JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) B-182

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Numerik Pengaruh Panjang Rectangular Obstacle terhadap Perpindahan Panas pada Staggered Tube Banks

STUDI NUMERIK PENGARUH PANJANG RECTANGULAR OBSTACLE TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA STAGGERED TUBE BANKS

Studi Numerik Pengaruh Posisi Sudut Obstacle Berbentuk Rectangular terhadap Perpindahan Panas pada Tube Banks Staggered

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-174

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN BODI PENGGANGGU TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI SILINDER UTAMA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-409

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Keberangkatan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin

Seminar NasionalInovasi Dan AplikasiTeknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate.

tudi kasus pengaruh perbandingan rusuk b/a = 12/12, 5/12, 4/12, 3/12, 2/12, 1/12, 0/12 dengan Re = 3 x 10 4.

Studi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Airfoil NASA LS-0417 yang Dimodifikasi dengan Vortex Generator

Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir.

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN:

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

STUDI NUMERIK VARIASI TURBULENSI MODEL PADA ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER)

SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI

Studi Numerik Pengaruh Konfigurasi Pipa Pada Susunan Pipa Staggered Terhadap Karakteristik Perpindahan Panas dan Aliran Fluida

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B36

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

PENDAHULUAN. Keyword : R ed, c p, Nu and k-ω SST. Kata Kunci: R ed, c p, Nu, dan k-ω SST.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-26

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh: Zulfa Hamdani. PowerPoint Template NRP :

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Heat Recovery Steam Generator

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN:

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

STUDI EKSPERIMEN dan NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN KEKASARAN PERMUKAAN TERHADAP KARAKTERISTIK BOUNDARY LAYER MELINTASI BUMP (Re = 21000)

Studi Numerik Karakteristik Aliran Melalui Backward Facing Inclined Step dengan Penambahan Paparan Panas Deri Gedung pada Sisi Upstream

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Fin Pitch terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Wavy fin dan Tube Heat Exchanger

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

ABSTRAK 1. PENDAHULUAN

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL EKSPERIMEN

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

Tulisan pada bab ini menyajikan simpulan atas berbagai analisa atas hasil-hasil yang telah dibahas secara detail dan terstruktur pada bab-bab

Simulasi Performansi Heat Exchanger Type Shell And Tube Dengan Double Segmental Baffle Terhadap Helical Baffle

ANALISIS PENGARUH KECEPATAN FLUIDA PANAS ALIRAN SEARAH TERHADAP KARAKTERISTIK HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE. Nicolas Titahelu * ABSTRACT

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-158

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: B-159

Komparasi Bentuk Daun Kemudi terhadap Gaya Belok dengan Pendekatan CFD

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN:

TEKNOLOGI. Jurnal Ilmu - Ilmu Teknik dan Sains Volume 11 No.1 April Penanggung Jawab. Dekan Fakultas Teknik Universitas Pattimura.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR DENGAN RECTANGULAR- CUT TWISTED TAPE INSERT

SIMULASI NUMERIK PENGARUH MULTI-ELEMENT AIRFOIL TERHADAP LIFT DAN DRAG FORCE PADA SPOILER BELAKANG MOBIL FORMULA SAE DENGAN VARIASI ANGLE OF ATTACK

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

PENGARUH JARAK ANTAR FIN PADA SILINDER BERSIRIP TERHADAP SEPARASI ALIRAN DI PERMUKAAN SILINDER DAN FIN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER ALIRAN SATU FASA

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Totok Soehartanto, DEA NIP

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-164

BAB IV PROSES SIMULASI

Studi Analitik dan Numerik Perpindahan Panas pada Fin Trapesium (Studi Kasus pada Finned Tube Heat Exchanger)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: F-92

SIMULASI PERFORMANSI HEAT EXCHANGER TYPE SHELL AND TUBE DENGAN DOUBLE SEGMENTAL BAFFLE TERHADAP HELICAL BAFFLE

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

BAB I PENDAHULUAN I.1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN EKSPERIMEN DAN NUMERIK PADA SPOT COLLING MENGGUNAKAN VORTEX TUBE (PENGARUH TEKANAN TERHADAP TEMPERATUR OUTLET)

ANALISIS PENGARUH PENAMBAHAN ELLIPTICAL BULB TERHADAP HAMBATAN VISKOS DAN GELOMBANG PADA KAPAL MONOHULL DENGAN PENDEKATAN CFD

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN ALIRAN MELINTASI DUA SILINDER SIRKULAR DAN SILINDER ELIPS TERSUSUN TANDEM DAN INTERAKSINYA TERHADAP DINDING DATAR

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-647

SIMULASI NUMERIK PADA SILINDER DENGAN SUSUNAN SELANGSELING (STAGGERED) DALAM SALURAN SEGI EMPAT MENGGUNAKAN K Ԑ MODEL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI NUMERIK PENGARUH TRANVERSE DAN LONGITUDINAL PITCH TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS CROSS-FLOW SUSUNAN TUBE TIPE STAGGERED

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-182 Studi Numerik Pengaruh Convergency Promoters (CPs) terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas dengan l/d = 0.25, pada Tube banks yang Tersusun Secara Staggered Chairunnisa dan Prabowo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: prabowo@me.its.ac.id Abstrak Compact heat exchanger merupakan jenis alat penukar kalor yang banyak digunakan didunia industri gas, refrigerasi dan tata udara.dalam hal performa, compact heat exchanger bergantung pada pola permukaan fin, yakni wavy dan straight fin. Straight fin, struktur permukaan fin yang datar membuat aliran membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk terjadi perpindahan panas dibandingkan tipe wavy fin yang bergelombang. Selain merubah pola permukaan, upaya untuk memaksimalkan perpindahan panas pada straight fin juga dapat dibentuk dengan penambahan Convergency Promoters (CPs) pada permukaannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode simulasi numerik dengan software Fluent 6.3.26. Simulasi ini dikondisikan dengan menggunakan model turbulensi k-ε RNG dan metode second-order upwind scheme. Pada penelitian ini yang divariasikan adalah Reynolds number berbasis diameter tube, yaitu 3000, 4000 dan 5000, dengan ukuran CPs, l/d = 0,25, pada tube banks yang tersusun secara staggered. Fluida kerja yang digunakan adalah udara yang dimodelkan sebagai gas ideal yang mengalir melintasi celah antar tube dengan temperatur inlet 347.14 K dan temperatur tube (air) konstan sebesar 310.5 K. Dari hasil simulasi ini didapatkan visualisasi kontur kecepatan, temperatur dan visualisasi pola aliran yang terbentuk serta pembuktian hipotesa bahwa dengan adanya penambahan CPs akan meningkatkan perpindahan panas. Dimana, model modified akan meningkatkan nilai Nusselt number dan koefisien konveksi sebesar 47-63% daripada model baseline (tanpa. Kata kunci Fluent, Convergency Promoters, Reynolds number, Staggered Tube banks. I. PENDAHULUAN NDUSTRI merupakan wadah penerapan dan Ipengaplikasian teknologi. Salah satu teknologi yang memiliki peranan penting di dunia industri adalah alat penukar kalor (Heat Exchanger). Heat exchanger adalah sebuah alat guna melakukan proses pertukaran kalor antara dua fluida, baik fluida cair maupun gas yang berbeda temperatur, penerapan dari hukum-hukum thermodinamika dan perpindahan panas. Salah satu jenis heat exchanger yang memiliki luasan perpindahan panas yang paling besar ( 700 m 2 /m 3 ) adalah tipe Compact heat exchanger. Fin and tube, jenis compact heat exchanger yang umum digunakan di industri maupun kebutuhan rumah tangga (air conditioning) dengan bentuknya yang compact (ringkas). Fin and tube heat exchanger seiring dengan perkembangan jaman, dituntut untuk dapat menyajikan performa (kinerja) yang sesuai dengan fungsi kerjanya melalui perubahan bentuk tipe permukaan fin ataupun penambahan pada permukaan fin. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian terdahulu mengenai penambahan atau modifikasi pada bagian permukaan fin, fin and tube heat exchanger untuk menunjang penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh He, dkk (2012) didapat bahwa dengan adanya penambahan vortex generatorsmenunjukkan adanya peningkatan koefisien perpindahan panas sebesar 28,8-34,5% untuk kasus 10, 54,6-61,5% untuk kasus 20, 83,3-89,7% untuk kasus 30 [1]. Dan pada variasi jumlah RWPs yang terpasang juga menunjukkan adanya peningkatan koefisien perpindahan panas sebesar 22,7 25,5% untuk kasus single-rwps, 54,6-61,5% untuk kasus 3-RWPs, 87,5 105,1% untuk kasus 7-RWPs. Lain halnya dengan penelitian Ramadhan (2012) didapat bahwa dengan adanya penambahan vortex generators menunjukkan bahwa pada tiga baris tube banks yang tersusun secara staggered menunjukkan adanya peningkatan overall Nu AV number sebesar 10-20,4% untuk kasus 30 dan 10,4 27,7% untuk kasus 45 dengan bentuk tube oval [2]. Pada tugas akhir ini akan dianalisa karakteristik aliran dan perpindahan panas berdasarkan pengaruh konfigurasi susunan tube banks yaitu secara staggered, pengaruh variasi Reynolds number inlet berbasis diameter tube terhadap distribusi temperatur, distribusi, kecepatan, distribusi koefisien konveksi dan distribusi Nusselt numbertanpa dan dengan menggunakan Convergency Promoters (CPs) serta melakukan pembuktian hipotesa dengan adanya penambahan Convergency Promoters akan meningkatkan laju perpindahan panas yang terjadi pada permukaan fin. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan cara melakukan variasi Reynolds number inlet berbasis diameter tube, dengan memodifikasi penelitian Wahyuna (2012) model existing dari generator cooler [3], selanjutnya akan dilakukan simulasi numerik secara dua dimensi menggunakan software Fluent 6.3.26. Pada metode numerik dibutuhkan tiga tahapan utama yang harus dilakukan, antara lain: preprocessing, solving atau processing, dan postprocessing.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-183 Tabel 1. Properties Udara yang Dimodelkan sebagai Gas Ideal Properties Udara Inlet Temperatur inlet ( C ) 74.14 Massa Jenis ( kg/m 3 ) 1.0045 Panas Spesifik (Cp) (KJ/kg.K) 1.00889 Viskositas Absolut (µ) (N.s/m 2 ) Viskositas Kinematik (m 2 /s) 2.0685e-05 2.06323e-05 Thermal Konduktivity (W/m.K) 0.02979 Prandtl Number (Pr) 0.701 Tabel 2. Dimensi PermodelanTanpa dan dengan Convergency Promoters Dimensi Nilai Tube Tube outside diameter (mm) 20.5 Transverse pitch (mm) 41 Longitudinal pitch (mm) 41 Diagonal pitch (mm) 45.84 Tube row number 4 Fin Air flow direction length (mm) 164 Convergency Promoters Degree 45 Width, w(mm) 1 Length, l (mm) 5.125 (a) (b) Gambar 1. Meshing pada (a) model baseline dan (b) model modified (2D flow) Nuavg 60 50 40 30 20 500 1000 1500 2000 2500 3000 Re grid 8000 grid 12000 grid 18000 Teoritis pers 2.7 Gambar 2. Grid Independency Validation A. Kondisi Kerja Pada penelitian ini akan divariasikan mengenai Reynolds number inlet berbasis diameter tubereynolds number di variasikan mulai dari 3000, 4000, dan 5000 dengan kecepatan inlet sebesar 3 m/s, 4 m/s, dan 5 m/s. Karena fluida kerja yang digunakan pada pada penelitian ini adalah udara yang dimodelkan sebagai gas idealmaka harus ditentukan terlebih dahulu properties udara, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1. B. Preprocessing Preprocessing dilakukan sebagai metode awal dalam penelitian untuk membangun dan menganalisa sebuah model komputasi (CFD). Tahapan Preprocessing terdiri dari beberapa sub-tahapan antara lain: pembuatan geometri, penentuan domain, pembuatan meshing dan penentuan parameter-parameter yang digunakan, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 2. Bentuk mesh yang dipilih adalah quadrilateral-map. Berikut adalah Gambar meshing untuk pemodelan 2D model baseline (tanpa dan model modified (dengan, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1. C. Processing Pada tahapan Processing penelitian dilakukan dengan menggunakan software berbasis (CFD) yang terdiri dari tahapan dibawah ini. Memilih Solver Pada saat membuka perangkat lunak FLUENT terdapat pilihan untuk menggunakan Solver 2D atau 3D dengan keakuratan tunggal atau ganda (single precision/double precision).solver yang digunakan adalah 2D dengan keakuratan tunggal. Keakuratan tunggal adalah dimana hanya beberapa kapasitas memori yang digunakan karena penelitian ini masih dalam bentuk 2D dan tidak dalam bentuk yang kompleks, single precision cukup akurat untuk menganalisa dengan baik, lain hal nya dengan Solver 3D yang memiliki geometri yang kompleks sangat dianjurkan menggunakan double precision.pada penelitian ini digunakan Solver segregated untuk menyelesaikan persamaan yang ada. Solver segregated menyelesaikan persamaan tersebut secara bertahap (terpisah antara satu persamaan dengan persamaan yang lain). Validation of Numerical Results Salah satu upaya untuk mendapatkan hasil yang akurat, yaitu dengan membandingkan jumlah meshing satu dengan lainnya dalam hal membandingkan nilai Nusselt number average untuk ke-empat baris tube. Variasi jumlah mesh yang dibandingkan adalah 8000, 12000, dan 18000 cells untuk Reynolds number yang divariasikan yaitu 600-2600 dengan kenaikan 400 dan juga ditinjau dari Reynolds number untuk aliran transisi yaitu 2300. Dari Gambar 2.mengenai grafik grid independency validation terlihat bahwa untuk jumlah mesh 18000 cells memiliki nilai Nusselt number average yang mendekati nilai Nusselt number average teoritis dengan jumlah mesh yang lebih rapat dari jumlah mesh lainnya. Oleh karena itu, jumlah mesh 18000 dipilih dalam penelitian ini. Pemilihan Turbulence Modelling Pada penelitian ini menggunakan turbulen modeling k epsilon RNG. Sesuai dengan rujukan yang digunakan dalam penelitian He, dkk (2012). Pemilihan Operating condition Kondisi operasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekanan operasi pada fluida berupa gas ideal melalui melalui celah diantara dua fin dan Convergency Promoters yang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-184 berbentuk rectangular. Pada penelitian ini tekanan operasi yang digunakan adalah 101325. Menentukan Boundary condition Dalam mendefinisikan sebuah kasus, harus memasukkan informasi pada variabel aliran pada domain kasus tersebut.data yang diperlukan pada batas tergantung dari tipe kondisi batas yang digunakan.dalam simulasi ini menggunakan batas kondisi yang ditampilkan pada Tabel 3. Untuk aliran dua dimensi menggunakan absolute kriteria konvergensi sebesar 0,00001. Setelah itu baru kemudian dilakukan perhitungan dengan perintah iterasi. Tabel 3. Boundary condition Boundary condition Keterangan Inlet Tipe : Velocity Inlet Reynolds number: 3000, 4000 dan 5000 Temperatur inlet : 347.14 K Outlet Tipe : Outflow Tube Tipe : Stationary Wall Temperatur : 310.5 K Convergency Promoters Tipe : Stationary Wall Garis Bantu I Tipe : Interior Garis Bantu II Tipe : Symmetry D. Postprocessing Hasil dari simulasi numerik ini kemudian ditampilkan dalam bentuk pathline kecepatan, kontur kecepatan, dan kontur temepratur. Serta dalam bentuk grafik distribusi kecepatan lokal tube, distribusi koefisien tekanan lokal tube, distribusi koefisien konveksi lokal tube, distribusi Nusselt number lokal tube, distribusi koefisien konveksi rata-rata dan distribusi Nusselt number rata-rata untuk model baseline dan modified. Grafik tersebut diperoleh dari data hasil iterasi yang dilakukan oleh software Fluent 6.3.26. III. HASIL DISKUSI Dalam penelitian ini didapatkan data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa data secara kualitatif dilakukan dengan menampilkan pola aliran dari masing-masing model (pathline by velocity magnitude (kecepatan), kontur kecepatan, kontur temperatur dan karakteristik perpindahan panas yang disajikan dalam bentuk grafik meliputi pembahasan kecepatan lokal tube, koefisien konveksi lokal tube, Nusselt number lokal tube pada masing-masing baris pada susunan tube dan koefisien konveksi dan Nusselt number rata-rata pada tube banks yang tersusun secara staggered terhadap variasi kecepatan inlet. A. Analisa Pola Aliran Terhadap Variasi Kecepatan Inlet berbasis Reynolds number Suatu aliran yang melintasi suatu bidang tentu akan membentuk suatu pola berdasarkan bentuk bidang yang dilewati. Dalam hal ini aliran yang akan ditinjau adalah aliran yang melewati tube banks yang tersusun secara staggered tanpa adanya penambahan Convergency Promoters (CPs) dan dengan adanya penambahan Convergency Promoters (CPs) yang berpasangan dengan tube-tube dengan kecepatan inlet 3 m/s, 4 m/s, dan 5 m/s untuk masing-masing Reynolds number 3000, 4000 dan 5000, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3. a. Model Baseline (tanpa Berdasarkan Gambar 4, fenomena yang terlihat untuk visualisasi pathline model baseline (tanpa adanya penambahancps), dapat dilihat bahwa pola aliran yang terbentuk ketika aliran melintasi single tube terjadi perlambatan kecepatan sebelum menumbuk tube (titik stagnasi) pada baris berikutnya kemudian aliran terpecah mengalir ke dua arah yaitu mengalir kebagian atas tube dan kebagian bawah tube. Gambar. 3.Visualisasi Pathline by Velocity Magnitude. Gambar. 4. Visualisasi Pola Aliran: Baseline (without CPs). Gambar. 5. Visualisasi Pola Aliran: Model Modified (with CPs) pola aliran by pathline velocity. Saat aliran mengalir di kedua bagian tersebut kecepatan lokal tube memiliki kecepatan maksimum karena adanya penyempitan celah laluan aliran.setelah aliran melewati celah diantara kedua tube tersebut (V max ), aliran menuju kebagian belakang tubedan aliran terseparasi (aliran memisah).sebagian aliran menuju tube berikutnya dan sebagian lagi berolak (vortex) dibagian belakang tube tidak langsung mengalir menuju tube berikutnya. b. Pengaruh Adanya Penambahan Convergency Promoters (Model Modified) pada Model Baseline Berdasarkan fenomena yang terlihat dalam visualisasi pathline model modified (Gambar 5), dapat dilihat bahwa pola aliran ketika aliran melintasi single tube terjadi perlambatan kecepatan sebelum menumbuk tube (titik stagnasi) pada baris berikutnya kemudian aliran terpecah mengalir ke dua arah yaitu mengalir kebagian atas tube dan kebagian bawah tube dan aliran terpecah lagi mengalir ke bagian atas dan bawah CP untuk diarahkan ke tube berikutnya. Saat aliran mengalir di kedua bagian tersebut kecepatan lokal tube memiliki kecepatan maksimum karena adanya penyempitan celah laluan aliran (antara tube dan CPs serta antara CP yang satu dengan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-185 lainnya yang berada pada satu baris tube yang sama). Setelah aliran melewati celah sempit (V max ), aliran menuju kebagian belakang tube, dan aliran terseparasi (aliran memisah). Sebagian aliran menuju tube berikutnya dan sebagian lagi berolak(vortex) dibagian belakang tube dan CPs tidak langsung mengalir menuju tube berikutnya. Vortex yang terbentuk dibelakang tube untuk model Modified ini semakin sempit dibandingkan dengan model baseline. B. Pengaruh Variasi Reynolds number Distribusi Kecepatan Berdasarkan Gambar 6. terlihat visualisasi aliran berdasarkan contour of velocity magnitude untuk model baseline (tanpa menggunakan CPs) dan aliran untuk model modified (dengan menggunakan CPs) dengan kecepatan inlet 3 m/s, 4 m/s, dan 5 m/s untuk masing-masing Reynolds number 3000, 4000 dan 5000, disepanjang permukaan tube pada baris pertama sampai baris keempat. Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8.mengenai grafik distribusi kecepatan dan koefisien tekanan lokal tube pada model baseline (tanpa dapat dilihat bahwa saat posisi aliran melintasi sudut 0, koefisien tekanan lokal tube bernilai 1 untuk tube pada baris pertama. Hal ini dinamakan stagnasi point, dimana aliran udara pada kecepatan tinggi harus berhenti karena menumbuk tube.setelah melewati posisi tersebut, kecepatan aliran mengalami akselerasi (peningkatan) dengan kecepatan maksimum hingga θ 80. Hal ini diindikasikan dengan menurunnya nilai Cp (coefficient pressure) hingga pada nilai Cp minimum yaitu sekitar -6,40. Setelah melewati θ 80, aliran akan melawan adverse pressure gradient dan friction effect, dimana kecepatan yang sangat tinggi pada posisi sudut aliran sebelumnya berangsurangsur menurun yang diindikasikan dengan meningkatnya nilai Cp hingga θ 120. Tepat pada posisi aliran saat melintasi θ 120, momentum aliran sudah tidak mampu lagi menahan adverse pressure gradient dan effect friction maka terjadilah separasi. Hal ini diindikasikan dengan nilai Cp yang mulai cenderung konstan hingga θ 180.Namun fenomena nilai Cp bernilai 1, tidak terjadi di tube pada baris berikutnya.hal ini dikarenakan kecepatan saat menumbuk tube berikutnya lebih rendah dari kondisi kecepatan udara freestream (V ). Berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10 mengenai grafik distribusi kecepatan dan koefisien tekanan lokal tube pada model modified (dengan menunjukkan perbedaan kedua model tersebut dimana antara tube pada baris pertama dan kedua untuk masing-masing model memiliki perbedaan nilai Cp (coefficient pressure) yang signifikan. Dimana makin besar nilai Cp-nya maka gaya drag yang timbul juga besar namun jika dilihat dari sisi perpindahan panas akan menghasilkan perpindahan panas yang baik. Selain itu, penundaan separasi sebesar 30 dari 120 pada model baseline dan 150 pada model modified, dikarenakan penambahan CPs pada tube pada baris yang ditinjau, yaitu karena peningkatan kecepatan pada celah sempit antara tube dan CPs bukan karena CPs pada tube baris sebelumnya.adanya penambahan CPs terlihat sangat jelas pada tube baris kedua, kecepatan lokal tube-nya jauh lebih tinggi dibandingkan tanpa adanya penambahan CPs (model baseline). Gambar 6. Visualisasi Kontur Kecepatan v (m/s) 8 6 4 2 0-2 0 60 120 180 Row 1 Row 2 θ Row 3 Row 4 Gambar 7.Distribusi Kecepatan Lokal Tube Model Baseline (tanpa Cp 2,00 1,00 0,00-1,00-2,00 0 50 100 150 200-3,00-4,00-5,00-6,00-7,00-8,00-9,00-10,00 Row 1 Row 2 θ Row 3 Row 4 Gambar 8. Distribusi Koefisien Tekanan Lokal Tube Model Baseline (tanpa v (m/s) 13 8 3-2 0 60 120 180 θ without CPs Row 1 without CPs Row 2 with CPs Row 1 with CPs Row 2 Gambar 8.Distribusi Kecepatan Lokal Tube Perbandingan Antara Model Baseline (tanpa dan Model Modified (dengan penambahan CPs)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-186 Gambar 10. Distribusi Koefisien Tekanan Lokal Tube Perbandingan Antara Model Baseline (tanpa dan Model Modified (dengan. Gambar 11. Visualisasi Kontur Temperatur y Cp 5,00 0,00-5,00 0 50 100 150 200-10,00-15,00-20,00-25,00-30,00-35,00-40,00 θ 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 with CPs Row 1 with CPs Row 2 without CPs Row 1 without CPs Row 2 330 335 T (K) 340 345 Gambar 12.Temperatur Outlet untuk Kecepatan Inlet 3 m/s, Reynolds number 3000 Nu 75 55 35 15-5 without CPs with CPs 0 50 100 150 200 Row 1 Row 2 θ Row 3 Row 4 Gambar 13. Distribusi Nusselt number Lokal Tube Model Baseline (tanpa Distribusi Temperatur Berdasarkan Gambar 11. terlihat visualisasi aliran berdasarkan contour of static temperature aliran untuk model baseline (tanpa menggunakan CPs) dan model modified (dengan menggunakan CPs) dengan kecepatan inlet 3 m/s, 4 m/s, dan 5 m/s untuk masing-masing Reynolds number 3000, 4000 dan 5000. Pada kedua model ini, temperatur inlet (udara) yaitu 74.14 C dan temperatur tube konstan yaitu 37.5 C atau masing-masing dalam satuan Kelvin yaitu 347.14 K dan 310.5 K. Distribusi temperatur untuk kedua model ini dapat diartikan dari kelompok warna yang terbentuk, dengan indikasi warna merah memiliki temperatur yang paling tinggi dan temperatur paling rendah diindikasikan oleh warna biru tua. Berdasarkan fenomena yang terlihat dalam visualisasi model modified (menggunakan CPs), dapat dilihat bahwa pada tube baris pertama, aliran mengalami penurunan temperatur yang cukup signifikan setelah aliran melewati tube dan CPs. Dengan adanya CPs yang terpasang disekitar tube baris pertama memfokuskan temperatur udara inlet untuk menuju tube pada baris kedua (Gambar 7.), dalam hal ini memaksimalkan perpindahan panas antara tube pada baris kedua dengan udara inlet.tidak hanya memaksimalkan perpindahan panas pada tube baris kedua tetapi juga pada tube baris ketiga dan keempat. Berdasarkan visualisasi contours of temperature dengan adanya penambahan CPs dapat dilihat bahwa antara model baseline dan model modified, temperatur outlet dengan model modified lebih rendah dibandingkan dengan model baseline, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 12. Pada trend grafik Nusselt number lokal model baseline (tanpa, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 13. Tube pada baris pertama sampai keempat menunjukkan adanya penurunan Nusselt number lokal saat aliran melintasi tube pada posisi aliranθ = 0 hingga sudut mencapai θ 120, dimana nilai koefisien konveksinya juga mengalami penurunan dan terjadinya separasi pada nilai Nusselt number minimum. Saat posisi aliran saat 120 θ 180, kecepatan lokal tube mulai mengalami peningkatan, yang diindikasikan dengan peningkatan nilai koefisien konveksi lokal tube Adanya peningkatan tersebut pada model baseline ini dikarenakan terbentuknya vortex pada daerah tersebut. Dalam hal ini pengaruh besar kecilnya nilai dari koefisien konveksi lokal tube sangat erat kaitannya dengan besarnya nilaiheat rate per area (q ) yang dipengaruhi oleh selisih temperature, jika selisih temperatur udara disekitar tube dan permukaan tube kecil maka nilai heat rate per area (q ) besar yang sebanding dengan besarnya nilai koefisien konveksi lokal, dimana nilai koefisien konveksi lokal meningkat maka nilai Nusselt number juga ikut meningkat. Pada trend grafik Nusselt number lokal model modified (dengan, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 14. Tube pada baris pertama menunjukkan adanya penurunan Nusselt number lokal saat aliran melintasi tube pada posisi aliran hingga sudut mencapai θ 90 namun pada saat 0 θ 80, tube pada baris ini memiliki Nusselt number lokal yang sama dengan tube baris pertama pada model baseline.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-187 100 80 60 40 20 0 Nu Gambar 14. Distribusi Nusselt number Lokal Tube Perbandingan Antara Model Baseline (tanpa dan Model Modified (dengan Nu Gambar 15.Nusselt number Lokal Tube Terhadap Variasi Reynolds number Nu avg 110 90 70 50 30 90 80 70 60 50 40 30 0 50 100 150 200 θ without CPs Row 1 without CPs Row 2 with CPs Row 1 with CPs Row 2 0 1 2 Tube Row 3 4 5 without CPs, Re 3000 without CPs, Re 4000 without CPs, Re 5000 with CPs, Re 3000 2000 3000 4000 5000 6000 Re without CPs with CPs Gambar 16.Nusselt number Rata-rata Pada Tube banks Terhadap Variasi Reynolds number Saat posisi aliran saat 90 θ 110, Nusselt number lokal tube mulai mengalami peningkatan. Kemudian mengalami penurunan Nusselt number lokal tube yang signifikan hingga θ 150. Pada tube baris kedua saat posisi aliran mencapai θ 90 Nusselt number lokal mengalami penurunan yang signifikan namun setelah melewati sudut 90 sesaat Nusselt number lokal mengalami peningkatan hingga θ 110.Kemudian mengalami penurunan Nusselt number lokal yang signifikan hingga θ 150, dimana terjadinya separasi yang diindikasikan dengan nilai Nusselt number minimum. Untuk kedua baris tube yang diilustrasikan pada Gambar 14.setelah aliran melintasi tube pada posisi θ 150, Nusselt number lokal tube mengalami kenaikan hingga θ 180. Adanya peningkatan tersebut pada model modified ini dikarenakan terbentuknya vortex pada daerah tersebut. Pada Gambar 15.menunjukan adanya kenaikan Nusselt number lokal yang signifikan pada tube baris kedua dan berikutnya karena adanya penambahan CPs yang mana mempengaruhi performa dari alat penukar panas tersebut. Nilai Nusselt number lokal pada tube baris pertama relatif memiliki nilai Nusselt number lokal yang sama karena pada model modifiedada sebagian daerah yang belum ada pengaruh dari penambahan CPs dan terjadi perbedaan setelah aliran memasuki celah sempit antara tube dengan CP. Berdasarkan Gambar 16.dapat dilihat bahwa Nusselt number rata-rata pada model baseline dan modified dengan adanya penambahan Convergency Promoters (CPs) memiliki nilai Nusselt number rata-rata yang lebih tinggi. Dan nilai Nusselt number rata-rata yang diperoleh semakin naik seiring dengan kenaikan Reynolds number yang diberikan. Dimana Reynolds number yang digunakan berbasis dengan diameter tube (Dtube). Kenaikan nilai Nusslet number rata-rata setelah adanya penambahan CPs lebih besar daripada tanpa adanya penambahan CPs berkisar pada range 47%-63%. IV. KESIMPULAN Dari analisa yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Distribusi temperatur pada model baseline lebih tinggi dengan indikasi temperatur keluaran outlet yang lebih tinggi dibandingkan dengan model modified dengan adanya penambahan Convergency Promoters (CPs), 2. Nilai Nusselt number rata-rata yang dihasilkan dari model modified dengan adanya penambahan Convergency Promoters (CPs) meningkat, yakni besar peningkatannya berkisar antara 47-63% lebih tinggi dari pada Nusselt number pada model baseline. 3. Nilai koefisien konveksi rata-rata yang dihasilkan dari model modified dengan adanya penambahan Convergency Promoters (CPs) meningkat, yakni besar peningkatannya berkisar antara 47 63% lebih tinggi dari pada koefisien konveksi pada model baseline. 4. Perpindahan panas yang terjadi pada model modified dengan adanya penambahan Convergency Promoters (CPs) lebih baik dibandingkan dengan model baseline. Dilihat dari kenaikan nilai Nusselt number dan koefisien konveksi dan didukung juga oleh visualisasi kontur kecepatan dan kontur temperatur. DAFTAR PUSTAKA [1] Incropera, Frank P. and Dewitt, David P. (2002) Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Edisi Kelima, John Wiley & Sons, Inc, Singapore [2] He, Y.L., Chu, Pan, Tao, W.Q., Zhang, Y.W., Xie, Tao, (2012). Analysis of heat transfer and pressure drop for fin and tube heat exchangers with rectangular wingler type vortex generators. Applied Thermal Engineering 30, 1-14. [3] Ramadhan, Abdulmajeed A. (2012) Numerical Study of Fluid Flow and Heat Transfer over a Bank of Oval-Tubes Heat Exchanger with Vortex Generators. Anbar Journal for Engineering Sciences 5 (1), 88-108. [4] Wahyuna, Nanang Tri (2012) Simulasi Perpindahan Panas Untuk Meningkatkan Performa Generator Cooler di PLTP Kamojang. Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS, Surabaya.