HUBUNGAN PERILAKU PERILAKU PENJAMAH PENJAMAH MAKANAN MAKANAN DENGAN KEBERADAAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI BAKTERI PADA MIE PADA BASAH MIE DI BASAH LINGKUNGAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI UNIVERSITAS GORONTALO NEGERI GORONTALO TAHUN 2013 Jasriyanti Yahya NIM 811409085 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Abstrak Hygiene sanitasi makanan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. Beberapa data WHO melaporkan bahwa sekitar 70% kasus diare yang terjadi di negara berkembang disebabkan oleh makanan yang telah tercemar, badan pusat pengawasan obat dan makanan juga mencatat selama tahun 2004 di Indonesia terjadi 82 kasus keracunan makanan yang menyebabkan 6.500 korban sakit dan 29 orang meninggal dunia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh, dengan jumlah sampel merupakan keseluruhan populasi yaitu mie basah dengan penjualnya sebagai responden sebanyak 9 penjual makanan Penelitian dilakukan di laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Propinsi Gorontalo. Data yang diperoleh dianalisis secara univariat dan bivariat untuk mengetahui hubungan antar variabel penelitian. Analisis statistik menggunakan uji Korelasi Point Biserial. Hasil penelitian menunjukkan terdapat keberadaan bakteri pada semua sampel mie basah, tidak ada hubungan pengetahuan penjamah makanan (p=0,346), sikap penjamah makanan (p=0,416), dan tindakan penjamah makanan (p=0,990) dengan keberadaan bakteri pada mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. Dari hasil penelitian ini perlunya peningkatan pemberian informasi kepada penjamah makanan oleh pihak-pihak terkait untuk menjaga makanan yang dijajakan tetap bersih dan sehat untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Kata Kunci: Perilaku, Penjamah Makanan, Mie Basah, Bakteri
I. PENDAHULUAN Makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obatobatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan (Chandra, 2007). Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia agar bisa terus bertahan hidup untuk itu harus menjaga kebersihan makanan agar tidak terkontaminasi dan membahayakan kesehatan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit (Mulia, 2005). Bakteri umumnya merupakan penyebab kontaminasi terbanyak pada makanan. Salah satu penyebab kontaminasi bakteri pada makanan karena perilaku penjamah makanan yang kurang memperhatikan hygiene sanitasi dalam melakukan penanganan makanan baik dalam hal pemilihan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan maupun penyajiannya. Mie basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan (SNI, 1992). Berdasarkan data dari Badan Pengawasan, Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Gorontalo, pada tahun 2011 hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan makanan mie bakso yang tercemar dengan bakteri Coliform. Dari observasi awal yang dilakukan jumlah penjual makanan mie basah yang ada di lingungan kampus Universitas Negeri Gorontalo sebanyak sembilan penjual yang terdiri dari 3 kantin dan 6 gerobak dimana 3 kantin, 4 gerobak ada di kampus I, 1 gerobak ada di kampus II dan 1 gerobak ada di kampus III. Perilaku penjamah makanan yang kurang memperhatikan hygiene sanitasi terutama dalam penyajian makanan seperti mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyajikan makanan mie basah dan tidak menggunakan alat yang sesuai dan bersih bila mengambil makanan tanpa disadari akan menjadi penyebab terkontaminasinya makanan oleh bakteri patogen juga didukung dengan belum ada data yang jelas tentang kesehatan makanan yang ada di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. II. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian Survei analitik yaitu untuk mengetahui hubungan perilaku penjamah makanan dengan keberadaan bakteri pada mie basah yang dijual di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mie basah yang di jual di lingkungan Univeritas Negeri Gorontalo sejumlah 9 tempat penjualan dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan jumlah populasi dengan penjualnya ditunjuk sebagai responden sebanyak 9 penjual makanan Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat dimana analisis bivariat menggunakan uji Korelasi Point Biserial dengan menggunakan bantuan analisis computer. Hasil uji Korelasi Point Biserial dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel X dan Y yang bermakna secara statistik. Yang menjadi dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai α) sebesar 95%: a. r hitung < r tabel dengan nilai p > 0,05 maka Ho diterima. b. r hitung > r tabel dengan nilai p 0,05 maka Ho ditolak. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian 1) Distribusi Pengetahuan Penjamah Makanan Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Distribusi Pengetahuan Penjamah Makanan Pengetahuan Jumlah n % Baik 6 66,7 Kurang 3 33,3 Total 9 100 Hasil analisis didapatkan bahwa prosentase distribusi responden sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 6 (66,7%) sedangkan tingkat pengetahuan responden kategori kurang sebanyak 3 (33,3%) dari 9 responden.
2) Distribusi Sikap Penjamah Makanan Distribusi responden berdasarkan sikap dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Distribusi Sikap Penjamah Makanan Sikap Jumlah n % Baik 6 66,7 Kurang 3 33,3 Total 9 100 Berdasarkan tabel 3.2, menunjukkan bahwa prosentase hasil anaslisis sikap responden paling banyak adalah sikap responden kategori baik sebanyak 6 (66,7%) dari 9 responden sedangkan distribusi sikap reponden yang paling sedikit adalah kategori kurang sebanyak 3 (33,3%). 3) Distribusi Tindakan Penjamah Makanan Distribusi responden berdasarkan tindakan dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Distribusi Tindakan Penjamah Makanan Jumlah Tindakan n % Baik 4 44,4 Kurang 5 55,6 Total 9 100 Berdasarkan hasil analisis tindakan responden pada tabel 3.3, menunjukkan bahwa distribusi tindakan responden sebagian besar masih kurang sebanyak 5 (55,6%) dan tindakan responden kategori baik sebanyak 4 (44,4%) dari 9 responden. 4) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada mie basah dapat dilihat pada tabel 3.4. Berdasarkan tabel 3.4, diketahui bahwa angka lempeng total (ALT) pada sampel A positif terdapat koloni bakteri, sama halnya dengan sampel B, C, D, E, F, G, H, dan I dari hasil uji laboratorium pada pemeriksaan angka lempeng total (ALT) dengan menggunakan metode pour plate positif terdapat koloni bakteri pada Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Bakteri Pada Mie Basah Yang Dijual Di Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo Kode ALT No Sampel Col/gram 1 A + 2 B + 3 C + 4 D + 5 E + 6 F + 7 G + 8 H + Standar ALT 0 Col/gram 9 I + 5) Hubungan Pengetahuan Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Hubungan pengetahuan penjamah makanan dengan keberadaan bakteri pada mie basah dapat dilihat pada tabel 3.5. Tabel 3.5 Hubungan Pengetahuan Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Di Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo Pengetahuan Bakteri Pada Mie Basah Pengetah uan Bakteri Pada Mie Basah 1 0,357 0,346 0,357 1 0,346 Berdasarkan tabel 3.5, diperoleh r hitung =0,357 < r tabel =0,666 dengan nilai p (0,346) > α (0,05), dengan demikian H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat kemaknaan hubungan pengetahuan penjamah makanan dengan keberdaan bakteri pada
6) Hubungan Sikap Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Hubungan sikap penjamah makanan dengan keberadaan bakteri pada mie basah dapat dilihat pada tabel 3.6. Tabel 3.6 Hubungan Sikap Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Di Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo Sikap Bakteri Pada Mie Basah Sikap Bakteri Pada Mie Basah 1-0,310 0,416-0,310 1 0,416 Berdasarkan tabel 3.6, diperoleh r hitung =-0,310 < r tabel =0,666 dengan nilai p (0,416) > α (0,05), dengan demikian H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat kemaknaan hubungan sikap penjamah makanan dengan keberdaan bakteri pada 7) Hubungan Tindakan Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Hubungan tindakan penjamah makanan dengan keberadaan bakteri pada mie basah dapat dilihat pada tabel 3.7. Berdasarkan tabel 3.7, diperoleh r hitung =0,005 < r tabel =0,666 dengan nilai p (0,990) > α (0,05), dengan demikian H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat kemaknaan hubungan tindakan penjamah makanan dengan keberdaan bakteri pada Tabel 3.7 Hubungan Tindakan Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Di Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo Tindakan Bakteri Pada Mie Basah Tindakan Bakteri Pada Mie Basah 1 0,005 0,990 0,005 1 0,990 3.2 Pembahasan 3.2.1 Bakteri Pada Mie Basah Hasil uji laboratorium sampel mie basah menunjukkan bahwa pemeriksaan angka lempeng total (ALT) dari Sembilan sampel A, B, C, D, E, F, G, H dan I 100% positif terdapat koloni bakteri. Berdasarkan Permenkes RI No.1096 tahun 2011 makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia dan bakteri. Cemaran baktri melalui pemeriksaan laboratorium darn hasil pemeriksaan menunjukkan angka kuman nol (0). Dengan demikian semua sampel mie basah dari hasil penelitian ditemukan positif terdapat koloni bakteri sehingga tidak memenuhi syarat Permenkes. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan beberapa hal yang dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada mie basah seperti berbicara saat mengolah makanan, tidak menggunakan penutup kepala, tidak mencuci tangan sebelum mengolah atau menyajikan makanan mie basah, tidak menggunakan celemek dan pakaian bersih dan rapi serta kurang menjaga kebersihan dan kuku yang menyebabkan hygiene perorangan penjamah makanan yang ada di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo masih banyak yang tidak memenuhi syarat sebagai seorang penjamah makanan berdasarkan Kepmenkes No. 942 tahun 2003. Sanitasi lingkungan sekitar lokasi penjualan juga memberikan pengaruh terhadap kontaminasi bakteri pada mie basah seperti tata letak lokasi penjualan
yang dekat dengan selokan dan tempat sampah yang memicu vektor penyebab penyakit. 3.2.2 Hubungan Pengetahuan Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa pengetahuan penjamah makanan tidak ada hubungan dengan keberadaan bakteri pada mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh r hitung =0,357 < r tabel =0,666 dan dengan nilai p (0,346) > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan H 0 diterima artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan Dari hasil penelitian didapatkan semua responden mengetahui bahwa mie basah yang dibuat menggunakan bahan-bahan yang baik, dikemas, tidak rusak dan tidak berbau. Pemahaman responden mengenai penggunaan bahan makanan yang baik, dikemas, tidak rusak dan tidak berbau dengan tujuan agar makanan yang dibuat rasanya enak dan disukai pembeli. Sedangkan nilai gizi pada mie basah dan tercemarnya makanan oleh bakteri patogen pada mie basah yang tidak dikemas dengan baik tidak mereka pertimbangkan karena pengetahuan penjamah yang terbatas. Menurut Sibuea (2011), kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya yaitu dari bentuk, warna, kesegaran, bau, dan lainnya. Pada penelitian menunjukkan semua responden sudah mengetahui bahwa makanan yang disimpan sebaiknya ditempatkan di tempat yang tertutup. Walaupun ada dua responden yang sudah mengetahui bahwa hinggapnya lalat dan kotoran pada makanan bisa menularkan penyakit, tetapi tujuh responden diantaranya berpendapat, bahwa makanan yang dibiarkan terbuka juga tidak ada masalah. Karena mereka lebih mengutamakan segi praktis dalam pelayanan dan menurut mereka keadaan seperti itu tidak pernah dipermasalahkan oleh pembeli, sedangkan menurut Depkes RI, penyimpanan makanan jadi harus terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden baik dalam pengangkutan mie basah diletakkan dalam wadah dan tidak dicampur dengan makanan lain. Semua responden mengetahui pengangkutan mie basah yang baik adalah kendaraan yang digunakan dalam keadaan bersih, akan tetapi sebagian besar (88,9%) responden berpendapat bahwa kebersihan kendaraan tidak masalah jika tidak dibersihkan. Pengetahuan responden tidak terlalu berpengaruh terhadap keberadaan bakteri pada Adanya bakteri pada mie basah berdasarkan hasil observasi disebabkan oleh kurangnya hygiene perorangan penjamah makanan dimana dalam pengelolaan makanan penjamah tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menyajikan makanan mie basah, tidak menjaga kebersihan kuku dan rambut, tidak menggunakan penutup kepala dan kebiasaan menggaruk anggota badan saat menyajikan makanan. Walaupun pengetahuan penjamah makanan sudah baik namun perilaku penjamah yang kurang dalam hygiene perorangan menjadi penyebab terjadinya kontaminasi silang bakteri pada makanan 3.2.3 Hubungan Sikap Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa sikap penjamah makanan tidak ada hubungan dengan keberadaan bakteri pada mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh r hitung =-0,310 < r tabel =0,666 dengan nilai p (0,416) > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan H 0 diterima artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan Menurut Sax (dalam Massudi 2003), mengatakan sikap dapat diukur kualitas kebenarannya dari arah, intensitas, keluasan dan konsistensinya. 1) Arah, yaitu setuju/mendukung atau tidak setuju. 2) Intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu, yang belum tentu sama walaupun arahnya tidak berbeda. 3) Keluasan, maksudnya kesetujuan atau tidak setujuan terhadap obyek sikap dapat mengenai hanya aspek sedikit, bisa juga mencakup banyak aspek yang ada pada obyek sikap tersebut. 4) Konsistensi, yaitu kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden menyetujui pemilihan makanan mie basah yang baik adalah mie basah yang dikemas, tidak berbau dan tidak rusak. Menurut Depkes RI, bahwa salah satu titik pengendalian dalam laju makanan adalah memilih bahan yang baik dan bersih dan membuang yang rusak dan kotor. Terhadap penyimpanan mie basah menunjukkan semua responden setuju mengenai penyimpanan makanan mie basah yang sehat dan bersih, yaitu ditempatkan dalam wadah yang bersih
dan diberi tutup, tetapi sebagian besar (77,8%) responden mengatakan, demi praktisnya pekerjaan dan pelayanan kepada pembeli mereka juga menyetujui mie basah di letakkan dalam wadah yang terbuka tanpa penutup. Pernyataan sikap penjamah makanan menyetujui bahwa mencuci tangan sebelum menyajikan mie basah merupakan cara efektif untuk menjaga kebersihan makanan. Tetapi sebagian besar (55,6%) responden mengatakan tidak mempermasalahkan apabila tidak mencuci tangan sebelum menyajikan, dengan alasan saat menyajikan menggunakan alat bantu (penjepit) sehingga tidak terjadi kontak langsung dengan Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terkontaminasinya makanan mie basah oleh bakteri patogen disebabkan oleh perilaku penjamah yang kurang baik dalam hal hygiene perorangan saat melakukan penanganan makanan. perilaku penjamah yang sering memegang anggota tubuh seperti rambut, telinga, hidung saat menyajikan makanan, tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menyajikan makanan mie basah, tidak menggunakan penutup kepala serta kebiasaan merokok saat menyajikan makanan. Walaupun sikap penjamah makanan sudah baik dari segi pemilihan, penyimpanan, pengangkutan dan penyajian namun perilaku penjamah yang kurang dalam hygiene perorangan menjadi penyebab terkontaminasinya bakteri pada makanan 3.2.4 Hubungan Tindakan Penjamah Makanan Dengan Bakteri Pada Mie Basah Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa tindakan penjamah makanan tidak ada hubungan dengan keberadaan bakteri pada mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh r hitung =0,005 < r tabel =0,666 dengan nilai p (0,990) > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan H 0 diterima artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden memilih dan menggunakan bahan makanan mie basah yang baik, dikemas, tidak berbau, dan tidak rusak. Tindakan responden menggunakan bahan-bahan yang baik ini dengan maksud agar makanan mie basah yang dibuat nantinya tidak mengecewakan pembeli. Pada praktik penyimpanan makanan, hasil penelitian mendapatkan dilima tempat penjualan mie basah menyimpan mie basah dalam etalase kaca hanya pada saat menyajikan membuka penutup sehingga kecil kemungkinan untuk terkontaminasi oleh bakteri. Sedangkan diempat tempat penjualan mie basah diletakkan dalam wadah tanpa penutup dan dibiarkan terbuka dengan alasan agar tidak bikin repot karena sering dibuka dan juga lebih praktis mengingat banyaknya pembeli apalagi selama ini makanan yang terbuka tidak pernah dipermasalahkan pembeli. Dalam hal penyajian makanan mie basah semua responden sebelum menyajikan makanan tidak mencuci tangan terlebih dahulu sehingga kotoran yang ada ditangan akan mencemari makanan Untuk responden dalam menyajikan makanan yang menggunakan alat bantu (penjepit) ada lima responden sedangkan empat responden diantaranya menggunakan tangan tanpa alat bantu. bakteri pada mie basah disebabkan oleh hygiene perorangan penjamah masih kurang dalam melakukan penanganan makanan. Berdasarkan hasil observasi, dalam pengelolaan makanan penjamah tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menyajikan makanan mie basah, tidak menjaga kebersihan kuku dan rambut, tidak menggunakan penutup kepala, kebiasaan menggaruk anggota badan saat menyajikan makanan, perilaku penjamah berbicara di depan makanan pada saat melayani pembeli dan kebiasaan merokok pada saat menyajikan makanan. Hal ini menjadi penyebab terkontaminasinya bakteri pada makanan mie basah, dimana terjadi kontaminasi silang bakteri yang berasal dari tubuh melalui perantara tangan masuk kedalam makanan IV. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian hubungan perilaku mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1) Terdapat bakteri pada mie basah pada semua sampel yang ada di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. 2) Hasil uji statistik menggunakan Korelasi Point Biserial diperoleh r hitung adalah 0,357 dengan nilai signifikan 0,346 > 0,05, maka H 0 diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara pengetahuan penjamah makanan dengan keberadaan bakteri pada mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. 3) Hasil uji statistik menggunakan Korelasi Point Biserial diperoleh r hitung adalah -0,310 dengan nilai signifikan 0,416 > 0,05, maka H 0 diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara sikap penjamah makanan dengan keberadaan bakteri
pada mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. 4) Hasil uji statistik menggunakan Korelasi Point Biserial diperoleh r hitung adalah 0,005 dengan nilai signifikan 0,990 > 0,05, maka H 0 diterima sehingga tidak terdapat hubungan antara tindakan penjamah makanan dengan keberadaan bakteri pada mie basah di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. DAFTAR PUSTAKA Arisman. 2012. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: Buku Kodekteran ECG. Abdullah, I. 2012. Hygiene Sanitasi dan Kandungan Mikroba Pada Kecap Manis Yang Digunakan Di Kantin Di Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo. Skripsi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. Badu, Syamsu Qamar. 2011. Renstra UNG. http://www.repository.ung.ac.id/files/80/1/re nstra_ung.pdf di akses 5 Juni 2013. Universitas Negeri Gorontalo. Buckle, Ewards, Fleet dan Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI- PRESS.) Budi. 2006. Gizi Dan Kuliner Sejarah Dan Aneka Jenis Mie. http://budiboga.blogspot.com/2006/05/sejara h-dan-aneka-jenis-mie.html, diakses 3 Maret 2013 Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Departemen Kesehatan RI. 2004. Higiene dan Sanitasi Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Fathonah, Sitti. 2003. Dampak Intervensi Pelatihan Keamanan Pangan Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Keamanan Pangan Produsen Dan Keamanan Produk Mie Basah Di Semarang. Tesis, Program Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Keehatan Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang. Hardiwinoto. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Kategori Umur. http://ilmu-kesehatanmasyarakat.blogspot.com/2012/05/kategoriumur.html diakses 5 April 2013. Hidayat, Hanif Amalia. 2010. Hubungan Pengetahuan Dan Praktik Penjamah Makanan Mengenai Higiene Sanitasi Makanan Dengan Escherichia Coli Pada Nasi Rames. Skripsi, Universitas Diponegoro Tembalang. Iskandar, H. Mahdi. 1995. Teori Pengolahan Makanan. Jakarta: PT PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Isnawati. 2012. Hubungan Higiene Sanitasi bakteri Coliform Dalam Es Jeruk Di Warung Makan Kelurahan Tambalang Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (online), Volume 1 No. 2. (http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm di akses 3 Maret 2013). Kepmenkes RI Nomor : 942/Menkes/SK/ VII/2003. 2010. Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kepmenkes RI Nomor : 1098/Menkes/SK/VII/2003. 2010. Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan Dan Restoran. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Koswara, Sutrisno. 2005. Teknologi Pengolahan Mie. http://www.scribd.com/doc/33759979/tekno logi-pengolahan-mie-teori-dan-praktek, diakses 9 Maret 2013. Massudi. 2003. Perilaku Penjamah Makanan Dalam Mengeola Makanan Di Warung Sekitar kampus Universitas Bima Nuswantoro Semarang. Tesis, Program Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang. Mukono. 2008. Prinsip-Prinsip Kesehatan Lingkungan Edisi Dua. Surabaya: Airlangga University Press. Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Yuliarsih, Retno Widyati. 2002. Higiene & Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: PT Rineka Cipta. Permenkes RI Nomor: 1096/MENKES/PER/VI/2011. 2012. Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Riduwan dan Sunarto. 2011. Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta. Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press Yogyakarta. Ryadi, Slamet. 1984. Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Karya Anda. Sadikin, Sjarief DJ. 2005. Pencemaran Air Minum Dan Makanan Oleh Bakteri Disekitar Sekolah Provinsi Jawa Barat. Bandung: Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Sibuea, Yulan Yanti Angelina. 2011. Hygiene Sanitasi Pengelolaan Bumbu Siomay Pada Pedagang Siomay Di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Medan Tahun 2011. Skripsi, Fakulas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2987-1992. 1992. Mi Basah. Badan Standardisasi Nasional (BSN). (SNI) 7388-2009. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Supardi, Iman dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung: Alumni.