I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan fiskal secara keseluruhan. Indikator kerentanan fiskal yang dihadapi adalah meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

Pengaruh Perubahan Asumsi Makro Terhadap Defisit APBN Tahun 2014

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013,

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis keberlanjutan fiskal ( fiscal sustainability) merupakan sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

SURVEI PERSEPSI PASAR

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya fundasi

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

SURVEI PERSEPSI PASAR

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Indonesia yang meliputi kenaikan harga minyak dunia, keluar dari Dana Moneter Internasional, dan kenaikan beban utang serta resesi global. Kondisi krisis kembali terjadi pada tahun 2008 yang ditandai dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk mengatasi krisis yang terjadi sedangkan tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan. Menurut Makin (2002) dalam penelitian Sri Suharsih (2010) Krisis ekonomi disebabkan oleh besarnya pinjaman yang dilakukan perbankan, overvalue nilai tukar, dan lemahnya birokrasi, yang menyebabkan memburuknya kondisi fiskal negara-negara tersebut melalui bertambahnya defisit primer, naiknya utang negara dan munculnya kewajiban implisit. APBN merupakan suatu instrumen dari kebijakan fiskal yang digunakan untuk membiayai pemerintahan. Dalam APBN terdapat pos penerimaan negara serta belanja negara. Kebijakan fiskal yang digunakan di Indonesia yaitu kebijakan fiskal yang ekspansif dengan sistim defisit anggaran. Defisit anggaran dapat terjadi karena pengeluaran negara lebih besar dibandingkan dengan penerimaan

2 negara baik dari pajak maupun dari PNBP. Perbedaan yang terjadi antara rancangan dan realisasi APBN ini berasal dari melesetnya asumsi ekonomi makro. Asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam menentukan besaran target untuk penerimaan dan belanja negara yaitu terdiri dari pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, inflasi, suku bunga SPN 3 bulan, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP), serta lifting minyak. Defisit anggaran dalam APBN jika setiap tahunnya mengalami kenaikan akan berdampak pada kesehatan keuangan suatu negara. Keuangan suatu negara dikatakan sehat apabila negara tersebut mempunyai ketahanan fiskal yang cukup baik. APBN yang baik adalah APBN yang memiliki ketahanan fiskal. Menurut Chalk dan Hemming, 2000 (dalam Haryo Kuncoro, 2011) menjelaskan bahwa fiscal sustainability adalah terkait dengan upaya pemerintah dalam menjaga solvabilitas fiskal sehingga menciptakan surplus APBN. Menurut (Langenus, 2006;Yeyati dan Sturzenegger 2007) dalam penelitian Haryo Kuncoro, secara konseptual APBN dikatakan berkesinambungan jika memiliki kemampuan untuk membiayai seluruh belanjanya selama jangka waktu yang tidak terbatas. Masalah kesinambungan fiskal merupakan dasar bagi kestabilan makro ekonomi jangka pendek dan tentunya pertimbangan-pertimbangan yang diambil harus lebih bersifat jangka panjang. Kebijakan fiskal dapat dianggap berkesinambungan jika pemerintah tidak mengalami kesulitan keuangan untuk membiayai anggarannya dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Kesinambungan fiskal akan sangat bergantung pada kemampuan suatu negara untuk memperoleh penerimaan pajak melalui

3 pertumbuhan ekonomi, efisiensi kebutuhan anggaran melalui peningkatan penerimaan maupun pengeluaran, serta sumber pembiayaan lainnya. Salah satu yang mempengaruhi kebijakan fiskal suatu negara berkesinambungan atau tidak adalah rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio). Rasio utang terhadap PDB(debt to GDP ratio) adalah perbandingan antara utang negara dengan Produk Domestik Bruto. Rasio utang terhadap PDB merupakan indikator yang digunakan untuk menilai kesinambungan fiskal di Indonesia. Semakin tinggi rasio utang terhadap PDB, maka beban utang terhadap fiskal semakin tinggi sehingga dapat mengurangi fleksibilitas pemerintah dalam menggunakan anggarannya. Semakin tinggi rasio utang maka perlu diwaspadai bukan pada saat utang diterima, melainkan pada saat utang jatuh tempo dan besaran cicilan yang harus dibayarkan setiap bulannya. Ketahanan fiskal suatu negara berkaitan erat dengan risiko fiskal. Secara umum, risiko fiskal adalah potensi tidak tercapainya tujuan pemerintah akibat berubahnya unsur-unsur dalam APBN yang dapat menimbulkan tekanan fiskal terhadap APBN. Sedangkan, menurut Nota Keuangan dan APBN 2014 risiko fiskal adalah perbedaan realisasi variabel-variabel indikator ekonomi makro dengan asumsinya yang mengakibatkan perubahan terhadap besaran pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan negara. Sehingga risiko fiskal dapat dihitung dari selisih yang terjadi antara realisasi dengan target pada variabel-variabel indikator ekonomi makro. Selisih inilah yang akan mengubah besaran pendapatan negara, belanja negara serta pembiayaan negara antara target dan realisasi APBN.

4 Menurut Brixi dan Shick dalam penelitian menyatakan bahwa di masa depan pemerintah akan menghadapi tekanan fiskal yang merupakan risiko fiskal. Menurut Widodo Ramadyanto (2013: 217) Risiko fiskal merupakan potensi tidak tercapainya tujuan pemerintah akibat berubahnya unsur-unsur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari yang sebelumnya telah dianggarkan dengan realisasinya. Risiko fiskal disebabkan oleh beberapa hal, antara lain realisasi ekonomi makro yang berbeda dengan asumsi yang digunakan dalam menyusun APBN maupun APBD, syarat dan ketentuan dalam utang Pemerintah Pusat, realisasi kewajiban kontinjensi pemerintah, dan konsekuensi kebijakan desentralisasi fiskal. Selisih antara anggaran dan realisasi untuk ketiga komponen APBN yang terdiri dari pendapatan negara, belanja negara serta pembiayaan menunjukkan ketidakakurasian dalam penganggaran. Ketidakakurasian ini merupakan salah satu pengukur risiko fiskal dalam penganggaran. Kebijakan Fiskal merupakan instrumen kebijakan yang digunakan untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara. Dalam APBN terdapat pos penerimaan negara dan pos belanja negara.

5 Perkembangan Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2008-2014 (Triliun rupiah) 2,000.00 1,800.00 1,600.00 1,400.00 1,200.00 1,000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 - A. PENDAPATAN NEGARA B. BELANJA NEGARA Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Gambar 1. Perkembangan Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2008-2014 (Triliun rupiah) Pada Gambar 1 terlihat fluktuasi total pendapatan dan belanja negara di Indonesia. Pada Tahun 2008 total pendapatan dan belanja negara jumlahnya hampir seimbang. Namun, untuk tahun-tahun selanjutnya total pendapatan dan belanja negara mengalami fluktuasi yang cukup besar. Terlihat jelas fluktuasi total belanja negara juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2009-2014, total belanja negara lebih besar dibandingkan dengan total pendapatan negara. Peningkatan pendapatan negara pada kurun waktu 2008-2014 mengalami kenaikan yang berasal dari penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan kontribusi sebesar 71,9 % dan 28,1 %. Sedangkan, peningkatan volume anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

6 Faktor eksternal yang secara signifikan mempengaruhi antara lain adalah harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (Indonesia Crude Price/ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kondisi perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan APBN antara lain adalah kebutuhan belanja operasional untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan dan administrasi di bidang belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN. Salah satu belanja pusat yang sebagian besar dialokasikan yaitu belanja subsidi. Belanja ini merupakan faktor pengurang terbesar terhadap fiscal space, hingga saat ini tidak ada pembatasan untuk konsumsi BBM sehingga anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi BBM dan energi dapat lebih besar dari yang dianggarkan. Sehingga diupayakan dikurangi secara bertahap agar fiscal space bisa tetap terjaga, diantaranya melalui pengendalian penggunaan BBM bersubsidi dan listrik bersubsidi. Indonesia menerapkan kebijakan defisit anggaran, yang artinya anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih besar dialokasikan untuk belanja negara dibandingkan dengan penerimaan yang akan diterima oleh pemerintah baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Defisit anggaran yang disebabkan adanya kesenjangan yang besar antara total pendapatan dan belanja negara ini dapat mempengaruhi perekonomian karena pemerintah harus menutupi defisit tersebut dengan menggunakan pembiayaan.

7 Tabel 1. Perkembangan Pembiayaan Dalam Negeri dan Luar Negeri, 2008-2013 (triliun rupiah). Keterangan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP APBN A. Pembiayaan Dalam Negeri 102.477,6 128.133,1 96.118,5 148.718,0 194.531,0 172.792,1 I. Perbankan Dalam Negeri 16.159,3 41.056,8 22.189,3 48.927,9 60.561,6 14.306,6 II. Non Perbankan Dalam Negeri 86.318,3 87.076,3 73.929,2 99.820,1 133.969,4 158.485,5 B. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) (18.405,9) (15.549,8) (4.566,5) (17.799,2) (4.425,7) (19.454,2) I. Penarikan Pinjaman Luar Negeri 50.218,7 58.662,0 54.794,8 33.747,2 53.731,1 45.919,1 II. Penerusan Pinjaman (5.189,3) (6.180,7) (8.728,8) (4.223,8) (8.431,8) (6.968,3) III. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (63.435,3) (68.031,1) (50.632,5) (47.322,5) (49.724,9) (58.405,0) Jumlah 84.071,7 112.583,3 91.551,0 130.948,9 190.105,3 153.338,0 Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Tabel 1 menunjukkan perkembangan pembiayaan Indonesia baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri selama tahun anggaran 2008 s.d. 2013. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pembiayaan baik dari dalam maupun luar negeri mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Untuk pembiayaan dalam negeri total pembiayaan yang paling tinggi yaitu berada pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp 194. 531,0 triliun. Yang diikuti dengan tahun 2013 yaitu sebesar Rp 172.792,1 triliun. Pembiayaan dalam negeri terbagi menjadi dua komponen yaitu pembiayaan yang berasal dari perbankan dalam negeri dan non perbankan dalam negeri. Sedangkan, untuk pembiayaan luar negeri yang jumlahnya paling tinggi dialokasikan berada pada tahun 2013 sebesar Rp 19.454,2 triliun rupiah dan pada tahun 2011 sebesar Rp 17.799,2 triliun rupiah. Pembiayaan luar negeri terbagi

8 menjadi tiga komponen yaitu terdiri dari Penarikan Pinjaman Luar Negeri, Penerusan Pinjaman, dan Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri. Pembiayaan dalam negeri dan luar negeri inilah yang digunakan pemerintah untuk menutupi defisit APBN. Tabel 2. Data Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Periode 2004-2014. Tahun Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika (Rp/US$) 2004 8934.65 2005 9710.64 2006 9166.51 2007 9136.35 2008 9679.55 2009 10398.35 2010 9084.55 2011 8779.49 2012 9380.39 2013 10451.37 2014 11712.93 Sumber : Bank Indonesia. Tabel 2 menunjukkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (US$). Dari tahun 2004 2014 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004-2012, nilai tukar cenderung mengalami fluktuasi yang berada pada Rp 9100/US$ - Rp 10.400/US$. Namun, pada tahun 2014 nilai tukar rupiah melemah dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar Rp 11.712,93/US$. Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar didukung oleh kondisi ekonomi global yang kondusif dan fundamental ekonomi

9 domestik yang cukup baik. Menguat atau melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar juga akan mempengaruhi besaran pendapatan negara maupun belanja negara. Kebijakan ekonomi makro ekonomi nasional yang dijalankan secara konsisten dan hati-hati mampu menahan tekanan terhadap rupiah. Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar disebabkan oleh masuknya kembali investor asing di pasar domestik sejalan dengan menguatnya optimisme terhadap segera pulihnya perekonomian global. Tabel 3. Produksi Minyak Bumi dan Gas Alam, 2000-2012. Tahun Minyak Mentah Kondensat Gas Alam (barel) (barel) (MMscf) 2000 434368.80 50024.50 2845532.90 2001 432588.00 47528.10 3765828.50 2002 351949.60 45358.90 2289373.90 2003 339100.00 44600.00 2142605.00 2004 354351.90 50641.00 3026069.30 2005 341202.60 46450.90 2985341.00 2006 313037.20 44440.20 2948021.60 2007 305137.40 43210.60 2805540.30 2008 314221.70 44497.00 2790988.00 2009 301663.40 44649.60 2887892.20 2010 300923.30 43964.70 3407592.30 2011 289899.00 39350.30 3256378.90 2012 279412.10 35253.80 2982753.50 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS menunjukkan fluktuasi total produksi minyak bumi dan gas alam pada tahun 2000-2012. Produksi Minyak Mentah terbagi menjadi 3 kategori yaitu minyak bumi, kondensat dan gas alam. Pada minyak bumi total produksi setiap tahunnya mengalami penurunan hingga pada titik terendah pada tahun 2012 dengan total produksi sebesar 279412.10 barel.

10 Sedangkan, untuk kondensat dan gas alam total produksi keduanya cenderung mengalami fluktuasi untuk setiap tahunnya. Tabel 4. Data Inflasi Indonesia Atas Dasar Harga Konstan, 1999-2011. Tahun Inflasi Indonesia (Persen) 1999 5.70 2000 9.40 2001 11.50 2002 10.0 2003 6.80 2004 6.40 2005 17.11 2006 6.60 2007 6.59 2008 11.06. 2009 2.8 Sumber : Bank Indonesia Tabel 4 menunjukkan pertumbuhan laju inflasi dari tahun 1999 2009. Yaitu inflasi dari tahun 1999-2001 mengalami peningkatan. Kemudian pada tahun-tahun selanjutnya tingkat inflasi di Indoensia mengalami fluktuasi. Dimana pada tahun 2005 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut mengalami inflasi yang cukup tinggi dan pada tahun 2008 inflasi kembali meningkat yang disebabkan adanya krisis keuangan global yang berdampak kepada perekonomian Indonesia. Dengan tidak menentunya asumsi-asumsi ekonomi makro yang juga dipengaruhi oleh keadaan perekonomian global dapat menimbulkan tekanan tersendiri untuk perekonomian Indonesia yang telah disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu melesetnya target asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan. Hal ini akan mengubah besaran anggaran yang juga akan berdampak gagalnya tercapai tujuan pemerintah.

11 Tekanan fiskal yang terjadi inilah yang menimbulkan terjadinya risiko fiskal. Risiko fiskal yang tidak dapat diantisipasi dengan baik akan membebani anggaran dan mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi dengan cakupan dan kedalaman efek yang berbeda antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Risiko fiskal yang terjadi pada negara-negara maju akan menimbulkan beban pada anggaran dan berpeluang menghambat pertumbuhan ekonomi. Pada negaranegara berkembang implikasinya lebih berat. Menurut Kuncoro (2011) terjadinya risiko fiskal yang membebani anggaran akan menjalar dengan cepat pada perekonomian secara keseluruhan, mendorong pelarian modal (capital outflow), dan bahkan mengubah arah pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, pada negaranegara berkembang dengan kelembagaan ekonomi yang masih lemah, ekspektasi terjadinya risiko fiskal akan mempengaruhi perilaku agen-agen ekonomi sehingga berpeluang menghambat pertumbuhan ekonomi kendati risiko fiskal tersebut belum terjadi sesungguhnya. B. PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah dari keenam asumsi dasar ekonomi makro yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, inflasi, harga minyak mentah Indonesia, suku bunga SPN 3 bulan dan lifting minyak bumi Faktor-faktor apa saja yang paling menimbulkan terjadinya resiko fiskal di Indonesia?

12 C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Penelitian ini adalah untuk Mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang paling menimbulkan risiko fiskal di Indonesia dari keenam indikator asumsi dasar ekonomi makro. D. KERANGKA PEMIKIRAN Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen kebijakan ekonomi makro yang memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai berbagai tujuan ekonomi dan sosial, yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan mengurangi pengangguran. Indonesia menggunakan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan menggunakan sistim defisit anggaran. Kebijakan fiskal ekspansif dengan sistim defisit anggaran ini bertujuan untuk meningkatkan permintaan agregat di dalam perekonomian Indonesia. (Nanga: 2005) Kebijakan fiskal menurut Rahayu (2010) adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Sehingga, untuk mengarahkan kondisi perekonomian di Indonesia diperlukan anggaran yang digunakan untuk menggambarkan perkiraan dari penerimaan dan pengeluaran negara dalam jangka waktu tertentu yang tergambar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam penyusunan APBN pemerintah pusat menggunakan enam dasar indikator perekonomian makro yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia, lifting minyak serta suku bunga SPN 3 bulan.

13 Indikator-indikator inilah yang menjadi dasar pemerintah untuk menentukan berapa besar perkiraan maupun realisasi yang akan diterima dari penerimaan dan belanja negara. Karena enam indikator-indikator tersebut akan berpengaruh kepada total penerimaan dan belanja negara. Kesinambungan fiskal erat kaitannya dengan risiko fiskal. Menurut Widodo Ramadyanto (2013) dari sudut pandang risiko fiskal, APBN yang baik adalah APBN yang mempunyai ketahanan fiskal (fiscal sustainability) yang baik. Menurut Nota Keuangan dan APBN 2014 salah satu penyebab munculnya risiko fiskal adalah perubahan asumsi ekonomi makro atau selisih antara besaran asumsi/target dasar ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan anggaran dengan realisasi anggaran yang terjadi sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan antara target defisit dengan realisasinya. Saat defisit anggaran terjadi dan mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya dikhawatirkan kondisi perekonomian Indonesia tidak memiliki ketahanan fiskal yang cukup baik karena terdapat perbedaan anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah dari yang telah dianggarkan dengan realisasi yang terjadi. Dengan demikian ruang gerak (fiscal space) pemerintah akan menjadi terbatas.

14 Indikator-Indikator Asumsi Dasar Ekonomi Makro : 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Nilai Tukar Rupiah 3. Tingkat Inflasi 4. Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) 5. Suku Bunga Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 6. Lifting Minyak APBN Realisasi APBN Selisih/ Gap Risiko Fiskal Gambar 2. Kerangka Pemikiran