu masak kelamin (Kasiyati dkk., 2009).Masak kelamin pada aves betina ditandai dengan keluarnya telur pertama kali (Balthazartdan Ball, 1998). Usaha budidaya puyuh telah banyak dilakukan secara tradisional, namun belum sepenuhnya menggunakan cahaya tambahan untuk meningkatkan produktivitas puyuh.berbagai metode pencahayaan yang terdiri atas warna cahaya, periode pencahayaan, dan intensitas cahaya dapat meningkatkan fungsi biologis yang secara langsung memacu peningkatan produktivitas puyuh (Abidin, 2002). Perkembangan budidaya puyuh terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya populasi manusia. Jenis puyuh yang dikenal dan diternakan di Indonesia adalah Coturnix coturnix japonica dari family Phasianidae. Puyuh jenis coturnix mulai diternakan di Indonesia pada akhir tahun 1979.Sebagaimana di Negara lain, pemerintah Indonesia memasukkan puyuh jenis coturnix ini karena sifatnya yang mudah beradaptasi dan kemampuan bertelur tinggi. Seperti yang disampaikan oleh Susilorini (2007) puyuh jenis coturnix mampu menghasilkan telur pertama dalam jangka waktu singkat, yaitu sekitar umur 40 hari, jadi dalam satu tahun mampu menghasilkan keturunan 3-4 kali, serta tahan pada berbagai penyakit dan memiliki daya kesembuhan relative singkat bila terluka. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan cahaya monokromatik untuk mengoptimalkan produksi telur puyuh. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juni-Agustus 2013, di kandang percobaan Biologi Struktur dan Fungsi Hewan, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan dan Alat Puyuh yang dipakai pada penelitian ini ialah puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica L). Sejumlah 56 ekor DOQ betina. Puyuh percobaan diaklimasi dua minggu dalam kandang kolektif dan satu minggu dalam kandang sangkar (baterai) untuk menyesuaikan dengan kandang percobaan dan manajemen pemeliharaan. Puyuh pada umur empat minggu diberi cahaya tambahan dengan warna cahaya monokromatik selama 12 jam. 57

Kuantitas Produksi Telur Puyuh. Yuli Triutami, Siti Muflichatun M, Kasiyati, Tyas Rini Saraswati, 56-65 Penambahan cahaya diberikan selama 8 minggu. Puyuh dibagi ke dalam 4 kelompok percobaan dan masing masing kelompok terdiri atas 14 ekor puyuh, yaitu P0 : puyuh diberi pencahayaan dengan lampu pijar 5 W (kontrol) wara kuning. P1: puyuh diberi pencahayaan dengan cahaya warna merah 5 W. P2 : puyuh diberi pencahayaan dengan cahaya warna hijau 5 W. P3: puyuh diberi pencahayaan dengan cahaya warna biru 5 W. Sistem Pencahayaan Sumber cahaya monokromatik yang digunakan pada penelitian ini adalah lampu LED (light emiting diodes) warna merah, hijau, biru, dan kuning dengan daya 5 W. Sumber cahaya untuk puyuh kontrol berupa lampu pijar 5 W warna kuning. Sumber cahaya disusun secara seri dan digantung di bagian atas pada sisi sebelah dalam setiap kandang sangkar. Rangkaian lampu dilengkapi dengan adaptor untuk mengatur voltase, pengatur waktu (timer) untuk mengatur hidup dan matinya lampu, serta stabilisator yang digunakan untuk menstabilkan arus yang masuk dengan arus yang keluar. Intensitas cahaya diukur menggunakan lightmeter, yang memiliki kemampuan sampai pengukuran 100 lux. Penambahan cahaya dilakukan setelah matahari tenggelam, yaitu pada pukul 18.00 WIB selama 12 jam (18.00-06.00) WIB. Sistem Perkandangan Kandang yang digunakan pada penelitian ada dua macam, meliputi kandang kolektif dan kandang sangkar. Kandang kolektif digunakan saat aklimasi, memiliki ukuran 80 x 80 x 40 cm dengan kapasitas 100 ekor puyuh dengan jumlah dua unit kandang. Kandang sangkar dengan jumlah unit kandang, berukuran 30 x 40 x 45 cm. Kandang sangkar dibuat dengan kombinasi kawat ram/kasa dan kayu yang dilengkapi dengan tempat pakan, minum, penampung feses, serta alas yang dibuat miring sehingga telur yang dikeluarkan oleh puyuh akan menggelinding keluar dan terkumpul di satu tempat. Setiap satu unit kandang sangkar terdiri atas 4 buah kotak kandang, dan masing masing kotak diberi sekat partisi sehingga setiap satu kotak hanya disinari oleh kombinasi warna cahaya tertentu. Perlakuan Hewan Uji Kandang aklimasi disiapkan, dibersihkan dari kotoran, disemprot desinfektan, diberi penerangan menggunakan lampu berwarna kuning 25 watt, kemudian alas diberi sekam yang disemprot desinfektan yang bertujuan untuk membunuh bakteri. Sebelum puyuh datang, kandang dihangatkan terlebih dahulu dengan menyalakan lampu. Ketika puyuh datang, puyuh dipindahkan dari box kardus ke kandang aklimasi yang diberi pakan dan air gula untuk mengembalikan energi yang digunakan selama perjalanan dari poultry shop ke kandang. Puyuh diaklimasi selama 2 minggu, setelah itu dipindahkan ke dalam kandang kolektif dan diaklimasi selama 1 minggu. Umur 4 minggu puyuh diberikan perlakuan cahaya monokromatik. 58

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 24, Nomor 1, Maret 2016 Puyuh percobaan yang berumur 2 minggu ditimbang untuk menyeragamkan bobot badan. Puyuh dengan bobot 30,0-40,0 g dipilih sebagai hewan coba, selanjutnya ditempatkan dalam kandang sangkar. Sanitasi kandang dan perlengkapannya dilakukan sebelum puyuh ditempatkan dalam kandang kolektif maupun kandang sangkar. Selama penelitian, puyuh diberi pakan dan minum secara ad libitum pada pagi, siang, dan sore hari. Feses dibersihkan setiap dua hari sekali pada pagi hari. Temperatur dan kelembaban lingkungan diukur setiap hari pada pagi (pukul 07.00), siang (pukul 13.00), dan sore (pukul 17.00) hari menggunakan termohigrometer. Pakan yang diberikan pada puyuh percobaan adalah pakan komersial standar yang disesuaikan dengan umur pemeliharaan, yaitu pakan pada fase pertumbuhan dan pakan pada fase bertelur. Pakan komersial standar untuk fase pertumbuhan menggandung 2.900 kkal/kg, protein kasar 29,0 %, lemak kasar 4,0 %, kadar air 11,0 %, abu 0,6 %, serat kasar 4,0 %, kalsium 1,0 %, dan fosfor 0,4 %, sedangkan pakan komersial standar yang diberikan untuk fase bertelur mengandung 2.700 kkal/kg, protein kasar 22,0 %, lemak kasar 5,0 %, kadar air 12,0 %, abu 7,0 %, serat kasar 5,0 %, kalsium 4,0 %, dan fosfor 0,9 %. Pemberian vitamin antistres dilakukan setelah pindah kandang selama 3 hari berturut-turut, serta sebelum dan sesudah vaksin. Selama penelitian juga diberi vaksin ND1 (diteteskan pada mata pada umur 4 hari) dan ND2 (lewat air minum pada umur 20 hari). Prosedur Pengambilan Data dan Sampel Parameter yang diukur dan diamati adalah karakteristik produktivitas pada telur puyuh, diantaranya adalah jumlah telur (hen day produksi telur), bobot telur, bobot telur pertama, umur masak kelamin, konsumsi pakan, bobot tubuh puyuh pada saat pertama bertelur. Prosedur pengambilan sampel dan data, serta pengukuran parameter adalah sebagai berikut: Bobot telur (gram) dihitung dari total telur yang dihasilkan pada waktu penelitian dibagi total bobot telur. Bobot telur pertama dihitung dengan menimbang telur yang pertama kali dihasilkan. Timbangan yang dipergunakan memiliki kepekaaan 0,1 g. Jumlah produksi telur (%) dihitung dari jumlah telur yang dihasilkan dibagi jumlah puyuh yang hidup, kemudian dikalikan 100 %. Pengambilan data bobot telur pertama adalah dengan cara menimbang telur yang pertama keluar, kemudian mencatat hasil dari penimbangan telur pertama tersebut. Umur masak kelamin puyuh dapat dilihat dari petama kali puyuh bertelur. Kemudian dicatat tanggal pada hari tersebut untuk menandai umur masak kelamin. Konsumsi pakan diukur dengan menghitung selisih antara pakan yang 59

Kuantitas Produksi Telur Puyuh. Yuli Triutami, Siti Muflichatun M, Kasiyati, Tyas Rini Saraswati, 56-65 diberikan dengan jumlah yang tersisa selama 1 minggu pemberian pakan sehingga dapat diperoleh konsumsi pakan harian dalam satuan g/ekor per hari. Bobot tubuh diukur dengan menimbang puyuh setiap satu minggu sekali sampai pada akhir penelitian. Penimbangan bobot badan dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, dengan 4 perlakuan dan 2 kali ulangan. Masing-masing ulangan berisi 7 ekor puyuh. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan uji lanjut duncan pada taraf 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Puyuh merupakan kelompok hewan yang sangat responsif dalam menerima informasi cahaya untuk memulai proses pembentukan telur setiap hari. Cahaya artifisial mampu merangsang kelenjar pituitari anterior untuk mensekresikan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormon) yang berpengaruh pada perkembangan folikel ovarium. Tabel 1. Hasil Pengukuran Variabel Penelitian Parameter yang diamati P0 P1 P2 P3 Umur masak kelamin (hari) 48 b 47 b 44 c 54 a Bobot badan (g) 158,00 b 166,00 b 176,00 a 166,00 b Bobot telur pertama (g/butir) 8,81 a 9,55 a 9,43 a 9,57 a Bobot telur pada umur 12 9,58 b 10,74 a 10,54 a 9,82 ab minggu (g/butir) Produksi telur hen day (%) 55,60 ab 70,00 a 48,40 ab 31,20 b Konsumsi pakan (g/ekor/hari) 20,326 a 18,040 b 17,650 b 16,332 b Konsumsi minum (ml/ekor/hari) 31,71 a 32,42 a 30,00 a 30,14 a Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cahaya selama 3 bulan pada puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica L) berpengaruh nyata (P<0,05)terhadap umur masak kelamin. Hal ini menunjukan bahwa cahaya monokromatik mampu mempengaruhi fungsi reproduksi. Cahaya monokromatik warna hijau memberi pengaruh terhadap umur masak kelamin, lebih cepat, yaitu 44 hari dibanding dengan pemberian cahaya monokromatik lainnya. Perbedaan umur pertama kali bertelur puyuh pada masing-masing perlakuan disebabkan adanya perbedaan respon puyuh terhadap cahaya tampak, yaitu warna kuning, merah, hijau, dan biru. Warna merah, kuning, hijau dan biru mempunyai panjang gelombang yang berbeda sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan respon puyuh dalam menerima rangsangan cahaya tersebut.cahaya memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda.panjang gelombang untuk merah adalah 700 nm, orange 60

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 24, Nomor 1, Maret 2016 600 nm, kuning 580 nm, putih 560 nm, hijau 520 nm, biru 480 nm dan violet 400 nm. Cahaya akan direspon oleh burung puyuh melalui indra penglihatan berupa mata. Melalui mata cahaya dapat merangsang hipotalamus untuk melepaskan hormon gonadotropin dan merangsang kelenjar pituitari untuk menghasilkan FSH dan LH. Kedua hormon ini berperan dalam proses reproduksi. Hasil penelitian pemberian cahaya menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap bobot badan pada puyuh. Pemberian cahaya polikromatik menunjukkan rata-rata bobot puyuh 158 g, lebih rendah dibandingkan dengan kelompok puyuh lainnya. Hal ini diduga substrat pakan banyak di metabolisme untuk mengahsilkan energi yang digunakan untuk pertumbuhan. Puyuh akan mensintesa pakan menjadi sumber energi sampai mata akan diteruskan melalui saraf mata menuju hipotalamus anterior, sehingga disekresikan somatotropik hormon releazing faktor (STH-RH) dan tirotropik releazing hormone (TRH). Releazing faktor tersebut akan merangsang kelenjar pituitari anterior mensekresikan STH dan TSH. TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk melepaskan tiroksin. STH, dan tiroksin akan merangsang tubuh meningkatkan aktivitas pertumbuhan (Bell dan Freeman, 1971).Pemberian cahaya tambahan monokromatik warna hijau berpengaruh pada rata-rata bobot badan puyuh tertinggi bila dibandingkan dengan bobot badan puyuh yang diberi cahaya merah dan biru serta lampu polikromatik, yaitu sebesar 176 g. Hasil penelitian Kasiyati (2009) menguatkan bukti penelitian ini, bahwa cahaya hijau yang diberikan akan menstimulasi pertumbuhan pada periode grower, yaitu dengan menstimulasi pertumbuhan sejumlah sel-sel otot dan tulang. Puyuh yang dipelihara dengan menggunakan cahaya hijau mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan penambahan cahaya warna lain. Cahaya hijau juga menyebabkan pertambahan masa protein. Penambahan massa protein akan mempengaruhi pertumbuhan otot skeletal unggas dengan menstimulasi proliferasi otot skeletal melalui pengaruh androgen. Androgen tersebut yang akan meningkatkan sintesis protein.kasiyati (2009) melaporkan bobot badan merupakan manifestasi dari pertumbuhan yang melibatkan proses hipertropi dan hiperplasia yang kemudian diikuti oleh penambahan material organik ke dalam sel, misalnya deposisi lemak, glikogen, bahan kartilago, dan bahan tulang. Pertumbuhan berkaitan dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi. Tidak adanya cahaya akan mengurangi perilaku makan sehingga asupan nurisi menurun sedangkan adanya cahaya akan meningkatkan perilaku makan, seperti meningkatnya daya palatabilitas karena adanya pemberian cahaya. Cahaya polikromatik juga menempati urutan kelompok perlakuan terendah bobot tubuh dalam penelitian. Cahaya hijau dapat merangsang pertumbuhan pada usia grower, selanjutnya cahaya hijau mempercepat pertumbuhan otot. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Rozenboim et al., (2004) yang melaporkan bahwa puyuh dipelihara dengan cahaya hijau mengalami peningkatan signifikan dalam hal bobot badan dibandingkan jika dipelihara dengan cahaya lampu merah atau putih. Lampu hijau menyebabkan unggas menjadi lebih tenang sehingga mendorong pertumbuhan usia grower dengan meningkatkan hiperplasia sel satelit otot rangka. Perilaku puyuh menjadi lebih tenang, 61

Kuantitas Produksi Telur Puyuh. Yuli Triutami, Siti Muflichatun M, Kasiyati, Tyas Rini Saraswati, 56-65 menyebabkan pakan yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk proses pertumbuhan dan perkembangan usia grower. Hal ini sesuai dengan konsumsi pakan pada puyuh yang diberi pemberian cahaya monokromatik hijau, walaupun puyuh dengan pencahayaan hijau memiliki bobot badan tertinggi akan tetapi konsumsi pakannya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok puyuh yang lain. Kelompok puyuh yang diberi cahaya monokromatik hijau mampu memanfaatkan pakannya dengan baik untuk proses pertumbuhan.puyuh yang menerima cahaya merah dan biru memiliki bobot badan yang sama rendahnya. Hal tersebut berkaitan dengan aktivitas harian yang lebih agresif pada puyuh yang menerima cahaya merah ditandai dengan mematuk-matuk kandang, mengais alas kandang, berjalan mengelilingi kandang, dan meloncat. Aktivitas harian puyuh yang cukup tinggi memicu puyuh mudah terstimulasi dan menjadi lebih agresif. Adapun, pada puyuh yang menerima cahaya biru lebih tenang, energi lebih banyak digunakan untuk perkembangan dan reproduksi. Hasil penelitian bobot telur pertama masing-masing perlakuan menunjukan tidak berbeda nyata, yang artinya cahaya tidak mempengaruhi bobot telur pertama pada puyuh jepang. Sistem reproduksi puyuh dapat berfungsi dengan baik jika ada stimulasi hormon FSH (follicle stimulating hormone) dari hipofisis anterior yang menyebabkan terjadinya perkembangan dan pematangan folikel. Sekresi FSH secara normal distimulasi oleh periode pencahayaan. Perkembangan folikel akan menginisiasi sekresi estrogen dan progesteron. Estrogen menyebabkan peningkatan kadar kalsium, protein, lemak, vitamin, dan substansi lainnya dalam darah yang digunakan untuk pembentukan telur. Sintesis protein kuning telur berasal dari hati atas rangsangan hormon estrogen. yang kemudian disalurkan mengisi hirarki folikel untuk pembentukan telur. Bobot telur pertama menunjukkan tidak berbeda nyata diduga karena cahaya terlalu banyak memicu perkembangan hirarki folikel, sehingga sintesis vitelogenin yang mengisi folikel-folikel tidak maksimal dan bobot telur pertama yang dihasilkan tidak terlalu besar.hasil penelitian terhadap bobot telur pada umur 12 minggu menunjukkan hasil berbeda nyata. P1 dan P2 kelompok perlakuan dengan pencahayaan monokromatik warna merah dan hijau dapat meningkatkan bobot telur, hal ini dibuktikan dengan bobot telur tertinggi selama penelitian, yaitu sebesar 10,74 g dan 10,54 g. Kelompok puyuh yang diberi tambahan cahaya polikromatik memiliki rata-rata bobot telur yang paling rendah dibanding kelompok perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan cahaya lampu pijar memiliki kemampuan lebih rendah untuk merangsang puyuh berproduksi telur serta memiliki produktivitas yang rendah karena hanya memiliki rata-rata paling rendah yaitu hanya 9,58 g. Rendahnya produksi telur diduga karena aliran hormon GnRH yang terganggu sehingga sekresi FSH dan LH mengalami hambatan. Hasil penelitian pemberian cahaya monokromatik terhadap hendayeggproduction (produksi telur henday) menunjukan hasil yang berbeda nyata. Kelompok perlakuan yang diberi cahaya monokromatik warna biru menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan kelompok perlakuan yang lain, yaitu sebesar 31,20 %. Hal ini 62

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 24, Nomor 1, Maret 2016 berkaitan dengan umur masak kelamin kelompok P3 yang paling lambat yaitu 54 hari, secara normal umur masak kelamin pada puyuh adalah 6 minggu. Lambatnya umur masak kelamin pada puyuh menyebabkan produksi telur juga rendah. Pemberian cahaya monokromatik merah menunjukkan hasil produksi henday tertinggi yaitu 70 %, hal ini dikaitkan dengan konsumsi pakan dan bobot badan yang cukup tinggi disertai dengan umur masak kelamin yang lebih cepat mempengaruhi puyuh pada kelompok ini memiliki produksi telur yang tinggi pula. Konsumsi pakan masing-masing perlakuan menunjukan adanya perbedaan nyata dengan kelompok perlakuan yang diberi cahaya pijar (P0). Kelompok puyuh P3 (kelompok puyuh yang diberi perlakuan pemberian cahaya monokromatik dengan warna biru) menunjukkan rata-rata konsumsi pakan yang paling rendah bila dibandingkan dengan kelompok puyuh lain, yaitu sebesar 16,332 (g/ekor/hari). Konsumsi pakan pada pemberian cahaya biru paling rendah dibandingkan dengan pemberian cahaya merah dan hijau. Puyuh yang menerima cahaya biru menjadi lebih tenang sehingga puyuh lebih banyak diam dan aktivitas makan menjadi lebih sedikit. Hal tersebut yang menyebabkan konsumsi pakan pada puyuh yang diberi warna biru lebih rendah dibandingkan pemberian cahaya yang lain.rendahnya konsumsi pakan pada puyuh yang menerima cahaya monokromatik mengindikasikan keperluan energi dan material organik baik untuk fungsi pertumbuhan, produksi, dan reproduksi sudah terpenuhi. Hal ini didukung dengan bobot tubuh yang relatif tinggi pada puyuh yang menerima cahaya monokromatik. Apabila kebutuhan energi sudah terpenuhi maka kelebihan energi yang identik dengan pemanfaatan glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak. Kelompok puyuh P0 yang diberi cahaya polikromatik menunjukkan rata-rata konsumsi pakan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan kelompok puyuh lain, yaitu sebesar 20,328 (g/ekor/hari). Kelompok puyuh P0 menghasilkan cahaya yang lebih terang, sehingga mengakibatkan panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan cahaya monokromatik, dan kandangnya menjadi lebih terang sehingga saat diberikan cahaya lampu pijar puyuh lebih banyak bergerak (agresif). Aktivitas harian yang lebih tinggi, menyebabkan puyuh membutuhkan banyak energi. Energi tersebut diperoleh dari pakan. Didukung data konsumsi pakan, puyuh yang diberikan cahaya lampu pijar memiliki konsumsi pakan lebih tinggi dibandingkan puyuh yang diberikan cahaya monokromatik tunggal. Namun, tingginya konsumsi pakan tidak diimbangi dengan bobot badan yang tinggi.suhaely (2008) melaporkan bahwa suhu yang tinggi menyebabkan naiknya suhu tubuh puyuh. Peningkatan fungsi organ tubuh dan alat pernapasan merupakan gambaran dari aktivitas metabolisme basal pada suhu lingkungan tinggi menjadi naik. Meningkatnya laju metabolisme basal disebabkan bertambahnya penggunaan energi akibat bertambahnya frekuensi pernafasan, kerja jantung, serta bertambahnya sirkulasi darah perifer. Suhu tinggi mengakibatkan kebutuhan energi lebih tinggi, sehingga pakan yang dikonsumsi oleh puyuh yang diberi perlakuan cahaya lampu pijar lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk proses 63

Kuantitas Produksi Telur Puyuh. Yuli Triutami, Siti Muflichatun M, Kasiyati, Tyas Rini Saraswati, 56-65 metabolisme dibandingkan dalam pertumbuhan maupun reproduksi. Hal tersebut juga terjadi karena panas yang dikeluarkan oleh cahaya polikromatik lebih tinggi dibandingkan dengan panas yang dikeluarkan oleh cahaya monokromatik. Lampu polikromatik menghasilkan warna kuning yang cerah sehingga menyebabkan puyuh dapat melihat pakan yang diberikan menjadi lebih jelas. Didi (2011) melaporkan penggunaan lampu berwarna kuning menghasilkan cahaya yang dapat merangsang puyuh untuk mengkonsumsi pakan yang lebih banyak, karena warna kuning memberikan cahaya yang cerah pada lingkungan kandang dan pakan serta dapat meningkatkan aktivitas ternak, baik aktivitas gerak maupun makan. Namun, kelompok puyuh P1 yang mendapatkan cahaya monokromatik warna merah juga menunjukkan konsumsi pakan yang relatif tinggi (Didi, 2011), yaitu 18,04 (g/ekor/hari). Cahaya merah yang memiliki panjang gelombang yang lebih panjang banyak menggunakan jalur penerimaan lewat retinohipotalamus. Artinya, cahaya merah sangat sulit melakukan penetrasi langsung ke dalam jaringan kranial. Sinyalcahaya yang diterima oleh fotoreseptor retina akan diteruskan ke nukleus suprakhiasmatik pada hipotalamus akan menginduksi pusat rasa lapar di bagian lateral hipotalamus. Ketika pusat rasa lapar terstimulasi maka akan terekspresi dengan perilaku makan. Puyuh yang menerima cahaya merah lebih aktif dan agresif. Faktor lingkungan seperti temperatur dan kelembaban pada saat penelitian berkisar antara 27,68-31 C dengan kelembaban 40,89-60,62 %. Temperatur dan kelembaban lingkungan selama pemeliharaan puyuh pada penelitian ini sudah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suhaely (2008), yaitu bahwa suhu lingkungan yang optimal untuk puyuh adalah 20 C-25 C. Kelembapan lingkungan untuk pertumbuhan dan perkembangan puyuh secara optimal antara 30-80 %. Konsumsi minum masing-masing perlakuan tidak menunjukan adanya perbedaan nyata. Kelompok puyuh P2 (kelompok puyuh yang diberi perlakuan pemberian cahaya monokromatik dengan warna hijau) menunjukkan rata-rata konsumsi minum yang paling rendah bila dibandingkan dengan kelompok puyuh lain, yaitu sebesar 30,006 (ml/ekor/hari). Rendahnya konsumsi minum pada puyuh yang menerima cahaya monokromatik mengindikasikan keperluan energi dan bahan organik baik untuk fungsi pertumbuhan, pemeliharaan, produksi, dan reproduksi sudah cukup terpenuhi. Hal ini didukung dengan bobot badan yang relatif tinggi pada puyuh yang menerima cahaya monokromatik. Kelompok puyuh P1 (kelompok puyuh yang diberi perlakuan pemberian cahaya monokromatik dengan warna merah) menunjukkan rata-rata konsumsi minum tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok puyuh lain, yaitu sebesar 32,426 (ml/ekor/hari). Aktivitas harian puyuh yang diberi cahaya monokromatik merah cukup tinggi dipicu oleh neurotransmiter tertentu sehingga puyuh mudah terstimulasi dan menjadi lebih agresif. Berbagai aktivitas yang dilakukan puyuh P1 memerlukan energi yang cukup sehingga diperlukan asupan nutrisi dan air yang tinggi. 64

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 24, Nomor 1, Maret 2016 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemberian cahaya monokromatrik dengan pencahayaan 5 W selama 12 minggu pada puyuh (Coturnix coturnix japonica L) tidak berpengaruh meningkatkan produksi telur puyuh, khususnya kuantitas telur yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal.2002. Meningkatkan Produksi Puyuh. Jakarta: Agromedia Pustaka. Rozenboim. 2004. Monochromatic Light Stimuli During Embryogenesis Enhance Embryo Development and Posthatch Growth. Poultry Science 83:1413-1419. Suhaely, A. 2008. Perancangan Fasilitas Fisik Usaha Ternak Puyuh Skala Komersial Di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. IPB. Bogor Susilorini, T. E. 2007. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. Untung, O. 2011. Ternak Puyuh. Trubus-Swadaya. Jakarta. Abidin, Z. 2004. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. Agro Media Pustaka. Jakarta. Balthazart, J., and Ball, G. F. 1998. Japanese Quail As AModel System For The Investigation of Steroid-Cathecolamine Interaction Mediating Appetitive And Consumatory Aspects of Male Sexual Behaviour. Ann Rev: Sex Research. Bell, D.J. and B.M. Freeman. 1971. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. Vol. 1. Academic Press, New York. Didi, D. 2011. Pengaruh Warna dan Intensitas Cahaya Terhadap Konsumsi Pakan, Bobot Telur, Konversi Pakan dan Berat Jenis Telur pada Burung Puyuh. Tesis.UniversitasBrawijaya. Malang.. Kasiyati. 2009. Umur Masak Kelamin Dan Kadar Estrogen Puyuh (Coturnixcoturnix japonica) Setelah Pemberian Cahaya Monokromatik. Tesis.IPB. Bogor. Kasiyati, N, Kusumorini, H, Maheshwari,dan W, Manalu. 2009. Penerapan Cahaya Monokromatik Untuk Perbaikan Kuantitas Telur Puyuh (Cortunixcortunix japonica. L). Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol XIX (1). Hal: 1-7 Menegristek. 2008.Budidaya Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica). http://www. ristek.go.id.diakses 13 Oktober 2012 65