// - Nikol X - Nikol 1mm

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU

4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

// - Nikol X - Nikol 1mm

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

Ciri Litologi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB IV FASIES BATUGAMPING

BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU, DAERAH DESA TINAPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

GEOLOGI DAN STUDI FASIES BATUGAMPING DAERAH KALIORANG BARAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

TUGAS AKHIR A. Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. reservoar, batuan tudung, trap dan migrasi. Reservoar pada daerah penelitian

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.

Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera kecil plankton (?) pecahan moluska (bivalvia (?), mineral kuarsa, dan mineral opak, dengan ukuran <0.2mm->2.5mm berbentuk menyudut tanggung-membundar tanggung, porositas berupa porositas moldic, intergranular (lihat foto 4.4). Kenampakan sayatan sampel ini juga hampir serupa dengan sampel PR 1.1 berupa pecahan echinoidea, pecahan moluska dan juga pecahan foraminifera besar, pemilahan buruk yang merupakan penciri dari sistem pengendapan dengan energi sedang-tinggi dan juga terdapatnya detritus pecahan mineral berupa mineral kuarsa yang merupakan penciri adanya suplai sedimen dari daratan. // - Nikol X - Nikol 1 mm P1 1mm Foto 4.5 Sayatan sampel D 34 D, merupakan batugamping packstone, tersusun atas pecahan echinoid (d8,e3,c2,e4), pecahan bivalvia (a6-e7), foraminifera besar (b4-5), detritus kuarsa (d2,c3,d4), matriks berupa mikrit dan spar (berwarna kecoklatan pada nicol bersilang) dan juga semen berupa blocky kalsit ferroan (berwarna keunguan-kebiruan, e2,e1, d3), dan non ferroan (merah, b1, d2) 61

Kenampakan sampel lainnya yang termasuk dalam mikrofasies ini (lihat lampiran D, deskripsi sayatan petrografis fasies: D3, D1, D30b, D32 e ) menunjukkan karakteristik yang sama yaitu berupa batugamping packstone-grainstone dengan pemilhan buruk dan fragmen bervariasi berupa dominasi koral dan alga, dan juga adanya detritus berupa mineral kuarsa dan mineral lain sebagai bentuk adanya suplai sedimen dari daratan. Dominasi koral dan alga, pecahan cangkang (moluska), dan adanya detritus mineral dari daratan menunjukkan bahwa fasies ini diendapkan pada lingkungan dekat dengan daratan (daerah back reef). Hal ini didukung juga oleh adanya bukti bahwa adanya kelimpahan foraminifera besar dan bila mengacu pada klasifikasi mikrofasies Wilson, 1975 maka mikrofasies ini termasuk dalam zona lagoon open circulation (Wilson, 1975, lihat gambar 4.4). 4.2.2 Mikrofasies Alga- Foraminifera Mudstone-Wackestone Mikrofasies ini dijumpai pada pertemuan aliran S. Lebak Koneng bagian selatan dengan aliran S.Cikaramat (lihat lampiran F-2, peta lintasan (PR 3.16, PR 3.15) dan peta persebaran data mikrofasies pada lampiran F-4 dan F-5). Singkapan yang ditemui pada daerah ini berupa singkapan batugamping bioklastik, berwarna putih keabuan, kondisi singkapan segar-agak lapuk, tidak menunjukkan adanya perlapisan, komposisi penyusun berupa dominasi matriks lumpur karbonat berwarna putih keabuan, dan juga fragmen penyusun berupa pecahan cangkang moluska, foraminifera, dan cangkang bioklastik lainnya, permeabilitas buruk, porositas buruk. U A T B Foto 4.6 Singkapan batugamping mudstone-wackestone yang berada di daerah S.Cikaramat ( A), terlihat adanya cetakan fosil pada singkapan (B). Pengambilan sampel dilakukan di 6 titik lokasi (D6, D23, D10, D12, D16, D18). Sampel yang didapat berupa batugamping mudstone-wackestone (lihat lampiran D,deskripsi sayatan petrografis fasies). 62

Hasil pengamatan petrografis pada sampel D 23 (foto 4.7), didapat batugamping wackestone, klastik, terpilah sedang-baik, kemas terbuka, disusun oleh butiran terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera besar, pecahan koral dan mineral detritus berupa kuarsa dan mineral opak, berbentuk menyudut tanggung-membundar tanggung, dengan matriks berupa mikrit dan spar dengan porositas berupa interpartikel dan moldic. Pemilahan yang didapat dari pengamatan sampel D 23 berupa pemilahan sedang-baik menunjukkan energi pengendapan yang rendah-sedang (berada dibawah normal wave base, lihat gambar 4.4) dan adanya detritus kuarsa menunjukkan bahwa pertumbuhan batugamping ini juga mendapat pengaruh dari suplai sedimen dari daratan. // - Nikol X - Nikol 1 mm P1 1mm Foto 4.7 Sayatan batugamping koral-alga wackestone, terlihat komposisi penyusun berupa alga yang memanjang B8-E5, foramnifera besar (a4-a8) dan koral (b1-e3), matriks berupa mikrit dan spar (berwarna coklat keabuan), detritus kuarsa (c8) Hasil pengamatan sayatan dengan kode D.6 (foto 4.8) didapat batugamping wackestone, klastik, terpilah sedang, kemas terbuka, disusun oleh butiran (25%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, pecahan formanifera planktonik, pecahan moluska (bivalvia (?), detritus mineral kuarsa dan mineral opak, dengan ukuran lempung-pasir sedang (<0.1mm- 2.5 mm), berbentuk menyudut tanggung-membundar tanggung, matriks berupa mikrit dan 63

spar dan porositas berupa porositas interpartikel dan moldic. Pemilahan sedang menunjukkan energi pengendapan dari batugamping yang rendah-sedang (dibawah normal wave base) dan adanya detritus pecahan mineral berupa mineral kuarsa yang merupakan penciri adanya suplai sedimen dari daratan. // - Nikol X - Nikol 1 mm P1 1mm Foto 4.8 Sayatan batugamping alga wackestone, terlihat komposisi penyusun berupa alga yang memanjang (a2-c2), pecahan moluska (a1-a3,b7), detritus mineral kuarsa (b6,a6,c7), matriks berupa mikrit dan spar (berwarna coklat keabuan) Analisa dari sampel lain (lihat lampiran D, deskirpsi sayatan petrografi: D10, D12, D16, D18,PR 3.15) yang merupakan mikrofasies mudstone-wackestone menunjukkan karakteristik yang sama yaitu dominasi matriks (mud), fragmen didominasi oleh alga, foraminifera kecil planktonik, dan foraminifera besar seperti Spiroclypeus sp, Lepidocylclina sp., dan juga koral menunjukkan bahwa pengendapan mikrofasies ini berada pada wilayah back reef. Pemilahan yang sedang-baik yang menunjukkan kondisi energi pengendapan dari sedang-rendah (dibawah normal wave base), dan adanya detritus berupa mineral kuarsa menunjukkan bahwa pertumbuhan dan pengendapan batugamping mendapat pengaruh dari suplai sedimen dari daratan. 64

4.3 Lingkungan Pengendapan Batugamping Formasi Cimapag Lingkungan pengndapan dari Batugamping Formasi Cimapag berdasarkan karakteristik tekstur yang bervariasi dari (mudstone-grainstone), komposisi penyusun fragmen fosil berupa alga, koral, foraminifera bentonik, foraminifera besar Spiroclypeus sp., Lepidocylina sp. pechan cangkang (moluska) adalah shelf lagoonal open circulation (Wilson, 1975, lihat gambar 4.4) pada back reef ( Carozzi et al., 1976). Lingkungan pengendapan yang lebih dekat ke daratan didukung oleh bukti adanya detritus berupa detritus mineral berupa kuarsa yang berasal dari suplai sedimentasi daratan. 4.4 Diagenesa Batugamping Formasi Cimapag Diagenesis adalah proses kimiawi maupun fisika yang terjadi setelah proses sedimentasi pada batuan, perubahan ini tidak termasuk perubahan yang disebabkan oleh perubahan suhu dan tekanan (metamorfisme) (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Proses diagenesis ini dikontrol oleh perubahan dalam sedimentasi oleh karena burial, kondisi pembebanan (waktu burial, kedalam maksimum dari burial, aktifitas tektonik (tekanan dan gaya) dan juga keadaan air formasi (air konat). Diagenesis dapat mempengaruhi karakteristik primer dari batugamping, dan juga dapat dipergunakan sebagai petunjuk perubahan lingkungan pengendapan (naik turun muka air laut) dari batugamping. dari : Proses diagenesis (tidak dibahas secara mendetil pada laporan penelitian ini) terdiri Mikritisasi mikrobial Mikritisasi mikrobial adalah proses perubahan pecahan makhluk hidup (bioklast) oleh mikroorganisme berupa alga, jamur atau bakteri. Hasil perubahan ini berupa material yang lebih halus yang dinamakan mikrit. Neomorfisme Neomorfisme adalah proses penggantian dan rekristalisasi dimana terjadi perubahan mineralogi. Perubahan yang dimasud disini adalah perubahan bentuk kristal dengan komposisi kimia yang sama ataupun perubahan mineralogi baik secara bentuk dan komposisi kimia (replacement), contoh penggantian cangkang aragonit dan semen oleh kalsit (calcitization) (Tucker, 1991). 65

Pelarutan Proses ini terjadi akibat adanya kontak air meteorik dengan batugamping. Topografi hasil bentukan pelarutan batugamping seringkali dikenal dengan nama karst. proses ini dapat terjadi pada dasar laut dan selama deep burial. Menurut Scholle dan Ulmer-Scholle (2003), pelarutan merupakan proses pencucian mineral yang tidak stabil membentuk porositas sekunder, seperti vug dan gua. Kompaksi Proses kompaksi terdiri dari 2 jenis yaitu kompaksi mekanis akibat dari persentuhan butiran satu dengan yang lain akibat meningkatnya pembebanan, dan kompaksi kimiawi, akibat dari pelarutan yang terjadi pada butiran dan mengakibatkan persentuhan. Dolomitisasi Dolomitisasi adalah proses penggantian mineral kalsit (CaCO 3 ) menjadi mineral dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ) akibat adanya kontak batugamping dengan air yang kaya magnesium pada batuan karbonat. Lingkungan diagenesis tidak selalu sama dengan lingkungan pengendapan batugamping, hal ini disebabkan oleh karena proses diagenesis akan tetap berlangsung walaupun pertumbuhan batugamping telah berhenti, sehingga dapat dismpulkan bahwa lingkungan diagenesis akan terus berlangsung seiring berjalannya waktu (Longman, 1980). Berikut adalah pembagian lingkungan diagenesis (lihat gambar 4.6) : 1. Zona Marine Phreatic 2. Zona Mixing 3. Zona Meteoric Phreatic 4. Zona Meteoric Vadose 5. Zona Burial Gambar 4.6 Lingkungan Diagenesa (Longman, 1980). 66

Lingkungan diagenesis daerah penelitian terdiri dari 3 lingkungan diagenesis yaitu marine phreatic, meteroic phreatic dan juga lingkungan mixing 4.4.1 Lingkungan Marine Phreatic Proses diagenesa marine phreatic terjadi ketika seluruh pori dan fragmen telah terendam air laut. Proses ini sangat ditentukan oleh naik turunnya muka air laut. Lingkungan diagenesis ini dibagi menjadi 3 (Tucker dan Wrights, 1980) yaitu zona marine phreatic aktif yang memiliki suplai air dan sirkulasi air yang baik sehingga proses diagenesis yang meliputi pengisina pori dan sementasi lebih intensif, contohnya pada lingkungan reef dan sand shoals, stagnant marine phreatic dengan kondisi sirkulasi air yang kurang baik seperti pada lingkungan lagoon, dan marine vadose yaitu kondisi sementasi yang terbentuk akibat proses evaporasi dari air laut pada lingkungan tidal flat dan pantai. Kehadiran mikritisasi mikroba dan semen mikrit (foto 4.10) dan juga bentuk semen berupa semen fibrous cement (foto 4.9) menandakan pada daerah penelitian pernah berada pada lingkungan diagenesa stagnant marine phreatic. P1 (x- Nikol) P2 (x Nikol) 0 0,5 mm 0 0,2 mm Foto 4.9 Semen berupa high ferroan calcite dengan bentuk fibrous (anak panah hitam) 67

Foto 4.10 Hasil proses diagenesis berupa mikritisasi mikrobial, terlihat fosil foraminifera kecil sudah mulai ter mikrit kan (b7, d1), dan terlihat dominasi mikrit (berwarna keabuan) 4.4.2 Lingkungan Meteoric Phreatic Lingkungan ini terletak diantara zona vadose dan zona mixed marine phreaticfreshwater. Semua pori pada zona ini diisi oleh air meteorik yang mengandung karbonat terlarut. Lingkungan yang terbentuk pada zona ini dicirikan oleh proses neomorfisme butir yang diikuti atau tanpa diikuti sementasi kalsit yang intensif. Ciri khas lain yang terjadi pada batuan karbonat akibat dari proses diagenesis adalah Proses neomorfisme menyebabkan mikrit berubah menjadi mikrospar dan pseudospar. Proses neomorfisme juga menyebabkan aragonite dan Mg calcite terubah menjadi kalsit (berubah dalam bentuk dan ukuran kristal). Semen yang dominan pada lingkungan meteoric phreatic adalah kalsit dengan kandungan Mg yang rendah. Morfologi semen pada lingkungan ini adalah isopachus dan blocky (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003) // - Nikol X - Nikol 1 mm P1 1mm 68

foto 4.9) Hasil dari proses diagenesis didaerah ini adalah berupa semen berbentuk blocky (lihat P1 (x- Nikol) P2 (x Nikol) 0 0,5 mm 0 0,2 mm Foto 4.11 Semen berbentuk blocky (berwarna kemerahan (kalsit non ferroan) c5, kiri), berwarna kebiru keunguan (kalsit ferroan) a6, kanan) 4.4.3 Lingkungan Mixing Proses diagenesa yang terjadi pada lingkungan yang terletak diantara marine phreatic dan freshwater phreatic yang ditandai dengan lingkungan dengan keadaaan air yang payau. Ciri khas dari lingkungan ini antara lain sedikitnya jumlah semen karena kecilnya ruang antara zona freshwater dengan marine phreatic. Bentukan semen dari proses mixing ini adalah proses dolomitisasi yang merupakan proses penggantian kalsit menjadi dolomit. Proses ini dikontrol oleh faktor iklim dan juga perubahan muka air laut. 69

P1 (x- Nikol) P2 (x Nikol) 0 0,5 mm 0 0,2 mm Foto 4.12 Dolomit (berwarna putih keabuan, c6, kanan) sebagai bentukan semen dari zona mixing 70