BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran.

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) di LABORATORIUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. H. armigera merupakan serangga ordo Lepidoptera dari famili Noctuidae.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

The Effect of Lecanicillium lecanii on Armyworms (Spodoptera litura) Mortality by In Vitro Assays

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (553) :

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya secara turun temurun telah memanfaatkan

Lia Ni matul Ulya, Toto Himawan, Gatot Mudjiono

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia (Soetopo,

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

Patogenitas Cendawan Entomopatogen Nomuraea rileyi (Farl.) Sams. terhadap Hama Spodoptera exigua Hübner (Lepidoptera: Noctuidae)

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

KEEFEKTIFAN ENTOMOPATOGENIK

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an adalah kitab suci umat Islam yang membahas segala macam

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

BABI PENDAHULUAN. kehidupannya sangat dekat dengan aktifitas manusia. Kita dapat menemukannya

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

BAHAN DAN METODE. Bahan

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada Tanaman Sayuran di Kota Tomohon Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

H. armigera. Berdasarkan pengaruh ketiga faktor lingkungan tersebut, pada

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap larva Spodoptera litura. Isolat lokal yang digunakan untuk adalah DKS-

Permasalahan OPT di Agroekosistem

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helicoverpa armigera Hubner merupakan serangga yang bersifat polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari 60 spesies tanaman budidaya dan tanaman liar (Czepak et al., 2013). Tanaman yang menjadi inang larva H. armigera diantaranya adalah tembakau, jagung, sorgum (gandum-ganduman), kapas, rami, kentang, jarak, kacang-kacangan, sayuran dan tanaman hias (Kalshoven, 1981). H. armigera mempunyai fekunditas yang cukup tinggi, karena dalam setahun menghasilkan lebih dari dua generasi sehingga memungkinkan jumlah tanaman yang dirusak cukup banyak. Pada fase larva, ukurannya relatif besar dan perkembangannya cukup cepat (Ambarningrum dkk., 2007). Larva instar tiga hingga enam lebih banyak menyerang bagian-bagian produksi tanaman seperti bunga dan buah (Indrayani, 2011). Serangan larva H. armigera dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman inang. Pada tanaman tomat, kerusakan yang diakibatkan oleh serangan H. armigera mencapai 80% dan pada polong kedelai dapat mencapai 35,50% (Herlinda, 2005). Serangan H. armigera juga dapat mengakibatkan penurunan hasil panen (Czepak et al., 2013). Di Indonesia, H. armigera menyebabkan penurunan produksi jagung hingga 80% (Zulaiha dkk., 2012). Di China serangan larva H. armigera menyebabkan produksi kapas mengalami penurunan mencapai 1

2 50-60% (Venette et al., 2003). Mengenai sifat larva yang menyerang tanaman, Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Fiil: 5, yang berbunyi: Artinya: lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Quthb (2001) menafsirkan kata ashf sebagai daun-daun pepohonan yang kering yang disifati dengan kata ma kul yang berarti dimakan, yakni rusak karena dirobek-robek oleh ulat atau serangga, atau ketika dimakan oleh binatang lantas dikunyah-kunyah dan dilumatkannya. Ini adalah gambaran indrawi terhadap badan yang dirobek-robek oleh batu-batu yang dilemparkan oleh kawanan burung pada pasukan tentara gajah yang hendak menyerang ka bah pada masa itu. Dengan melihat makna ma kul yakni rusak karena dirobek-robek oleh ulat atau serangga, maka perumpamaan menggunakan ulat dalam ayat tersebut menandakan sifat ulat yang berpotensi merusak tanaman (dalam ayat adalah daun). Sampai saat ini, sebagian besar petani mengendalikan larva H. armigera masih secara konvensional yaitu menggunakan pestisida kimia. Kekhawatiran terhadap serangan hama yang lebih tinggi mendorong petani untuk melakukan pencegahan dengan penyemprotan pestisida kimia pada tanaman secara berjadwal tanpa memperhitungkan kondisi populasi hama di lapangan. Pengendalian hama dengan pestisida kimia cenderung tidak efektif dan efisien selain itu juga menimbulkan bahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup. Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dapat menimbulkan resurjensi hama dan resistensi hama terhadap pestisida (Untung, 2006).

3 Pestisida termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Karena sifat pestisida yang beracun dan persisten di lingkungan, residu yang ditinggalkan dapat menjadi masalah. Berdasarkan hasil monitoring residu dari lembaga-lembaga penelitian, saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat di lingkungan sekitar seperti di dalam tanah, air minum, air sumur, udara dan bahkan pada makanan yang dikonsumsi seperti sayuran dan buah-buahan (Untung, 2006). Dalam Al-Qur an, disebutkan tentang larangan berbuat kerusakan lingkungan serta usaha untuk menjaga dan mencegah kerusakan lingkungan (Al-Qaradhawi, 2002), seperti yang tertulis di dalam Al- Qur an surat Al-A raf: 56. Artinya: dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS, Al-A raf: 56). Ayat di atas mengandung larangan Allah kepada manusia. Allah melarang manusia agar tidak merusak bumi setelah adanya perbaikan oleh Allah SWT. Kerusakan yang dimaksudkan adalah syirik dan maksiat, maksiat dalam ayat ini mencakup tindakan merusak tanaman (termasuk lingkungan) (Al-Jazairi, 2007). Al-Qardlawi (2002), menyatakan bahwa pada ayat tersebut, Allah melarang manusia melakukan kerusakan di bumi dalam segala bentuk kerusakan, seperti dengan mencemari lingkungan dan meniadakan keseimbangannya. Penggunaan insektisida kimia secara terus-menerus dan tidak bijaksana dalam jangka waktu

4 lama dapat menyebabkan lingkungan menjadi tercemar dan merusak kondisi alam. Kegagalan pengendalian hama menggunakan pestisida kimia serta kesadaran masyarakat akan kesehatan manusia dan lingkungan hidup mendorong adanya pengendalian lain yang lebih aman. Pemerintah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar untuk perlindungan tanaman. Hal ini dilakukan untuk menerapkan prinsip dan program pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) merupakan program yang memadukan semua teknik pengendalian hama dengan memperhatikan kondisi ekosistem dan sistem sosial ekonomi budaya setempat. Teknik pengendalian hama dalam PHT mencakup semua jenis teknik pengendalian, salah satunya adalah pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan pengendalian hama menggunakan musuh alami yang terdiri atas, parasitoid, predator, dan patogen (Untung, 2006). Jamur entomopatogen merupakan musuh alami dari jenis patogen yang bersifat parasit terhadap serangga hama dan berpotensi sebagai agens pengendali (Jumar, 2000). Patogen ini bersifat selektif (mempunyai inang spesifik), siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang tahan lama di alam, mudah diproduksi dan tidak menyebabkan resistensi hama (Prayogo dkk., 2005). Jamur entomopatogen yang telah dimanfaatkan sebagai agens pengendali hama salah satunya adalah Metarhizium anisopliae yang telah diketahui sebagai musuh alami H. armigera (Pracaya, 2007). Jamur M. anisopliae mempunyai kelebihan, yaitu bersifat persisten sehingga dapat menginfeksi hama sasaran saat memasuki fase terlemah (Harjaka

5 dkk., 2011). Prayogo dkk. (2005) menyatakan bahwa M. anisopliae mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap (Hemiptera, Homoptera) serta hama yang mempunyai tipe mulut menggigit (Lepidoptera). Penelitian tentang jamur M. anisopliae telah banyak dilakukan mulai dari eksplorasi hingga seleksi strain-strain isolat (Effendy, 2010). Beberapa isolat yang telah ditemukan mempunyai patogenisitas yang beragam, di antaranya adalah, Mt- Cb, Mt-Kb, Mt-Bm dan Mt-Bd asal Padang yang efektif terhadap S.litura (Lepidoptera) dan menyebabkab mortalitas masing-masing 19,79; 75,50; 22,02 dan 59,40% (Trizelia dkk., 2011). Beberapa isolat lain M. anisopliae yaitu MaOr koleksi Laboratorium Pengendalian Hayati DISBUN DIY, Sleman, MaPh asal Gunung Kidul, MaPx asal Semarang dan MaDy asal Sleman telah diujikan pada larva P. xylostella (Lepidoptera) dan mampu menyebabkan mortalitas masingmasing 100, 85, 80 dan 75% (Harjaka dkk, 2004). Beberapa isolat Jawa Timur, di antaranya adalah M. anisopliae isolat Kendalpayak dilaporkan efektif mengendalikan hama daun kedelai S.litura (Prayogo, 2006). Keberhasilan penggunaan jamur entomopatogen untuk mengendalikan serangga hama ditentukan oleh konsentrasi jamur yang diaplikasikan, yaitu kerapatan konidia jamur dalam setiap mililiter air. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk mengendalikan hama bergantung pada jenis dan populasi hama yang akan dikendalikan. Konsentrasi yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mengendalikan hama pada tanaman pangan dibandingkan hama pada tanaman perkebunan. Hal ini dikarenakan tanaman pangan bersifat semusim, sehingga pada satu kali

6 aplikasi jamur harus mampu menginfeksi serangga hama sasaran (Prayogo, 2006). Berdasarkan penelitian Wang dan Powell (2001) dalam Prayogo dkk. (2005) untuk mengendalikan Triatoma infestans diperlukan kerapatan konidia jamur M. anisoliae 10 5-10 6 konidia/ml. Beberapa hama dari ordo Lepidoptera, di antaranya Plutella xylostella dapat dikendalikan dengan konsentrasi M. anisopliae 8,9 x 10 5 dan 3,2 x 10 6 konidia/ml yang merupakan dosis-dosis letal pada masing-masing instar II dan III (Soewarno dkk, 2012). Prayogo dan Tengkano (2004) melaporkan bahwa jamur M. anisopliae mampu mengendalikan S. litura secara optimal dengan kerapatan konidia 10 7 konidia/ml. Selain itu, berdasarkan penelitian Yasin dkk (2000), jamur M. anisopliae terbukti mampu mengendalikan larva O. furnacalis dengan konsentrasi 10 8 konidia/ml mencapai 72,50% pada hari ke- 6 setelah inokulasi (HSI). Ketika menginfeksi inang, jamur akan melakukan beberapa proses dan tahapan dalam waktu tertentu. Berdasarkan penelitian Harjaka dkk. (2004), jamur M. anisopliae isolat MaOr dengan pengamatan selama 14 hari mampu menyebabkan mortalitas P. xylostella mencapai lebih dari 50% pada hari kedua pengamatan dan dapat mencapai mortalitas 100% pada hari keempat pengamatan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, jamur M. anisopliae terbukti berpotensi sebagai biopestisida untuk mengendalikan hama. Sehingga dalam hal ini larva H. armigera kemungkinan juga dapat terinfeksi oleh beberapa strain M. anisopliae. Menurut Indrayani (2011), jamur entomopatogen pada umumnya mempunyai strain lebih dari satu. Masing-masing strain mempunyai karakter dan virulensi yang berbeda-beda. Jamur yang diisolasi dari lingkungan kering dengan

7 kelembaban rendah biasanya mempunyai virulensi yang tinggi. Hal ini dikarenakan kemampuan jamur tersebut untuk hidup di lingkungan yang ekstrim dari lingkungan normalnya. Jamur M. anisopliae HJMA-5 dan HJMA-8 merupakan isolat lokal koleksi Laboratorium Patologi Serangga BALITTAS yang yang diisolasi dari daerah dataran rendah Jawa Timur. Secara geometris, daerah dataran rendah mempunyai kelembaban tanah yang rendah sehingga cenderung kering. Berdasarkan karakteristik tersebut maka perlu dilakukan pengujian patogenisitas isolat jamur M. anisopliae HJMA-5 dan HJMA-8 isolat Jawa Timur terhadap larva H. armigera. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana patogenisitas dua isolat lokal M. anisopliae terhadap larva H. armigera? 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui patogenisitas dua isolat lokal M. anisopliae terhadap larva H. armigera 1.4 Hipotesis Setiap isolat pada konsentrasi berbeda akan mempunyai tingkat patogenisitas yang berbeda pada larva H. armigera

8 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang akademis dan non akademis: 1. Bidang akademis Memberi kontribusi pemikiran dalam bidang biologi khususnya mikrobiologi di bidang pertanian dalam pemanfaatan jamur entomopatogen sebagai pengendali hama 2. Bidang non akademis Memberikan informasi kepada masyarakat cara pengendalian H.armigera yang ramah lingkungan menggunakan jamur M. anisopliae. 1.6 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Isolat jamur M. anisopliae yang digunakan adalah HJMA-5 dan HJMA-8 yang merupakan koleksi dari Laboratorium Patologi Serangga BALITTAS 2. Larva H. armigera yang digunakan yaitu larva instar 3 yang didapat dari hasil perbanyakan masal di Laboratorium Patologi Serangga Balittas 3. Patogenisitas yang diamati adalah mortalitas harian larva H. armigera selama 14 hari 4. Mortalitas H. armigera dianalisis menggunakan analisis probit untuk mengamati LC 50 dan LT 50.