BAB II LANDASAN TEORI. Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan

dokumen-dokumen yang mirip
Bismillahirrahmanirrahim

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN. pelanggan agar tidak berpindah ke perusahaan lain (Susanto, 2008:59). nyata dari sektor perbankan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2009).

PERLAKUAN AKUNTANSI PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti terdahulu

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Lembaga Keuangan

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 106 AKUNTANSI MUSYARAKAH

BAB II LANDASAN TEORITIS. seluruh perkiraan dilakukan berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang

BAB II LANDASAN TEORI

Akuntansi Musyarakah ED PSAK 106 (Revisi 2006) Hak Cipta 2006 IKATAN AKUNTAN INDONESIA ED

Akuntansi Mudharabah ED PSAK 105 (Revisi 2006) Hak Cipta 2006 IKATAN AKUNTAN INDONESIA ED

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

PERBANKAN SYARIAH AKUNTANSI MUSYARAKAH RESKINO. SUMBER Yaya R., Martawiredja A.E., Abdurahim A. (2009). Salemba Empat. Modul ke: Fakultas FEB

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

IV.2. PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

BAB II LANDASAN TEORI

Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MUDHARABAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

Soal UTS Semester Gasal 2015/2016 Mata Kuliah : Akuntansi Syariah

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MUSYARAKAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA

BAGIAN IV AKAD BAGI HASIL

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Gunarto Suhardi (2003:17) disebutkan bahwa

IV.3 DANA SYIRKAH TEMPORER

BAB I PENDAHULUAN. kepatuhan kepada ajaran islam yang diturunkan Allah SWT melalui Nabi. 2. Adanya tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH. Budi Asmita, SE Ak, Msi Akuntansi Syariah Indonusa Esa Unggul, 2008

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

Materi: 11 AKUNTANSI MUSYARAKAH (Partnership)

Pengertian. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Iman Pirman Hidayat. Pembiayaan Mudharabah

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

PENGANTAR BISNIS SYARIAH

BAGIAN XI LAPORAN LABA RUGI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Koperasi

BANK TANPA BUNGA. /

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini terlihat dari tindakan bank bank konvensional untuk membuka

AKUNTANSI MUSYARKAH (psak 106)

dalam hal penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Khairunisa, 2001)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah penulis laksanakan pada PT Bank

Prinsip prinsip Islam

LAPORAN KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH

Majalah Ilmiah UPI YPTK, Volume 18, No 2,Oktober 2011 ISSN :

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. penilaian dan pengambilan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

5. Tujuan laporan keuangan syariah untuk tujuan umum adalah :

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PERBANKAN SYARIAH MUDHARABAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

DAFTAR PUSTAKA. Ahmed, Salman. (2011). Analysis Of Mudharabah and A New Approach to Equity

Afifudin, SE., M.SA., Ak. atau (Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam

Ruang Lingkup PSAK SYARIAH

II. LAPORAN KEUANGAN ENTITAS ASURANSI SYARIAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

UJIAN AKHIR SEMESTER AKUNTANSI SYARIAH JUMAT, 22 MEI 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. mudharabah pada Unit Usaha Syariah (UUS) PT. Bank DKI. Dilaksanakannya

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akuntansi Akad Murabahah pada KJKS BMT Al Fath

PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN. Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin meningkat/padat,

BAB II Landasan Teori

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris,

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 108 AKUNTANSI PENYELESAIAN UTANG PIUTANG MURABAHAH BERMASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$)

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

Catatan 31 Maret Maret 2010

BAB II LANDASAN TEORITIS

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN 29 /SEOJK.05/2015 TENTANG LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERDASARKAN PSAK 105 (Studi kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk)

1. Pengertian bank konvensional & bank syariah

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah 1. Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil Bagi seorang muslim, sumber nilai dan sumber hukum adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan perilaku ekonomi harus bersandar pada kedua sumber nilai tersebut. Ini tercermin dari pandangan Islam mengenai bunga. Uniknya, di kalangan ulama dan cendekiawan Islam masih terjadi polemik apakah bunga sama dengan riba. Riba menurut bahasa arab berarti tambahan, peningkatan, ekspansi atau pertumbuhan. Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan (premium) sebagai syarat yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman selain pinjaman pokok. Dalam hal ini, riba memiliki arti yang sama dengan bunga sebagaimana konsensus para fuqaha (Kuncoro 2002:588). Antonio (2004:14) menjelaskan bahwa menurut Al-Quran, pandangan Islam mengenai riba dapat dilihat pada kutipan 4 surat dengan beberapa ayat, yang diturunkan dalam empat tahap berikut ini: Surat Ar-Rum ayat 39 menyatakan Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

Tahap pertama ini menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati taqarrub kepada Allah. Masih menurut Antonio (2004:13), ia menyatakan bahwa dalam tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 160-161: Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman dalam surat Ali imran ayat 130: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu (Antonio,2004:13).

Antonio (2004;14) mengemukakan bahwa pada tahap terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba yaitu Surat Al- Baqarah 278-279: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam tabel berikut: TABEL 2.1 PERBEDAAN ANTARA BUNGA DAN BAGI HASIL BUNGA a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. c. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. BAGI HASIL a. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh c. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam. d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. Sumber: M. Syafi i Antonio (2004) 2. Perbedaan bank konvensional dan bank bagi hasil Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan, dan sebagainya. Akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan-perbedaan itu dapat disimpulkan dalam tabel di bawah ini: TABEL 2.2 PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL Permasalahan Bank syariah Bank konvensional Risiko akad 1. akad jual-beli 1. akadnya adalah kredit / al murabahah pinjam uang sehingga 2. akad bagi hasil angsuran tidak bisa al musyarakah dijamin akan tetap al mudharabah 3. akad sewa ijaroh mutlaq ijaroh muntahiyah bitamlik Sesuai dengan akadnya sehingga angsuran akan selalu tetap, sesuai dengan kesepakatan di muka Landasan tidak bebas nilai (berdasarkan bebas nilai (berdasarkan

operasional Fungsi peran dan prinsip syariah islam) uang sebagai alat tukar bukan komoditi bunga dalam berbagai bentuknya dilarang menggunakan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas transaksi riil agen investasi/manajer investasi investor penyediaan jasa lalu lintas pembayaran (tidak bertentangan syariah) pengelola dana kebajikan, ZIS hubungan dengan nasabah adalah hubungan kemitraan Risiko usaha dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran tidak mengenal kemungkinan terjadinya selisih negatif (negative spread) karena sistem yang digunakan Sistem pengawasan Adanya Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan operasional bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntutan moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul karimah Sumber: The Sharia Banking Training Center prinsip materialistis) uang sebagai komoditi yang dipertahankan bunga sebagai instrument imbalan teradap pemilik uang yang ditetapkan dimuka penghimpun dana masyarakat dan meminjamkan kembali kepada masyarakat dalam kredit dengan imbalan bunga penyedia jasa/lalu lintas pembayaran hubungan dengan nasabah adalah hubungan debitur kreditur risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, dan sebaliknya kemungkinan terjadi selisih negatif antara pendapatan dan beban bunga Aspek moralitas seringkali terlanggar karena tidak adanya nilai-nilai religius yang mendasari operasional

3. Pengertian dan jenis jenis mudharabah a. Pengertian mudharabah : Menurut PSAK 105 mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya di tanggung oleh pemilik dana. b. Jenis jenis mudharabah 1) Mudharabah muthlaqah Dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasi nya. 2) Muharabah muqayyadah Dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara, dan objek investasi. 3) Mudharabah musytaraqah Dimana pengelola dana menyertakan modal atau dana nya dalam kerja sama investasi. 4. Pengertian dan jenis jenis musyarakah 1. Pengertian musyarakah : Menurut PSAK 106 musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing masing pihak memberikan

kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan di bagi berdasarkan keseoakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana. 2. Jenis jenis musyarakah : 1) Syirkah mufawadah yaitu kerja sama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang sama. 2) Syirkah Al- Inan yaitu kerja sama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang tidak mesti sama. 3) Syirkah wujuh yaitu kerja sama atau percampuran antara pihak pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki kredibilitas ataupun kepercayaan. Syirkah wujuh dinamakan demikian karena syirkah ini hanya mengandalkan wujuh (wibawah dan nama baik) para anggota, pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi diantara para anggota. 5. Konsep pengakuan dan pengukuran akuntansi bank syariah a. Pengakuan dan pengukuran pendapatan Ikatan Akuntan Indonesia (2004) mendefinisikan pendapatan sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengkibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. FASB melalui SFAC No. 6 (Nasrullah, 2001:20) memberikan definisi pendapatan sebagai aliran masuk atau peningkatan lain suatu aktiva sebuah entitas atau pelunasan utang (atau kombinasi

dari keduanya) dari pengiriman atau produksi barang, pemberian jasa atau aktivitas lainnya yang merupakan kegiatan utama dan masih berlangsung dari entitas tersebut. Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menjelaskan tentang definisi pengakuan, bahwa pengakuan merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dibawah ini, dalam neraca dan laporan laba rugi: 1) Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan; dan 2) Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yag dapat diukur dengan andal. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau laporan laba rugi. Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melalui catatan atau materi penjelasan. Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar.

Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran tertentu. Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan, dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan (IAI, 2004). b. Pengakuan dan Pengukuran pembiayaan mudharabah PSAK 106 menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah sebagai berikut: 1) Entitas sebagai pemilik dana a. Dana Syirkah 1) Dana syirkah temporer yang di salurkan oleh pemilik dana di akui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana. 2) Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut : i. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diberikan pada saat pembayaran. ii. Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas pada saat penyerahan :

(a) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya di akui sebagai kerugian (b) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan di amortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. 3) Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau karena faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi nilai investasi mudharabah. 4) Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian diperhitungkan pada saat bagi hasil. 5) Usaha mudharabah dianggap berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. 6) Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi namun di perhitungkan pada saat pembagian hasil.

7) Kelalaian atas kesalahan pengelola dana antara lain ditunjukkan oleh : i) Persyaratan yang ditentukan dalam akad tidak dipenuhi. ii) Tidak terdapat kondisi diluar kemampuan yang lazim atau yang telah ditentukan dalam akad. iii) Hasil keputusan intuisi yang berwenang 8). Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau pada saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo. b. Penghasilan Usaha 1) Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, pengahsilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hsil sesuai nisbah yang disepakati. 2) Kerugian yang terjadi dalam satu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan di bentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara : a) Investasi mudharabah setelsah di kurangi penyisihan kerugian investasi. b) Pengembalian investasi mudharabah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.

3) Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. 4) Kerugian akibat kesalahan atau kelalaian pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. 5) Bagian hasil usaha yang belum dibayara oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh tempo dari pengelola dana. 2) Entitas Sebagai Pengelola Dana a. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporersejumlah nilai kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diakui sebesar nilai tercatatnya. b. Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima maka entitas mengakui sebagai aset. c. Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer muqayadah yang diterima maka entitas tidak mengakui sebagai aset, karena entitas tidak memiliki hak untuk menggunakan atau melepaskan aset tersebut, kecuali dengan syarat yang telah ditetapkan oleh pemilik dana.

d. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukuan dengan dua prinsip, yaitu bagi hasil dan bagi laba. e. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah di umukan dan belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi pihak pemilik dana. f. Kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana di akui sebagai beban pengelola dana. 3) Penyajian a. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah pada laporan keuangan sebesar nilai tercatat. b. Sedangkan pemilik dana menyajikan investasi mudharabah pada laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada : 1) Dana syirkah tenporer dari pemilik dana disajikan sebesar jumlah nominal nya untuk setiap jenis mudharabah. 2) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah di perhitungkan dan telah jatuh tempo tapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban. 3) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah di perhitungkan tapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hsil yang belum dibagikan.

4) Pengungkapan a. Pemilik dana mengungkapkan hal hal terkait investasi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada : 1) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya. 2) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan. 3) Pengungkapan yang diperluka sesuai PSAK no 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah. b. Pengelola dana mengungkapkan hal hal terkait investasi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada : a) Dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya. b) Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah. c. Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Musyarakah PSAK 106 menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah sebagai berikut: Untuk pertanggungjawaban pengelolaan musyarakah dan sebagai penentuan dasar pembagian mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut. 1. Akuntansi Mitra Aktif a) Pada saat akad a. Investasi musyarakah diakui pada saat menyisihkan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.

b. Pengukuran investasi musyarakah : i) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah nilai yang disisihkan. ii) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. c. Selisih kenaikan aset musyarakah di amortisasi selama akad musyarakah. Aset tetap musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan : i) Penyusutan yang dihitung dengan historical cost model ; ditambah dengan ii) Penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat penyisihan aset nonkas untuk usaha musyarakah. d. Apabila proses penilaian nilai wajar menghasilkan penurunan pada nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset tetap musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan sebesar nilai wajar yang baru. e. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah, (misalnya biaya studi kelayakan), tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari semua mitra musyarakah. f. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya dari bank syariah), diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar : i) Dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan

ii) Dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif. b) Selama Akad 1) Bagian entitas atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra diakhir akad sebesar : i) Jumlah kas yang disisihkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi kerugian (apabila ada); dan ii) Nilai tercatat aset musyarakah nonkas pada saat penyisihan usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada). 2) Bagian entitas atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang disisihkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah di kembalikan kepada mitra pasif dan telah du kurangin kerugian (apabila ada). c) Akhir Akad 1) Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dibayarkan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.

d) Pengakuan Hasil Usaha 1) Pendapatan usaha musyarakah yangmenjadi hak mitra aktif diakui sebesar hak nya sesuai dengan kesepakatan atas pedapatan usaha musyarakah. Sedangkan untuk pendapatan usaha mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban. 2) Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah. 3) Jika kerugian akibat kesalahan atau kelalaian mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut di tanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah. 4) Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasi atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha secara terpisah. 2. Akuntansi Mitra Pasif a) Pada Saat Akad 1) Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif musyarakah. 2) Pengukuran investasi musyarakah : a) Dalam bentuk kas sesuai dinilai sebesar dengan jumlah yang dibayarkan.

b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan bila terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai : (i) Keuntungan tangguhan dan di amortisasi selama masa akad; atau (ii) Kerugian pada saat terjadi nya. 3) Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang jumlahnya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan. 4) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagiab investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari semua mitra musyarakah. b) Selama Akad 1) Bagian entitas atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra diakhir akad dinilai sebesar : a) Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada wal akd dikurangi dengan kerugian (apabila ada); atau b) Nilai tercatat aset nonkas musyarakah pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian(apabila ada). 2) Bagian entitas atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) dinilai sebesasr jumlah kas yang dibayarkan untuk

usaha musyarakah pada awal akad dikurangi julah pengembalian dari mitra aktif dan dikurangi kerugian (apabila ada). c) Akhir Akad 1) Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang. d) Pengakuan Hasil Usaha 1) Pendapatan investasi musyarakah diakui sebagai pendapatan sebesar bagian mitra pasif sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana. 3. Penyajian 1) Mitra aktif menyajikan hal hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut : a) Aset musyarakah untuk kas maupun aset nonkas yang disisihkan dan yang diterima dari mitra pasif. b) Dana musyarakah yang disajikan sebagai unsur dana syikah temporer untuk aset musyarakah jyang diterima dari mitra pasif. c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas. 2) Mitra pasif menyajikan hal hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai nerikut :

a) Investasi musyarakah untuk kas dan aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif. b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah. 4. Pengungkapan 1) Mitra mengungkapkan hal hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada : a) Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi penyertaan, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain lain. b) Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif, dan c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. B. Pandangan Islam terkait konsep pelaksanaan mudharabah dan musyarakah 1. Beberapa prinsip mudharabah a. Yadul Amanah Konsep mudharabah memiliki prinsip bahwa modal yang dikelola oleh mudharib (pekerja) adalah yadul amanah artinya ia tidak menanggung apapun ketika modal tersebut hilang, berkurang atau rusak kecuali jika hal itu disebabkan oleh kelalaiannya

Dengan demikian jika seorang melakukan transaksi mudharabah dimana satu pihak bertindak sebagai pemilik modal sementara pihak lain bertindak sebagai pengelola maka jika terdapat keuntungan maka kedua belah pihak berhak mendapatkan keuntungan sesuai dengan bagian yang telah disepakati. Sementara jika terdapat kerugian usaha maka sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemodal kecuali jika pihak pengelola melakukan kelalaian atau tindakan di luar kewajaran yang mengakibatkan kerugian. b. Biaya pengelolaan Seorang mudharib di samping berhak atas bagian keuntungan dari modal yang dikelolanya, iapun berhak atas biaya dalam operasi pengelolaan tersebut. Meski demikian biaya operasional tersebut oleh para fuqaha diberikan batasan-batasan yang tegas mengenai item-item apa saja yang bisa dibiayai dengan modal dan mana saja yang menjadi tanggungan pihak pengelola. Dengan demikian, pihak pengelola memiliki hak untuk mempergunakan modal usaha untuk membiayai berbagai kebutuhan transaksi. Namun demikian ia tidak memiliki hak untuk mendapatkan gaji sebagai kompensasi dari proses pengembanan modal tersebut termasuk gaji karyawan yang membantunya karena kompensasi akan ia peroleh dari keuntungan usaha tersebut.

c. Pembagian Keuntungan Tidak ada perbedaan di kalangan fuqaha tentang hak mudharib atas keuntungan dari pengelolaan harta mudharabah. Namun mereka berbeda pendapat kapan keuntungan tersebut menjadi hak mudharib. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para fuqaha berbeda pendapat dalam kapan waktu pembagian keuntungan. Sebagian mengatakan bahwa pembagian dilakukan setelah penyerahan modal dan sebagian lagi setelah perhitungan. Meski demikian mereka tidak berbeda pendapat bahwa proses penyerahan keuntungan tersebut dilakukan setelah modal diserahkan kepada pemilik modal. d. Mudharabah atas Mudharabah Bank syariah dalam praktiknya terkenal dengan konsep bagi hasilnya baik dari segi pendanaan maupun pembiayaan. Bank sebagai amil (pengelola) melakukan akad mudharabah dengan pihak yang lain dimana modal yang diperolehnya dari suatu akad mudharabah diberikan kepada pihak lain untuk dikelola.