ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD 2008-2010 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : AKRAM ARIF NUGROHO B 200 070 161 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD 2008-2010 Akram Arif Nugroho B 200 070 161 Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Analisis keuangan adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai oleh suatu daerah dari satu periode terhadap periode-periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan menganilisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali ditinjau dari analisis rasio keuangan APBD yang terdiri dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD, Rasio Aktivitas, Rasio Pertumbuhan, Derajat Desentralisasi, Rasio Ketergantungan Daerah, Rasio Efektivitas Pajak Daerah, Rasio Efisiensi Belanja, Derajat Kontribusi BUMD. Hasil penelitian dengan menggunakan rasio keuangan menunjukkan bahwa rasio kemandirian mengalami kenaikan, rasio efektivitas menunjukkan realisasi penerimaan PADnya telah dapat melampaui anggaran yang ditetapkan dan rasio efisiensi mengalami kenaikan, rasio aktivitas menunjukkan pelaksanaan pembangunan semakin menurun dari tahun ke tahun, rasio pertumbuhan mengalami kenaikan, derajat desentralisasi mengalami kenaikan, rasio ketergantungan menurun, rasio efektivitas pajak daerah meningkat, rasio efisiensi belanja menurun dan derajat kontribusi BUMD meningkat. Kata Kunci : Analisis Keuangan, Kinerja Keuangan, Rasio Keuangan.
A. PENDAHULUAN Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Karena pembangunan di daerah menjadi salah satu indikator atau penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah pusat membuat suatu kebijakan tentang Pemerintahan Daerah dimana pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai revisi dari UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU No. 12 tahun 2008 bahwa pemerintahan dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan maka dalam rangka desentralisasi dibentuk dan disusun pemerintah provinsi dan pemerintah kota sebagai daerah otonomi. Selain itu, juga dikeluarkan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, sebagai revisi dari UU No. 25 tahun 1999. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang dipublikasikan pemerintah daerah memberikan informasi yang bermanfaat untuk menilai kinerja keuangan daerah. LRA menjadi salah satu laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang utama, karena anggaran dalam pemerintahan merupakan tulang punggung penyelanggaraan pemerintahan. Anggaran memiliki peran penting sebagai alat stabilisasi, distribusi, alokasi sumber daya publik, perencanaan dan pengendalian organisasi serta penilian kinerja. Laporan Realisasi Anggaran menduduki prioritas yang lebih penting dan merupakan jenis laporan keuangan daerah yang paling dahulu dihasilkan sebelum kemudian disyaratkan untuk membuat laporan neraca dan laporan arus kas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali yang diukur dengan menggunakan analisis rasio keuangan APBD.
B. LANDASAN TEORI 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Definisi APBD menurut PP No. 58 tahun 2005 adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersamasama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan oleh Peraturan daerah. Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung 1 januari sampai 31 Desember. Struktur APBD berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdiri dari tiga bagian yaitu : Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. 2. Kinerja Keuangan Daerah Kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah hasil dari Pemerintah Daerah dalam hal mengumpulkan pendapatan serta penggunaan dana tersebut untuk kepentingan masyarakat luas apakah sudah tepat sasaran atau belum. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah merupakan bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Format pada laporan keuangan mengalami banyak perubahan seiring perkembangan manajemen keuangan pada beberapa era atau zaman. (Halim, 2008) Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan PP No. 58 tahun 2005, laporan keuangan terdiri dari : Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 3. Analisis Rasio Keuangan Pemerintah Daerah Analisis rasio keuangan adalah suatu proses yang mengidentifikasikan ciri-ciri yang penting tentang keadaan keuangan dan kegiatan perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Salah satu alat ukur kinerja adalah analisis rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai konsep pengelolaan organisasi pemerintah untuk menjamin pertanggungjawaban publik oleh lembaga-lembaga pemerintah kepada masyarakat luas.
Dengan menggunakan analisis rasio pada laporan keuangan (analisis rasio keuangan) dimungkinkan untuk dapat menentukan tingkat likuiditas, solvabilitas, keefektifan operasi serta derajat keuntungan suatu perusahaan (profitability perusahaan). Untuk dapat menentukan atau mengukur hal-hal tersebut diperlukan alat pembanding dan rasio dalam industri sebagai keseluruhan yang sejenis di mana perusahaan menjadi anggotanya dapat digunakan sebagai alat pembanding dari angka rasio suatu perusahaan. (Munawir, 2007:65) Macam-macam rasio pada APBD di sini mengacu kepada dua literatur, yaitu buku yang ditulis oleh Abdul Halim dan buku yang ditulis oleh Mahmudi. Beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD antara lain : a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemda dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian keangan daerah dirumuskan : Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = PAD Bantuan Pemerintah Pusat / Provinsi dan Pinjaman (Halim, 2008:232) b. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemda dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio efektivitas dirumuskan : Rasio Efektivitas = Realisasi Penerimaan PAD Target Penerimaan PAD (Halim, 2008:234)
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Secara jelas rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Biaya yangdikeluarkan untuk memungut PAD Rasio Efisiensi = RealisasiPenerimaanPAD (Halim, 2008:234) c. Rasio Akivitas dengan menggunakan Rasio Keserasian Rasio ini menggambarkan bagaimana pemda memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Secara sederhana rasio keserasian tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut : Total Belanja Rutin Rasio Belanja Rutin = Total APBD Total Belanja Pembangunan Rasio Belanja Pembangunan = Total APBD (Halim, 2008:236) d. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemda dalam meningkatkan keberhasilan yang telah dicapainya dari periode ke periode berikutnya. (Halim, 2008:241) e. Derajat Desentralisasi Menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Rasio dirumuskan dengan membagi antara Pendapatan Asli Daerah dengan Total Pendapatan Daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Rumusnya adalah : Derajat Desentralisasi = (Mahmudi, 2007:126) PAD Total Pendapatan Daerah
f. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh daerah dengan total penerimaan daerah. Rumusnya adalah : Pendapatan Transfer RKKD = Total Pendapatan Daerah (Mahmudi, 2007:126) g. Rasio Efektivitas Pajak Daerah Rasio Efektivitas pajak daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah penerimaan pajak daerah yang ditargetkan. Rumusnya adalah : Rasio Efektivitas Pajak Daerah = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Target Penerimaan Pajak Daerah (Mahmudi, 2007:128) h. Derajat Kontribusi BUMD Rasio ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kontribusi perusahaan daerah dalam mendukung pendapatan daerah. Rasio ini dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut : Penerimaan Bagian Laba BUMD Derajat Kontribusi BUMD = Penerimaan PAD (Mahmudi, 2007:131) i. Rasio Efisiensi Belanja Rasio efisiensi belanja ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah. Angka yang dihasilkan dari perhitungan rasio ini tidak bersifat absolut, tetapi relatif. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Efisiensi Belanja = (Mahmudi, 2007:152) Realisasi Belanja Anggaran Belanja
C. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, dalam hal ini mendapatkan gambaran tentang kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali apabila ditinjau melalui analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. 2. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD tersebut diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. 3. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah deskriptif komparatif. Data yang berasal dari APBD dianalisis dengan menggunakan beberapa rasio keuangan. D. HASIL PENELITIAN 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Hasil perhitungan Rasio Kemandirian adalah sebagai berikut : Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = Transfer Pusat + Propinsi + Pinjaman TA Total Pendapatan Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Rasio Kemandirian Kabupaten Boyolali Transfer PAD % Pusat/Propinsi/Pinjaman % Rp Perkemb. Rp Perkemb. Rasio Kemandirian 2008 782,528,354,413.00 63,733,408,461.00-8.14% 699,147,168,702.00-89.34% 9.12% 2009 836,169,374,817.00 70,004,658,137.00 9.84% 8.37% 726,825,916,680.00 3.96% 86.92% 9.63% 2010 917,898,637,498.00 86,485,635,223.00 23.54% 9.42% 717,675,907,607.00-1.26% 78.19% 12.05% Rata-rata 16.69% 8.65% 1.35% 84.82% 10.27% Ket. Rendah sekali Rendah sekali Rendah sekali
Dilihat dari tahun 2008 ke 2010 kemandirian cenderung mengalami kenaikan. Kemandirian keuangan Kabupaten Boyolali pada tahun 2008 adalah sebesar 9,12%. Dimana realisasi PAD nya hanya dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar Rp 63.733.408.461,00 atau 8,14%. Jadi, dilihat dari prosentase kontribusi PAD terhadap pendapatan, Kabupaten Boyolali masih belum mandiri. Kemandirian keuangan Kabupaten Boyolali pada tahun 2009 adalah sebesar 9,63%. PAD nya mengalami kenaikan daripada tahun sebelumnya, tapi hanya dapat memberikan kontribusi sebesar 8,37% terhadap pendapatan daerah. Jadi, dilihat dari prosentase kontribusi PAD terhadap pendapatan, Kabupaten Boyolali masih belum mandiri. Kemandirian keuangan Kabupaten Boyolali pada tahun 2010 adalah sebesar 12,05%. Seiring dengan penurunan PAD, realisasi PAD nya hanya dapat memberikan kontribusi sebesar 9,42% terhadap pendapatan daerah. Jadi, dilihat dari prosentase kontribusi PAD terhadap pendapatan, Kabupaten Boyolali tetap masih belum mandiri. Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD Rasio Efektivitas PAD Hasil perhitungan Rasio Efektivitas adalah sebagai berikut : Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Rasio Efektivitas = Target Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Rasio Efektivitas Kabupaten Boyolali Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Pendapatan Asli Daerah 58,623,725,000.00 63,733,408,461.00 68,261,319,000.00 70,004,658,137.00 79,625,590,000.00 86,485,635,223.00 Pendapatan Pajak Daerah 10,649,690,000.00 11,155,035,906.00 10,719,190,000.00 12,896,540,751.00 12,637,835,000.00 14,094,132,345.00 Pendapatan Retribusi Daerah 35,227,506,000.00 38,959,749,828.00 45,479,644,000.00 43,917,458,154.00 24,111,739,000.00 25,382,928,677.00 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 2,719,004,000.00 2,752,499,538.00 2,916,735,000.00 9,856,080,607.00 4,507,530,000.00 4,513,283,314.00 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 10,027,525,000.00 10,866,123,189.00 9,145,750,000.00 6,961,763,270.00 38,368,486,000.00 42,495,290,887.00 Rasio Efektivitas 108.72% 102.55% 108.62%
Pada tahun 2008 PAD Kabupaten Boyolali dapat terealisasi sebesar 108,72%. Kemudian tahun 2009 turun ke prosentase angka 102,55%. Realisasi dan anggaran PAD pada tahun ini sebenarnya naik, tapi pencapaian untuk memenuhi target menurun. Pada tahun 2010 meningkat lagi sampai kisaran angka 108,62%. Penetapan target atau anggaran PAD ditetapakan berdasar potensi riil daerah. Sebenarnya hampir semua elemen PAD naik dari tahun sebelumnya. Target PAD pada tiga tahun ini cukup baik, Kabupaten Boyolali dan dapat merealisasikannya dengan lebih tinggi.. Jadi, dilihat dari rasio efektivitas PAD ini kinerja keuangan dari segi rasio efektivitas PAD yang paling baik adalah pada tahun 2008. Rasio Efisiensi PAD Hasil perhitungan Rasio Efisiensi adalah sebagai berikut : Biaya yangdikeluarkan untuk memungut PAD Rasio Efisiensi = Realisasi PenerimaanPAD Tabel IV.3 Hasil Perhitungan Rasio Efisiensi Kabupaten Boyolali Biaya Untuk Memungut PAD 2,505,739,286.70 2,840,699,945.25 1,973,853,051.10 Realisasi PAD 63,733,408,461.00 70,004,658,137.00 86,485,635,223.00 Rasio Efisiensi 3.93% 4.06% 2.28% Pada Tahun 2008 biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD sebesar Rp 2.505.739.286,70 dan PAD yang berhasil diperoleh sebesar Rp 63.733.408.461,00. Dengan demikian diperoleh Rasio Efisiensi sebesar 3,93% yang berarti bahwa upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam mengumpulkan PAD sudah efisien. Pada Tahun 2009 PAD yang diperoleh sebesar Rp 2.840.699.945,25 dan biaya yang digunakan untuk memungut PAD pun juga mengalami kenaikan sebesar Rp 70.004.658.137,00 sehingga diperoleh Rasio Efisiensi sebesar 4,06%. Hal ini berarti bahwa kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali dalam upayanya mengumpulkan PAD sudah efisien. Pada Tahun 2010 PAD yang diperoleh sebesar Rp 86.485.635.223,00
tetapi biaya yang digunakan untuk memungut PAD pun mengalami penurunan sebesar Rp 1.973.853.051,10 sehingga diperoleh Rasio Efisiensi sebesar 2,28%. Hal ini berarti kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali dalam upayanya mengumpulkan PAD sudah efisien. 2. Rasio Aktivitas Hasil perhitungan Rasio Aktivitas adalah sebagai berikut : Total BelanjaRutin Rasio Belanja Rutin = Total APBD Tabel IV.4 Hasil Perhitungan Rasio Aktivitas Belanja Rutin Kabupaten Boyolali Total Belanja Rutin 663,115,703,998.00 713,725,383,770.00 806,507,488,699.00 Total APBD 793,262,107,869.00 808,017,387,034.00 912,584,586,077.00 Rasio Aktivitas 83.59% 88.33% 88.38% Disebutkan dalam buku Mahmudi, (2007: 150). Pada umumnya proporsi belanja operasi total belanja daerah, yaitu antara 60-90%. Dari Tabel IV.4 dapat dilihat bahwa Rasio Aktivitas Belanja Rutin Pemerintah Kabupaten Boyolali dari tahun 2008-2010 semakin meningkat yaitu sebesar 83,59%; 88,33% dan 88,38%. Dilihat dari kriteria pada umumnya proporsi belanja operasi total belanja daerah, yaitu antara 60-90%, dapat dikatakan bahwa belanja rutin/operasi Kabupaten Boyolali masuk dalam kriteria tersebut dan bahkan masih mendominasi dari total belanja daerah. Total BelanjaPembangunan Rasio Belanja Pembangunan = Total APBD Tabel IV.5 Hasil Perhitungan Rasio Aktivitas Belanja Pembangunan Kabupaten Boyolali Total Belanja Pembangunan 124,533,005,357.00 86,596,626,087.00 100,101,216,583.00 Total APBD 793,262,107,869.00 808,017,387,034.00 912,584,586,077.00 Rasio Aktivitas 15.70% 10.72% 10.97%
Dari Tabel IV.5 dapat dilihat bahwa Rasio Aktivitas Belanja Pembangunan Pemerintah Kabupaten Boyolali dari tahun 2008-2010 semakin menurun yaitu sebesar 15,70%; 10,72% dan 10,97%. Pada umumnya proporsi belanja modal terhadap total belanja daerah adalah antara 5%-20%. (Mahmudi, 2007:150-151). Dilihat dari pergerakannya, belanja modal pembangunan Kabupaten Boyolali terus mengalami penurunan, walaupun begitu, dapat dikatakan bahwa kinerja untuk mengalokasikan belanja pembangunan baik, Kabupaten Boyolali mampu meningkatkan belanja untuk alokasi pembangunan. Rasio Pertumbuhan Rasio Pertumbuhan PAD Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut : Realisasi Penerimaan PAD Xn Xn 1 Rasio Pertumbuhan PAD = Realisasi Penerimaan PAD Xn 1 No Tabel IV.6 Hasil Perhitungan Rasio Pertumbuhan PAD Kabupaten Boyolali 1 Realisasi Penerimaan PAD 63,733,408,461.00 70,004,658,137.00 86,485,635,223.00 2 Rasio Pertumbuhan PAD - 9.84% 23.54% Pada tahun 2008 PAD sebesar Rp 63.733.408.461,00 mengalami kenaikan ditahun 2009 sebesar Rp 70.004.658.137,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan PAD tahun 2009 sebesar 9,84%. Hal ini berarti kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam mempertahankan dan meningkatkan perolehan PAD dari Tahun 2008 ke Tahun 2009 sebesar 9,84%. Tahun 2010 PAD juga mengalami kenaikan sebesar Rp 86.485.635.223,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan PAD Tahun 2010 sebesar 23,54%. Hal ini berarti kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam mempertahankan dan meningkatkan perolehan PAD dari Tahun 2009 ke Tahun 2010 sebesar 23,54%.
No Rasio Pertumbuhan Jumlah Pendapatan Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Jumlah Pendapatan Realisasi Jumlah Pendapatan Xn Xn 1 = Relalisasi Jumlah Pendapatan Xn 1 Tabel IV.7 Hasil Perhitungan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Kabupaten Boyolali 1 Realisasi Jumlah Pendapatan 782,528,354,413.00 836,169,374,817.00 917,898,637,498.00 2 Rasio Pertumbuhan Jumlah Pendapatan - 6.85% 9.77% Pada tahun 2008 Pendapatan sebesar Rp 782.528.354.413,00 mengalami kenaikan ditahun 2009 sebesar Rp 836.169.374.817,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Jumlah Pendapatan tahun 2009 sebesar 6,85%. Hal ini berarti kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam mempertahankan dan meningkatkan perolehan Jumlah Pendapatan dari Tahun 2008 ke Tahun 2009 sebesar 6,85%. Tahun 2010 Pendapatan juga mengalami kenaikan sebesar Rp 917.898.637.498,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Jumlah PendapatanTahun 2010 sebesar 9,77%. Hal ini berarti kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam mempertahankan dan meningkatkan perolehan Pendapatan dari Tahun 2009 ke Tahun 2010 sebesar 9,77%. Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi = Realisasi Belanja Operasi Xn Realisasi Belanja Operasi Xn Xn 1 1
No Tabel IV.8 Hasil Perhitungan Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi Kabupaten Boyolali No 1 Realisasi Belanja Operasi 663,115,703,998.00 713,725,383,770.00 806,507,488,699.00 2 Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi - 7.63% 13.00% Belanja Operasi Tahun 2008 sebesar Rp 663.115.703.998,00 mengalami kenaikan ditahun 2009 menjadi Rp 713.725.383.770,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi Tahun 2009 sebesar 7,63%. Belanja Operasi Tahun 2010 menjadi Rp 806.507.488.699,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi Tahun 2010 sebesar 13,00%. Rasio Pertumbuhan Belanja Modal Hasil perhitungan Rasio Pertumbuhan Belanja Modal adalah sebagai berikut : Realisasi Belanja Modal Xn Xn 1 Rasio Pertumbuhan Belanja Modal = Realisasi Belanja Modal Xn 1 Tabel IV.9 Hasil Perhitungan Rasio Pertumbuhan Belanja Modal Kabupaten Boyolali 1 Realisasi Belanja Modal 124,533,005,357.00 86,596,626,087.00 100,101,216,583.00 2 Rasio Pertumbuhan Belanja Modal - -30.46% 15.59% Belanja Modal Tahun 2008 adalah sebesar Rp 124.533.005.357,00 semakin mengalami penurunan ditahun 2009 menjadi Rp 86.596.626.087,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Belanja Modal Tahun 2009 sebesar -30,46%. Belanja Modal mengalami kenaikan ditahun 2010 menjadi Rp 100.101.216.583,00 sehingga diperoleh Rasio Pertumbuhan Belanja Modal Tahun 2010 sebesar 15,59%. Hal ini berarti kinerja keuangan Kabupaten Boyolali dilihat dari perolehan Rasio Pertumbuhan Belanja Modal semakin baik.
3. Derajat Desentralisasi Hasil perhitungan Derajat Desentralisasi adalah sebagai berikut : Derajat Desentralisasi = PAD Total Pendapatan Daerah Tabel IV.10 Hasil Perhitungan Derajat Desentralisasi Kabupaten Boyolali PAD 63,733,408,461.00 70,004,658,137.00 86,485,635,223.00 Total Pendapatan 782,528,354,413.00 836,169,374,817.00 917,898,637,498.00 Derajat Desentralisasi 8.14% 8.37% 9.42% Pada tahun 2008 prosentase kontribusi PAD terhadap total pendapatan yaitu sebesar 8,14%, yang berarti kemampuan pemerintah dalam menyelenggarakan desentralisasi pada tahun ini adalah baik karena kontribusi PAD terhadap total pendapat daerah tinggi. Kemudian pada tahun 2009 mengalami kenaikan, yaitu ditunjukkan dengan prosentase rasio sebesar 8,37 % yang berarti kemampuan desentralisasi semakin baik. Hal ini pencapaian PAD sebagai faktor penentu keberhasilan desentralisasi meningkat. Pada tahun ini sebenaranya PAD naik dan juga diiringi oleh kenaikan total pendapatan. Pada tahun 2010 lebih meningkat lagi yaitu dengan prosentase rasio 9,42%. Berarti kemampuan desentraliasi pada tahun 2010 ini baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. 4. Rasio Ketergantungan Daerah Hasil perhitungan Rasio Ketergantungan Daerah adalah sebagai berikut : Pendapatan Transfer Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah = Total Pendapatan Daerah Tabel IV.11 Hasil Perhitungan Rasio Ketergantungan Daerah Kabupaten Boyolali Pendapatan Transfer 699,147,168,702.00 745,921,666,680.00 806,875,997,275.00 Total Pendapatan 782,528,354,413.00 836,169,374,817.00 917,898,637,498.00 Rasio Ketergantungan Daerah 89.34% 89.21% 87.90%
Pada tahun 2008 rasio ketergantungan keuangan daerah berada pada angka 89,34%, Pada tahun 2009 angka ketergantungan telah mengalami penurunan sebesar 89,21% dan demikian halnya yang terjadi pada tahun 2010 mengalami penurunan lagi sebesar 87,90%. Rasio tertinggi ditunjukkan pada tahun 2008 yang berarti tingkat ketergantungannya tinggi. Dan rasio yang paling rendah adalah tahun 2010 yang berarti ketergantungan pada tahun 2010 kecil. 5. Rasio Efektivitas Pajak Daerah Hasil perhitungan Rasio Efektivitas Pajak Daerah adalah sebagai berikut : Rasio Efektivitas Pajak Daerah = Realisasi PenerimaanPajak Daerah Target PenerimaanPajak Daerah Tabel IV.12 Hasil Perhitungan Rasio Efektivitas Pajak Daerah Kabupaten Boyolali Realisasi Penerimaan Pajak Daerah 11,155,035,906.00 12,896,540,751.00 14,094,132,345.00 Target Penerimaan Pajak Daerah 10,649,690,000.00 10,719,190,000.00 12,637,835,000.00 Rasio Efektivitas Pajak Daerah 104.75% 120.31% 111.52% Pada tahun 2009 rasionya mengalami kenaikan dan semakin tinggi diabandingan tahun-tahun sebelumnya bahkan kenaikannya drastis yaitu mencapai angka 120,31%, artinya kemampuan pemda dalam merealiasikan perolehan pajak daerahnya membaik, semua jenis pajaknya pada tahun ini hampir semua mengalami kenaikan. Kenaikan ini perlu diperhitungkan, yaitu dalam pemungutannya tepat atau tidak. Pada tahun 2010 mengalami penurunan menempati angka 111,52%, seperti dilihat realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun ini turun. Oleh karena itu dalam sistem pengelolaan maupun pungutan pajak parkir perlu adanya walauapun sedikit, karena memang menurunnya hanya sedikit, hal itu dilakukan agar tidak terjadi penurunan di tahun-tahun berikutnya. Dilihat dari standar keefektivan pajak daerah, selama tiga tahun ini perolehan pajak daerah Kabupaten Boyolali telah efektif karena lebih dari 100%.
6. Rasio Efisiensi Belanja Hasil perhitungan Rasio Efisiensi Belanja adalah sebagai berikut : Rasio Efisiensi Belanja = Realisasi Belanja Anggaran Belanja Tabel IV.13 Hasil Perhitungan Rasio Efisiensi Belanja Daerah Kabupaten Boyolali Realisasi Belanja 793,262,107,869.00 808,017,387,034.00 912,584,586,077.00 Anggaran Belanja 845,747,630,000.00 892,987,309,000.00 991,399,517,628.00 Rasio Efisiensi Belanja Daerah 93.79% 90.48% 92.05% Dari perhitungan table IV.12 tersebut pada tahun 2008, 2009 dan 2010 diperoleh Rasio Efisiensi Belanja Daerah sebesar 93,79%; 90,48% dan 92, 05%. Hal ini berarti belanja pemda Kabupaten Boyolali tahun 2009 dan 2010 relative lebih efisisen dibandingkan tahun 2008. Pemda Kabupaten Boyolali dinilai telah melakukan efisiensi anggaran karena rasio efisiensinya kurang dari 100%. 7. Derajat Kontribusi BUMD Hasil perhitungan Derajat Kontribusi BUMD adalah sebagai berikut : Derajat Kontribusi BUMD = PenerimaanBagian Laba BUMD PenerimaanPAD Tabel IV.14 Hasil Perhitungan Derajat Kontribusi BUMD Kabupaten Boyolali Penerimaan Bagian Laba BUMD 4,187,591,125.24 6,848,336,416.72 7,862,800,105.72 Penerimaan PAD 63,733,408,461.00 70,004,658,137.00 86,485,635,223.00 Derajat Kontribusi BUMD 6.57% 9.78% 9.09% Pada tahun 2008, 2009 dan 2010 diperoleh Derajat Kontribusi BUMD Kabupaten Boyolali sebesar 6,57%; 9,78% dan 9,09%. Derajat kontribusi BUMD ini menunjukkan seberapa besar kontribusi perusahaan daerah pada PAD. Derajat kontribusi BUMD pada Kabupaten Boyolali menunjukkan angka yang cenderung mengalami kenaikan.
E. SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dengan menggunakan rasio keuangan menunjukkan bahwa rasio kemandirian mengalami kenaikan, rasio efektivitas menunjukkan realisasi penerimaan PADnya telah dapat melampaui anggaran yang ditetapkan dan rasio efisiensi mengalami kenaikan, rasio aktivitas menunjukkan pelaksanaan pembangunan semakin menurun dari tahun ke tahun, rasio pertumbuhan mengalami kenaikan, derajat desentralisasi mengalami kenaikan, rasio ketergantungan menurun, rasio efektivitas pajak daerah meningkat, rasio efisiensi belanja menurun dan derajat kontribusi BUMD meningkat. Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk : menambah periode penelitian yang lebih panjang, menambah obyek penelitian, dan menggunakan metode analisis lain dalam perhitungan sehingga hasil penelitian akan berbeda. F. DAFTAR PUSTAKA Agustin, Fitriyah. 2007. Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar). Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Tidak Dipublikasikan. Bastian, Indra, 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga Furqon, Khoirul. 2008. Analisis Rasio sebagai Salah Satu Alat untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Tidak Dipublikasikan. Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.. 2008. Akuntansi Sektor Publik.Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Cetakan ke 2, Jogjakarta: BPFE
Kuncoro, Haryo. 2007. Fenomena Flypaper Effect Pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin, Makassar. Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset. Munawir. 2007. Analisis Laporan Keuangan. Cetakan ke 14, Yogyakarta: Liberty. Ningrum, Diyati Tawang. 2007. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Boyolali 2005-2007. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Rasul, Sjahruddin. 2008. Akuntanbilitas Kinerja, Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jurnal Akuntansi Tahun : XII, No 03, September. Universitas Bung Hatta. Padang. Ronald, Andreas dan Dwi Sarmiyatiningsih. 2010. Analisis Kinerja Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum dan Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol. 1, No. 1, Juni. Universitas Janabadra. Sularmi dan Agus Endro Suwarno. 2006. Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Otonomi Daerah Ditinjau Aspek Keuangan. JAK Vol 5, No 1, April. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Saragih, Juli Panglima, 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Susilo, Gideon Tri Budi dan Priyo Hari Adi. 2007. Analisis Kinerja Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah (Studi Empiris di Propinsi Jawa Tengah). Paper disajikan pada Konferensi Penelitian Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik Pertama. Surabaya. Syamsudin, Lukman. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan : Konsep Aplikasi dalam Perencanaan, Pengawasan dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Undang-Undang Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintah Daerah (Perubahan Kedua dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004).