STUDI TENTANG PENGARUH RONGGA TERHADAP DAYA ABSORPSI BUNYI Lea Prasetio, Suyatno, Rizki Armandia Mahardika Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: leapra@mitra.net.id Abstrak Dalam kehidupan sehari hari ada bahan yang banyak menyerap bunyi (karpet, glasswool, dll), namun ada juga bahan yang hanya sedikit menyerap bunyi (kaca, beton, dll). Besaran yang menunjukkan kemampuan bahan untuk menyerap bunyi adalah koefisien absorpsi, yang dilambangkan dengan α. Metoda yang digunakan untuk mengetahui besarnya nilai koefisien absorpsi pada penelitian ini adalah metoda ruang dengung, karena hasilnya lebih sesuai dengan pemakaian di lapangan, dibandingkan dengan metoda tabung impedansi. Selain tergantung pada jenis bahan, ternyata cara bahan dilekatkan pada dinding juga menentukan daya absorpsi bahan. Koefisien absorpsi tripleks 6 mm ternyata berbeda ketika bahan ini ditempelkan langsung pada dinding dibandingkan bila ada rongga udara antara dinding dan tripleks tersebut, namun memperlebar rongga udara tidak selalu menyebabkan semakin besarnya nilai koefisien absorpsinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengisian rongga udara dengan bahan absorpsi rockwool 2,5 cm menyebabkan naiknya koefisien absorpsi bahan. Kata kunci: koefisien absorpsi, rongga udara, tripleks, waktu dengung, Sabine Abstract In our daily life, carpet, glasswool, rockwool etc., absorp a lot of sound, whereas glass, concrete etc. only absorp a small amount of the sound energy incident on it. Absorption coefficient is the quantity that shows the absorption capacity a material can have. The reverberation room method to measure the absorption coefficient were executed to find the absorption coefficient of multiplex either directly on the floor or with air space behind it. While air space should increase the absorption coefficient of the multiplex, yet increasing the airspace does not always increase the absorption coefficient. Filling the airspace with absorption blankets such as rockwool does improve the absorption coefficient. Keywords: absorption coefficient, airspace, multiplex, reverberation time, Sabine 1. Pendahuluan Dalam suatu pementasan, bunyi yang ditimbulkan sumber bunyi diharapkan tidak langsung mati, melainkan bertahan hingga beberapa saat. Dengan kata lain suatu auditorium harus bereaksi terhadap bunyi seperti halnya yang terjadi pada instrumen musik, yaitu meningkatkan kekerasan dan memperpanjang bunyi asli. Perpanjangan ini dapat terjadi akibat refleksi yang berulang ulang oleh dinding-dinding ruang.. Gejala semacam ini biasa disebut dengung. Peristiwa dengung diharapkan dapat memperjelas, INS08-1
meningkatkan kekerasan bunyi asli dan memberi kesan ruang (spacious). Karena pentingnya peristiwa dengung maka parameter akustik waktu dengung (reverberation time) harus diperhatikan dalam mendesain suatu ruang. Adapun definisi waktu dengung adalah waktu yang diperlukan bunyi untuk meluruh sebesar 60 db sejak bunyi dimatikan. Pada tahun 1898, fisikawan Amerika bernama W. Sabine melakukan penelitian dan Sabine menemukan bahwa semakin besar volume ruang (V), waktu dengungnya (T) semakin lama; sebaliknya semakin banyak bahan absorpsi yang ada di dalam ruang maka waktu dengungnya semakin singkat. Secara matematis hubungan tersebut dinyatakan oleh persamaan : dengan : V T 0, 16 (1) A T = waktu dengung (s) V = volume ruang (m 3 ) A = total penyerapan ruang = S 1 α 1 + S 2 α 2 + S 3 α 3 +. + S n α n S n = luas permukaan bahan dengan koefisien absorpsi α n (m 2 ) α n = koefisien absorpsi bahan Untuk mendapatkan waktu dengung yang sesuai inilah, maka misalnya studio musik atau gedung bioskop, sering menggunakan bahan bahan absorpsi pada dindingnya. Karena itu informasi tentang daya absorpsi bahan menjadi penting. Koefisien absorpsi (α) suatu bahan adalah bagian dari energi bunyi datang yang diabsorpsi atau tidak direfleksikan oleh perrmukaan, yang secara matematis dapat ditulis sebagai : (2) dengan nilai α dapat berada antara 0 sampai 1. Bahan yang akan digunakan seringkali dicari yang memiliki koefisien absorpsi yang besar. Namun karena bahan yang memiliki koefisien absorpsi besar (acoustic tiles) harganya cukup mahal, biasanya pemilik studio merekayasa dengan memasang triplek yang diberi berbagai perlakuan, misalnya dengan memberi rongga udara di belakangnya. Dalam penelitian ini diselidiki bagaimana pengaruh lebar rongga udara terhadap pemasangan tripleks sebagai bahan absorpsi. Selain itu, absorpsi sangat bergantung pada frekuensi bunyi yang mengenai bahan tersebut, karena setiap frekuensi akan diabsorpsi dengan cara yang berbeda. 2. Metodologi Eksperimen Berdasarkan arah bunyi yang datang ke permukaan bahan, pengujian bahan absorpsi dapat dilakukan dengan dua metoda yaitu metoda tabung impedansi dan metoda ruang dengung. Pada metoda tabung impedansi permukaan bahan uji dikenai bunyi secara tegak lurus. Hasil yang diperoleh dari pengujian dengan metoda ini adalah koefisien absorpsi bahan terhadap bunyi yang datang tegak lurus padanya. Dalam prakteknya, bunyi datang pada bahan dari segala arah, sehingga pengujian dengan metoda ruang dengung lebih mendekati kenyataan. Namun bagaimanapun metoda Tabung Impedansi masih sering digunakan, terutama di bidang pendidikan, karena biaya yang dibutuhkan relatif murah. Biasanya, koefisien absorpsi bunyi yang diperoleh dari hasil pengukuran metoda tabung lebih rendah daripada yang diperoleh dari metoda ruang dengung (1). Metoda ruang dengung memerlukan ruang dengan medan bunyi reverberan difus (2), seperti yang tertuang dalam ISO 354-1985, yaitu medan dengan bunyi terdistribusi merata di seluruh ruang. Namun karena persyaratan ISO yang tinggi dan tidak dapat diadakan, maka penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pengalaman penelitian yang dilakukan oleh Carlisle,E.J., Hooker,R.J (3) yang menggunakan ruang yang kecil. Untuk mendapatkan koefisien absorpsi bahan, terlebih dahulu diukur waktu dengung ruang dalam keadaan kosong (bahan uji belum dimasukkan). Bahan yang akan diuji dengan ukuran luas S 1 dan koefisien absorpsi α 1 selanjutnya dimasukkan INS08-2
ke dalam ruang uji, kemudian kembali diukur waktu dengung ruang (T 1 ). Dari hasil pengukuran waktu dengung ruang sebelum dan setelah diberi bahan uji, maka didapat nilai koefisien absorpsi bahan α dengan menggunakan persamaan: dengan : S o To o 1 1 (3) S1 T 1 α = koefisien absorpsi bahan α 0 = koefisien absorpsi rata rata ruang S 0 = luas permukaan total ruang (m 2 ) S 1 = luas permukaan bahan uji (m 2 ) T 0 = waktu dengung ruang sebelum bahan uji dimasukkan (sekon) T 1 = waktu dengung ruang setelah bahan uji dimasukkan (sekon) Sampel yang dipakai adalah tripleks berukuran 2 m x 1 m dengan ketebalan tripleks 6 mm. Tripleks pada awalnya diletakkan langsung di atas lantai. Selanjutnya tripleks diletakkan di lantai dengan diberi kerangga berukuran 4 cm x 6 cm, sehingga antara sampel dan lantai terdapat rongga 4 cm (lihat Gambar 2). Lebar rongga udara yang diteliti adalah 4 cm dan 8 cm, disesuaikan dengan kerangka kayu yang dijual di pasar dan digunakan untuk bangunan, yaitu kerangka berukuran 4 cm x 6 cm dan 6 cm x 8 cm. Pengukuran koefisien absorpsi dengan metoda ini tergolong relatif mahal, karena membutuhkan ruang khusus dan bahan yang akan diukur koefisien absorpsinya harus luas. Namun seperti telah dijelaskan di atas hasilnya lebih sesuai dengan pemakaian di lapangan. 3. Hasil dan Pembahasan Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan di Ruang Ukur Laboratorium Akustik Jurusan Fisika FMIPA ITS, yang mempunyai ukuran ruang : 4 m x 4 m x 3 m. Dinding terbuat dari tripleks berlapis formika. Untuk membuat ruang menjadi lebih difus maka di sudut-sudut ruang didirikan papan gypsum secara acak (lihat Gambar 1). Gambar 1. Ruang Ukur Laboratorium Akustik Jurusan Fisika FMIPA ITS Gambar 2 Sampel tripleks di atas kerangka 8 cm x 6 cm, sehingga ada rongga udara 8 cm. Pengukuran dilakukan di 6 buah titik ukur dengan ketinggian mikropon 1 m di atas lantai. Dengan S o = 8 m 2 dan S 1 = 2 m 2, dan data pengukuran waktu dengung To dan T 1 serta perhitungan dengan menggunakan Pers.(3) maka didapat hasil seperti pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Koefisien absorpsi Tripleks tanpa rongga udara pada berbagai frekuensi pita oktaf. Besar Nilai Besaran an Overall 250 500 To(s) 1,73 4.98 3.18 0.5% 2.3% 7.5% T1(s) 1.46 3.32 1.28 0.3% 11% 6% 0.05 0.02 0.03 0.5% 2.3% 7.5% 0,41 0,38 1,792 1.3% 16% 1% 1K 2.18 1.4% 1.08 3% 0.04 1.4% 1,79 5.8% 2K 1.68 2.2% 1.3 3% 0.06 2.2% 0,67 7.4% 4K 1.5 0.5% 1.32 0.3% 0.06 0.5% 0,35 1.3% Pengukuran diulang dengan tripleks yang sama, namun dengan diberi rongga udara 4 cm dan juga rongga udara 8 cm. Percobaan juga dilakukan dengan mengisi bahan Rockwool INS08-3
2,5 cm ke dalam rongga udara yang ada. Hasilnya dapat dilihat di Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Koefisien absorpsi tripleks 6 mm dengan rongga udara 4 cm dan 8 cm yang kosong dan yang berisi Rockwool 2,5 cm. Sampel 1 : Tripleks tanpa rongga udara Sampel 2 : Tripleks dengan rongga udara 4 cm Sampel 3 : Tripleks dengan rongga udara 4 cm, dan diisi Rockwool 2,5 cm Sampel 4 : Tripleks dengan rongga udara 8 cm Sampel 5 : Tripleks dengan rongga udara 8 cm, dan diisi Rockwool 2,5 cm Dilihat dari standart deviasi maka hasil yang dapat diandalkan hanya data overall, 1K, 2K, dan 4 K. Pengukuran untuk frekuensi 250 dan 500 (frekuensi rendah) memang seringkali sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena ruang mudah sekali menghasilkan standing wave pada frekuensi rendah. Terutama bila dinding-dinding yang berhadapan dalam ruang posisinya sejajar. Maka dalam pembahasan selanjutnya tidak akan dibahas data 250 dan 500 ini. Walaupun standar deviasi pada hasil pengukuran dan perhitungan ketika tripleks langsung diletakkan di lantai nilainya rendah namun untuk sampel ini menghasilkan nilai koefisien absorpsi yang lebih besar dari satu. Seharusnya nilai-nilai yang didapat di sini adalah lebih rendah dari nilai tripleks yang diberi rongga. Pengukuran telah diulang beberapa kali, namun hasilnya masih tidak baik. Sementara itu nilai koefisien absorpsi yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa ruang kurang difus dan terjadi difraksi karena tepi-tepi bahan yang dimasukkan dalam ruang. Nampaknya ketidakdifusan ruang sangat berpengaruh pada hasil pengukuran ini. Pada pengisian rongga dengan Rockwool tebal 2,5 cm peran Rockwool tampak, dengan naiknya nilai koefisien absorpsi. Kenaikan nilai koefisien absorpsi ini tidak terjadi pada semua frekuensi, bahkan pada frekuensi 1 k koefisien absorpsinya menurun. Ini berarti bahwa pemberian bahan Rockwool dalam rongga udara itu tidak selalu efektif untuk frekuensi-frekuensi tertentu. Pengukuran menunjukkan bahwa ketika lebar rongga digandakan dari 4 cm menjadi 8 cm (lihat data sampel 2 dan 4), koefisien absorpsi naik tetapi tidak linier, bahkan cenderung tidak beraturan. Hal ini sangat tergantung pada stuktur molekul dan pori-pori bahan tripleks dan rockwool yang memberikan ciri khas pada bahan. Pada Sampel 4 dan 5, sekali lagi terlihat nilai koefisien absorpsi yang sama dengan 1 bahkan lebih dari 1. Secara teoritis hal ini tidak mungkin terjadi atau tidak bermakna. Seperti telah dijelaskan di atas, Sangat boleh jadi hal ini disebabkan difraksi oleh tepi-tepi difuser (bahan tripleks dan gypsum) yang dimasukkan ke ruang untuk mengacak medan bunyi dalam ruang. Pemberian bahan Rockwool dalam rongga udara 8 cm sekali lagi menunjukkan kurang berperannya pemberian Rockwool untuk menaikkan nilai absorpsi bahan Secara umum data koefisien absorpsi overall (seluruh frekuensi sebagai satu kesatuan) lebih menunjukkan data yang konsisten, yang nampak juga pada nilai standar deviasinya yang rendah. Banyak hal yang masih harus dikembangkan dan diperbaiki, terutama dalam membuat ruang ukur menjadi lebih difus. Difus atau tidaknya ruang dapat diamati pada nilai waktu dengung. Pada ruang yang difus nilai waktu dengung akan sama di seluruh titititik ukur dalam ruang. 4. Simpulan Penelitian ini belum dapat menunjukkan bahwa pemberian rongga merupakan cara untuk menaikkan koefisien absorpsi bahan. Namun di luar itu, koefisien absorpsi naik ketika lebar rongga digandakan. Pemberian bahan absorpsi Rockwool juga memperbaiki nilai koefisien absorpsi bahan, walaupun tidak terjadi pada seluruh frekuensi. Daftar Pustaka 1. Horvat,M., Jambrosic,K., Domitrovic,H., Reverberation Time Measurements in Reverberant Spaces.IEEE Xplore 2.1,Vol.1,p.309-315. INS08-4
2. Acoustics Measurement of Sound Absorption in a Reverberation Room, International Standard, ISO 354-1985. 3. Carlisle,E.J., Hooker,R.J., Small Chamber Reverberant Absorption Measurement, Proceedings of ACOUSTIC, 2004, Australia INS08-5