BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam basa biasa. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah Kalium Hidroksida (KH), Natrium Hidroksida (NaH), dan Amonium Hidroksida (NH 4 H) sehingga rumus molekul sabun selalu dinyatakan sebagai RCK atau RCNa atau RCNH 4. Sabun kalium RCK disebut juga sabun lunak dan umumnya digunakan untuk sabun mandi cair, sabun cuci pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Sedangkan sabun natrium, RCNa, disebut sabun keras dan umumnya digunakan sebagai sabun cuci, dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Didalam air, sabun bersifat sedikit basa. Hal ini disebabkan bagian rantai alkil sabun (RC - ) mengalami hidrolisis parsial dalam air : RC - + H2 RCH + H Karenanya kulit akan terasa kering jika terlalu lama kontak dengan air yang mengandung sabun. Untuk mengatasi hal ini biasanya produsen produsen sabun menambahkan sedikit pelembab (moisturizer) kedalam sabun. - Jika didalam air terdapat ion ion Ca 2+ dan Mg 2+ baik dalam bentuk bikarbonat atau hidroksida, bagian alkil dari sabun ini akan di endapkan bersama dengan ion ion logam tersebut : 2RC + Mg 2+ Mg(RC) 2 2RC - + Ca 2+ Ca(RC) 2
Akibatnya dibutuhkan relatif lebih banyak sabun sebelum bisa membuat air menjadi berbuih (petrucci, 1966). Dari segi pengolahan air maka sabun cukup efektif untuk mengendapkan ion ion penyebab hardness (ion Ca 2+ dan Mg 2+ ) dengan hanya meningkatkan ion Na 2+ dan K 2+. Sehingga pemakaian sabun untuk mengurangi hardness dalam pengolahan air perlu juga mendapat perhatian. Pemakaian sabun terutama berhubungan dengan sifat surface active agent dari sabun. Sabun bersifat dapat mengurangi tegangan permukaan yang dibasahi dibandingkan jika tanpa sabun. Selain itu sifat lain yang cukup penting adalah kemampuan molekul sabun dalam air membentuk emulsi. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan molekul sabun dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan (membersihkan). Sebuah molekul sabun dalam air akan terionisasi menjadi ion positif (disebut bagian kepala berupa ion logam atau NH 4 ) dan ion negatif (disebut bagian ekor berupa rantai alkil). Bagian ekor bersifat hidrofobik (menjauhi molekul air) dan bagian kepala bersifat hidrofilik (mendekati molekul air). Bagian ekor ini akan mencari permukaan tertentu (misalnya kotoran lemak) dan akan bergerombol mengelilingi permukaan tersebut membentuk misel. Sedangkan bagian kepala akan tetap kontak dengan molekul air sehinggga dengan demikian mencegah bagian ekor (yang membentuk misel) dari mengendap dan mencegah terbentuknya misel yang terlalu besar yang dapat mengendap secara gravitasi. Hasilnya kotoran dan molekul sabun akan tetap terdispersi dalam air (fessenden, 1963). Sebelum perang dunia II, sabun diperoleh dengan jalan mereaksikan lemak dengan kaustik soda didalam ketel ketel besar atau kecil yang dilengkapi dengan
pengaduk dan jaket uap. Proses ini dikenal dengan nama soap boilling operation dan berlangsung secara batc. Setelah perang dunia II, sabun mulai dikembangkan pembuatan sabun melalui proses kontinu. Proses ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sistem batch. Antara lain pemakaian energi lebih efisien dan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sabun lebih efisien (Riegel, 1985). Saat ini, proses pembuatan sabun secara kontinu dilakukan dengan cara safonifikasi langsung trigliserida, safonifikasi metil ester asam lemak yang dikembangkan oleh fuji cooperation (jepang) dan netralisasi asam lemak yang dikembangkan oleh mazzoni LB. 2.2 Sabun Cair Sabun cair diproduksi untuk berbagai keperluan seperti untuk mandi, pencuci tangan, pencuci piring ataupun alat-alat rumah tangga, dan sebagainya. Karakteristik sabun cair tersebut berbeda-beda untuk setiap keperluan, tergantung pada komposisi bahan dan proses pembuatannya. Keunggulan sabun cair antara lain mudah dibawa bepergian dan lebih higienis karena biasanya disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. 2.2.1 Sabun mandi cair Sabun mandi cair merupakan garam logam alkali (K) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang diberikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilakn gliserol dan sabun yang disebut saponifikasi.
Pada Pra rancangan pabrik pembuatan sabun cair ini bahan yang digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan jenuh akan menghasilkan sabun cair. Untuk memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antara lain : gliserol atau penghalus (skin aditif), antioksidan, pewarna, aroma, dan pengkelat. 2.3 Fungsi dan Sifat sifat Bahan Baku Bahan baku yang dipakai untuk proses pembuatan sabun mandi cair dalam pra rancangan ini meliputi bahan baku utama dan bahan tambahan. Termasuk bahan baku utama yaitu Minyak kelapa dan kalium hidroksida (KH), sedangkan yang termasuk bahan baku tambahan / pelengkap yaitu Etilen diamin tetra asetat (EDTA), gliserin, dan parfum. 2.3.1 Bahan Baku Utama 1. Minyak Kelapa Minyak kelapa diperoleh dari buah tanaman kelapa atau Cocos nucifera L., yaitu pada bagian inti buah kelapa (kernel atau endosperm). Tanaman kelapa ini memiliki : Famili : Palmae Genus : Cocos Inti buah tanaman kelapa ini memiliki kandungan minyak kelapa sebanyak 34,7 % dengan kelembaban 6-8 %. Kandungan asam lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat C12:0 (asam lemak jenuh / saturated fatty acid).
Gambar 2.1 Buah Kelapa Pada pembuatan minyak kelapa yang menjadi bahan baku utamanya adalah daging kelapa. Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils, karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5 10,5.(hhtp//www.ristek.co.id) Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum sterol (0,06 0,08%), tokoferol (0,003) dan asam lemak bebas (kurang dari 5%), sterol yang terdapat di dalam minyak nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu beta sitoterol (C 29 H 50 ) dan stigmasterol (C 29 H 48 ). Stirol bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai stabiliuzer dalam minyak. Tokoferol mempunyai tiga isomer, yaitu α-tokoferol (titik cair 158 o -160 o C), β-tokoferol (titik cair 138 o -140 o C) dan γ- tokoferol. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan, dan berfungsi sebagai anti oksidan.
Warna coklat pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari protein, dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran kotoran lainnya. Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada pengolahan minyak menggunakan uap panas maka warna kuning yang disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Asam lemak Rumus kimia Jumlah ( % ) Air H 2 0,5 Asam lemak jenuh Asam kaproat C 6 H 12 CH Tidak ada Asam kaprilat C 8 H 16 CH 8 9 Asam kaprat C 10 H 20 CH 5 8 Asam laurat C 12 H 24 CH 45 52 Asam miristat C 14 H 28 CH 17 18 Asaam palmitat C 16 H 32 CH 8 10 Asam stearat C 18 H 36 CH 1 3 Asam lemak tidak jenuh Asam palmitoleat C 16 H 32 CH 0 1 Asam oleat C 18 H 34 CH 5 8 Asam linoleat C 18 H 32 CH 1 2 (Standart Iso International,1977)
A. Sifat Fisika 1. Berat molekul : 0,920 gr / mol 2. Titik beku : 19 C 3. Titik didih : 291 4. Spesifik graviti : 0,920 5. Bilangan Penyabunan : 260 6. Kelembapan Maksimal (%) : 0,5 7. Bilangan Iod : 11,00 8. Berwarna bening (Setiaji dan Prayugo, 2006) C B. Sifat Kimia (Ketaren. 1986) 1. Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin, sangat larut dalam alkohol panas, eter. 2. Hidrolisis Dalam proses hidrolisis, minyak/lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas. Proses hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan pada minyak/lemak karena terdapatnya sejumlah air pada minyak/lemak tersebut. Proses ini dapat menyebabkan terjadinya Hydrolitic Rancidity yang menghasilkan aroma dan rasa tengik pada minyak/lemak.
Reaksi: CH 2 C R CH 2 H CH C R + 3H H CH + 3RCH CH 2 C R CH 2 H Trigliserida Air Gliserol Asam lemak bebas 3. ksidasi Reaksi ini menyebabkan ketengikan pada minyak/lemak. terdapatnya sejumlah 2 serta logam-logam seperti tembaga (Cu), seng (Zn) serta logam lainnya yang bersifat sebagai katalisator oksidasi dari minyak/lemak. Proses oksidasi ini akan bersifat sebagai katalisator pembentukan aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas yang akan menimbulkan bau yang tidak disenangi. Proses ini juga menyebabkan terbentuknya peroksida. Untuk mengetahui tingkat ketengikan minyak/lemak dapat ditentukan dengan menentukan jumlah peroksida yang terbentuk pada minyak/lemak tersebut. Reaksi: H H R (CH 2 ) n C = C H + 2 R (CH 2 ) n C C H H H Peroksida asam lemak R (CH 2 ) n C = + CH 2 H Aldehid Keton
4. Hidrogenasi Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalis dipisahkan dengan cara penyaringan. 5. Esterifikasi Reaksi esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interestifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan menggunakan prinsip ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap. 2. Kalium Hidroksida (KH) Kalium Hidroksida (KH) berupa kristal padat berwarna putih. Dalam perdagangan KH disediakan dalam 2 bentuk, yaitu teknis dan p.a (pro analyst), KH p.a biasanya lebih mahal karena kadar kemurniannya lebih tinggi. Penambahan KH dalam pembuatan sabun harus tepat, karena apabila terlalu banyak dapat memberikan pengaruh negatif, yaitu iritasi kulit. Sedangkan bila terlalu sedikit maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas tinggi yang mengganggu
proses emulsi sabun dan kotoran. Sifat kimia dan fisika Kalium hidroksida adalah sebagai berikut : A. Sifat Kimia 1. Termasuk dalam golongan basa kuat, sangat larut dalam air 2. Bereaksi dengan C 2 di udara membentuk K 2 C 3 dan air 3. Bereaksi dengan asam membentuk garam - 4. Bereaksi dengan Al 2 3 membentuk Al 2 yang larut dalam air 5. Bereaksi dengan halida (X) menghassilkan KX dan asam halida 6. Bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun dan gliserol 7. Berekasi dengan ester membentuk garam dan senyawa alkohol (Kirk thmer, 1976) B. Sifat fisika : 1. Berat molekul, gr/mol : 56.10564 2. Titik lebur pada 1 atm, o C : 360 3. Titik didih pada 1 atm, o C : 1320 4. Densitas, gr/cm 3 : 2,044 5. H f o kristal. KJ/mol : -114,96 6. Kapasitas panas 0 C, J/K.mol : 0,75 7. Kelarutan di dalam air (25 C) : 1100 g/l (Perry, 1997 )
2.3.2 Bahan Baku Tambahan 1. Air Air digunakan untuk melarutkan KH dan mengurangi viskositas sabun cair yang terbentuk sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Sifat sifat kimia dan fisika air adalah sebagai berikut : A. Sifat kimia : 1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, monoksida membentuk gas sintetis ( dalam proses gasifikasi batubara ) 2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam logam reaktif lain membebaskan H 2 3. Air bersifat amfoter 4. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur dioksida membentuk basa kalium dan asam sulfat 5. Bereaksi dengan trigliserida (minyak/lemak) menghasilkan asam lemak dan gliserol (rekasi hidrolisis trigliserida) 6. Air dapat berfungsi sebagai media reaksi dan atau katalis, misalnya dalam rekasi substitusi garam garam padat dan perkaratan permukaan logam logam 7. Dengan anhidrid asam karboksilat membentuk asam karboksilat (Kirk thmer, 1976 ) B. Sifat fisika : 1. Berupa zat cair pada suhu kamar 2. Berbentuk heksagonal 3. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarnas
4. Berat molekul, gr/gr-mol : 18 5. Titik beku pada 1 atm, C : 0 6. Titik didih normal 1 atm, C : 100 7. Densitas pada 30 C, kg/m 3 : 995,68 8. Tegangan permukaan pada 25 9. Indeks refraksi pada 25 10. Viskositas pada 30 C, dyne/cm : 71,97 C : 1,3325 C : 1 atm, mp : 8,949 11. Koefisien difusi pada 30 C, cm 2 /dt : 2,57 x 10 12. Konstanta disosiasi pada 30 C : 10 13. Panas ionisasi, kj/mol : 55,71 14. Panas difusi, kj/mol : 6,001 o 15. H f (kkal/mol, 25 C) : -57,8 16. HVL (kkal/mol, 100 C) : 9,717 17. Konstanta dielektrik : 77,94 18. Kompresibiliti isotermal, atm -1 : 45,6 x 10 19. Panas spesifik pada 25 C, J/g C : 4,179 20. Konduktifitas termal pada 20 C, 1 atm, watt/cm 2 : 5,98 x 10 21. Konduktifitas elektrik pada 25 C, 1 atm, ohm -1 /cm 2 : <10 (Parker, 1982 ; Perry, 1997 ) -4-5 -6-8 -3 2. Gliserin (Gliserol) Gliserin digunakan sebagai zat tambahan (additive) pada sabun dan berfungsi sebagai pelembab (moisturizer) pada sabun. Penggunaan gliserin dapat menghasilkan emulsi yang stabil tanpa meninggalkan bekas licin atau berminyak. Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga.
Sifat sifat kimia dan fisika gliserin adalah sebagai berikut : A. Sifat Kimia : 1. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis 2. Larut dalam air dan alkohol dengan semua perbandingan 3. Tidak larut dalam eter, benzena dan kloroform 4. Senyawa turunan alkohol (polialkohol) dengan tiga gugus H 5. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat 6. Bersifat higros kopis sehingga digunakan sebagai pelembab 7. Bereaksi dengan kalsium bisulfat membentuk akrolein (Kirk thmer, 1976 ; Riegel s, 1985) B. Sifat fisika : 1. Berat molekul, gr / mol : 92 2. Titik lebur pada 1 atm, C : 18 3. Titik didih pada 1 atm, C : 290 4. Densitas, gr / cm 3 : 1,26 5. Viskositas : 1.5 Pa s o 6. H f (kcal / mol) : 139,8 (Perry, 1997 ; Reklaitis, 1942 ) 4. Etilen Diamin Tetraasetat (EDTA) EDTA digunakan sebagai zat tambahan (additive) pada sabun dan berfungsi sebagai antioksidan pada sabun, memperlambat proses oksidasi pada rantai alkil tak jenuh sabun. Sifat sifat kimia dan fisika EDTA adalah sebagai berikut :
A. Sifat kimia : 1. Membentuk ion komplek dengan logam logam golongan transisi 2. Bersifat sebagai antioksidan, mencegah oksidasi berkatiliskan ion logam 3. Dapat mencegah penggumpalan darah 4. Melarutkan kerak logam dengan pembentukan senyawa komplek yang larut 5. Digunakan sebagai antibasi dalam panganan 6. Larut dalam air B. Sifat fisika : 1. Zat cair bening pada suhu kamar 2. Berat molekul, gr / mol : 118 3. Titik lebur pada 1 atm, C : 11 4. Titik didih pada 1 atm, C : 245 5. Densitas, gr / cm 3 : 0.86 (Kirk thmer, 1976, Perry, 19976) 5. Parfum Parfum merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik dengan bertujuan untuk menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan wangi yang menyenangkan terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung kebutuhan tetapi biasanya 0,05-2% untuk campuran sabun. Parfum yang biasa dipakai adalah Essential ils dan Fragrance ils. Parfum yang digunakan pada Pra rancangan pabrik sabun cair ini adalah Essential ils. ( Prayugo, teknologi pangan, 1995)
2.4 Proses proses pembuatan sabun Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun cair maka sampai saat ini telah dikenal tiga macam proses pembuatan sabun cair, yaitu proses saponifikasi trigliserida, netralisasi asam lemak dan proses saponifikasi metil ester asam lemak. Perbedaan antara ketiga proses ini terutama disebabkan oleh senyawa impurities (hasil samping) yang ikut dihasilkan pada reaksi pembentukan sabun cair, proses pemurnian sabun, senyawa impurities ini harus dihilangkan untuk memperoleh sabun yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan tentu saja unit operasi yang terlibat dalam pemurnian ini berbeda tiap proses yang dipakai disebabkan berbedanya sifat masing masing proses. 2.4.1 Proses Saponifikasi Trigliserida Proses ini merupakan yang paling tua diantara proses proses yang ada, karena bahan baku untuk proses ini sangat mudah diperoleh. Dahulu digunakan lemak hewan dan sekarang telah digunakan pula minyak nabati. Pada saat ini, telah digunakan proses saponifikasi trigliserida sistem kontinu sebagai ganti proses saponifikasi trigliserida sistem batch. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah : RC CH 2 CH 2 - H RC CH + 3 KH 3RCK + CH - H RC CH 2 CH 2 H Trigliserida Alkali Sabun Gliserol
Tahap pertama dari proses saponifikasi trigliserida ini adalah dipanaskan minyak kelapa (trigliserida) dengan suhu 60 0 C dengan tekanan 1 atm. Kemudian mereaksikan minyak kelapa (trigliserida) dengan basa alkali (KH) didalam reaktor berpengaduk untuk membentuk sabun cair dan gliserol, dengan suhu 70 C dengan tekanan 1 atm. Lebih dari 99,5% lemak / minyak berhasil disaponifikasi pada proses ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan kedalam sebuah separator/decanter gravitasi yang bekerja dengan prinsip perbedaan densitas untuk memisahkan sabun cair dengan gliserol. Pada unit ini akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan sabun pada bagian atas dan lapisan iye pada bagian bawah. Lye terdiri dari gliserin, sisa alkali, dan air yang secara keseluruhan membentuk lapisan yang lebih berat dari sabun sehingga berada pada lapisan bagian bawah di dalam pemisah statis. Dari unit ini kemudian sabun cair dipompakan ke unit tangki pencampuran untuk pemanambahan EDTA, gliserin, dan pewangi. Kemudian sabun cair dipompa ke tangki produk akhir. 2.4.2 Proses Netralisasi Asam Lemak Proses ini menggunakan RBDPs (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) sebagai bahan baku disamping basa alkali. Pada prosese ini tidak dihasilkan gliserol tetapi dihasilkan air sebagai produk samping. Reaksi yang terjadi adalah reaksi antara asam lemah dengan basa kuat. Suhu reaksi pada proses ini berkisar antara 80 95 C (thmer, 1976) dan tekanan operasi 1 atm. Kalium klorida juga ditambahkan dalam reaksi dan berguna untuk mengurangi viskositas hasil reaksi sehingga memudahkan transportasi hasil reaksi melalui pompa. Reaksi netralisasi berlangsung dalam reaktor sirkulasi yang terdiri dari turbodisper dan mixer. Turbodisper berfungsi untuk menghomogenkan
campuran reaktan sedangkan mixer berfungsi untuk memberikan waktu tinggal yang cukup bagi reaksi rekatan untuk bereaksi tuntas. Kecepatan putaran pengadukan dalam turbodisperser berkisar antara 40 50 rps dan dalam mixer berkisar 15 20 rps (Spitz, 1995). Konversi reaksi asam lemak yang diperoleh dengan cara ini dapat mencapai lebih dari 99,9% (thmer, 1976). Setelah reaksi terjadi maka sabun cair yang terbentuk dapat langsung diberi zat tambahan, seperti EDTA, gliserin, dan parfum, sama seperti proses saponifikasi trigliserida. Proses netralisas ini pertama kali dikembangkan oleh Mazzoni. Proses ini telah dikembangkan dengan menggunakan K 2 C 3 bersama sama dengan KH dan prosesnya disebut dengan nama Mazzoni CC. Sedangkan proses yang hanya menggunakan KH dikenal dengan nama Mazzoni LB. 2.4.3 Proses Saponifikasi Metil Ester Asam Lemak Metil ester asam lemak dihasilkan dari reaksi inter-esterifikasi trigliserida dengan metanol dengan bantuan katalis tertentu. Reaksinya adalah sebagai berikut : RC CH 2 CH 2 - H RC CH + 3CH3H 3RCCH 3 + CH - H RC CH 2 CH 2 - H Trigliserida Metil ester Gliserol Reaksi saponifikasi metil ester asam lemak dengan basa KH menghasilkan sabun dan metanol. Reaksi ini dilangsungkan dalam reaktor air tubular pada suhu 120 C dengan konversi reaksi yang cukup tinggi. Metanol yang terdapat dalam campuran reaksi dipisahkan dengan menggunakan flash drum, dan kemudian campuran sabun ini dimasukkan kembali ke reaktor alir tubular kedua untuk
menyempurnakan reaksi penyabunan. Sabun yang dihassilkan kemudian dikeringkan dalam pengeringan vakum seperti telah disebutkan di atas. Proses ini hampir sama dengan proses saponifikasi asam lemak, perbedaannya terletak pada produk samping yang dihasilkan, yaitu air pada proses netralisasi asam lemak dan metanol pada proses metil ester asam lemak. Reaksi penyabunan metil ester adalah sebagai berikut : RCCH 3 + NaH RCNa + CH 3 H Metil ester Sabun Metanol 2.5 Pemilihan Proses Proses yang dipilih dalam pra perancangan ini adalah proses Saponifikasi Trigliserida dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Suhu operasi dan tekanan relatif lebih rendah dari dua proses yang lain sehingga lebih hemat dalam pemakaian energi dan desain peralatan lebih sederhana. 2. Bahan baku terdiri dari minyak lunak (minyak kelapa) dan proses lebih sederhana dibandingkan dua proses yang lain. 3. Bahan baku tersedia dari minyak kelapa tanpa perlu proses konversi minyak menjadi asam lemak. 4. Diharapkan konversi reaksi reaksi dapat mencapai 99,5% sehingga secara ekonomis proses ini sangat layak didirikan dalam skala pabrik. 5. Sabun cair yang dihasilkan mudah dimurnikan dan memiliki kemurnian tinggi.
2.6 Deskripsi Proses Proses saponifikasi trigliserida ini dapat dibagi menjadi tiga tahap proses, yaitu: 1. Tahap persiapan umpan 2. Tahap reaksi saponifikasi trigliserida 3. Tahap pemisahan dan pencampuran bahan tambahan 2.6.1 Tahap persiapan umpan Umpan terdiri dari Minyak kelapa (Trigliserida) dipanaskan dengan suhu 60 0 C terlebih dahulu dengan menggunakan air panas didalam tangki yang berjaket sebelum dialirkan ke dalam tangki berpengaduk. Kemudian siapkan Kalium hidroksida (KH) 36% didalam tangki yang bersuhu ruangan. 2.6.2 Tahap reaksi saponifikasi trigliserida Minyak kelapa (Trigliserida) dan larutan KH 36% dari unit bahan baku dialirkan masuk ke dalam reaktor, reaktan dibiarkan bereaksi tuntas membentuk sabun dengan cara memberikan waktu tinggal yang cukup bagi reaktan untuk saling bereaksi membentuk sabun dan gliserol. Reaksi saponifikasi yang terjadi diilustrasikan sebagai berikut: RC CH 2 CH 2 - H RC CH + 3 KH 3RCK + CH - H RC CH 2 CH 2 H Trigliserida Basa Sabun Gliserol
Konversi trigliserida menjadi sabun berkisar antara 99,90 99,96% dengan waktu tinggal didalam tangki berpengaduk selama 45 menit kondisi operasi 90 0 C dan 1 atm (Spitz,1995). 2.6.3 Tahap pemisahan dan pencampuran bahan tambahan Setelah bahan baku minyak kelapa (trigliserida) dengan alkali basa (KH) dapat direaksikan menjadi sabun cair dengan gliserol, maka selanjutnya dilakukan proses pemisahan antara sabun cair dengan gliserol dengan menggunakan separator. Sabun cair yang sudah terpisah dari separator kemudian dipompa ke tangki pencampuran berpengaduk untuk penambahan bahan pendukung (zat aditif). Zat aditif yang ditambahkan kedalam sabun cair adalah gliserol, yang berfungsi sebagai pelembab dan pelembut kulit, EDTA yang berfungsi sebagai surfaktan (pembersih dan pemutih) yang dapat mengangkat kotoran pada kulit. dan parfum (Essential) yang memberikan keharuman dan kesegaran pada sabun cair.