BAB I PENDAHULUAN. suatu persaingan yang semakin tajam antar perusahaan. Dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana yang mempertemukan pihak-pihak yang kelebihan dana dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 36/1999 tentang telekomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan kita perlu memiliki pengetahuan tentang Nilai Perusahaan. Nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk layanan telekomunikasi yang beredar di Indonesia. Sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. diperjualbelikan, salah satunya dalam bentuk ekuitas (saham). Pasar

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan, termasuk sektor ekonomi bisnis di dunia. Perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah pengguna telepon seluler

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang semakin bertumbuh dan berkembang di Indonesia. Hal ini ditandai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang ketat dalam berbagai aspek merupakan hal yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

Analisis Fundamental Terkait Pengambilan Keputusan Investasi Pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT. Indosat Tbk, dan PT. XL Axiata Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kontinuitas perkembangan usahanya dari waktu ke waktu. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka anggap menjanjikan dan mampu memberikan nilai lebih terhadap

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan perusahaan sangat membutuhkan tambahan modal untuk dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian teori, hasil penelitian, dan analisis baik secara

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan berlomba-lomba untuk dapat menghasilkan keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin bertahan dan lebih maju perlu mengembangkan strategi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal di Indonesia semakin maju dan berkembang. Hal ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. ditarik beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan makin berkembangnya dunia bisnis yang didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan tambahan modal ialah dengan menawarankan kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi selular yang digunakan untuk berkomunikasi dengan. banyak permintaan dari konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. disebut go public. Menurut Darmaji dan Fakhrudin (2012:1) menyatakan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia periode

BAB I PENDAHULUAN. luar negeri. Sementara itu bagi investor, pasar modal merupakan wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia otomotif kini semakin pesat khususnya di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari laporan keuangan (Kurnia, 2013:2). Laporan keuangan

tingkat laba bersih sebelum bunga atau pajak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Sehingga semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula. kemakmuran pemilik saham (Husnan, 2012:7)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan lain setiap perusahaan harus mengembangkan usahanya yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Berdirinya suatu perusahaan harus memiliki suatu tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan baik skala kecil maupun besar senantiasa berhadapan

BAB I PENDAHULUAN. minuman tetap di butuhkan. Sebab produk ini menjadi kebutuhan pokok. bagi masyarakat seluruh indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan lancar. Perusahaan tentu tidak hanya mengharapkan dana dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan perluasan industri pada umumnya membutuhkan sumbersumber

Bab I PENDAHULUAN. ekspansi dengan lingkup ekonomi global seiring perkembangan ekonomi dunia.

I. PENDAHULUAN. suatu hal yang sangat berhubungan. Tingkat kesehatan perusahaan akan

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menunjang perekonomian karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang memberikan return yang paling optimal. Tujuan utama investor

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan pemilik korporasi, maka secara alami tujuan keuangan suatu

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Telekomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. modal. Modal merupakan salah satu faktor terpenting untuk menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak, karena yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan bisnisnya perusahaan berupaya untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Repositori STIE Ekuitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pesatnya perkembangan dunia industri menimbulkan persaingan yang ketat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan investasi sangat erat kaitannya dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial. Menurut Rusdin

BAB I PENDAHULUAN. usaha berlomba-lomba untuk meningkatkan usahanya, salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan property dan real estate semakin marak diberbagai penjuru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh invesment opportunity

BAB I PENDAHULUAN. industri ini akan memiliki prospek yang baik. Dengan pertimbangan ini, saham di

BAB I PENDAHULUAN. karya, yang sedikitnya menyerap 1,8 juta pekerja. Dari sisi tenaga kerja, tekstil adalah industri yang berorientasi ekspor.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan pada umumnya mempunyai keinginan untuk terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang didirikan harus memiliki tujuan yang jelas. Harjito dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi pada saat ini pertumbuhan perekonomian berkembang pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkembangnya kegiatan bisnis dalam bidang ekonomi saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam Undang-undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995: Pasar Modal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Industri bidang pengolahan sektor makanan dan minuman (foods and

ANALISIS FUNDAMENTAL TERHADAP HARGA SAHAM PADA PT. ASTRA AGRO LESTARI, TBK UNTUK PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Sedangkan dalam penelitian ini objek yang diambil adalah struktur modal dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perusahaan di Indonesia yang semakin lama semakin pesat

Oleh Deddy Kurniawan Sugeng Rianto Fakultas Ekonomi Universitas Semarang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi harga saham maka semakin tinggi pula kemakmuran pemegang saham.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (artikel metrotvnews.com).

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di seluruh penjuru dunia yang bebas seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat bisnis. Tujuan semua investasi dalam berbagai bidang dan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Peran industri-industri yang beroperasi di Indonesia memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian di Indonesia mengalami krisis moneter yang sempat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. saran yang sesuai dengan penelitian analisis data yang telah dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. saham yang meningkat menggambarkan bahwa nilai perusahaan meningkat atau

ANALIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL FUNDAMENTAL YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan. merger, atau menerbitkan saham di pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan usaha dengan tingkat persaingan yang ada saat ini

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan Price Earning Ratio (PER),

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan dari dalam perusahaan (internal financing) maupun

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan yang go public, nilai perusahaan dapat direfleksikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Harga saham menjadi indikator keberhasilan manajemen dalam mengelola

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana persaingan usaha sangat ketat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan melakukan investasi pada perusahaan yang menurutnya baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Efek Indonesia (Kristiana dan Sriwidodo, 2012). Pasar modal merupakan sarana

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang ingin dicapai sehingga penulis dapat memperoleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan bagi investor atau pemegang saham baik itu individu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang semakin ketat dewasa ini menciptakan suatu persaingan yang semakin tajam antar perusahaan. Dalam menghadapi persaingan tersebut, perusahaan dihadapkan pada tuntutan untuk dapat menjadi perusahaan yang terus tumbuh dan memiliki keunggulan. Jika sebuah perusahaan dapat mempertahankan keberadaannya maka hal tersebut bertujuan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada para pengelola maupun para pemilik modal (pemegang saham). Manajemen perusahaan yang baik diperlukan untuk mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, manajemen keuangan berperan penting dalam mendukung pertumbuhan perusahaan. Adapun tujuan perusahaan dalam manajemen keuangan untuk jangka panjang adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan nilai yang diterima atas suatu investasi yang diharapkan dapat memberi hasil bagi para penanam modal. Upaya mengoptimalkan nilai perusahaan digunakan sebagai pengukur keberhasilan perusahaan karena dengan meningkatnya nilai perusahaan berarti meningkatkan pula kemakmuran pemilik perusahaan atau pemegang saham. Nilai perusahaan dapat diukur dengan berbagai pendekatan. Pendekatan yang pertama dapat dilakukan dengan menganalisis rasio Earning per Share

2 (EPS) yang merupakan perbandingan antara pendapatan setelah pajak dengan jumlah saham yang beredar. Dengan mengetahui EPS, para investor dapat menilai estimasi pendapatan yang akan diterima perusahaan. Kemudian nilai perusahaan dapat dianalisis dengan menggunakan rasio Price Book Value (PBV) atau yang sering juga disebut dengan Market to Book Value Ratio, Rasio ini merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku sahamnya. Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas modal yang relatif tinggi biasanya menjual saham beberapa kali lebih tinggi dari nilai bukunya, dibanding perusahaan dengan tingkat pengembalian yang rendah. Semakin tinggi rasio PBV menunjukkan perusahaan semakin dipercaya yang artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Selain itu nilai perusahaan dapat dicerminkan melalui harga saham. Tinggi rendahnya harga saham sebuah perusahaan merupakan refleksi dari keputusan investasi, keputusan pendanaan dan pengelolaan aset perusahaan tersebut. Sehingga harga saham yang semakin tinggi akan mendorong nilai perusahaan untuk meningkat. Berkaitan dengan nilai perusahaan, berbagai perusahaan yang terdapat di pasar modal dapat memberikan gambaran mengenai pertumbuhan nilai berbagai perusahaan dalam berbagai sektor yang ada di Indonesia. Pasar modal di Indonesia terdapat pada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang di dalamnya terdapat sembilan sektor perusahaan yang masing-masing sektor memiliki subsektor atau yang juga bisa disebut industri. Terjadi fenomena yang menarik pada industri Telekomunikasi di Indonesia. Pesatnya perkembangan investasi dalam sektor ini sejak tahun 2000

3 ditandai dengan gencarnya perusahaan operator dalam melakukan ekspansi ke berbagai daerah sebagai upaya perluasan jaringan. Seperti yang tercantum pada fenomena di bawah ini: Untuk membangun satu unit saja mampu menghabiskan dana sekitar US$100 ribu hingga US$150 ribu, maka tak mengherankan jika masih di pertengahan 2010 saja, rencana investasi pada sektor ini telah mencapai US$ 2 miliar untuk seluruh atau sekitar 10 operator yang beroperasi di Indonesia. Dapat diperkirakan bahwa perkembangan investasi pada sektor telekomunikasi ini pada tahun 2020 akan mencapai nilai US$ 1,1 triliun atau pertumbuhannya sekitar 450% dari tahun 2000 (www.kompas.com, [online]). Tingkat investasi yang gencar tersebut seharusnya mendorong agar setiap perusahaan yang terdapat pada industri ini memiliki nilai perusahaan yang baik sehingga tentunya dapat dijadikan faktor pendorong kembali agar investor dalam maupun luar negeri bersedia menanamkan modalnya di Indonesia. Terdapat fakta mengenai nilai perusahaan yang dicerminkan melalui rasio PBV pada industri Telekomunikasi yang ada di Indonesia. Pada triwulan tiga hingga triwulan empat tahun 2009 rasio PBV mengalami kenaikan dari 2,06 kali menjadi 3,56 kali, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan yang cukup signifikan yakni sebesar 8,09 kali turun menjadi 2,18 kali atau mengalami penurunan sebesar 73% (www.idx.co.id, [online]). Penurunan rasio ini mengindikasikan menurunnya kemampuan perusahaan untuk memberikan tingkat pengembalian yang relatif tinggi yang tentunya berpengaruh pada upaya peningkatan kemakmuran pemilik modal.

PBV (x) 4 Berikut ini adalah perkembangan PBV masing-masing perusahaan pada industri Telekomunikasi di Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2010: 50 40 30 20 10 0-10 -20-30 -40 I II III IV I II III IV 2009 2010 Bakrie Telecom Tbk. 0.29 0.75 0.79 0.82 0.8 0.96 1.32 1.27 XL Axiata Tbk. 1.81 2.21 1.82 2.98 3.38 3.69 4.53 4.14 Indosat Tbk. 1.47 1.54 1.7 1.43 1.66 1.48 1.71 1.65 Inovisi Infracom Tbk 1.72 5.27 8.79 27.26 31.1 36.69 Smartfren Telecom Tbk. 0.67 1.85 2.61 5.75 2.08 2.78 5.22-34.42 Telekomunikasi Indonesia Tbk 4.67 4.11 5.11 5.08 4.16 3.72 4.65 3.75 Sumber: www.idx.co.id, Statistik BEI (diolah kembali) Triwulan Gambar 1.1 Perkembangan PBV Industri Telekomunikasi per Individu per Triwulan 2009-2010 Berdasarkan gambar 1.1, dapat terlihat bahwa PT. Inovisi Infracom Tbk. yang mulai listing di BEI pada triwulan ke-tiga 2009 memiliki tingkat pertumbuhan PBV yang cukup pesat yakni rata-rata sebesar 103% per triwulan sejak keberdiriannya. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan kelima perusahaan lain yakni pada triwulan tiga hingga triwulan empat 2010 PT. Bakrie Telecom Tbk. mengalami penurunan PBV sebesar 3,8 %, PT. XL Axiata sebesar 8,6%, PT. Indosat Tbk sebesar 3,5%, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. sebesar 19,3%, dan PT. Smartfren Telecom Tbk. sebesar 759%. Dengan kata lain,

5 penurunan PBV pada PT. Smartfren Telecom Tbk. merupakan penurunan tertinggi dibandingkan dengan penurunan PBV perusahaan lain pada industri yang sama. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam upaya untuk mengetahui nilai sebuah perusahaan dapat diketahui dengan menggunakan tiga pendekatan yakni dengan menganalisis rasio EPS, harga saham dan rasio PBV sehingga berikut ini adalah analisis perkembangan nilai perusahaan yang diukur dengan EPS, PBV, dan harga saham pada PT. Smartfren Telecom Tbk.: Sumber: www.idx.co.id, Statistik BEI (diolah kembali) Gambar 1.2 Perkembangan EPS, PBV dan Harga Saham PT. Smartfren Telecom Tbk. per Triwulan 2009-2010 Berdasarkan gambar 1.2, PT. Smartfren Telecom Tbk. yang berdiri sejak 16 Desember 2002 ini, memiliki nilai EPS sebesar -Rp.24 pada triwulan tiga 2010

6 yang turun 37,5% menjadi -Rp.33 pada triwulan empat 2010 dengan nilai EPS rata-rata sebesar Rp. 25. Sedangkan pada periode yang sama rasio PBV sebesar 5,22 kali turun 759% menjadi -34,42 kali dengan tingkat penurunan PBV rata-rata sebesar 1,68 kali. Kemudian, rata-rata harga saham per triwulan pun cenderung rendah dan konstan yakni sebesar Rp.51,125. Dari ketiga data tersebut, tingkat penurunan tertinggi nilai perusahaan dicerminkan oleh rasio PBV yakni terjadi penurunan PBV sebesar 759% pada triwulan tiga hingga triwulan empat 2010. Untuk menggambarkan dengan jelas perkembangan rasio PBV PT. Smartfren Telecom Tbk. yang baru listing di BEI pada 29 November 2006 tersebut, berikut ini adalah data perkembangan PBV sejak tahun 2008 hingga 2010: Sumber: www.idx.co.id, Statistik BEI (diolah kembali) Gambar 1.3 Perkembangan PBV PT. Smartfren Telecom Tbk. Periode 2008-2010

7 Berdasarkan gambar 1.3 dapat terlihat bahwa tren rasio PBV pada PT. Smartfren Telecom Tbk. cenderung mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2010, meskipun pada tahun 2009 sempat mengalami peningkatan. Nilai PBV tertinggi dicapai pada tahun 2009 dengan nilai sebesar 3,23 kali sedangkan nilai PBV terendah dicapai pada tahun 2010 dengan nilai sebesar -19,01 kali. Berdasarkan data tersebut, fenomena yang terjadi mengindikasikan bahwa nilai perusahaan pada PT. Smartfren Telecom Tbk. mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan rasio PBV yang dijadikan pengukuran dalam pendekatan pencarian nilai perusahaan PT. Smartfren Telecom Tbk. mengalami penurunan sehingga nilai perusahaan pada perusahaan juga mengalami penurunan. Penurunan nilai perusahaan tersebut mencerminkan menurunnya pula keuntungan yang dapat didapatkan para pemilik modal sehingga dampaknya adalah menurunnya kemakmuran para pemilik modal atau pemegang saham sekaligus penurunan pencitraan perusahaan dilihat dari sisi investor. Untuk mencapai nilai perusahaan yang maksimum diperlukan kemampuan dalam mengelola sumber daya keuangan perusahaan yang memadai. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan mengelola struktur permodalan yang ditentukan oleh perbandingan utang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan perusahaan. Struktur modal diukur dengan rasio Debt Equity Ratio (DER) karena rasio ini merupakan perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas). Struktur modal haruslah memaksimumkan nilai perusahaan yang bertujuan demi kepentingan para pemegang saham dan keuntungan yang diperoleh haruslah lebih besar dari biaya modal sebagai akibat

8 penggunaan modal. Semakin besar (banyak) hutang yang digunakan, maka semakin tinggi nilai perusahaan yang berarti semakin tinggi harga sahamnya. Alasannya adalah karena bunga utang yang dibayarkan dapat mengurangi pajak yang dibayar oleh perusahaan. Penghematan pajak ini merupakan keuntungan pemegang saham, sehingga nilai perusahaan meningkat yang tercermin pada meningkatnya harga saham. Gambar 1.4 adalah data perkembangan struktur modal yang diukur menggunakan rasio DER pada PT. Smartfren Telecom Tbk sejak tahun 2008 hingga tahun 2010: Sumber: www.idx.co.id, Statistik BEI (diolah kembali) Gambar 1.4 Perkembangan DER PT.Smartfren Telecom Tbk. per Triwulan 2008-2010 Berdasarkan gambar 1.4, pada tahun 2009 DER mengalami kenaikan yakni dari 9,29 kali pada triwulan tiga menjadi 17,19 kali pada triwulan empat

9 sehingga mengalami kenaikan DER sebesar 82,81%. Sedangkan pada triwulan ketiga hingga ke-empat 2010 tingkat penurunan DER PT. Smartfren Telecom Tbk. terjadi sebesar 88,63% yakni dari 13,11 kali menjadi 76 kali. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat struktur modal pada PT.Smartfren Telecom Tbk. Selain itu, suatu perusahaan yang ingin mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya harus memiliki kemampuan untuk melunasi kewajibankewajiban finansial yang segera dilunasi. Nilai likuiditas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan yang tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal tersebut akan menjadi sinyal positif bagi para investor dimana investor menganggap bahwa perusahaan masih memiliki kemampuan yang baik terutama dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sinyal positif tersebut akan berdampak pada estimasi harga saham perusahaan dimana harga saham akan ikut meningkat. Harga saham tersebut dijadikan salah satu komponen dalam penghitungan rasio PBV yang mencerminkan nilai perusahaan. Sehingga ketika perusahaan memiliki nilai likuiditas yang baik maka nilai perusahaannya pun akan menjadi baik. Kemudian dengan menggunakan pendekatan teknikal, perusahaan yang memiliki nilai likuiditas yang baik akan dianggap memiliki kinerja yang baik oleh investor. Pencerminannya terlihat dari estimasi harga saham yang meningkat ketika kinerja perusahaan meningkat. Harga saham yang meningkat akan dijadikan salah satu komponen dalam penghitungan nilai perusahaan. Sehingga pada kesimpulannya, dengan menggunakan pendekatan teknikal, maka

10 peningkatan nilai likuiditas akan meningkatkan kinerja perusahaan, peningkatan kinerja tersebut akan meningkatkan harga saham, dan peningkatan harga saham tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan. Likuiditas perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan rasio likuiditas yang meliputi Current Ratio (CR) dan Quick Ratio (QR). CR merupakan perbandingan antara aktiva lancar dan hutang lancar. Sedangkan QR merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan dengan jumlah hutang lancar. Besaran CR yang dianggap baik berdasarkan prinsip kehati-hatian adalah sekitar 200% dan besaran QR yang paling rendah adalah 100%. (Martono dan Agus Harjito, 2004:55) Gambar 1.5 adalah data perkembangan likuditas yang diukur menggunakan rasio CR dan QR dari PT.Smartfren Telecom Tbk. periode 2008 hingga 2010: Sumber: www.idx.co.id, Statistik BEI (diolah kembali) Gambar 1.5 Perkembangan CR dan QR PT.Smartfren Telecom Tbk. Periode 2008-2010

11 Berdasarkan gambar 1.5, CR PT. Smartfren Telecom Tbk. pada tahun 2009 sebesar 42,48% turun menjadi 24,52% pada tahun 2010, dengan demikian terjadi penurunan CR sebesar 42,28%. Dan nilai QR pada tahun 2009 sebesar 40% turun menjadi 25% pada tahun 2010, dengan demikian terjadi penurunan QR sebesar 37,5%. Jika kembali kepada penjelasan sebelumnya di atas, maka nilai CR dan QR pada PT. Smartfren Telecom Tbk. berada di bawah prinsip kehatihatian. Dengan menggunakan data perkembangan likuiditas PT. Smartfren Telecom Tbk. yang diukur dengan CR dan QR dapat diketahui bahwa pada periode yang sama kedua rasio tersebut mengalami penurunan. Namun CR mengalami penurunan terbesar yakni 42,28%. Merujuk pada latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa PT. Smartfren Telecom Tbk. mengalami penurunan nilai perusahaan yang dicerminkan PBV. Sehingga pada kesimpulannya, penurunan struktur modal yang diukur dengan menggunakan DER dan penurunan likuiditas yang diukur dengan menggunakan CR disertai dengan penurunan nilai perusahaan yang diukur dengan menggunakan PBV. Dengan demikian penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN LIKUIDITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PT. SMARTFREN TELECOM Tbk. PERIODE 2006-2011.

12 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Dalam perkembangan dunia usaha yang semakin pesat yang disertai persaingan yang semakin ketat, perusahaan dihadapkan pada tuntutan untuk dapat menjadi perusahaan yang terus tumbuh dan mempertahankan keberadaannya guna kepentingan pengelola maupun pemilik perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, manajemen perusahaan yang baik diperlukan untuk mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi perusahaan. Adapun tujuan perusahaan dalam manajemen keuangan untuk jangka panjang adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan menjadi persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang ada. Sehingga terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh manajemen keuangan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat dianalisis dengan menggunakan berbagai pendekatan yakni diantaranya dengan menggunakan rasio Earning per Share (EPS), rasio Price Book Value (PBV) dan harga saham. Fenomena industri Telekomunikasi di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dilihat dari gencarnya perusahaan operator dalam melakukan ekspansi ke daerah sebagai upaya perluasan jaringan. Pada pertengahan 2010, rencana investasi pada sektor ini telah mencapai US$ 2 miliar untuk seluruh atau sekitar 10 operator yang beroperasi di Indonesia (www.kompas.com, [online]). Tingkat investasi yang gencar tersebut seharusnya mendorong agar setiap perusahaan yang terdapat pada industri ini memiliki nilai

13 perusahaan yang baik sehingga tentunya dapat dijadikan faktor pendorong kembali agar investor dalam maupun luar negeri bersedia menanamkan modalnya di Indonesia. Berdasarkan data yang disajikan Statistik BEI mengenai perkembangan nilai perusahaan industri Telekomunikasi pada triwulan tiga hingga triwulan empat tahun 2010 terjadi penurunan yang cukup signifikan. Nilai perusahaan tersebut dicerminkan oleh PBV, yakni sebesar 8,09 kali turun menjadi 2,18 kali atau mengalami penurunan sebesar 73% (www.idx.co.id, [online]). Penurunan rasio ini mengindikasikan menurunnya nilai berbagai perusahaan yang terdapat pada industri ini. Berdasarkan gambar 1.1, data menunjukkan perkembangan PBV enam perusahaan yang terdapat pada industri Telekomunikasi di Indonesia, lima diantaranya mengalami penurunan PBV pada periode triwulan tiga hingga triwulan empat 2010 dan dari kelima perusahaan tersebut PT. Smartfren Telecom Tbk. mengalami penurunan PBV tertinggi yakni sebesar 759%. Merujuk pada gambar 1.2, nilai perusahaan PT.Smartfren Telecom Tbk. dianalisis dengan menggunakan EPS, PBV dan harga saham. Berdasarkan data yang tercantum, nilai EPS sebesar -Rp.24 pada triwulan tiga 2010 yang turun 37,5% menjadi -Rp.33 pada triwulan empat 2010 dengan nilai EPS rata-rata sebesar Rp. 25. Masih pada periode yang sama rasio PBV sebesar 5,22 kali turun 759% menjadi -34,42 kali dengan tingkat penurunan PBV rata-rata sebesar 1,68 kali. Kemudian, rata-rata harga saham per triwulan pun cenderung konstan yakni sebesar Rp.51,125. Dengan demikian, tingkat penurunan tertinggi nilai

14 perusahaan dicerminkan oleh rasio PBV yakni terjadi penurunan PBV sebesar 759% pada triwulan tiga hingga triwulan empat 2010. Gambar 1.3 menggambarkan tren rasio PBV pada PT. Smartfren Telecom Tbk. yang cenderung mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2010, meskipun pada tahun 2009 sempat mengalami peningkatan. Nilai PBV tertinggi dicapai pada tahun 2008 dengan nilai sebesar 3,23 kali sedangkan nilai PBV terendah dicapai pada tahun 2010 dengan nilai sebesar -19,01 kali. Berdasarkan data tersebut, fenomena yang terjadi mengindikasikan bahwa nilai perusahaan pada PT. Smartfren Telecom Tbk. mengalami penurunan. Untuk dapat memaksimalkan nilai perusahaan kembali, struktur modal yang optimal diperlukan untuk meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata. Analisis struktur modal yang menggunakan rasio DER pun digambarkan pada gambar 1.4. Berdasarkan data yang tercantum, pada triwulan ke-tiga hingga ke-empat 2010 tingkat penurunan DER PT. Smartfren Telecom Tbk. terjadi sebesar 88,63% yakni dari 13,11 kali menjadi 76 kali. Kemudian diantara banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, likuiditas perusahaan pun berperan penting untuk menunjang nilai perusahaan yang optimal. Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban finansialnya. Berdasarkan gambar 1.5 likuiditas dapat dihitung dengan menggunakan rasio likuiditas yang meliputi Current Ratio (CR) dan Quick Ratio (QR). CR merupakan perbandingan antara aktiva lancar dan hutang lancar. Sedangkan QR merupakan perimbangan

15 antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan dengan jumlah hutang lancar. Berdasarkan gambar 1.5, CR PT. Smartfren Telecom Tbk. pada tahun 2009 sebesar 42,48% turun menjadi 24,52% pada tahun 2010, dengan demikian terjadi penurunan CR sebesar 42,28%. Dan nilai QR pada tahun 2009 sebesar 40% turun menjadi 25% pada tahun 2010, dengan demikian terjadi penurunan QR sebesar 37,5%. Dengan menggunakan data perkembangan likuiditas yang diukur dengan CR dan QR dapat diketahui bahwa pada periode yang sama kedua rasio tersebut mengalami penurunan. Namun CR mengalami penurunan terbesar yakni 42,28%. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah dapat dirumuskan dengan menghubungkan variabel-variabel independen yaitu struktur modal dan likuiditas dengan variabel dependennya yaitu nilai perusahaan. Sehingga dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian dibawah ini: 1. Bagaimana gambaran perkembangan struktur modal di PT.Smartfren Telecom Tbk. 2. Bagaimana gambaran perkembangan likuiditas di PT.Smartfren Telecom Tbk. 3. Bagaimana gambaran perkembangan nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk. 4. Seberapa besar pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk.

16 5. Seberapa besar pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk. 6. Seberapa besar pengaruh struktur modal dan likuiditas terhadap nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Gambaran perkembangan struktur modal di PT.Smartfren Telecom Tbk. 2. Gambaran perkembangan likuiditas di PT.Smartfren Telecom Tbk. 3. Gambaran perkembangan nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk. 4. Seberapa besar pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk. 5. Seberapa besar pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk. 6. Seberapa besar pengaruh struktur modal dan likuiditas terhadap nilai perusahaan di PT.Smartfren Telecom Tbk. 1.3.2. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu manajemen, khususnya kajian ilmu manajemen

17 keuangan yang berkaitan dengan pengaruh struktur modal dan likuiditas terhadap nilai perusahaan. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai seberapa besar pengaruh struktur modal dan likuiditas terhadap nilai perusahaan bagi perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di BEI khususnya pada PT. Smartfren Telecom Tbk.