Bab 2 KERANGKA TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1 PENDAHULUAN. Semenjak merebaknya isu lingkungan dan sosial dewasa ini, perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.

BAB I. Pada awalnya bisnis dibangun dengan paradigma single bottom line

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau single P (Profit). Pada paradigma single P (Profit), tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber informasi penting yang dipakai oleh stakeholders untuk menilai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-csr) dimana perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. antara investor dengan perusahaan yang dilakukan melalui perdagangan instrumen

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR),

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapat perhatian besar dari pihak - pihak yang berkepentingan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki keinginan untuk memperkuat dan memperluas

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam laporan tahunan perusahaan (annual report). Informasi tambahan itu dapat

BAB I PENDAHULUAN. negatif. Oleh karena kondisi itulah, perusahaan dituntut untuk semakin peduli

BAB I PENDAHULUAN. social responsibility (CSR) bukanlah hal yang baru, karena CSR telah

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi ekonomi yang berubah pesat, memberikan

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap keadaan perekonomian. Keberadaan perusahaan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)).

BAB I PENDAHULUAN. peran investor yang melakukan transaksi di lantai bursa. Investasi yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bisnisnya agar

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Di antaranya konsumen, stakeholder,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. kerja, serta kerusakan hutan dan lingkungan (Sembiring, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan community empowerment developing program, community. based resources management, community based development

BAB I PENDAHULUAN. dalam menggunakan dana yang ada dari para pemilik modal dan besarnya return

BAB I PENDAHULUAN. revolusi industri di Inggris ( ), menyebabkan pelaporan akuntansi lebih

BAB I PENDAHULUAN. dipakai investor ketika menanamkan dananya pada suatu perusahaan dan juga para

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan banyak masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok,

BAB I PENDAHULUAN. Corporate social responsibility (CSR) merupakan klaim agar. perusahaan tak hanya beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi menjadikan masyarakat sebagai stakeholder semakin. kegiatan bisnisnya terhadap lingkungan dan sekitarnya.

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Kinerja perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang timbul terhadap lingkungan sekitarnya. Permasalahan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perkembangan isu Corporate Social Responsibility (CSR) cukup

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

BAB I PENDAHULUAN. dalam kerusakan lingkungan dan masyarakat (Prastowo dan Huda, 2011:39).

BAB I PENDAHULUAN. revolusi industri di Inggris ( ), menyebabkan pelaporan akuntansi lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. social disclosure, corporate social responsibility, social accounting (Mathews,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ditengah perkembangan ekonomi yang semakin meningkat, hampir

3/1/2018. Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals. Pembangunan harus BERKELANJUTAN

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun, seiring berjalannya

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGUNGKAPAN INFORMASI SOSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DALAM LAPORAN TAHUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memerhatikan dua aspek penting selain keuntungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Kontribusi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan (Lusiyanti, 2014). Nilai perusahaan dapat diukur dengan Price to

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan negatif. Di satu sisi, perusahaan menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) mulai terasa

BAB I PENDAHULUAN. Selama bertahun-tahun perusahaan hanya fokus pada tujuannya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saham dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Tujuan perusahaan untuk memperoleh profit tentunya harus didukung

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Guthrie dan Mathews (1985), kemajuan teknologi serta perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi untuk mewujudkan tujuan perusahaan baik jangka pendek maupun dalam

PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesejahteraan bersama yang berkelanjutan (sustainable. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki

BAB I PENDAHULUAN. hanya dengan mengejar profit saja, ini dibuktikan dengan adanya fenomenafenomena

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) diselenggarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Sustainability Reporting (Sakina, 2014). Meskipun telah didukung oleh peraturan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR)

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. wacana CSR berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Desember Owen (2005) mengatakan bahwa kasus Enron di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi saat ini sangat pesat, hal ini menyebabkan pelaporan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam Purwanto (2011: 16) mengemukakan konsep Triple Bottom Line yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. mana saja perusahaan bertanggungjawab (Freeman, 1984). Perusahaan harus

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Praktik pengungkapan CSR

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bisnis. Para stakeholders seperti investor, pemerintah, dan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholders Theory)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdirinya sebuah perusahaan pasti memiliki tujuan sosial, ekonomis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena perkembangan isu Corporate Social Responsibility (CSR) cukup

Transkripsi:

Bab 2 KERANGKA TEORITIS 2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Isu tanggung jawab sosial perusahaan yang berkembang pesat saat ini mulai muncul pada abad 19. Menurut Effendi (2008), kemunculan tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai reaksi terhadap pertumbuhan kapitalisme yang pesat selama tiga puluh tahun setelah perang sipil. Istilah CSR muncul ketika Ida Minerva Tarbell (1857-1944) mempublikasikan sekumpulan artikel dalam McClure s Magazine yang mengkritik metode yang digunakan oleh John D. Rockefeller untuk menciptakan monopoli di industri minyak Amerika Serikat. Publikasi tersebut mengundang intervensi Presiden Amerika Serikat, Teddy Roosevelt, dan berakhir dengan keputusan melawan Rockefeller s Standard Oil Corporation di US Supreme Court. Sementara itu, menurut Wibisono (2007), berbagai kalangan menyebutkan bahwa era modern dari tanggung jawab sosial dimulai pada tahun 1950-an. Pemikiran tersebut muncul sebagai respon atas terbitnya buku berjudul Social Responsibilities of the Businessman karya Howard R. Bowen (1953), yang dianggap sebagai literatur awal tanggung jawab sosial era modern. Sehingga Bowen pun dijuluki sebagai Bapak CSR. 14

Selain itu, buku karya Rachel Carson yang berjudul Silent Spring juga ikut meramaikan isu tanggung jawab sosial perusahaan (Wibisono, 2007). Buku tersebut bercerita tentang persoalan lingkungan dalam lingkup global. Dalam buku tersebut penulis mengingatkan kepada masyarakat dunia tentang bahaya pestisida bagi lingkungan dan kehidupan. Isu tanggung jawab sosial juga semakin berkembang dengan munculnya tulisan berjudul The Future Capitalism karya Lester Thurow pada tahun 1966 dan The Limits to Growth yang ditulis pada tahun 1970 karya cendekiawancendekiawan dunia yang tergabung dalam Club of Rome (Wibisono, 2007). Dalam karyanya Thurow menyatakan bahwa kapitalisme tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan lingkungan. Sementara The Limits to Growth mengingatkan masyarakat dunia bahwa eksploitasi alam harus dilakukan dengan hati-hati supaya pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan karena bumi mempunyai keterbatasan daya dukung. Wibisono (2007) juga menyatakan bahwa sejalan dengan bergulirnya wacana tentang kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy serta Community Development. Sehingga bermunculanlah berbagai program kedermawanan, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan berbagai kegiatan sejenis. Konsep philanthropy mulai ditinggalkan dan bergeser ke arah Community Development semenjak tahun 1980-an (Wibisono, 2007). Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang mulai mengembangkan program pemberdayaan masyarakat seperti pengadaan berbagai pelatihan dan keterampilan untuk masyarakat, pengembangan kerjasama, dan berbagai kegiatan sejenis lainnya. 15

Semenjak tahun 1990-an berbagai pendekatan bermunculan, seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholder dan pendekatan civil society, dan mempengaruhi praktek community development (Wibisono, 2007). Isu tanggung jawab sosial perusahaan dalam lingkup global semakin menjadi perbincangan semenjak tahun 1990-an. Pada tahun 1992, KTT Bumi (Earth Summit) diadakan di Rio de Jenairo, Brazil. KTT tersebut menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang harus dilaksanakan (Wibisono, 2007). Pada tahun 1997, John Elkington menulis buku yang berjudul Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentith Century Business. Buku tersebut menjelaskan tentang konsep 3P yang menjadi topik yang sangat penting dalam tanggung jawab sosial. Dalam bukunya Elkington berpendapat bahwa jika perusahaan ingin sustain, maka ia perlu memperhatikan 3P, yaitu, bukan hanya memaksimalkan keuntungan (profit), namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Wibisono, 2007). Dan, isu tanggung jawab sosial perusahaan pun semakin menjadi perhatian setelah diselenggarakannya World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. 2.1.2. Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Beberapa definisi tanggung jawab sosial perusahaan: 1. World Bank 16

Lembaga keuangan ini mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai the commitment of business to contribute to sustainable to economic development working with employees and their representatives the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development. (Wibisono, 2007) 2. The World Business Council for Sustainable Development Definisi tanggung jawab sosial perusahaan menurut lembaga internasional ini adalah komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. (Raman, 2006) 3. European Commision (2001) European Commision mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu konsep dimana perusahaan mengintegrasikan permasalahan sosial dan lingkungan dalam interaksinya dengan pemangku kepentingan secara sukarela. (Fiori, Donato, & Izzo, 2007). 4. European Union (EU Green Paper) Europea Union mengemukakan bahwa CSR mean open and transparent business practices that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment. (Wibisono, 2007) 17

5. UNCTAD The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai concerning essentially how business enterprises relate to, and impact upon, a society's needs and goals. (Monica, 2007) 6. FCGI Menurut organisasi ini, tanggung jawab sosial perusahaan adalah bagaimana suatu perusahaan dapat menjalankan nilai dan kegiatan sesuai dengan harapan dan kebutuhan dari pihak yang berkepentingan (stakeholder) bagi perusahaan (Monica, 2007) 2.1.3. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Konsep Tanggung jawab sosial perusahaan sangat erat kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Istilah pembangunan berkelanjutan, menurut Wibisono (2007), mulai berkembang dan populer semenjak diterbitkannya buku karya Rachel Carson pada tahun 1960-an yang mewacanakan persoalan lingkungan dalam lingkup global untuk pertama kalinya. Buku tersebut berjudul Silent Spring. Konsep pembangunan berkelanjutan, atau lebih dikenal dengan istilah sustainable development, mengemukakan bahwa pembangunan haruslah menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan (Efendi, 2008). 18

Darwin (2006) mengungkapkan bahwa dalam Report of the World Commision for Environment and development ditegaskan bahwa : Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs (the Brundtland Report, 1987). Jadi, secara sederhana, pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kemampuannya. Konsep ini muncul sebagai akibat dari keputusan perusahaan di masa sekarang yang akan mempunyai implikasi di masa mendatang (Wardhani, 2007). Sehingga, perusahaan seharusnya memperhitungkan setiap dampak dari tindakan dan keputusan yang diambil. Ketika tanggung jawab sosial perusahaan terintegrasi dengan keputusan bisnis perusahaan dan diimplementasikan dengan baik, dan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan tercapai, maka pembangunan berkelanjutan pun akan tercapai. Secara konseptual, konsep ini dapat dipecah menjadi tiga dimensi, yaitu (Wilenius, 2005; Wardhani, 2007): 1. Kinerja ekonomi, seperti laba yang kuat bagi pemilik perusahaan, aturan akuntansi yang dapat diandalkan, penambahan staf dan pembayaran pajak. 2. Akuntabilitas sosial, seperi kondisi tempat kerja, dan kontrol kualitas sosial pembelian. 3. Manajemen lingkungan, seperti konsumsi listrik, emisi gas karbondioksida, atau jumlah material yang masuk ke perusahaan. 19

Tiga dimensi ini dikenal dengan sebutan Triple Bottom Line, yang dipopulerkan oleh Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya yang berjudul Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century. Gagasan tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansial saja, tetapi juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya (Wibisono, 2007). Tiga dimensi ini dapat menjadi alat untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan. Seperti telah dijelaskan bahwa semenjak terbitnya buku berjudul Silent Spring, perhatian terhadap masalah lingkungan pun semakin berkembang dan ikut mempengaruhi perkembangan konsep pembangunan berkelanjutan. Perhatian tersebut diwujudkan dalam berbagai konferensi Internasional, antara lain (Wibisono, 2007): 1. Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm Konferensi yang lebih dikenal dengan nama United Nations Conference of Human Environment (UNCHE) ini diselenggarakan oleh PBB di Stockholm Swedia pada tahun 1972. Hari pembukaan konferensi ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Konferensi ini pun melahirkan United Nations Environmental Programme (UNEP), badan khusus PBB untuk masalah lingkungan, yang kemudian berkedudukan di Nairobi, Kenya. Kenudian pada tahun 1983 PBB membentuk World Commision on Environment and Development (WECD), Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan, yang kemudian berhasil menerbitkan laporan yang 20

berjudul Our Common Future dengan tema Sustainable Development. Laporan ini selanjutnya lebih dikenal dengan Laporan Bruntland. Dalam laporan tersebut muncul wacana dan pendefinisian dari pembangunan berkelanjutan. 2. KTT Bumi di Rio de Janeiro Konferensi yang lebih dikenal dengan sebutan Earth Summit ini diselenggarakan oleh PBB di Rio de Janeiro pada 3-14 Juni 1992. KTT ini mengusung slogan yang berbunyi Think globally, act locally, yang kemudian menjadi populer untuk mengekspresikan keinginan berlaku ramah terhadap lingkungan. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan di antara para pemimpin dunia untuk mengkompromikan berbagai rencana besar terkait dengan pembangunan berkelanjutan yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial. 3. KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diprakarsai oleh PBB, diselenggarakan pada 22 Agustus 6 September 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Konferensi ini juga dikenal dengan Rio+10, yang menghasilkan tiga dokumen yaitu: Deklarasi Johannesburg untuk Pembangunan Berkelanjutan (Johannesburg Declaration for Sustainable Development), yang berisi tantangan dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan; Rencana Implementasi (Plan of Implementation), yang berisi upaya-upaya yang harus dilakukan berdasarkan prinsip bersama tapi dengan tanggung jawab yang berbeda, yang mengintegrasikan elemen ekonomi, 21

ekologi, dan sosial yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik; dan Dokumen Kerjasama (Partnership) yang dikenal dengan istilah Type II, yang dimaksudkan untuk mempercepat proses pembangunan berkelanjutan yang merata secara internasional dengan dukungan dana dari negara-negara maju serta lembaga internasional. 4. COP 3 UNFCCC Konferensi yang diadakan pihak UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) untuk yang ketiga kalinya, atau dikenal dengan sebutan COP 3 (Conference of the Parties III) menghasilkan protokol Kyoto. Konferensi ini diselenggarakan di Kyoto, Jepang pada bulan Desember 1997. Protokol tersebut berisi kesepakatan bersama mengenai langkah-langkah yang akan diambil sehubungan dengan masalah-masalah perubahan iklim. 5. KTT Millenium di New York KTT yang diselenggarakan pada bulan September tahun 2000 ini menghasilkan United Millenium Declaration berupa Millenium Development Goals/MDGs. MDGs ini memili 8 tujuan dan 18 target yang harus dicapai sebelum 2015. Tujuan MDGs ini antara lain: menghapus tingkat kemiskinan dan kelaparan yang parah; pencapaian pendidikan dasar secara universal; mengembangkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan; mengurangi tingkat kematian anak; meningkatkan kesehatan ibu; perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya; menjamin belanjutnya pembangunan lingkungan; dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. 22

2.2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Kinerja Keuangan Secara umum, pengukuran kinerja keuangan perusahaan, dapat dilakukan dengan dua cara, pengukuran berbasis akuntansi dan pengukuran berbasis pasar saham. Pengukuran mana yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan, saat ini masih menjadi perdebatan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kinerja keuangan perusahaan. Hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. 7 Kelompok penelitian pertama yang menemukan hubungan positif antara CSR dan kinerja perusahaan, antara lain: Pava & Krausz (1996) dan Preston & O Bannon (1997) menemukan hubungan yang positif antara CSR dan kinerja keuangan perusahaan, sementara hubungan yang positif antara kinerja perusahaan dan hubungan stakeholder yang baik ditemukan oleh Stanwick and Stanwick (1998) dan oleh Verschoor (1998). Ruf et al. (2001) menemukan bahwa perubahan pada CSR memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan penjualan dan bahwa return on sales juga memiliki hubungan yang positif dengan CSR untuk 3 periode keuangan. Simpson & Koher (2002) menemukan hubungan yang positif antara kinerja sosial dan keuangan dengan sampel perusahaan perbankan. Sementara itu, kelompok kedua menemukan arah yang tidak signifikan dalam hubungan antara CSR dan kinerja perusahaan baik berbasis akuntansi maupun 7 Becchetti, Ciciretti, & Hasan. 2007. Corporate Social Responsibility and Shareholder s Value: An Event Study Analysis 23

berbasis pasar saham. Penelitian ini dilakukan oleh Mc William & Siegel (2001), Freedman and Jaggi (1986) and Aupperle, Caroll and Hatfield (1985). Dan kelompok ketiga mengungkapkan hubungan negatif antara CSR dan kinerja perusahaan yang konsisten dengan hipotesis opportunisme manajerial. Preston and O Bannon (1997) menyarankan kepada manajer untuk mengurangi pengeluaran pada kinerja sosial untuk meningkatkan profitabilitas jangka pendek dan kompensasi personal mereka, tetapi ketika kinerja keuangan buruk, mereka mengalihkan perhatian pada pengeluaran program sosial. Penelitian lain yang mendukung hubungan negatif ini antara lain oleh Freedman and Jaggi (1982), Ingram and Frazier (1983), Waddock and Graves (1997). Accounting-based Performance Measures Dalam penelitiannya, Stanwick dan Stanwick (1998) melakukan pengukuran terhadap kinerja sosial perusahaan dengan menggunakan Fortune Corporate Reputation Index. Sementara untuk kinerja keuangan, pengukuran didasarkan pada profitabilitas. Untuk mengontrol variasi dari ukuran perusahaan, maka profitabilitas dihitung berdasarkan profit tahunan dibagi dengan penjualan tahunan (annual sales). Pemilihan variabel ukuran perusahaan berdasarkan atas saran dari Fombrun and Shanley (1990) serta Cowen, Ferreri and Parker (1987). Dan kinerja lingkungan didasarkan pada level emisi polusi yang dikeluarkan EPA. Penelitian ini menggunakan data panel dari tahun 1987-1992. Penelitian ini pun menghasilkan kesimpulan bahwa ukuran perusahaan, kinerja keuangan, dan kinerja lingkungan berpengaruh terhadap tingkat kinerja sosial perusahaan. Perusahaan yang ukurannya lebih besar, memiliki profit yang lebih besar 24

pula, dengan tingkat emisi yang lebih rendah dan tingkat kinerja sosial perusahaan yang lebih tinggi. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kinerja sosial perusahaan dan profitabilitas perusahaan. Profitabilitas perusahaan mendorong para manajer perusahaan untuk meningkatkan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan. Dan menurut penelitian ini, Corporate Reputation Index adalah ukuran yang cukup valid untuk mengukur kinerja sosial perusahaan. Sementara itu, Aupperle, Caroll dan Hatfield (1985) juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara tanggung jawab sosial dan profitabilitas. Caroll mendefinisikan tanggung jawab sosial melalui 4 komponen, yaitu ekonomi, hukum (legal), etis, dan discretionary (filantropi): 1. Tanggung jawab ekonomi bisnis mencerminkan kepercayaan bahwa bisnis memiliki kewajiban untuk menjadi produktif dan menghasilkan profit serta memenuhi kebutuhan konsumen. 2. Tanggung jawab hukum dari bisnis mengindikasikan suatu perhatian bahwa tanggung jawab ekonomi dilakukan dalam batasan hukum tertulis. 3. Tanggung jawab etis dari bisnis mencerminkan kode-kode, norma-norma, dan nilai-nilai tidak tertulis yang secara implisit dihasilkan dari masyarakat. Tanggung jawab etis berjalan melebihi kerangka hukum. 4. Tanggung jawab discretionary dari bisnis bersifat volatile dan filantropi, serta sulit untuk ditetapkan dan dievaluasi. 25

Karena definisi tersebut, maka tanggung jawab sosial perusahaan pun diukur dengan menggunakan metode survei reputasi. Dan untuk indikator profitabilitasnya, digunakan ROA jangka pendek (1 tahun) dan ROA jangka panjang (5 tahun). Sementara untuk variabel resiko yang digunakan adalah beta yang diperoleh dari Value Line s Safety Index. Dan pada akhirnya penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tanggung jawab sosial dan profitabilitas perusahaan. Ingram & Frazier (1983)melakukan penelitian yang mencoba untuk melihat hubungan antara kinerja keuangan perusahaan berbasis akuntansi dan pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan (Ullmann, 1985). Pengukuran terhadap pengungkapan aktivitas sosial perusahaan menggunakan content analysis yang terkomputerisasi terhadap laporan tahunan perusahaan. Sedangkan kinerja keuangan perusahaan menggunakan analisis 48 rasio akuntansi. Ingram dan Frazier (1983) juga menggunakan variabel kontrol dalam penelitian ini, yaitu ukuran perusahaan dan distribusi kepemilikan saham. Dari penelitian mereka didapatkan kesimpulan bahwa pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan memiliki hubungan yang negatif dengan kinerja keuangan berbasis akuntansi. Market-based Performance Measures Eksperimen yang dilakukan oleh Milne & Patten (2002) menemukan bahwa pelaporan lingkungan tertentu mempengaruhi persepsi investor dengan melegitimasi aktivitas operasi perusahaan. Penelitian yang dilakukan Blacconiere & Patten (1994) melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan di industri kimia dengan pengungkapan lingkungan yang ekstensif sebelum bencana Bhopal pada tahun 1994 memperlihatkan 26

reaksi pasar yang negatif yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaanperusahaan yang kurang mengungkapkan isu lingkungannya. Namun penelitian Murray et al (2006) tentang pengungkapan sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan 100 perusahaan teratas di Inggris tidak dapat mendukung hubungan antara imbal hasil pasar (market returns) dan pelaporan sosial dan lingkungan. Jones, Frost, Loftus, & Van Der Laan (2007) juga melakukan penelitian yang mencoba untuk melihat hubungan antara pengungkapan keberlanjutan perusahaan (sustainability disclosure) dengan kinerja perusahaan yang diwakili oleh abnormal returns dan kinerja keuangan yang diwakili oleh rasio-rasio keuangan, pengukuran berbasis posisi kas, aliran kas, modal kerja, profitabilitas, kinerja earnings, turnover, struktur keuangan, kapasitas pelayanan hutang, pengeluaran modal, dan market-tobook value beserta price-earning ratio. Sampel yang digunakan adalah 100 perusahaan yang terdaftar di ASX. Untuk pengukuran keberlanjutan perusahaan, peneliti melakukan content analysis terhadap laporan laporan tahunan, laporan keberlanjutan, dan website perusahaan yang diambil pada awal tahun 2004. Content analysis yang digunakan berpedoman pada kerangka pengungkapan keberlanjutan yang diakui secara internasional yaitu GRI (2002). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan adanya hubungan negatif antara pengungkapan keberlanjutan perusahaan dengan abnormal returns. Namun variabel kontrol yang digunakan, yaitu ukuran perusahaan, tidak memiliki dampak utama terhadap hasil ini. Selain itu, pengungkapan keberlanjutan berhubungan positif dengan sejumlah aspek kinerja keuangan perusahaan. Pengungkapan keberlanjutan berhubungan positif dengan tingkat aliran kas operasional terhadap aset total 27

perusahaan (operating cashflow to total assets), modal kerja terhadap aset total (working capital to total assets), laba ditahan terhadap aset total (retained earning to total assets), asset backing per share, kapasitas pelayanan hutang (debt servicing capacity), dan modal kerja relatif terhadap aset (working capital relative to total assets). Dan pengungkapan keberlanjutan juga berhubungan negatif dengan level sumber daya kas terhadap aset total (cash resources to total assets), rasio price to book value. McGuire (1988), juga meneliti hubungan tanggung jawab sosial perusahaan dengan kinerja keuangannya. Pengukuran tanggung jawab sosial diukur dengan pemeringkatan reputasi perusahaan menggunakan pemeringkatan majalah Fortune. Sedangkan untuk pengukuran kinerja keuangan ia menggunakan kedua basis pengukuran, yaitu pengukuran berbasis akuntansi dan pengukuran berbasis pasar saham saham. Pengukuran berbasis akuntansi yang digunakan adalah ROA, total aset, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aset, dan pertumbuhan laba operasi. Sedangkan pengukuran berbasis pasar saham yang digunakan adalah risk-adjusted return dan total return. Penelitian ini menemukan bahwa baik pengukuran berbasis akuntansi maupun berbasis pasar saham untuk periode pencatatan sekarang berhubungan erat dengan tanggung jawab sosial perusahaan periode pencatatan tahun depan. McGuire juga menggunakan resiko sebagai variabel pengendali. Dan penelitian ini juga membuktikan bahwa resiko juga berhubungan erat dengan tanggung jawab sosial perusahaan. 28

2.3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Kinerja Non-Keuangan Meskipun teori dan riset terutama terfokus pada hubungan tanggung jawab sosial perusahaan dan pengukuran kinerja keuangan, argumen tentang hubungan tanggung jawab sosial perusahaan dengan pengukuran resiko finansial, seperti varians dalam earning dan varians dalam imbal hasil saham, juga dapat dibuat (Spicer, 1978; Ullmann, 1985; McGuire, Sundgren & Schneeweis, 1988). Perusahaan yang mempunyai level tanggung jawab sosial yang rendah dianggap memiliki resiko yang lebih besar, sementara perusahaan dengan level tanggung jawab sosial yang tinggi dianggap lebih tidak beresiko (McGuire, Sundgren & Schneeweis,1988). Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan leverage dan ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan, antara lain penelitian Spicer (1978) yang mengungkapkan bahwa perusahaan yang memiliki level kinerja sosial yang tinggi, ketika diukur dengan aktivitas kontrol polusi, memiliki resiko total dan resiko sistematis yang lebih rendah dibandingkan perusahaan dengan level tanggung jawab sosial yang lebih rendah (McGuire, Sundgren & Schneeweis,1988). Patten (1992) menganalisis hubungan antara 3 determinan, yaitu ukuran perusahaan, industri dan profitabilitas, dengan tingkat pengungkapan CSR (Purushotaman, Tower, Hancock, & Taplin: 2002). Dimana ia menemukan hubungan yang signifikan dengan ukuran perusahaan dan industri, namun tidak untuk profitabilitas. Penelitian Hackston dan Milne (1996) juga konsisten dengan penelitian Patten untuk ukuran perusahaan, industri, dan profitabilitas. Sebagai tambahan, penelitiannya juga menyimpulkan bahwa negara pelaporan tidak mempunyai efek terhadap tingkat pengungkapan (Purushotaman, Tower, Hancock, & Taplin: 2002). 29

Chow & Wong-Boren (1987) and Hossain, Perera & Rahman (1995) menganalisis karakteristik spesifik perusahaan dan tingkat pengungkapan sukarela (Purushotaman, Tower, Hancock, & Taplin: 2002). Mereka menganalisis hubungan antara ukuran perusahaan, leverage, dan assets in place. Sebagai tambahan, studi Hossain, Perera & Rahman (1995) juga menginvestigasi hubungan antara tipe auditor, listing status dan tingkat pengungkapan sukarela. Dan kedua penelitian menemukan hubungan yang positif antara tingkat pengungkapan sukarela dengan ukuran perusahaan. Meskipun penelitian Chow & Wong-Boren (1987) mendeteksi hubungan leverage yang tidak signifikan, tetapi Hossain, Perera & Rahman (1995) menemukan hubungan yang positif. Adapun penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara kinerja perusahaan dengan pengukuran berbasis akuntansi dan pasar saham, resiko, dan ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan aktivitas sosial perusahaan, karena penelitian-penelitian sebelumnya belum ada yang melihat hubungan ketika faktor spesifik perusahaan tersebut secara bersama-sama dihubungkan dengan tingkat pengungkapan aktivitas sosial perusahaan. Selain itu juga akan dilihat hubungan antara tingkat pengungkapan sosial dan karakteristik industri beserta status perusahaan. Dan untuk tingkat pengungkapan aktivitas sosial perusahaan akan digunakan hasil content analysis peneliti terhadap kandungan pengungkapan aktivitas sosial perusahaan dalam laporan tahunan 2006 perusahaan-perusahaan publik. 30