BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB 4 PENGUMPULAN DATA LAPANGAN. Pemetaan geologi dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN

BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI

BAB III METODE KAJIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO

Oleh: Yasmina Amalia Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

KAJIAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN TERHADAP STABILITAS LERENG DAN PENENTUAN KEKUATAN JANGKA PANJANGNYA PADA OPERASI PENAMBANGAN BINUNGAN PT

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

RANCANGAN GEOMETRI LERENG AREA IV PIT D_51_1 DI PT. SINGLURUS PRATAMA BLOK SUNGAI MERDEKA KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Kornelis Bria 1, Ag. Isjudarto 2. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jogjakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Praktikum

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

TEKANAN TANAH LATERAL

STUDI KASUS ANALISA KESTABILAN LERENG DISPOSAL DI DAERAH KARUH, KEC. KINTAP, KAB. TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

PENENTUAN PENGARUH AIR TERHADAP KOHESI DAN SUDUT GESEK DALAM PADA BATUGAMPING

PENGARUH BIDANG DISKONTINU TERHADAP KESTABILAN LERENG TAMBANG STUDI KASUS LERENG PB9S4 TAMBANG TERBUKA GRASBERG

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu

Rheologi. Stress DEFORMASI BAHAN 9/26/2012. Klasifikasi Rheologi

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

DAFTAR ISI. i ii iii iv

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

PEMODELAN PARAMETER GEOTEKNIK DALAM MERESPON PERUBAHAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DENGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

APLIKASI PENDEKATAN PROBABILISTIK DALAM ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA DAERAH KETIDAKSTABILAN DINDING UTARA DI PT. NEWMONT NUSA TENGGARA

ANALISIS KETIDAKSTABILAN LERENG PADA KUARI TANAH LIAT DI MLIWANG PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) TUBAN JAWA TIMUR

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Penentuan kekuatan geser jangka panjang batupasir dengan pendekatan perilaku rayapan geser visko-elastik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

PENGEMBANGAN PETA BENCANA LONGSORAN PADA RENCANA WADUK MANIKIN DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB I PENDAHULUAN. Stability Radar (SSR) dan Peg Monitoring WITA, terjadi longsoran besar di low-wall

Dosen pembimbing : Disusun Oleh : Dr. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro,M.Eng. Aburizal Fathoni Trihanyndio Rendy Satrya, ST.

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut.

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER

BAB II DASAR TEORI. Elastik Linier (reversible)

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. PT Beringin Jaya Abadi merupakan salah satu tambang terbuka

SLOPE STABILITY ANALYSIS BASED ON ROCK MASS CHARACTERIZATION IN OPEN PIT MINE METHOD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 3 LATAR BELAKANG TEORI. Masalah kestabilan lereng di dalam suatu pekerjaan yang melibatkan kegiatan

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KEKUATAN GESER TERHADAP PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN DIAKLAS BATU GAMPING

ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

KAJIAN TEKNIK STABILITAS LERENG PADA TAMBANG BATUGAMPING DI CV. KUSUMA ARGA MUKTI NGAWEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

POTENSI DAN BENTUK BIDANG RUNTUHAN PADA LERENG TAMBANG TERBUKA

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON MUTU NORMAL BERDASARKAN ANALISA MODEL BALOK PENGEKANGAN DAERAH TEKAN YETRO BAYANO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB I PENDAHULUAN. di Kalimantan Timur yang melakukan penambangan dengan sistem penambangan

ANALISIS STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (STUDI KASUS: SEKITAR AREAL PT. TRAKINDO, DESA MAUMBI, KABUPATEN MINAHASA UTARA)

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

ANALISA STABILITAS LERENG PADA CAMPURAN PASIR DAN TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN PERMODELAN DI LABORATORIUM ABSTRAK

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

ANALISA STABILITAS LERENG DENGAN METODE COUNTER WEIGHT LOKASI STA RUAS JALAN Sp.PERDAU-BATU AMPAR

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Parameter Geomekanika Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan pada kriteria keruntuhan Hoek-Brown edisi 00. Parameter-parameter masukan untuk analisis karakteristik massa batuan berupa konstanta m i, a, s, dan hasil uji uniaksial (UCS) dari laboratorium. Hoek dkk. (1995), juga memperkenalkan hubungan antara GSI (Geological Strength Index) dengan m b, a, dan s. GSI dapat dihitung berdasarkan kenampakan massa batuan melalui observasi lapangan atau dapat juga ditentukan berdasarkan nilai RMR (Sheory, 1977). Sebagai contoh, untuk massa batuan tipe 1, massa batuan didominasi oleh batupasir agak lapuk (slightly weathered), berkekar agak kasar, bergelombang, spasi kekar rata-rata.m, kekar sebagian terisi oksida besi. Massa batuan tipe 1 ini tersusun oleh blok-blok batuan yang saling interlocked yang dibentuk oleh 3 keluarga kekar yang saling berpotongan. Berdasarkan deskripsi tersebut dan dikorelasikan dengan tabel GSI dari Hoek (1995), massa batuan tipe 1 mempunyai nilai GSI sekitar 65. Nilai GSI untuk setiap tipe massa batuan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Dengan nilai GSI, kemudian dihitung konstanta m b, a, dan s yang merupakan fungsi dari GSI. Dalam perhitungan konstanta-konstanta tersebut, Hoek, 00 mempertimbangkan pula adanya faktor kerusakan (disturbance factor) yang disebabkan oleh faktor peledakan dan pelepasan tegangan (stress relief) akibat lepasnya overburden (lihat Tabel III.4). Berdasarkan Tabel III.4, untuk massa batuan 5-1

tipe 1,, dan 3, dengan ketinggian lereng tidak lebih dari 100m, peledakan terkontrol yang dipergunakan termasuk skala kecil hingga menengah dengan kerusakan massa batuan relatif kecil, maka nilai D ditetapkan sebesar 0.7. Sedangkan untuk massa batuan tipe 4 dimana galian menggunakan alat excavator dengan kerusakan massa batuan minimal, nilai D ditetapkan sebesar 0.5. Tipe 1 Tipe Tipe 3 Tipe 4 Gambar 5.1. Perkiraan Nilai GSI Untuk Setiap Tipe Massa Batuan (Hoek, 1995) Setelah nilai GSI diperoleh, selanjutnya dicari konstanta massa batuan m b, s dan a dengan memasukan nilai-nilai GSI, mi, dan D ke dalam persamaan 3.18 hingga 3.0, sehingga diperoleh kriteria keruntuhan Hoek-Brown (00). Karena analisis 5-

kestabilan lereng yang dilakukan berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, maka dilakukan perhitungan kesetaraan nila c dan φ untuk setiap tipe massa batuan dengan cara pencocokan kurva hasil kriteria keruntuhan Hoek-Brown (00) dengan criteria Mohr-Coulomb. Nilai c dan φ dihitung dengan persamaan 3.7 dan 3.8 yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel V.1. Perhitungan selengkapnya untuk penentuan parameter geomekanik massa batuan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel V.1. Parameter Geomekanik Berdasarkan Hoek-Brown (00) Tipe Massa Batuan RMR GSI UCS (mpa) Tipe 1 69 65 5.7 17 0.7 Tipe 59 55 5.7 Tipe 3 30 30 13.75 Tipe 4 0 5 13.75 mi D 17 0.7 8 0.7 6 0.5 Tinggi (m) c (kpa) φ ( ο ) Min: 10 Min: 66.0 Min: 44.1 Max: 100 Max: 683.0 Max: 58.7 Avg.: 490.6 Avg.: 49.5 Min: 10 Min: 159.0 Min: 39.8 Max: 100 Max: 55.0 Max: 55.8 Avg.: 360.1 Avg.: 45.6 Min: 10 Min: 39.0 Min: 18.9 Max: 100 Max: 150.0 Max: 34.3 Avg.: 101.6 Avg.: 3.9 Min: 10 Min: 39.0 Min: 18.0 Max: 100 Max: 148.0 Max: 3.8 Avg.: 100.3 Avg.:.8 Berdasarkan hasil perhitungan c dan φ pada Tabel V.1 dan Lampiran 3, terlihat bahwa nilai c merupakan nilai yang paling berpengaruh terhadap kestabilan lereng dan akan menaik sesuai dengan ketinggian lereng. Gambar 5.. memperlihatkan hubungan antara tinggi lereng dengan nilai kohesi. 0 Kohesi (kpa) 700 600 500 0 300 Tipe 1 Tipe Tipe 3 Tipe 4 00 10 0 0 0 0 60 100 10 Ketinggian (m) Gambar 5.. Nilai c Sebagai Fungsi dari Ketinggian 5-3

Dari Gambar 5.. terlihat bahwa nilai kohesi akan semakin besar dengan bertambahnya ketinggian lereng. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suatu lereng maka bidang gelincirnya akan semakin dalam sehingga pengaruh pelapukan dan peledakan akan semakin kecil. Hal ini menyebabkan kekuatan batuan pada bidang gelincir tersebut akan semakin mendekati kekuatan utuhnya (intact). Perbandingan antara parameter geomekanika berdasarkan RMR (1989), Uji Laboratorium, dan Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown (00) dapat dilihat pada Tabel V.. Tabel V.. Perbandingan Parameter Geomekanika RMR (1989), Uji Laboratorium, Hoek-Brown (00) Tipe Massa Batuan Jenis Litologi RMR (1989) Uji Laboratorium Hoek-Brown (00) Nilai c (kpa) φ ( ο ) c (kpa) φ ( ο ) c (kpa) φ ( ο ) Batupasir agak Tipe 1 69 300-0 35-45 69 35.6 lapuk 490.6 49.5 Tipe Batupasir lapuk sedang 59 00-300 5-35 - Tipe 3 Batulempung lapuk tinggi 30 100-00 15-5 109-360.1 4.6 101.6 45.6 3.9 Tipe 4 Zona Patahan 0 < 100 < 15 - - 100.3.8 Berdasarkan Tabel V., terlihat bahwa untuk massa batuan tipe 1 dan hasil perhitungan berdasarkan Hoek-Brown (00) dengan hasil RMR (1989) mempunyai perbedaan yang cukup besar, sedangkan untuk massa batuan tipe 3 dan 4 perbedaannya tidak terlalu besar. Perbedaan hasil perhitungan ini disebabkan karena pada perhitungan Hoek-Brown (00) dimasukan faktor koreksi kondisi massa batuan (disturbance faktor, D) yang disebabkan oleh proses peledakan dan pelepasan tegangan, sedangkan pada perhitungan RMR tidak ada faktor koreksinya. 5-4

5.. Analisis Kestabilan Untuk manganalisis kestabilan lereng di daerah ini, telah ditentukan 15 penampang lereng. Semua penampang tersebar secara merata disepanjang jenjang gali. Pada penelitian ini, analisis kestabilan lereng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu analisis kestabilan lereng desain, analisis kestabilan lereng revisi desain dan simulasi kestabilan lereng tipe massa batuan. Parameter geomekanika yang dipakai adalah parameter geomekanika berdasarkan kriteria keruntuhan Hoek dan Brown (00). 5..1. Kestabilan Desain Analisis kestabilan lereng desain adalah analisis kestabilan terhadap lereng desain awal dari PT. Berau Coal. di desain dengan ketinggian jenjang 10m, lebar berm 5m, kemiringan lereng tunggal 65 o dan kemiringan lereng keseluruhan 45 o. Percepatan gempa sebesar 0.1g diperoleh dari hasil analisis getaran akibat peledakan yang dilakukan PT. DAHANA. Parameter geomekanika massa batuan yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.3. Tabel V.3. Parameter Geomekanika Untuk Analisis Kestabilan Desain Jenis Batuan Tipe Massa Batuan Bobot IsI γ (gr/cm 3 ) Kohesi massa batuan, c (kpa) Sudut Geser Dalam massa batuan, φ ( o ) Percepatan Gempa Batupasir SW Batupasir MW Batulempung HW Zona Patahan Batubara Tipe 1 Tipe Tipe 3 Tipe 4 -.50.50.0.0 1. 490.6 360.0 101.6 100.3 00.0 49.5 45.6 3.9.8 35.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Contoh perhitungan kestabilan lereng desain dengan metoda kesetimbangan batas dapat dilihat pada Gambar 5.3., dan hasil analisis kestabilan lereng desain untuk semua penampang (1 hingga 15) ditabulasikan pada Tabel V.4. Perhitungan kestabilan lereng desain selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. 5-5

Batulempung Batupasir Batubara Gambar 5.3. Kestabilan Desain Blok 5 Tabel V.4. Hasil Analisis Kestabilan Desain Faktor Keamanan Penampang Material Pembentuk Keseluruhan Batulempung Keterangan 1 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara 1.3 1.1 Tidak aman Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara.3 1.8 Aman 3 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara.4.1 Aman 4 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara.0 1.3 Aman 5 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara 1.9 1.0 Tidak aman 6 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara 1.8 1.0 Tidak aman 7 Batupasir tipe, Batulempung tipe 3, Batubara 1.4 1.0 Tidak aman 8 Batupasir tipe, Batulempung tipe 3, Batubara 1.4 1.0 Tidak aman 9 Batupasir tipe, Batulempung tipe 3, Batubara 1.3 1.0 Tidak aman 10 Zona Patahan 0.8 Tidak aman 11 Zona Patahan 0.6 Tidak aman 1 Zona Patahan 0.5 Tidak aman 13 Zona Patahan 0.5 Tidak aman 14 Zona Patahan 0.6 Tidak aman 15 Zona Patahan 0.5 Tidak aman Berdasarkan Tabel V.4, dapat dilihat bahwa secara umum lereng desain berada dalam keadaan tidak aman dengan faktor keamanan antara 0.5 hingga 1.1. Longsoran intensif terjadi pada massa batulempung dan zona patahan. Hal ini sesuai dengan masalah kestabilan yang terjadi di Pit K dimana retakan dan longsoran selalu terjadi pada massa batulempung. aman teramati pada penampang, 3, dan 4 dengan faktor keamanan 1.3 hingga.1. Hal ini disebabkan ketinggian massa batulempung pada penampang tersebut belum begitu tinggi yang berkisar antara 15 hingga 0 5-6

meter. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Desain dapat dilihat pada Gambar 5.4. U Fk: 0.5 Fk: 0.6 Fk: 0.5 Fk: 0.5 Fk: 0.6 Fk: 0.8 Fk: 1.0 Fk: 1.0 Fk: 1.0 Fk: 1.0 Fk: 1.0 Fk: 1.3 Fk:.1 Fk: 1.8 Fk: 1.1 Batulempung Batupasir Batubara Gambar 5.4. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Desain 5-7

5... Kestabilan Revisi Desain Analisis kestabilan lereng revisi desain adalah analisis kestabilan terhadap geometri lereng hasil revisi yang dilakukan oleh pihak PT. Berau Coal setelah terjadinya longsoran pada 007. Pada saat penelitian dilakukan, blok yang sudah selesai digali adalah Blok 1-3 dengan ketinggiam lereng 45 m (+0 msl hingga -5 msl), kemiringan 65 o untuk Blok 1- dan 50 o untuk Blok 3, sehingga analisis kestabilan pada blok tersebut adalah analisis lereng aktual. Sedangkan Blok 3-17 baru digali hingga elevasi -15 dengan ketinggian 35 m. Pada lereng hasil revisi desain, ketinggian jenjang (bench) didesain tetap 10 m, kemiringan lereng tunggal diubah menjadi o dari sebelumnya 65 o, lebar berm 5 m dan kemiringan lereng keseluruhan menjadi 5 o dari sebelumnya 45 o. Khusus untuk tanah kemiringannya dibentuk 45 o. Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis lereng hasil revisi desain ini sama dengan parameter geomekanika untuk analisis kestabilan lereng desain pada Tabel V.3. Contoh perhitungan kestabilan lereng hasil revisi desain dapat dilihat pada Gambar 5.5. Hasil dari analisis kestabilan lereng desain ditabulasikan pada Tabel V.5. Perhitungan kestabilan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Batulempung Batupasir Batubara Gambar 5.5. Kestabilan Hasil Revisi Desain Blok 5 5-8

Tabel V.5. Hasil Analisis Kestabilan Revisi Desain Faktor Keamanan Penampang Material Pembentuk Keseluruhan Batulempung Keterangan 1 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara 1.5 1.4 Aman Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara.5 3.6 Aman 3 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara.8 4.0 Aman 4 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara.6 1.6 Aman 5 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara. 1. Aman 6 Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara. 1. Aman 7 Batupasir tipe, Batulempung tipe 3, Batubara.1 1.4 Aman 8 Batupasir tipe, Batulempung tipe 3, Batubara 1.9 1. Aman 9 Batupasir tipe, Batulempung tipe 3, Batubara 1.9 1. Aman 10 Zona Patahan 1. Aman 11 Zona Patahan 0.8 Tidak aman 1 Zona Patahan 0.7 Tidak aman 13 Zona Patahan 0.8 Tidak aman 14 Zona Patahan 0.8 Tidak aman 15 Zona Patahan 0.7 Tidak aman Berdasarkan Tabel V.5, dapat dilihat bahwa geometri lereng hasil revisi desain dengan kemiringan lereng menjadi lebih landai antara Blok 1 hingga Blok 10 berada dalam kondisi aman dengan Fk 1.. Sedangkan pada Blok 11 hingga Blok 15 yang merupakan zona patahan, geometri lereng hasil revisi desain masih memperlihatkan faktor keamanan yang rendah yang berkisar antara 0.7 hingga 0.8. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya revisi ulang untuk mendapatkan geometri lereng yang memberikan Fk 1.. Penentuan geometri lereng maksimum untuk setiap tipe massa batuan yang memberikan faktor keamanan yang memadai akan dibahas tersendiri pada sub-bab 5.3. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Hasil Revisi Desain dapat dilihat pada Gambar 5.6. Perbandingan faktor keamanan lereng desain dan lereng revisi desain dapat dilihat pada Gambar 5.7. 5-9

U Fk: 0.7 Fk: 0.8 Fk: 0.8 Fk: 0.7 Fk: 0.8 Fk: 1. Fk: 1. Fk: 1. Fk: 1.4 Fk: 1. Fk: 1. Fk: 1.6 Fk: 4.0 Fk: 3.6 Fk: 1.4 Batulempung Batupasir Batubara Gambar 5.6. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Revisi Desain 5-10

Faktor Keamanan Desain Vs Revisi Desain 4.5 4.0 3.5 3.0.5.0 1.5 Fk min 1. 1.0 0.5 0.0 0 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 13 14 15 Penam pang Desain Revisi Desain Gambar 5.7. Perbandingan Faktor Keamanan Desain dan Revisi desain 5..3. Simulasi Kestabilan Berdasarkan Tipe Massa Batuan Simulasi kestabilan lereng berdasarkan tipe massa batuan dilakukan bertujuan untuk mengetahui tinggi lereng dan sudut lereng maksimum yang dibentuk oleh suatu massa batuan yang memberikan nilai faktor keamanan yang cukup aman. Simulasi ini dilakukan dengan cara mencoba-coba (trial and error) berbagai kombinasi antara tinggi lereng dengan sudut lereng yang dibentuk oleh suatu tipe massa batuan sehingga dapat diketahui faktor keamanannya untuk setiap geometri lereng. Berdasarkan hasil simulasi ini, kemudian dibuat grafik yang merupakan hubungan antara ketinggian dan sudut lereng dari suatu tipe massa batuan sehingga berdasarkan grafik tersebut dapat ditentukan geometri lereng stabil untuk suatu tipe massa batuan. 5-11

5..3.1. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 1 Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe 1 yang didominasi oleh batupasir agak lapuk (slightly weathered sandstone) dan material dalam keadaan jenuh. Simulasi dilakukan dengan mengambil ketinggian lereng antara 0 m hingga 100 m, sudut lereng keseluruhan antara 0 o hingga 60 o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 m. Hal ini diambil dengan asumsi bahwa suatu massa batuan akan mempunyai ketinggian galian maksimum tidak lebih dari 100 m. Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.6. Tabel V.6. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 1 Jenis Batuan Tipe Massa Batuan Bobot IsI γ (gr/cm 3 ) Kohesi massa batuan, c (kpa) Sudut Geser Dalam massa batuan, φ ( o ) Percepatan Gempa Batupasir (SW) Tipe 1.50 490.6 49.5 0.1 Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.8. Hasil dari simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 1 dapat dilihat pada Tabel V.7. Batupasir Gambar 5.8. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 1 (H=60, α= o ) 5-1

Tabel V.7. Hasil Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 1 Tinggi lereng Sudut Fk Tinggi Sudut Fk Tinggi 0 10 7.1 60 10 4.6 100 0 0 6.4 60 0 3.5 100 0 30 5.6 60 30.9 100 0 4.9 60.4 100 0 50 4. 60 50.0 100 0 60 3.5 60 60 1.6 100 Sudut 10 0 30 50 60 Fk 3.9.9.3 1.8 1.4 1.0 10 0 30 50 60 5. 4.4 3.6 3.0.6.1 10 0 30 50 60 4. 3.1.5.0 1.7 1.3 Berdasarkan Tabel V.7., terlihat bahwa nilai keamanan suatu lereng akan semakin menurun dengan bertambahnya ketinggian dan sudut lereng. Massa batuan tipe 1 yang merupakan batupasir agak lapuk (slightly weathered sandstone) secara umum mempunyai faktor keamanan yang cukup baik (Fk 1.) hampir disemua ketinggian dan sudut lereng kecuali pada ketinggian 100 meter dengan sudut lereng 60 o. Berdasarkan hal tersebut, lereng yang dibentuk oleh massa batuan tipe 1 dapat didesain pada ketinggian 0m hingga m dengan kemiri 10 o hingga 60 o. Apabila ketinggian lereng mencapai 100m, kemiringan lereng sebaiknya didesain hingga 50 o. 5..3.. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe yang didominasi oleh batupasir lapuk sedang (moderately weathered sandstone) dan material dalam keadaan jenuh. Geometri lereng mempunyai ketinggian antara 0m hingga 100m, sudut lereng keseluruhan antara 0 o hingga 60 o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 meter. 5-13

Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.8. Tabel V.8. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe Jenis Batuan Tipe Massa Batuan Bobot IsI γ (gr/cm 3 ) Kohesi massa batuan, c (kpa) Sudut Geser Dalam massa batuan, φ ( o ) Percepatan Gempa Batupasir Tipe.50 360.0 45.6 0.1 Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.9. Hasil dari simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe dapat dilihat pada Tabel V.9. Batupasir Gambar 5.9. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe (H=60, α= o ) Tabel V.9. Hasil Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe Tinggi lereng Sudut Fk Tinggi Sudut Fk Tinggi 0 10 5.5 60 10 3.8 100 0 0 4.8 60 0.8 100 0 30 4.1 60 30. 100 0 3.6 60 1.8 100 0 50 3.0 60 50 1.5 100 0 60.5 60 60 1. 100 Sudut 10 0 30 50 60 Fk 3.3.4 1.8 1.4 1.1 0.7 10 0 30 50 60 4. 3.4.8.3 1.9 1.5 10 0 30 50 60 3.5.5.0 1.6 1. 1.0 5-14

Berdasarkan Tabel V.9. terlihat bahwa lereng yang tersusun oleh massa batuan tipe (batupasir lapuk sedang) secara umum mempunyai faktor keamanan yang cukup baik (Fk 1.) untuk berbagai ketinggian dan sudut lereng. Potensi kelongsoran akan terjadi pada ketinggian meter dengan sudut lereng keseluruhan 60 o dan pada ketinggian 100 meter dengan sudut lereng mulai dari 50 o ke atas. Berdasarkan hal tersebut, lereng yang dibentuk oleh massa batuan tipe dengan ketinggian 0m hingga 60m dapat didesain hingga kemiringan lereng 60 o. Untuk lereng dengan ketinggian m dapat didesain hingga sudut lereng 50 o, sedangkann untuk lereng dengan ketinggian 100m dapat didesain hingga o. 5..3.3. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 3 Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe 3 yang didominasi oleh batulempung lapuk tinggi (highly weathered claystone) dan material dalam keadaan jenuh. Ketinggian lereng simulasi antara 0 meter hingga 100 meter, sudut lereng keseluruhan antara 0 o hingga 60 o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 meter. Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.10. Tabel V.10. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 3 Jenis Batuan Tipe Massa Batuan Bobot IsI γ (gr/cm 3 ) Kohesi massa batuan, c (kpa) Sudut Geser Dalam massa batuan, φ ( o ) Percepatan Gempa Batulempung Tipe 3.0 101.6 3.9 0.1 Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.10. Hasil dari simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 3 dapat dilihat pada Tabel V.11. 5-15

Batulempung Gambar 5.10. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 3 (H=60, α= o ) Tabel V.11. Hasil Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 3 Tinggi lereng Sudut Fk Tinggi Sudut Fk Tinggi 0 10. 60 10 1.4 100 0 0.0 60 0 1.1 100 0 30 1.7 60 30 0.9 100 0 1.5 60 0.7 100 0 50 1.3 60 50 0.6 100 0 60 1.0 60 60 0.5 100 Sudut 10 0 30 50 60 Fk 1. 0.9 0.7 0.5 0.4 0.3 10 0 30 50 60 1.6 1.3 1.1 0.9 0.8 0.6 10 0 30 50 60 1.3 1.0 0.8 0.6 0.5 0.4 Berdasarkan Tabel V.11, terlihat bahwa massa batuan tipe 3 yang tersusun oleh batulempung lapuk tinggi, merupakan massa batuan yang sangat lemah dan mempunyai portensi kelongsoran yang cukup tinggi. dengan ketinggian mulai dari 60m hingga 100 m sebaiknya sudut lereng didesain sekitar 10 o hingga 15 o. Untuk lereng dengan ketinggian m, lereng akan aman jika sudut lereng didesain hingga 0 o, sedangkan untuk lereng dengan ketinggian 0m, lereng dapat didesain hingga 50 o. 5-16

5..3.4. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 4 Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe 4 yang merupakan zona patahan dan lereng dalam keadaan jenuh. Ketinggian lereng simulasi antara 0 hingga 100 meter, sudut lereng keseluruhan antara 0 o hingga 60 o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 meter. Parameter geomekanika untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.1. Tabel V.1. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 3 Jenis Batuan Tipe Massa Batuan Bobot IsI γ (gr/cm 3 ) Kohesi massa batuan, c (kpa) Sudut Geser Dalam massa batuan, φ ( o ) Percepatan Gempa Zona Patahan Tipe 4.0 100.3.8 0.1 Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.11. Hasil dari simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 4 dapat dilihat pada Tabel V.13. Gambar 5.11. Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 4 (H=60, α= o ) 5-17

Tabel V.13 Hasil Simulasi Kestabilan Massa Batuan Tipe 4 Tinggi lereng Sudut Fk Tinggi Sudut Fk Tinggi 0 10.1 60 10 1.3 100 0 0 1.9 60 0 1.0 100 0 30 1.7 60 30 0.8 100 0 1.5 60 0.7 100 0 50 1. 60 50 0.6 100 0 60 1.0 60 60 0.5 100 Sudut 10 0 30 50 60 Fk 1. 0.9 0.7 0.5 0.4 0.3 10 0 30 50 60 1.5 1.3 1.1 0.9 0.7 0.6 10 0 30 50 60 1. 0.9 0.7 0.6 0.5 0.4 Berdasarkan Tabel V.13, massa batuan tipe 4 yang merupakan zona patahan merupakan massa batuan yang lemah dengan potensi kelongsoran yang cukup tinggi. Mmassa batuan tipe 4 dapat didesain dengan aman pada ketinggian 60m hingga 100m m apabila sudut lereng didesain sekitar 10 o. Pada ketinggian 0m lereng akan aman jika didesain hingga 50 o, sedangkan pada ketinggian m lereng sebaiknya didesain hingga sudut lereng 0 o. 5.3. Penentuan Geometri Stabil Berdasarkan hasil analisis kestabilan lereng yang telah dilakukan pada seluruh tipe massa batuan, hasilnya dapat disarikan pada Tabel V.14 Tabel V.14. Hasil Analisis Kestabilan Massa Batuan Tipe Massa Batuan RMR Tinggi (m) Sudut ( o ) Faktor Keamanan (Fk) Tipe 1 69 0 100 10 60 7.1 1.0 Tipe 59 0 100 10 60 5.5 0.7 Tipe 3 30 0 100 10 60. 0.3 Tipe 4 0 0 100 10 60.1 0.3 5-18

Dari hasil analisis kestabilan lereng massa batuan, kemudian dibuat suatu grafik untuk menentukan geometri lereng stabil di daerah penelitian. Dengan grafik tersebut dapat ditentukan geometri lereng stabil secara cepat selama massa penggalian. Pada penelitian ini akan dibuat macam grafik penentuan lereng stabil. Grafik pertama adalah grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian lereng, dan faktor keamanannya untuk setiap tipe massa batuan. Grafik kedua adalah grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian lereng, dan faktor keamanannya untuk nilai RMR tertentu. 5.3.1. Penentuan Geometri Stabil Berdasarkan Tipe Massa Batuan Berdasarkan hasil simulasi kestabilan lereng untuk setiap tipe massa batuan dengan berbagai ketinggian dan sudut lereng, kemudian dibuat grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian lereng, dan faktor keamanannya untuk setiap tipe massa batuan. Dengan grafik tersebut dapat ditentukan dengan cepat faktor keamanan suatu lereng yang dibentuk oleh suatu tipe massa batuan dan dapat dengan segera dilakukan perbaikan terhadap lereng tersebut untuk mendapatkan suatu faktor keamanan yang memadai. Grafik lereng stabil untuk setiap tipe massa batuan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 5-19

Faktor Keamanan Massa Batuan Tipe 1 (RMR 69) 8 7 6 H=0m 5 4 H=m 3 H=60m H=m Fk min = 1. H=100m 1 0 10 15 0 5 30 35 45 50 55 60.5 Sudut Keseluruhan Massa Batuan Tipe 3 (RMR 30) Faktor Keamanan.5 6 5 4 3 1 0 Fk min = 1. Massa Batuan Tipe (RMR 59) H=0 H= H=60m H= H=100 10 0 30 50 60 Sudut Keseluruhan Massa Batuan Tipe 4 (RMR 0) Faktor Keamanan 1.5 1 0.5 0 Fk min = 1. H=0m H=m H=60 H=m H=100m 10 0 30 50 60 Sudut Keseluruhan Gambar 5.1. Grafik Stabilitas Berdasarkan Tipe Massa Batuan Faktor Keamanan 1.5 1 0.5 0 Fk min = 1. H=0m H=m H=60m H=m H=100m 10 0 30 50 60 Sudut Keseluruhan Berdasarkan grrafik pada Gambar 5.1, dapat ditentukan dengan cepat faktor keamanan lereng yang dibentuk oleh suatu tipe massa batuan dengan tinggi dan sudut lereng tertentu. Sebagai contoh, untuk massa batuan tipe 1 yang tersusun oleh batupasir agak lapuk, lereng dengan ketinggian m dan sudut lereng o akan mempunyai faktor keamanan sekitar 3.0 atau lereng dalam keadaan aman. Sebaliknya untuk massa batuan tipe 3 yang tersusun oleh batulempung lapuk tinggi, dengan geometri lereng yang sama faktor keamanannya sekitar 0,8 atau lereng dalam keadaan tidak aman. pada massa batuan tipe 3 akan aman apabila lereng dengan ketinggian m tersebut, sudut lerengnya dilandaikan menjadi sekitar 7 o. Pada Gambar 5.1 di atas juga terlihat adanya perbedaan sudut lereng desain yang cukup tinggi antara ketinggian lereng 0m dan ketinggian lereng m untuk suatu faktor keamanan. Hal ini disebabkan karena hubungan antara tinggi lereng terhadap 5-0

faktor keamanan bersifat power law seperti terlihat pada Gambar 5.13. Gambar 5.13 memperlihatkan bahwa kurva mulai bersifat asimptutis (membelok) pada ketinggian lereng sekitar m. Pada ketinggian lereng 0m faktor keamanan lereng terlihat meningkat secara tajam. 6 Tinggi vs Fk 5 Fakto Keamanan 4 3 1 0 0 0 60 100 10 Tinggi (m) a 10 deg a 0 deg a 30 deg a deg a 50 deg a 60 deg Gambar 5.13. Kurva Tinggi terhadap Faktor Keamanan 5.3.. Penentuan Stabil Berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan Daerah penelitian dibagi menjadi 4 tipe massa batuan yang mempunyai nilai RMR tertentu. Nilai RMR untuk setiap tipe massa batuan dapat dilihat pada Tabel IV.7. Berdasarkan sebaran nilai RMR untuk setiap tipe massa batuan dan hasil simulasi kestabilan lereng untuk setiap tipe massa batuan dengan berbagai ketinggian dan sudut lereng, kemudian dibuat suatu grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian lereng, dan faktor keamanannya untuk nilai RMR tertentu. Dengan grafik tersebut dapat ditentukan ketinggian dan sudut lereng yang aman dari suatu massa batuan yang mempunyai nilai RMR tertentu. Grafik lereng stabil berdasarkan nilai RMR dapat dilihat pada Gambar 5.14. 5-1

Tinggi (m) RMR vs Tinggi 00 1 Sudut Fk=1. 160 1 10 o 10 0 o 100 30 o 60 50 o 60 o 0 0 0 10 0 30 50 60 70 Klasifikasi Massa Batuan (RMR'89) 50 Fk = 1. 00 Tinggi (m) 150 100 50 RMR 69 RMR 59 RMR 30 RMR 0 0 10 0 30 50 60 Sudut ( o ) Gambar 5.14. Grafik Stabilitas Berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan Dari Gambar 5.14, apabila suatu lereng massa batuan mempunyai nilai RMR sekitar 30, maka lereng massa batuan tersebut akan aman apabila tinggi lereng didesain sekitar 75m dengan sudut lereng sekitar 0 o. 5.4. Analisis Hasil Uji Rayapan Geser Langsung Data utama hasil pengujian di laboratorium adalah berupa hubungan antara perpindahan lateral terhadap waktu. Data ini digunakan untuk menentukan persamaan rayapan dengan pendekatan rheologi maupun empiris 5-

5.4.1. Model Rheologi Kurva hasil pengujian pada contoh batulempung memperlihatkan perpindahan seketika pada awal pembebanan yang diikuti oleh rayapan primer, sekunder, dan tersier yang diakhiri dengan keruntuhan (failure). Perpindahan seketika dan rayapan sekunder merupakan perilaku viskoelastik dapat direpresentasikan sebagai material Maxwell (Tabel III.5b.). Rayapan primer yang perpindahannya bergerak secara eksponensial merupakan tipe yang dapat diwakili oleh model material Kelvin (Tabel III.5c). Sehingga data hasil pengujian dapat didekati dengan model material Burger (Tabel III.5e) yang merupakan susunan seri dari material Maxwell dan Kelvin. Parameter rheologi untuk rayapan geser langsung terdiri atas laju aliran viscous (η 1 ), laju elastis tertunda (η ), kekakuan geser (K 1 ), dan kekakuan geser tertunda (K ). Persamaan model Burger dengan tegangan geser direpresentasikan dengan persamaan 5.1. τ τ τ η u( t) = + t + (1 e )...(5.1) K η K 1 1 K t Keterangan: τ: Tegangan geser konstan yang diaplikasikan (kpa) η1: Laju aliran viscous (kpa. menit/mm) η: Laju elastisitas tertunda (kpa. menit/mm) K1: Kekakuan geser (kpa) K: Kekakuan geser tertunda (kpa) t: Waktu (menit) 5.4.1.1. Laju Aliran Viscous (η 1 ) Laju aliran viscous (η 1 ) adalah merupakan usaha batulempung untuk mempertahankan laju konstan selama rayapan sekunder pada tingkat tegangan tertentu. 5-3

Data hasil uji rayapan geser langsung adalah berupa perpindahan lateral terhadap waktu. Dari data tersebut selanjutnya dilakukan regresi pada titik-titik yang berada pada daerah linier untuk mendapatkan persamaan garisnya. (Gambar 5.15). 1 10 CR-1 y = 0.0049x + 97.508 Perpindahan (x0.001mm) 100 60 q 0 0 0 1,000,000 3,000 4,000 5,000 6,000 Waktu (menit) 0 350 CR- y = 0.0065x + 33.93 Perpindahan (x0.001mm) 300 50 00 150 100 q 50 0 0 1,000,000 3,000 4,000 Waktu (menit) Perpindahan (x0.001mm) 300 50 00 150 100 50 q CR-3 y = 1.14x + 48.6 0 0 4 6 8 10 1 14 Waktu (menit) Gambar 5.15. Regresi Linier pada Kurva Perpindahan Geser terhadap Waktu Persamaan regresi linier yang diperoleh dari Gambar 5.15 adalah merupakan persamaan garis yang ditulis pada persamaan 5.. u t u t o τ = η 1...(5.) 5-4

Perilaku linier ini adalah sebagai representasi dari material Maxwell, sehingga besarnya kemiringan garis tersebut adalah τ/η 1. Berdasarkan persamaan 5., besarnya laju aliran viscous ditulis pada persamaan 5.3. τ. t η 1 =...(5.3) ( u t u o ) Keterangan: η1: Laju aliran viscous (kpa. menit/mm) τ: Beban geser yang diaplikasikan (kpa) Ut: Perpindahan pada waktu t (mm) Uo: Perpindahan awal (mm) 5.4.1.. Kekakuan Geser Tertunda (K ) Kekakuan geser tertunda (K ) menyatakan ketahanan batulempung yang memperbolehkan adanya perpindahan sepanjang bidang geser setelah terjadi pembebanan dan perpindahan seketika. Melalui nilai K dapat diketahui berapa jarak perpindahan yang diperbolehkan selama rayapan primer. Semakin besar kekakuan geser tertunda, maka perpindahan geser selama rayapan primer akan semakin kecil. Parameter kekakuan geser tertunda (K ) didapatkan dengan mencari jarak antara garis regresi dengan titik-titik yang berada pada daerah rayapan primer, q (Gambar 5.15). Jarak q ini digambarkan dengan kurva log q terhadap waktu. Dari titik-titik yang terbentuk ditarik lagi suatu regresi linier semilogaritma sehingga didapatkan suatu persamaan garis. Hubungan antara log q terhadap waktu untuk masing-masing contoh uji dapat dilihat pada Gambar 5.16. 5-5

CR-1 0 0 00 0 600 0 1,000 1,00-0.5-1 Log q -1.5 τ/k - -.5-3 y = -0.0011x - 1.4758 R = 0.9479 Waktu (menit) -K /.3η CR- 0 0 500 1,000 1,500,000,500 3,000-0. -0.4 Log q -0.6-0.8-1 -1. τ/k y = -0.0003x - 0.9304 R = 0.8799-1.4-1.6 -K /.3η -1.8 Waktu (menit) CR-3 0 0 1 3 4 5 6 7 8-0.5 Log q -1-1.5 τ/k y = -0.1666x - 1.368 R = 0.991 - -K /.3η -.5-3 Waktu (menit) Gambar 5.16. Kurva Log q terhadap waktu Kekakuan geser tertunda merupakan parameter rheologi rayapan geser pada tahap rayapan primer. Secara parsial rayapan primer menggambarkan sifat material Kelvin. Persamaan Kelvin (Tabel III.5c) apabila diterapkan untuk tegangan geser menjadi persamaan 5.4. u l τ η = ( 1 e )...(5.4) K K t 5-6

Keterangan: u l : Perpindahan lateral (mm) τ: Tegangan geser (kpa) K : Kekakuan geser tertunda (kpa/mm) η : Laju elastisitas tertunda (kpa. menit/mm) t: Waktu (menit) τ η Dari persamaan 5.4, maka nilai q = e, sehingga menghasilkan persamaan 5.5: K K t τ K log q = log t K...(5.5). 3η dengan kemiringan garis regresi K.3η. Pada saat t=0, τ log q = log...(5.6) K Sehingga besarnya kekakuan geser tertunda (K ) adalah: τ =...(5.7) 10 K log q 5.4.1.3. Laju Elastisitas Tertunda (η ) Selama proses rayapan geser, batulempung memiliki percepatan awal akibat pemberian beban seketika. Laju elastisitas tertunda (η ) merupakan usaha batulempung untuk mengatasi percepatan awal tersebut hingga akhirnya mencapai kondisi stabil (laju rayapan konstan). Besarnya laju elastisitas tertunda dihitung dengan menggunakan kemiringan garis regresi dari persamaan 5.4., sehingga: K =.3η t t log q1 log 1 q...(5.8) maka besarnya laju elastisitas tertunda (η ) adalah: 5-7

K ( t1 t ) η =...(5.9).3(log q log q ) 1 5.4.1.4. Kekakuan Geser (K 1 ) Kekakuan geser (K 1 ) menyatakan ketahanan batulempung yang memperbolehkan adanya perpindahan seketika. Semakin besar kekakuan geser suatu bidang, maka akan semakin sulit melakukan pergeseran sepanjang bidang tersebut. Kekakuan geser dipengaruhi oleh besar tegangan yang bekerja dan kekasaran permukaan bidang geser tersebut. Selama uji rayapan geser langsung, kekakuan geser mempengaruhi besar perpindahan seketika. Kekakuan geser (K 1 ) didapatkan dengan menggunakan persamaan 5.10 dan 5.11: τ K K τ = u...(5.10) o 1 K 1 τ =...(5.11) τ uo K Berdasarkan persamaan-persamaan parameter rheologi di atas, konstanta rheologi yang diperoleh untuk setiap contoh uji dapat ditabulasikan pada Tabel V.15. Tabel V.15. Konstanta Rheologi Contoh Uji Tegangan Tegangan Tegangan Tingkat Perpindahan Contoh Normal Geser Geser Tegangan Seketika η 1 η K 1 K Uji Puncak Aplikasi Geser kpa kpa kpa % (E-03 mm) kpa.mnt/mm kpa.mnt/mm kpa/mm kpa/mm CR-1 70 1 70 50 64. 4.07E+07 3.05E+06 3.89E+03 1015.0 CR- 141 176 13 70 06.5 7.3E+07.79E+06.30E+03 55. CR-3 199 199 179 90 05.0 0.055E+07 0.06E+06 3.6E+03 15448.1 Persamaan rheologi perpindahan lateral sebagai fungsi waktu U(t), disusun dengan memasukan konstanta-konstanta rheologi pada Tabel V.15 ke dalam persamaan 5.1, sehingga didapat persamaan-persamaan pada Tabel V.16. 5-8

Tabel V.16. Persamaan Rheologi Hasil Uji Rayapan Geser Langsung Contoh Persamaan Rheologi K. t Uji τ/k 1 τ/k K /η τ/η ( ) 1 η u( t) = τ / K. 1 + τ / K (1 e ) + τ t η CR-1 0.064 0.045 3.35E-03 6.15E-06 U ( t) = 0.064 + 0.045(1 e ( 3.35E 03) t ) + (6.15E 06) t 1 CR- CR-3 0.07 0.1174 1.45E-03 6.50E-06 0.05 0.0434 0.05E-03 0.01E-06 U ( t) = 0.065 + 0.1174(1 e U ( t) = 0.053 + 0.0434(1 e ( 1.45E 03) t (.5E 01) t ) + (6.50E 06) t ) + (1.1E 03) t Berdasarkan persamaan rheologi pada Tabel V.16, kurva hubungan antara perpindahan lateral terhadap waktu untuk setiap contoh uji yang dapat dilihat pada Gambar 5.17 hingga 5.0. 3.00E-01 CR-1.50E-01 Perpindahan (mm).00e-01 1.50E-01 1.00E-01 ( U ( t) = 0.064 + 0.045(1 e 3.35E 03) t ) + (6.15E 06) t 5.00E-0 0.00E+00 0 5,000 10,000 15,000 0,000 5,000 30,000 Waktu (menit) Gambar 5.17. Kurva Rayapan Persamaan Rheologi CR-1 5.00E-01 CR- Perpindahan (mm) 4.50E-01 4.00E-01 3.50E-01 3.00E-01.50E-01.00E-01 1.50E-01 1.00E-01 5.00E-0 ( U ( t) = 0.065 + 0.1174(1 e 1.45E 03) t ) + (6.50E 06) t 0.00E+00 0 5,000 10,000 15,000 0,000 5,000 Waktu (menit) Gambar 5.18. Kurva Rayapan Persamaan Rheologi CR- 5-9

3.50E-01 CR-3 3.00E-01 Perpindahan (mm).50e-01.00e-01 1.50E-01 1.00E-01 ( U ( t) = 0.053 + 0.0434(1 e.5e 01) t ) + (1.1E 03) t 5.00E-0 0.00E+00 0 10 0 30 50 60 70 Waktu (menit) Gambar 5.19. Kurva Rayapan Persamaan Rheologi CR-3 5.00E-01 Kurva Rheologi Perpindahan (mm) 4.50E-01 4.00E-01 3.50E-01 3.00E-01.50E-01.00E-01 1.50E-01 1.00E-01 5.00E-0 0.00E+00 0 5,000 10,000 15,000 0,000 5,000 30,000 CR-1 CR- CR-3 Waktu (menit) Gambar 5.0. Kurva Rayapan Rheologi Seluruh Contoh Uji Berdasarkan persamaan rheologi pada Tabel V.15 dan Gambar 5.17 5.0, dapat diaambil beberapa kesimpulan antara lain: Regangan seketika pada CR- dan CR-3 (τ/k1) relatif sama, sedangkan regangan seketika pada CR-1 jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan karena pada CR-1 dengan tingkat tegangan geser sebesar 50%, proses penutupan rekahan yang terjadi akibat adanya aplikasi tegangan geser tidak terjadi secara sempurna, dengan kata lain kekakuan geser (K1) batuan masih mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan tingkat tegangan geser yang diaplikasikan. Pada CR- dan CR-3 dengan tingkat tegangan geser sebesar 70% dan 90%, proses penutupan rekahan yang terjadi pada contoh batuan tersebut terjadi secara lebih 5-30

sempurna, dengan kata lain tegangan geser yuang diaplikasikan dapat mengatasi besarnya kekakuan geser (K1) batuan. Pada proses rayapan primer, terlihat bahwa nilai τ/k pada CR-1 dan CR-3 mempunyai nilai yang relative sama, sedangkan pada CR- relatif lebih besar dibandingkan keduanya. Hal ini disebabkan kekakuan geser tertunda (K) CR-1 dan CR-3 mempunyai besaran yang relative lebih besar jika dibandingkan dengan kekakuan geser tertunda (K) pada CR- sehingga perpindahan yang terjadi pada CR- setelah terjadinya regangan seketika menjadi lebih besar. Akan tetapi nilai K/η pada CR-3 jauh lebih kecil dibandingkan dengan CR-1 dan CR-. Hal ini disebabkan karena dengan tingkat tegangan geser 90% pada CR-3 menyebabkan laju elstisitas tertunda (η) menjadi jauh lebih cepat dibandingkan CR-1 dan CR-. Hal tersebut akan mempercepat proses keruntuhan pada CR-3 Pada proses rayapan tersier yang diikuti dengan keruntuhan, terlihat bahwa nilai τ/η1 pada CR-3 jauh lebih kecil dibandingkan pada CR-1 dan CR-, dengan kata lain bahwa waktu yang dibutuhkan oleh CR-3 untuk runtuh (failure) jauh lebih cepat. Pada uji rayapan geser langsung yang dilakukan, waktu yang diperlukan oleh CR-3 untuk runtuh adalah sekitar 60 menit, sehingga persamaan rheologi yang dihasilkan dari uji rayapan geser langsung pada CR-3 tidak dapat dipakai atau dapat diabaikan. Cepatnya waktu runtuh yang dialami oleh CR-3 disebabkan karena tingginya tingkat tegangan geser yang diaplikasikan (sebesar 90%) mendekati tingkat tegangan geser batuan utuhnya (intact). 5-31

5.4.. Persamaan Empiris Rayapan Perilaku rayapan ideal dari Goodman (1989) seperti pada Gambar 3.1 dapat diwakili oleh suatu fungsi tertentu. Kurva rayapan primer memiliki karakteristik yang dapat digambarkan dengan fungsi matematik yang berbentuk pangkat (y=ax b ), logaritmik (y = a log x maupun y= a ln x), maupun fungsi eksponensial (y = a exp x ). Kurva rayapan sekunder mengikuti pola persamaan linier (y = ax + b). Khusus untuk kurva rayapan tersier, belum ada persamaan sederhana yang dapat digunakan. Akan tetapi, secara ideal kurva rayan tersier cenderung mengikuti pola persamaan berbentuk pangkat maupun eksponensial. Bentuk persamaan atau fungsi yang sesuai untuk mewakili pola rayapan ditentukan secara empiris berdasarkan metode penyesuaian kurva (curve fitting) dengan kesalahan statistik terkecil. Menurut Lama dan Vutukuri (1978), pola hubungan regangan terhadap waktu pada proses rayapan dapat dinyatakan dengan persamaan umum: ε = ε + ε t) + At + ε ( )...(5.1) e 1( t Keterangan: ε: Regangan total ε e : Regangan elastik/regangan seketika ε 1 (t): Funsi rayapan primer At: Fungsi linier terhadap waktu yang menunjukan laju konstan, A adalah konstanta; Fungsi rayapan sekunder ε (t): Funsi rayapan tersier Cara empiris untuk menentukan persamaan rayapan dilakukan dengan penyesuaian titik-titik yang diperoleh (perpindahan lateral terhadap waktu) terhadap suatu kurva atau persamaan garis. Penyesuaian ini memperhatikan nilai korelasi antara titik-titik hasil pengujian dengan hasil persamaan kurva tersebut. Semakin tinggi nilai 5-3

korelasinya (korelasi terbaik R = 1) maka persamaan tersebut akan semakin mendekati nilai titik-titk yang sebenarnya. Sebelum menentukan persamaan empirisnya, terlebih dahulu ditentukan batas-batas tiap rayapan (primer, sekunder, dan tersier). Berdasarkan data uji rayapan geser langsung yang dilakukan, rayapan primer dimulai dari perpindahan seketika hingga perpindahan terhadap waktu mulai mempunyai kecepatan konstan. Rayapan sekunder dimulai pada saat laju rayapan relatif konstan. Sedangkan rayapan tersier dimulai pada saat adanya perubahan kecepatan atau adanya percepatan setelah rayapan sekunder hingga contoh uji mengalami keruntuhan (failure). Berdasarkan metoda empiris tersebut, rayapan primer cenderung mengikuti fungsi logaritmik, rayapan sekunder selalu mengikuti fungsi linier, dan rayapan tersier cenderung mengikuti fungsi eksponensial. Contoh persamaan empiris untuk tiap rayapan dapat lihat pada Gambar 5.1. Perpindahan (x0.001mm) 50 00 150 100 50 y = 0.006x + 88.74 R = 0.996 y = 6.474Ln(x) + 57.06 R = 0.879 CR-1 y = 160.55e 1E-05x R = 0.603 0 0 5,000 10,000 15,000 0,000 5,000 30,000 Waktu (menit) Primer Sekunder Tersier Log. (Primer) Linear (Sekunder) Expon. (Tersier) Gambar 5.1. Kurva Rayapan dan Fungsi Empiris CR-1 5-33

Dengan melakukan penyesuaian kurva (curve fitting) seperti pada Gambar 5.1, persamaan empiris rayapan tiap contoh uji dapat dilihat pada Tabel V.17. Tabel V.17. Persamaan rayapan Empiris Contoh Uji Primer U(t) = A ln (t) + B Persamaan Rayapan Empiris Sekunder U(t) = A (t) + B Tersier U(t) = Ae B(t) CR-1 U(t) = 6.474 ln (t) + 57.06 U(t) = 0.006 (t) + 88.74 U(t) = 160.55 e 1E-05(t) CR- U(t) = 9.984 ln (t) + 7.531 U(t) = 0.0074 (t) + 317.19 U(t) = 365.66 e 1E-05(t) CR-3 U(t) = 6.96 ln (t) + 31. U(t) = 1.061 (t) + 5.37 U(t) = 141.0 e 0.014(t) Berdasarkan Tabel V.16 terlihat bahwa waktu runtuh pada CR-3 jauh lebih cepat dibandingkan CR-1 dan CR- sehingga persamaan rayapan empiris untuk CR-3 tidak dapat menggambarkan proses rayapan yang terjadi dengan baik sehingga persamaan tersebut harus diabaikan. Kelemahan persamaan empiris dibandingkan persamaan rheologi adalah bahwa persamaan rayapan empiris diperoleh dengan cara penyesuaian kurva, sehingga tidak dapat menunjukan sifat mekanik material. Persamaan ini dibuat hanya untuk melihat bentuk kurva rayapan geser langsung. 5.5. Kesalahan Relatif Perhitungan kesalahan relatif antara data hasil uji laboratorium dan persamaan rheologi Burger dilakukan dengan menggunakan persamaan dari Morgenstern (1987). Hasil perhitungan ini menunjukan kedekatan data hasil uji laboratorium dengan data hasil persamaan rheologi Burger. U l U r ε r = x100%... (5.13) U l Keterangan: ε r : Kesalahan relatif Ul: Perpindahan pada pengujian laboratorium Ur: Perpindahan dengan persamaan rheologi 5-34

Besar kesalahan relatif model rheologi Burger terhadap data perpindahan laboratorium dapat dilihat pada Tabel V.18. Tabel V.18. Kesalahan Relatif Data Uji Laboratorium dan Rheologi Burger Contoh Uji CR-1 Kesalahan Relatif Persamaan Rheologi Burger % Seketika Primer Sekunder Tersier 1.4 0.05 0.04 0.99 CR- CR-3 6.15 1.68 0.01 1.53 1.03 0.51 0.74 0.5 Dari Tabel V.18 terlihat bahwa model rheologi Burger dapat memodelkan rayapan batulempung dengan cukup baik. Kesalahan relatif terbesar (6.15%) hanya terjadi pada regangan seketika contoh CR-, yang kemungkinan disebabkan oleh kekurang tepatan dalam perkiraan waktu awal. 5.6. Penentuan Tingkat Kuat Geser Jangka Panjang Waktu runtuh untuk tiap penerapan tegangan geser diperoleh dari hasil uji laboratorium. Kuat geser jangka panjang ditentukan dengan mengambarkan kurva tingkat tegangan geser terhadap waktu runtuhnya. Bagian dimana kurva mulai membelok ditetapkan sebagai kekuatan geser jangka panjangnya (Gambar 5.). Penerapan tingkat tegangan geser dan waktu runtuh dapat dilihat pada Tabel V.19. Tabel V.19. Penerapan Tingkat Tegangan Geser dan Waktu Runtuh Contoh Tingkat Tegangan Geser Waktu runtuh Uji (%) (menit) (hari) CR-1 50 77 19.64 CR- 70 19606 13.615 CR-3 90 64 0.044 5-35

Tingkat Tegangan Geser (%) 100 90 70 60 50 30 0 10 0 Kuat Geser Jangka Panjang y = 7.58x -0.0735 R = 0.713 46.1% τ puncak 0 100 00 300 0 500 600 Waktu Runtuh (hari) Gambar 5.. Kurva Kuat Geser Jangka Panjang Berdasarkan Gambar 5., kuat geser jangka panjang batulempung adalah 46% dari kuat geser puncaknya setelah 450 hari (15 bulan) dengan persamaan: % 0.0735 τ = 7.58t...(5.13) Keterangan: %τ: Tingkat tegangan geser (%) t: Waktu runtuh (hari) 5.7. Parameter Kuat Geser Jangka Panjang Parameter kuat geser jangka panjang c dan φ diperoleh dengan cara menurunkan tegangan geser puncak hasil uji geser langsung sebesar tingkat kuat geser jangka panjangnya (46 %). Penurunan kuat geser ini ditampilkan pada Tabel V.0. Tabel V.0. Kuat Geser Jangka Panjang Batulempung Tegangan (kpa) normal Geser Puncak Sisa 70 1 70 141 176 88 199 199 99 Geser Jangka Panjang 64.57 81.17 91.78 Kurva Mohr-Coulomb berdasarkan Tabel V.0 diplot pada Gambar 5.3 sehingga diperoleh persamaan kuat geser jangka panjang batulempung 5-36

Kurva Kuat Geser 50 Tegangan Geser (kpa) 00 150 100 50 y = 0.459x + 108.91 y = 0.59x + 54.799 y = 0.118x + 50.36 0 0 50 100 150 00 50 Tegangan Normal (kpa) Puncak Sisa Jangka Panjang Gambar 5.3. Kurva Mohr-Coulomb Kuat Geser Jangka Panjang Berdasarkan Gambar 5.3, tampak bahwa kurva kuat geser sisa hasil uji geser langsung relatif berhimpit dengan kurva kuat geser jangka panjang hasil uji rayapan. Hal ini menunjukan bahwa kuat geser jangka panjang dapat didekati dengan kuat geser sisa hasil uji laboratorium. Pengujian dilakukan pada contoh batulempung dengan kadar air alami sekitar ±% dan derajat kejenuhan sekitar ±50%. Untuk mendukung hipotesis tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap contoh batuan dengan jenis dan ukuran yang berbeda untuk berbagai kondisi kadar air. Parameter kuat geser jangka panjang yang berupa kohesi dan sudut geser dalam batulempung dapat dilihat pada Tabel V.1. Tabel V.1. Parameter Kuat Geser Jangka Panjang Batulempung Kohesi (kpa) Sudut Geser Dalam ( o ) Puncak Sisa Jangka Panjang Puncak Sisa Jangka Panjang 109 54.8 50.3 4.6 1.7 1.0 5.8. Perubahan Parameter Kuat Geser Jangka Panjang terhadap Waktu Seperti telah diterangkan sebelumnya bahwa kestabilan suatu lereng dapat berubah terhadap waktu. Menurunnya kestabilan lereng tersebut disebabkan oleh menurunnya 5-37

c dan φ massa batuan yang bergantung waktu, sehingga perlu diketahui besaran parameter kuat geser batulempung pada waktu tertentu. Perubahan nilai c dan φ terhadap waktu diperoleh dengan cara menentukan besarnya kuat geser untuk tingkat kuat geser tertentu serta waktu runtuhnya dengan persamaan 5.13. Tingkat kuat geser yang ditentukan sebesar 46%, 60%, 70%, dan 90%. Hasil perhitungan kuat geser untuk setiap tingkat kuat geser tersebut dapat dilihat pada Tabel V.1. Tabel V.. Kuat Geser Untuk Setiap Tingkat Kuat Geser Tingkat Tegangan Geser Tegangan (kpa) %τ t runtuh Geser Normal (%) (menit) Puncak Sisa pada %τ p 70 1 70 64.57 46 66887 141 176 88 81.17 199 199 99 91.78 70 1 70 84.00 60 17988 141 176 88 105.60 199 199 99 119. 70 1 70 98.00 70 09 141 176 88 13.0 199 199 99 139.30 70 1 70 16.00 90 7 141 176 88 158. 199 199 99 179.10 Kurva Mohr-Coulomb untuk setiap tingkat kuat geser berdasarkan Tabel V. dapat dilihat pada Gambar 5.4. 50 Kurva Kuat Geser Tegangan Geser (kpa) 00 150 100 50 y = 0.46x + 108.91 y = 0.4133x + 98.019 y = 0.314x + 76.37 y = 0.755x + 65.346 y = 0.59x + 54.799 y = 0.118x + 50.36 0 0 50 100 150 00 50 300 Tegangan Normal (kpa) Puncak Sisa 90% 70% 60% 46% Gambar 5.4. Kurva Mohr-Coulomb Setiap Tingkat Kuat Geser 5-38

Dari Gambar 5.4, parameter kuat geser untuk setiap tingkat kuat geser dapat ditabulasikan pada Tabel V.3. Tabel V.3. Parameter Kuat Geser Batulempung Setiap Tingkat Kuat Geser Kohesi (kpa) Sudut Geser Dalam ( o ) Puncak Sisa 46% 60% 70% 90% Puncak Sisa 46% 60% 70% 90% 109 55 50.3 65.35 76.4 98.86 4.6 1.9 11.95 15.4 17.8.7 Berdasarkan Tabel V. dan V.3, kemudian dibuat grafik yang menunjukan besaran kohesi dan sudut geser dalam terhadap waktu. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.5 dam 5.6. 10 Kohesi vs Waktu 100 Kohesi,c (kpa) 60 y = 78.869x -0.0737 R = 0.9999 0 0 0 100 00 300 0 500 600 Waktu (hari) Gambar 5.5. Kurva Kohesi Terhadap Waktu 30 Sudut Geser Dalam vs Waktu 5 Sudut Geser Dalam ( o ) 0 15 10 y = 18.317x -0.069 R = 0.9996 5 0 0 100 00 300 0 500 600 Waktu (hari) Gambar 5.6. Kurva Sudut Geser Dalam Terhadap Waktu 5-39

Berdasarkan Gambar 5.5 dan 5.6, besaran kohesi dan sudut geser dalam yang bergantung waktu ditulis dengan persamaan: 0.0737 c = 78.869t...(5.14) 0.069 φ = 18.317t...(5.15) Keterangan: c: Kohesi (kpa) φ: Sudut geser dalam ( o ) t: Waktu (hari) 5.9. Penurunan Klasifikasi Massa Batuan (RMR) terhadap Waktu Berdasarkan hasil uji rayapan geser langsung dapat diketahui bahwa parameter kuat geser c dan φ menurun terhadap waktu. Kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ) jangka panjang mengalami penurunan masing-masing sebesar 46.1% dan 48.8% yang dicapai setelah 450 hari (15 bulan). Di daerah tambang terbuka, menurunnya kuat geser massa batuan yang bergantung waktu dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti: proses pelapukan dan proses getaran akibat kegiatan peledakan. Dengan mengetahui besarnya penurunan kuat geser jangka panjang massa batuan, maka dapat diketahui pula besarnya penurunan nilai RMR jangka panjang massa batuan tersebut. Parameter kuat geser c dan φ jangka panjang massa batuan diperoleh dengan menurunkan nilai c dan φ massa batuan pada saat penelitian sebesar prosentase penurunan untuk masing-masing parameter kuat geser. Dengan mengetahui besaran c dan φ jangka panjang massa batuan maka dapat ditentukan perkiraan nilai RMR jangka panjang untuk massa batuan tersebut. Besarnya penurunan RMR terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel V.4. 5-

Tipe massa batuan Tabel V.4. Penurunan RMR Jangka Panjang Massa Batuan Jenis Lithologi Kondisi Massa Batuan Saat Penelitian Kondisi Massa Batuan Jangka Panjang (450 hari) Persentase Penurunan RMR c (kpa) φ ( ο ) RMR c (kpa) φ ( ο ) RMR (%) Tipe 1 Batupasir agak lapuk 490.60 49.50 69 5.68 4.6 46 66.67 Tipe Batupasir lapuk sedang 360.10 45.60 59 165.65.34 33 55.93 Tipe 3 Batulempung lapuk tinggi 101.60 3.90 30 46.74 11.71 10 33.33 Tipe 4 Zona Patahan 100.30. 0 46.14 11.17 10 50.00 Dari Tabel V.4 terlihat bahwa setelah 450 hari, RMR mengalami penurunan yang berkisar antara 33% hingga 67%. 5.10. Korelasi dengan Peneliti Terdahulu Uji rayapan untuk menentukan kuat geser jangka panjang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain Gunadi (00), Damanik (004), dan Aksamulian (008). Untuk mengetahui hubungan antara hasil penelitian penulis dengan peneliti terdahulu maka dilakukan analisis korelasi data sehingga diketahui persamaan ratarata kuat geser jangka panjang berdasarkan data penulis dan data para peneliti terdahulu. Data hasil uji rayapan penulis dan peneliti terdahulu dapat dilihat pada Tabel V.5 dan kurva kuat geser rata-ratanya dapat dilihat pada Gambar 5.7. Tabel V.5. Hasil Uji Rayapan Penulis dan Peneliti Terdahulu Penulis Tingkat Waktu runtuh Teg. Geser (%) Menit Hari Catur Gunadi 93.63 58 0.04 (00) 55.33 3058 1. 5.33 3976.9 78.5 16848 11.7 Boydo Damanik 45.63 170064 118.10 (004) 58.73 38639 6.83 58.91 33615 3.34 71.03 610 1.81 86.37 5 0.003 Gosfenry Aksamulian 51.09 3430.5 (008) 69.8 970 15.95 9.68 15 0.01 Tonny Lesmana 50 77 19.6 (008) 70 19606 13.615 90 64 0.04 5-41

10 Kuat Geser Jangka Panjang Tingkat Tegangan Geser (%) 100 60 0 0 y = 68.739x -0.0597 R = 0.7078 y = 65.607x -0.0531 y = 70.83x -0.0604 R = 0.7178 R = 0.777 y = 7.58x -0.0735 R = 0.713 0 100 00 300 0 500 600 Waktu runtuh (hari) Power (Damanik (04)) Power (Aksamulian (08)) Power (Lesmana (08_) Power (Rata-rata) Gambar 5.7. Kurva Kuat Geser Rata-rata Berdasarkan Gambar 5.7, persamaan kuat geser jangka panjang rata-rata ditulis dengan persamaan 5.16. % 0.0597 τ = 68.739t...(5.16) Persamaan kuat geser jangka panjang penulis dan peneliti terdahulu dapat dilihat pada Tabel V.5. Tabel V.6. Persamaan Kuat Geser Jangka Panjang Penulis dan Peneliti Terdahulu Penulis %τ = Ax -B Catur Gunadi (00) 0.68 75.ox -0.075 65.607x -0.0531 Boydo Damanik (004) 0.7 Gosfenry Aksamulian (008) 0.77 70.83x -0.0604 Tonny Lesmana (008) 0.7 7.58x -0.0735 Rata-rata 0.71 68.739x -0.0597 R 5.11. Kestabilan Jangka Panjang Kestabilan jangka panjang adalah merupakan kestabilan lereng berdasarkan parameter kuat geser jangka panjang yang telah ditentukan. Dengan mengetahui kestabilan jangka panjang, dapat diketahui besarnya penurunan faktor keamanan lereng pada saat digali hingga tercapai kekuatan jangka panjangnya. 5-4

Seperti telah diketahui bahwa kuat geser jangka panjang batulempung adalah 46% dari kekuatan puncaknya. Penurunan tersebut tercapai setelah 450 hari (±15 bulan). Kestabilan lereng jangka panjang ditabulasikan pada Tabel V.7. Tabel V.7. Kestabilan Jangka Panjang Penampang Faktor Keamanan Saat Jangka Digali Panjang Persentase Penurunan (%) 1 1.4 0.7 50 3.6 1.6 44 3 4.0 1.6 4 1.6 0.8 50 5 1. 0.6 50 6 1. 0.6 50 7 1.4 0.7 50 8 1. 0.6 50 9 1. 0.6 50 10 1. 0.6 50 11 0.8 0.4 50 1 0.7 0.4 57 13 0.8 0.4 50 14 0.8 0.4 50 15 0.7 0.3 43 Berdasarkan Tabel V.7 terlihat bahwa setelah 15 bulan, lereng berada dalam kondisi tidak aman kecuali pada penampang dan 3. Besarnya penurunan kestabilan lereng berkisar antara 43% hingga 50% dengan rata-rata 48%. Berdasarkan perhitungan tersebut terlihat bahwa prosentase rata-rata penurunan faktor keamanan lereng jangka panjang (48%) adalah mendekati prosentase penurunan kekuatan jangka panjangnya (46%). 5-43

5.6.3. Analisis Kestabilan Dengan Metoda Hoek and Bray (1981) Analisis kestabilan lereng dengan metoda Hoek dan Bray (1981) ini dilakukan untuk membandingkan hasil analisis kestabilan lereng antara metoda kesetimbangan batas dengan metoda Hoek dan Bray. Untuk jenis longsoran baji yang terjadi pada massa batuan tipe 1 dan dipakai rumus dari Persamaan 3.4. Sedangkan untuk analisis kestabilan lereng untuk longsoran busur yang terjadi pada massa batuan tipe 3 dan 4 digunakan metoda grafis Hoek dan Bray (1981). Analisis kestabilan lereng dengan metoda grafis ini dapat dilakukan dengan cepat karena menggunakan diagram (chart) seperti pada Gambar 3.45. Meskipun pemakaiannya mudah, namun analisis dengan cara ini mempunyai kelemahan karena lereng diasumsikan homogen. Hasil perhitungan kestabilan lereng dengan metoda Hoek dan Bray (1981) dapat dilihat pada Tabel V.8. Tabel V.8. Analisa Kestabilan Dengan Metoda Grafis Hoek dan Bray (1981) Fk Sudut Tinggi Tipe 1 Tipe Tipe 3 Tipe 4 1. 1. 1. 1. 1. 0 30 50 60 Berdasarkan Tabel V.8., bla-bla-bla 5-44

Dari ke- metoda perhitungan kestabilan lereng, dapat dibuat suatu perbandingan yang disajikan pada Tabel V.9. Tabel V.9. Perbandingan Metoda Bishop dan Metoda Hoek & Bray Geometri H: 60 m α: 0 o α: 30 o α: o α: 50 o α: 60 o Faktor Keamanan (Fk) Tipe 1 Tipe Tipe 3 Tipe 4 Bishop H & B Bishop H & B Bishop H & B Bishop H & B Berdasarkan Tabel V.9, hasil analisis dengan metoda Bishop memberikan hasil yang berbeda dengan metode Hoek dan Bray dimana metode Bishop menghasilkan faktor keamanan yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena metoda Bishop dihitung berdasarkan perhitungan analitik sedangkan metoda Hoek dan Bray dihitung berdasarkan metoda grafis dengan asumsi material yang homogen. 5-45