ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI BANJIR. Indah Prasasti*, Parwati*, M. Rokhis Khomarudin* Pusfatja, LAPAN

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Informasi Kanal Sadewa 3.0. Didi Satiadi Bidang Pemodelan Atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

ANALISA BANJIR BANDANG BERDASARKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI KABUPATEN GARUT - PROVINSI JAWA BARAT TANGGAL 20 SEPTEMBER 2016

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA PADA MUSIM KEMARAU Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BENY HARJADI-BPTKPDAS-SOLO Peneliti bidang Pedologi dan Inderaja

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

BAB IV PENGOLAHAN DATA

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

1. Kebakaran. 2. Kekeringan

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

KEMAJUAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SERTA APLIKASINYA DIBIDANG BENCANA ALAM. Oleh: Lili Somantri*)

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur

Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP

IDENTIFIKASI DAERAH POTENSI BANJIR BERBASIS EXPERT SYSTEM. Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352

PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA BUMI. Oleh : Lili Somantri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

ANALISIS LIPUTAN AWAN BERDASARKAN CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Peta Prakiraan Cuaca Hujan Mei 2018 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang)

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA ( B N P B )

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Transkripsi:

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jalan LAPAN 70, Pekayon - Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp/Fax : +62 21 8710065/+62 21 8710274 email : landsono@yahoo.com Abstrak Fakta telah menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negeri yang sangat rawan akan berbagai bencana alam, seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan bencana gempa bumi serta tsunami yang belum lama terjadi di Aceh dan Sumatera Utara. Bencana banjir meskipun menimbulkan resiko relatif lebih rendah daripada letusan gunung berapi, gempa bumi maupun tsunami, namun mempunyai frekuensi relatif lebih tinggi, sehingga apabila diakumulasikan bencana ini juga menimbulkan kerugian yang tidak kalah jauh dari ketiga bencana yang lainnya. Salah satu cara memperkecil resiko banjir adalah dengan memperkirakan kapan suatu daerah akan berpotensi terlanda banjir. Analisa ini dapat dilakukan dengan memperkirakan potensi terjadinya hujan lebat yang diintegrasikan dengan peta kerawanan bencana banjir yang sudah ada. Dengan demikian dapat diketahui daerah mana yang kemungkinan akan terjadi banjir dan kapan akan terjadinya. Dalam hal ini, peranan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis sangatlah diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis daerah potensi banjir menggunakan data satelit penginderaan jauh yang memiliki resolusi temporal tinggi, pada penelitian ini digunakan citra NOAA 16 AVHRR kanal 1 (sinar tampak) dan kanal 4 (inframerah). Lokasi penelitian mencakup wilayah Indonesia bagian barat yaitu Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Metode penelitian meliputi 1) memutakhirkan daerah genangan menggunakan data DEM (SRTM 90 m) dari data dasar yang diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum, 2) menghitung estimasi awan yang berpeluang hujan lebat harian dari data AVHRR/NOAA-16, dan 3) menganalisa daerah potensi banjir berdasarkan integrasi antara data estimasi awan yang berpeluang hujan lebat harian dan daerah genangan. Dalam penelitian ini dianalisis daerah potensi banjir di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk periode tanggal 1 sampai dengan 31 Januari 2005. Hasil analisis daerah genangan menunjukkan bahwa lokasi genangan terdapat di 26 kabupaten di seluruh P. Jawa, 42 kabupaten terdapat di pulau Sumatera dan 21 lokasi genangan di seluruh Kalimantan. Hasil integrasi dengan data estimasi awan berpeluang hujan lebat harian menunjukkan daerah-daerah yang potensial mengalami kejadian banjir. Hasil validasi menunjukkan bahwa 71% kejadian banjir di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan pada bulan Januari 2005 sesuai dengan hasil analisa. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negeri yang sangat rawan akan berbagai bencana alam, seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan bencana gempa bumi serta tsunami yang belum lama terjadi di Aceh dan Sumatera Utara. Bencana banjir meskipun menimbulkan resiko relatif lebih rendah daripada letusan gunung berapi, gempa bumi maupun tsunami, namun mempunyai frekuensi relatif lebih tinggi, sehingga apabila diakumulasikan bencana ini juga menimbulkan kerugian yang tidak kalah jauh dari ketiga bencana yang lainnya. Salah satu cara memperkecil resiko banjir adalah dengan memperkirakan kapan suatu daerah akan berpotensi terlanda banjir. Analisa ini dapat dilakukan dengan memperkirakan potensi terjadinya hujan lebat yang diturunkan dari citra AVHRR/NOAA-16 dan diintegrasikan dengan peta kerawanan bencana banjir yang sudah ada. Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember MBA - 127

Peta kerawanan bencana banjir diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum dengan beberapa revisi (updating) menggunakan data Digital Elevation Model (DEM) dari data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission). Dengan demikian dapat diketahui daerah mana yang kemungkinan akan terjadi banjir dan kapan akan terjadinya. Dalam hal ini, peranan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis sangatlah diperlukan. 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis daerah potensi banjir menggunakan data satelit penginderaan jauh yang memiliki resolusi temporal tinggi. Pada penelitian ini digunakan citra NOAA 16 AVHRR kanal 1 (sinar tampak) dan kanal 4 (inframerah jauh). Lokasi penelitian mencakup wilayah Indonesia bagian barat yaitu Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data citra AVHRR/NOAA-16 (Advanced Very High Resolution Radiometer/National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diakuisisi secara harian dari tanggal 1-31 Januari 2005, data DEM (Digital Elevation Model) yang diturunkan dari data SRTM dengan resolusi 90 meter, dan data peta administrasi dijital untuk wilayah Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. dilaksanakan berdasarkan data DEM (SRTM 90 m) sehingga dihasilkan lokasi (titik-titik) daerah genangan yang lebih tepat. b) Menghitung estimasi awan yang berpeluang hujan lebat harian dari data AVHRR/NOAA-16. Estimasi awan berpeluang hujan lebat dari data AVHRR/NOAA-16 digunakan kanal 1 kanal 1 (sinar tampak) dan kanal 4 (inframerah). Formula yang digunakan berdasarkan ujicoba dari nilai-nilai Digital Number (DN) untuk kedua kanal tersebut, yaitu diperoleh untuk nilai DN kanal 1 > 544 dan kanal 4 > 750 (Khomarudin, 2002). c) Menganalisa daerah potensi banjir dengan mengintegrasikan data estimasi awan yang berpeluang hujan lebat harian dengan daerah genangan. d) Validasi hasil analisis daerah potensi banjir menurut laporan di lapangan berdasarkan catatan media massa. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisis Daerah Genangan Hasil analisis daerah genangan yang direvisi menggunakan DEM (SRTM 90 m) menunjukkan bahwa daerah genangan terdapat di 26 kabupaten di seluruh P. Jawa, 42 kabupaten terdapat di pulau Sumatera dan 21 lokasi genangan di seluruh Kalimantan. Untuk keperluan validasi digunakan data kejadian banjir untuk ketiga wilayah tersebut yang diperoleh dari media cetak KOMPAS, Media Indonesia dan Republika. 2.2 Metode Penelitian Metode penelitian meliputi : a) Memutakhirkan daerah genangan menggunakan data DEM (SRTM 90 m) dari data dasar yang diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum (PU). Data daerah genangan yang diperoleh dari Departemen PU didasarkan atas catatan kejadian banjir yang telah terjadi. Pada beberapa lokasi (titik) perlu dilakukan perbaikan (revisi). Revisi Gambar 1. Peta Daerah Genangan Pulau Sumatera Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember MBA - 128

mempunyai resolusi spasial 1,1 km (pada titik nadir) dan lebar liputan 2600 km. Sensor ini mempunyai 5 buah kanal dengan panjang gelombang tertentu (Tabel 1). Gambar 2. Peta Daerah Genangan Pulau Kalimantan Secara umum data AVHRR/NOAA dapat diaplikasikan untuk menganalisis parameterparameter di bidang meteorologi, oseanografi, maupun hidrologi. Menurut Harsanugraha (1991), kombinasi penggunaan beberapa kanal dari data AVHRR/NOAA dapat dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi, yaitu pemantauan vegetasi, kebakaran hutan, ekstraksi data albedo, ekstraksi data suhu permukaan laut dan suhu permukaan darat, pertanian, liputan awan maupun pendeteksian salju/es dipermukaan bumi. Tabel 1. Karakteristik Kanal AVHRR/NOAA Kanal Panjang gelombang Daerah spektrum 1 0,5-0,68 Tampak (visible) 2 0,725-1,10 Inframerah dekat 3 3,55-3,93 Inframerah tengah 4 10,30-11,30 Inframerah jauh 5 11,50-12,50 Inframerah jauh Tabel 2. Fungsi tiap-tiap Kanal Data AVHRR/NOAA Gambar 2. Peta Daerah Genangan Pulau Jawa 3.2. Estimasi Awan Berpeluang Hujan Lebat Harian dari Data AVHRR/NOAA-16 3.2.1. Citra AVHRR/NOAA Satelit NOAA merupakan satelit milik Amerika Serikat yang dirancang sebagai satelit meteorologi. Generasi satelit NOAA meliputi NOAA-11, NOAA-12, NOAA-14, NOAA-15, NOAA-16, NOAA-17 dan NOAA-18. Satelit ini mempunyai orbit polar dengan ketinggian 833-870 km. Periode sekali orbit mencapai 102 menit, dengan demikian setiap hari menghasilkan 14,1 orbit. Bilangan orbit yang tidak genap tersebut menyebabkan suborbital track tidak berulang pada basis harian walaupun pada saat perekaman data waktu lokalnya tidak berubah dalam satu lintang. Kanal Fungsi 1 Menghitung albedo permukaan bumi dan puncak awan, mendeteksi permukaan darat dan laut, memantau pertumbuhan dan perkembangan tanaman, mendeteksi permukaan salju di permukaan bumi 2 Memantau vegetasi, mendeteksi awan, albedo permukaan darat dan laut, mendeteksi permukaan salju di permukaan bumi 3 Menghitung suhu permukaan laut, mendeteksi distribusi awan pada siang dan malam hari, mendeteksi kebakaran hutan. Kanal ini peka terhadap sumber panas di permukaan bumi 4 dan 5 Menghitung suhu permukaan laut dan darat, mendeteksi distribusi awan pada siang dan malam hari, memantau gunungapi dan suhu puncak awan Sensor AVHRR merupakan salah satu instrumen utama yang berfungsi untuk mendeteksi gelombang elektromagnetik atmosfer. AVHRR Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember MBA - 129

3.2.2. Pemisahan awan berpeluang hujan lebat dari data AVHRR/NOAA-16 Awan merupakan hasil kondensasi dari uap air yang bergerak naik bersama dalam suatu kolom udara. Awan terbentuk apabila udara yang mengandung uap air bergerak ke atas dan pada kemudian pada ketinggian tertentu mengalami pendinginan yang pada akhirnya sebagian uap air berkondensasi membentuk awan (Sariwulan, 2004). Awan yang telah jenuh uap air berpeluang menimbulkan hujan. Sementara di pulau Jawa, daerah lokasi genangan yang berpotensi banjir pada dasarian pertama bulan Januari 2005 sebagian besar terjadi di DKI Jakarta, propinsi Banten, Jawa Barat, dan sebagian kecil propinsi Jawa Tengah. Pada akhir dasarian kedua hingga awal dasarian ketiga (tanggal 16 s/d 21 Januari 2005) hampir seluruh lokasi genangan berpotensi banjir kecuali di Kabupaten Cirebon dan Sumedang. Pada awal dasarian ketiga tanggal 25 Januari 2005 di propinsi Jawa Timur dan DKI Jakarta berpotensi untuk banjir. Pengkelasan awan yang berpeluang hujan dikelaskan menjadi 4 kelas dengan kategori hujan lebat, hujan sedang, gerimis dan cerah (Khomarudin, 2002). Pemisahan awan berpeluang hujan lebat dari data AVHRR/NOAA dilakukan dengan menggunakan kanal 1 (sinar tampak) dan kanal 4 (inframerah jauh). 3.3. Analisis Daerah Potensi Banjir Analisis daerah potensi banjir didasarkan pada integrasi antara data estimasi awan yang berpeluang hujan lebat harian dan daerah genangan. Hasil integrasi daerah genangan dengan data estimasi awan berpeluang hujan lebat harian, pada dasarian pertama bulan Januari 2005 menunjukkan bahwa di pulau Sumatera potensi banjir sebagian besar terjadi di Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi serta Lampung. Pada awal dasarian kedua bulan Januari 2005 yang berpotensi banjir adalah di propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu serta Lampung. Di Propinsi Lampung hujan lebat terjadi sejak tanggal 7 s/d 17 Januari 2005. Pada dasarian ketiga daerah yang berpotensi banjir umumnya sudah mulai berkurang. Di Kalimantan potensi banjir pada bulan Januari 2005 hampir merata disetiap lokasi genangan kecuali di propinsi Kalimantan Timur. Pada dasarian pertama potensi banjir sebagian besar terjadi di propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, dan pada dasarian kedua maupun ketiga potensi banjir sebagian besar terjadi di propinsi Kalimantan Tengah dan Selatan. Gambar 4. Peta Daerah Potensi Banjir Tanggal 2 Januari 2005 Gambar 5. Peta Daerah Potensi Banjir Tanggal 16 Januari 2005 Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember MBA - 130

Tabel 2. Hasil validasi kejadian banjir dari dua skenario No skenario jumlah kejadia n banjir tervalidasi VALIDASI tidak tervalidasi JML % JM % L 1 0-1-0 45 13 28,9 32 71,1 2 0-1-1 45 16 35,6 29 64,4 Gambar 6. Peta Daerah Potensi Banjir Tanggal 30 Januari 2005 3.4. Validasi Hasil Analisis Daerah Potensi Banjir Hasil analisis daerah potensi banjir selanjutnya divalidasi dengan fakta di lapangan berdasarkan catatan media massa dalam kurun waktu 1-31 Januari 2005. Analisis daerah potensi banjir menggunakan data penginderaan jauh yang telah dilakukan diharapkan mampu memprediksi daerah yang berpotensi mengalami bencana banjir. Pemantauan daerah potensi banjir ini ditentukan berdasarkan analisis komponen darat yang didukung oleh hasil pengkelasan awan berpotensi hujan lebat di Indonesia dengan menggunakan data AVHRR/NOAA-16. Pemantauan daerah banjir untuk komponen darat dilakukan berdasarkan analisis karakteristik fisik lahan berupa bentuk lahan yang diperoleh dari data Digital Elevation Model (DEM). Hasil-hasil analisis berupa informasi spasial daerah potensi banjir dalam bentuk titik-titik beserta lokasi kota/kotamadya/kabupaten dan provinsi mana terjadi. Informasi yang dihasilkan masih berupa potensi banjir. Oleh sebab itu perlu dilakukan kegiatan validasi untuk mengetahui sampai sejauh mana informasi yang diberikan terbukti kebenarannya. Validasi dilakukan dengan membandingkan informasi spasial daerah potensi banjir dengan data dan informasi kejadian banjir yang bersesuaian dengan waktu kejadiannya. c. sempurna sehingga berpengaruh terhadap ketepatan informasi yang dihasilkan, d. Kesalahan dalam pengolahan, terutama pada tahap koreksi geometrik, karena selama ini dilakukan secara manual dengan menentukan Metode validasi dilakukan dengan membandingkan informasi spasial daerah potensi banjir dengan data dan informasi kejadian banjir yang bersesuaian dengan waktu kejadiannya kemudian menghitung jumlah prediksi potensi banjir yang tervalidasi (terbukti kebenarannya) dengan mengambil dua skenario, yaitu: 1) skenario 0-1-0 : tervalidasi hari itu, 2) skenario 0-1-1: tervalidasi hari itu sampai 1 hari sesudahnya. Perhitungan validasi dihitung berdasarkan prosentase jumlah kejadian banjir yang sesuai dengan hasil prediksi oleh kegiatan pemantauan. Berdasarkan perhitungan beberapa skenario diketahui bahwa jumlah kejadian banjir tervalidasi pada skenario V 0-1-0 dan V 0-1-1 relatif rendah yaitu 29,89% dan 35,6%, sedangkan untuk beberapa skenario yang lain V 1-1-1, V 1-1-3, V 1-1-5 dan V-1-17 relatif lebih tinggi yaitu berturutturut 60,0%, 66,7%, 68,9% dan 82,2%. Skenario yang paling ideal untuk validasi adalah V 0-1-0 maksimum 0-1-1. Rendahnya nilai validitas pada skenario tersebut dapat dipahami dengan memperhatikan kondisi-kondisi sebagai berikut: 1). Keterbatasan teknik pengolahan data: a. Data AVHRR/NOAA-16 diakuisisi sekitar jam 14.30 WIB sehingga perhitungan validasi tidak memperhitungkan skala waktu jam, sehingga terdapat jeda waktu yang memungkinkan keterlambatan antara jam pengolahan dan jam kejadian banjir, b. Metode pemisahan hujan lebat dari data AVHRR/NOAA-16 kemungkinan belum titik-titik Groud Control Point (GCP) yang tepat. Apabila banyak data yang tertutup awan terutama pada lokasi-lokasi GCP yang representatif, maka akan berpengaruh terhadap validitas lokasi GCP, Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember MBA - 131

e. Daerah genangan yang dipakai sebagai base daerah rawan banjir kemungkinan masih kurang akurat dalam hal posisi dan lokasi serta kurang mewakili semua daerah rawan banjir. Hal ini terbukti dengan tercatatnya kejadian banjir di luar wilayah daerah rawan banjir yang dijadikan basis data. 2) Keterbatasan pencatatan data kejadian banjir, dapat disebabkan oleh: a. Tidak semua kejadian banjir tercatat oleh media cetak maupun elektronik, kemungkinan hanya kejadian yang menimbulkan korban jiwa atau materi cukup berarti yang tercatat, b. Tidak semua kejadian banjir yang tercatat oleh media cetak maupun elektronik tercatat dalam proses inventarisasi data dikarenakan keterbatasan dalam menginventarisasi data. Perlu diketahui bahwa pencatatan kejadian banjir pada validasi ini hanya bersumber pada tiga media cetak nasional yaitu 1) Harian Umum KOMPAS, 2) Harian Umum Media Indonesia dan 3) Harian Umum republika. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Citra AVHRR/NOAA dapat diaplikasikan untuk memperkirakan daerah potensi banjir dalam skala regional meskipun masih mempunyai tingkat validitas relatif rendah. Untuk meningkatkan validitas perlu diperbaiki beberapa metode, yaitu 1) perlu dikaji ulang metode pemisahan awan penghasil hujan lebat dengan menggunakan citra NOAA-16, 2) perlu diperhatikan proses pengolahan citra terutama dalam proses koreksi geometrik yaitu lebih berhati-hati dalam menentukan titik GCP dalam kondisi banyak tutupan awan, dan 3) perlu diupdate daerah genangan (rawan banjir) dengan memperhatikan banyak faktor dan menggunakan citra dengan resolusi spasial memadai seperti Landsat-7 ETM+ atau ASTER. 5. DAFTAR PUSTAKA Harsanugraha W, 1991. Perkembangan Instrumen dan Potensi Pemanfaatan data AVHRR. Jakarta.: Warta LAPAN. Khomarudin MR, 2005. Pendugaan Evapotranspirasi Skala Regional Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh. Tesis. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB, Bogor. Sariwulan B, 2005. Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Analisis Neraca Air Studi Kasus DAS Way Besai, Lampung Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. Sumardjo AS, 1996. Pendugaan Curah Hujan Untuk Analisis Banjir di Indonesia. Laporan Akhir Kegiatan LAPAN Tahun 1996. Jakarta. Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember MBA - 132