Pertama Aqidah beliau tentang tauhid (Pengesaan ) dan tentang tawassul syar i serta kebatilan taw assul bid i 1. Imam Abu Hanifah berkata: Tidak pantas bagi seorang untuk berdia kepada kecuali dengan asma. adapun doa yang diizinkan dan diperintahkan adalah keterangan yang terambil dari firman : Bagi ada nama-nama yang bagus (al-asm al-husna), maka berdo alah kamu dengan menyebut asma -asma itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang ilhad (tidak percaya) kepada asma -asma. Mereka akan diberi balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (al-a raf: 180) 2. Imam Abu Hanifah berkata: Makruh hukumnya seseorang berdoa dengan mengatakan; Saya mohon kepadamu berdasarkan hak si Fulan, atau berdasarkan hak para Nabi-mu, atau berdasarkan hal al-bait al-haram dan al-masy ar al-haram 3. Imam Abu hanifah berkata: Tidak pantas seseorang berdoa kepada kecuali dengan menyebut asma A llah. Dan saya tidak suka bila ada orang berdoa seraya menyebutkan dengan sifat-sifat kemuliaan pada arsy-mu[1], atau dengan menyebutkan dengan hak makhluk-mu Foote Note. [1]. Imam Abu hanifah dan Imam Muhammad bin Hasan tidak suka apabila seseorang berdoa dengan menyebutkan, Wahai, saya mohon kepada-mu dengan tempat kemuliaan dari arsy-mu karena doa seperti ini tidak ada petunjuk tekstual (nash) yang membolehkan. 1 / 6
Sementara Imam Abu Yusuf membolehkan doa seperti itu, karena menurut beliau ada nash dari hadits untuk hal itu, yaitu sebuah hadits dimana Nabi berdoa, Wahai, saya mohon kepada-mu dengan tempat-tempat kemuliaan di arsy-mu dan puncak rahmat dari Kitab-Mu Hadits ini ditulis oleh Imam al-baihaqi dalam kitabnya, Ad-Da awat al-kabirah, ditulis dalam kitab al-binayah, IX/382, dan kitab Nasb ar-rayah, IV/7272. Disanadnya terdapat tiga hal yang dapat menyacatkan hadits; 1) Daud bin Abu Ashim tidak pernah mendengar hadits dari Ibnu Mas ud. 2)Abdul Malik bin Juraij adalah seorang mudallis (menyembunyikan kecacatan hadits) dan mursil (menyebutkan hadits dengan sanad tidak bersambung). 3) Umar bin Harun dituduh sebagai pendusta. Oleh karena itu, Ibnu al-jauzi berkata sebagaimana terdapat dalam kitab, al-binayah, IX/382, bahwa hadits ini adalah palsu tanpa diragukan lagi dan sanadnya sangat parah seperti anda lihat. Lihat, Tahdzib at-tahdzib, III/189, VI/405, VII/501, Taqrib at-tahdzib I/520 Kedua Pendapat Imam Abu Hanifah tentang penetapan sifat-sifat dan bantahan terhadap golongan Jahmiyah. 1. Imam Abu Hanifah berkata: tidak disifati dengan sifat-sifat makhluk. Murka dan Ridha 2 / 6
adalah dua dari sifat yang tidak dapat diketahui keadaannya. Ini adalah pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah. murka dan ridha. Namun tidak dapat dikatakan bahwa muka adalah siksa-nya dan ridha adalah pahalanya-nya. Kita mensifati sebagaimana mensifati diri-nya sendiri. adalah Esa, Dzat yang pada-nya para hamba memohon, tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tidak ada satupun yang menyamai-nya. juga hidup, berkuasa, melihat dan mengetahui. Tangan diatas tangan-tangan mereka yang menyatakan janji setia kepada Rasul. Tangan tidak seperti tangan makhluk-nya. Wajah tidk seperti wajah-wajah makhluk-nya. 2. Imam Abu Hanifah berkata: juga memiliki tangan, wajah, dan diri seperti disebutkan sendiri oleh dalam al-qur an. Maka apa yang disebutkan oleh tentang tangan, wajah dan diri menunjukkan bahwa mempunyai sifat yang tidak boleh direka-reka bentuknya. Dan juga tidak boleh disebutkan bahwa tangan itu artinya kekuasannya-nya atau Nikmat-Nya, karena hal itu berarti meniadakah sifat-sifat, sebagaimana pendapat yang dipegang ahli qadar dan golongan Mu tazilah 3. Imam Abu Hanifah juga berkata: Tidaklah pantas bagi seseorang untuk berbicara tentang Dzat. Tetapi hendaknya iya mensifati dengan sifat-sifat yang disebutkan oleh sendiri. Ia tidak boleh berbicara tentang dengan pendapatnya sendiri. Maha Suci Rabbu Alamin. 4. Ketika ditanya tentang turunnya, Imam Abu Hanifah menjawab: itu turun tanpa cara-cara seperti halnya turunnya makhluk. 5. Beliau juga berkata: Dalam berdo a kepada, kita memanjatkan doa ke atas, bukan kebawah, karena bawah tidak mengandung sifat Rububiyah dan Uluhiyah 3 / 6
sedikitpun. 6. Beliau juga berkata: itu murka dan ridha. Namun tidak dapat disebutkan bahwa Murka itu siksa-nya, dan ridha itu pahala-nya. 7. Beliau juga berkata: tidak serupa dengan makhluk-nya, dan makhluk-nya juga tidak serupa dengan. itu tetap akan selalu memiliki nama-nama dan sifat-sifat-nya. 8. Beliau juga berkata: Sifat-sifat itu berbeda dengan sifat-sifat makhluk. itu mengetahui tetapi tidak seperti mengetahuinya makhluk. itu mampu (berkuasa) tetapi tidak seperti berkuasanya makhluk. itu melihat tetapi tidak seperti melihatnya makhluk. itu mendengar tetapi tidak seperti mendengarnya makhluk. Dan itu berbicara tetapi tidak seperti berbicaranya makhluk. 9. Beliau juga berkata: itu tidak boleh disifati dengan sifat-sifat makhluk. 10. Beliau berkata: Siapa yang mensifati dengan sifat-sifat manusia, maka ia telah kafir. 11. Beliau juga berkata: memiliki sifat-sifat dzatiyah dan fi liyah. Sifat dzatiyah adalah hayah (hidup), qudrah (mampu), ilm (mengetahui), sama (mendengar), bashar (melihat), dan iradah (kehendak). Sedangkan sifat-sifat 4 / 6
fi liyah adalah menciptakan, memberi rezki, membuat, dan lain-lain yang berkaitan dengan sifat-sifat perbuatan. tetap dan selalu memiliki asma -asma dan sifat-sifat-nya. 12. Beliau juga berkata: tetap melakukan (berbuat) sesuatu. Dan melakukan (berbuat) itu merupakan sifat azali. Yang melakukan (berbuat) adalah, yang dilakukan (objeknya) adalah makhluk dan perbuatan bukanlah makhluk. 13. Beliau juga berkata: Siapa yang berkata: Saya tidak tahu Tuhanku itu dimana, dilangit atau dibumi, maka orang tersebut telah menjadi kafir. Demikian pula orang yang berkata: Tuhanku itu diatas arsy. Tetapi saya tidak tau arsy itu dilangit atau dibumi. 14. Ketika ada seorang wanita yang bertanya kepada beliau: Dimana Tuhan Anda yang Anda sembah itu?. Beliau menjawab: ada dilangit, tidak dibumi. Kemudian ada seorang bertanya: Tahukan Anda bahwa berfirman itu bersama kamu (Surat al hadid : 44)? Beliau menjawab: Ungkapan itu seperti kamu menulis surat kepada seseorang, Saya akan selalu bersama-mu, padahal kamu jauh darinya. 15. Beliau juga berkata: : bahwa itu mempunyai sifat kalam (berfirman) sebelum berfirman kepada Nabi Musa laihissalam a 16. Kata beliau: berfirman dengan kalam-nya, dan kalam adalah sifat azali. 5 / 6
17.Beliau berkata: al-qur an itu kalam tertulis didalam Mushhaf dan tersimpan (terjaga) didalam hati, terbaca oleh lisan, dan diturunkan kepada Nabi Muhammad 18. Kata beliau lagi, Alqur an itu bukan makhluk. [Sumber: Aqidah Imam empat karangan Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-khumais] 6 / 6