BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia (Depkes, 2002). penunjang lainnya. Diantara tenaga tersebut, 40% diantaranya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standar

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Permenkes No. 147 tahun 2010).

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

SKRIPSI. Disusun Oleh : Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan. NAMA : Yusstanto NIM : J

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebijakan manajerial, kebijakan teknis serta pengembangan standar dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan dan tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, LAMA MENJABAT, DAN MOTIVASI DIRI DENGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia,

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus selama 24 jam kepada pasien (Simamora, 2013). Pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan, bertanggung jawab

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kesehatan bersifat holistik atau menyeluruh. Dalam mengupayakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai industri jasa kesehatan pada dasarnya bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. karyawan untuk mendapatkan kinerja terbaik. memikirkan bagaimana cara perusahaan beradaptasi dengan lingkungan yang

SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah

BAB 1 : PENDAHULUAN. penunjang medis dan melaksanakan pelayanan administratif. Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan masyarakat. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) termaktub dalam UUD 1945 (Depkes RI, 1993).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN (1, 2)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care). (Depkes RI, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Peneliti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatannya dan mencapai kesembuhan yang optimal baik fisik, psikis maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. terlebih organisasi bisnis, eksistensinya ditentukan oleh kemampuan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan

dasar yang paling penting dalam prinsip manajemen mutu (Hidayat dkk, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain (Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang, termasuk kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit juga berubah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat melakukan hal tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

MAKALAH TEORI, TIPE KEPEMIMPINAN, PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan jasa pelayanan dibidang kesehatan. Sebagai salah satu

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan bagian integral dari seluruh sistem pelayanan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, hal itu disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. 2. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran;

BAB I PENDAHULUAN Sejarah dan Perkembangan Singkat Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan. penelitian dan manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dominan adalah sumber daya manusia (DepKes RI 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya dengan komunikasi yang baik dalam organisasi dimana komunikasi

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seseorang terhadap pelayanan kesehatan. (Notoatmodjo,1993).

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan program pembangunan kesehatan di Indonesia didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugas memberi asuhan keperawatan (Arwani, 2006). perawat merasa puas dalam bekerja (Aditama,2006).

BAB I PENDAHULUAN. kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal ini membuat perawat berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

EFISIENSI RUMAH SAKIT DI SUKOHARJO DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005),

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan harus memberikan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan mempunyai fungsi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. memenuhinya serta meminimalkan kesalahan yang membuat pasien kecewa.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mengupayakan penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat. Rumah sakit sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan, kegiatan. pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Perawat merupakan Sumber Daya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang melayani pasien dengan berbagai jenis pelayanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan bahwa rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif dan preventif serta melaksanakan upaya rujukan (Laksono, 2005). Kegiatan rumah sakit di Indonesia sudah bersifat padat modal, padat karya dan padat teknologi yang diandalkan untuk memberikan pengayoman medik bagi pusat pusat pelayanan kesehatan. Di samping itu kegiatan di rumah sakit juga menimbulkan padat masalah. Oleh karena itu untuk melaksanakan seluruh kegiatan pelayanan tersebut sangat erat kaitannya dengan profesionalisme staf rumah sakit, termasuk kegiatan pelayanan keperawatan (Aguskuntoro, 2010). Perawat merupakan The Caring Profession yang mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding jenis pelayanan lainnya. Oleh karena itu, rumah sakit haruslah memiliki 1

2 perawat yang berkinerja baik yang akan menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan pelanggan atau pasien (Arofiati & Wahyuni, 2011). Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Kinerja perawat menjadi sangat penting dan perlu menjadi perhatian para manajer karena akan mempengaruhi prestasi kerja rumah sakit. Demikian pula, pengukuran kinerja perawat diukur berdasarkan standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan sama seperti kinerja karyawan di perusahaan. Dengan demikian, jika perawat diberikan perhatian dan penghargaan dari atasan /superior, mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Faizin & Winarsih, 2008). Kegiatan pelayanan keperawatan dilakukan oleh para perawat pelaksana pada pasien diawali dengan pengkajian, penetapan diagnosis/masalah keperawatan, penyusunan rencana, pelaksanaan implementasi, dan diakhiri dengan kegiatan mengevaluasi seluruh tindakan yang telah dilakukan (PPNI, 2010). Pengkajian adalah proses pengumpulan data obyektif maupun subyektif dari pasien yang digunakan sebagai landasan menyusun diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan merupakan rumusan masalah pasien yang disusun berdasarkan prioritas kebutuhan pasien, dari yang sangat vital dan aktual sampai masalah pendukung yang

3 berpengaruh terhadap resiko munculnya masalah baru. Perencanaan kegiatan yang akan diberikan pada pasien disusun untuk mengatasi masalah keperawatan yang dialami pasien, kemudian implementasi perencanaan merupakan tindakan langsung maupun tidak langsung diberikan pada pasien. Evaluasi merupakan kegiatan akhir dan berkesinambungan sebagai jembatan untuk menetapkan tindakan selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut (McFarlane & McFarlane, 2007). Keseluruhan proses keperawatan memerlukan komunikasi yang efektif antara para perawat sebagai pemberi asuhan dan layanan dengan pihak lain yaitu pasien, keluarga dan profesi kesehatan lain (Aditama, 2008). Penelitian Setiyani tahun 2009 di Rumah Sakit Medan memperlihatkan bahwa (71,4 %) kinerja perawat baik, ini senada dengan penelitian Maryadi pada tahun 2006 ditemukan kinerja perawat baik 50 %, sedang 34,37 % dan kurang 15,63 %. Hasil survei di RSU Swadana Tarutung, menunjukkan bahwa sebanyak 65% menyatakan perawat kurang perhatian, 53% mengatakan perawat sering tidak di ruangan, 42% menyatakan perawat bekerja tidak disiplin. Namun nilai ini belum mencapai standar Depkes RI yang memberikan syarat angka pencapaian minimal 80 % untuk kinerja perawat baik dalam memberikan asuhan/pelayanan keperawatan. Penurunan kinerja perawat dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal, sesuai dengan penelitian terkait pelayanan keperawatan di Provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi

4 Utara, Jawa Barat dan DKI Jakarta telah dilakukan oleh Direktorat Pelayanan Keperawatan Depkes bekerja sama dengan WHO yang menunjukkan hasil 39,8 % perawat masih melakukan tugas tugas non keperawatan yang memberi interpretasi akan ketidak kesesuaian terhadap jenis kerja dan tanggung jawab yang diemban dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di rumah sakit dan 60,2 % nya yang memberi interpretasi akan kesesuaian terhadap jenis kerja dan tanggung jawab yang diemban dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di rumah sakit, Hasil ini juga memberi interpretasi akan kekurang percayaan pihak manjerial (pimpinan) dalam pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada perawat untuk melaksanakan berbagai kegiatan kerja di rumah sakit yang tidak hanya dengan pelaksanaan asuhan keperawatan saja namun juga berbagai aktifitas kerja lainnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat responden yang menyatakan bahwa 47,4% tidak memiliki uraian tugas secara tertulis dan belum dikembangkannya monitoring dan evaluasi kinerja perawat secara khusus, 52,6 % perawat memiliki uraian tugas dan evaluasi kinerja umum dari rumah sakit (Dirjen YanMed, 2010). Kenyataan di lapangan menunjukkan kegiatan proses keperawatan ini belum secara optimal dilakukan oleh perawat. Kondisi ini bisa disebabkan karena para perawat belum memiliki pengetahuan, kemampuan menulis dan ketrampilan mengkaji secara memadai serta komunikasi yang efektif maka jika menghadapi masalah atau persoalan yang sulit akan berpotensi menjadikan mereka mudah menyerah, pasrah pada keadaan dan tidak mau

5 berusaha untuk mencari cara memecahkan persoalan tersebut sehingga akhirnya mencerminkan kinerja yang rendah (Azwar, 2006). Berdasarkan hasil penelitian Siagian (2008) bahwa terdapat hubungan signifikan antara latar belakang pendidikan/pengetahuan dengan kinerja dengan nilai probabilitas pada masing-masing pengujian lebih kecil dari taraf signifikan 0,05. Hal ini berarti latar belakang pendidikan yang dicapai perawat memiliki hubungan dengan pencapaian kinerja mereka. Berbagai contoh kasus banyak dikeluhkan oleh pasien dan keluarga pasien atas rendahnya kinerja perawat antara lain adalah lambatnya respon yang diberikan perawat, perawat tidak cekatan dalam bekerja dan bekerja asal-asalan. Selain itu, ada juga keluhan tentang perawat yang kurang komunikatif dan memberikan pelayanan yang kurang ramah Sebagai akibatnya, mungkin bisa terjadi salah obat, salah dosis salah membaca label, salah menangani pasien, atau yang lebih fatal salah transfusi darah. Beberapa kondisi ini jarang ditemukan dalam tulisan karena perawat tidak menuangkannya dalam kegiatan proses keperawatan (Muninjaya, 2009). Kinerja perawat dapat dipengaruhi oleh karakteristik seorang perawat baik dari segi umur, jenis kelamin, lama bekerja, pendidikan serta status perkawinan (Isesreni, 2009). Faktor faktor motivasi seperti insentif, kondisi kerja, hubungan interpersonal, kebijakan dan administrasi rumah sakit, penghargaan, tanggung jawab, sikap pimpinan atau supervisor dalam memberikan bimbingan dan pembinaan serta pengembangan potensi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja

6 perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap (Lupiah, Upa & Muntasir, 2009). Rendahnya kualitas kinerja perawat dapat mengakibatkan upaya mempertahankan keselamatan pasien yang dilakukan perawat menjadi kurang optimal. Situasi ini didukung beberapa kondisi yakni para perawat lebih banyak melakukan tugas non keperawatan dibandingkan tugas keperawatan, kurangnya pelatihan yang diperoleh perawat, belum diterapkannya uraian tugas secara baik dan belum dilakukannya sistem pengawasan dan pengarahan dari atasan secara optimal. Sistem pengawasan dan pengarahan dari atasan dalam hal ini kepala ruangan sering dikaitkan erat dengan gaya kepemimpinan yang dianut oleh pimpinan tersebut (Nursalam, 2011). Peningkatan pelayanan keperawatan dapat diupayakan dengan meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan peningkatan pengetahuan melalui pendidikan formal atau pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan keterampilan keperawatan. Di samping itu, penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien. Menciptakan suasana kerja yang positif dapat mendorong perawat untuk melakukan yang terbaik. Salah satu yang mendorong hal tersebut diperlukan seorang pemimpin keperawatan yang mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa para individu yang berada di bawah tanggung jawabnya memiliki motivasi yang berbeda beda (Sugijati, Sajidah, & Dramawan, 2008).

7 Para pemimpin keperawatan yang memiliki kemampuan untuk memotivasi bawahan akan dapat mencapai sasaran yang diinginkan manajemen, dimana manajemen rumah sakit menuntut karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini dilandasi keyakinan manajemen bahwa pasien yang datang baik untuk pelayanan rawat inap ataupun rawat jalan akan memberikan respon yang positif terhadap pelayanan perawat yang baik, sehingga kelak akan mampu meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit. Hasil akhir dari keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari tingkat Bed Occupancy Rate (BOR). Tingkat BOR yang dicapai rumah sakit, dapat dijadikan salah satu indikator untuk menilai kinerja karyawan khususnya tenaga keperawatan dalam melaksanakan pengobatan maupun perawatan pasien (Ilyas, 2006). Mengingat pentingnya kinerja tenaga keperawatan dalam mencapai kinerja pelayanan rumah sakit, maka perlu dikaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja perawat untuk menunjang keberhasilan rumah sakit di kemudian hari. Upaya peningkatan kinerja perawat menuntut peran manajemen khususnya pimpinan pada garda terdepan yaitu kepala ruangan untuk melakukan pendekatan kepemimpinan yang efektif. Hal ini karena keberhasilan rumah sakit sangat tergantung pada kemampuan pemimpinnya dalam menggerakkan bawahannya. Dengan kemampuan yang dimiliki pemimpin maka mereka dapat mempengaruhi pegawainya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diharapkan (Nursalam. 2006).

8 Disamping itu, dalam mengantisipasi permasalahan diperlukan seorang pemimpin yang dapat melihat kondisi dan kebutuhan karyawan. Oleh karena itu dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa mengerti perilaku organisasi yang sedang dihadapinya sehingga ia mampu membawa organisasinya mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama melalui pencapaian visi organisasi (Wibowo, 2013). Penelitian yang dilakukan Yukl (2005) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang baik cenderung lebih sering menghasilkan kinerja petugas yang tinggi, demikian juga sebaliknya jika gaya kepemimpinan kurang baik akan menghasilkan kinerja petugas rendah. Hasil studi ini didukung juga oleh penelitian Pasaribu (2007), di mana hasil uji regresi menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang baik akan menghasilkan kinerja petugas baik, sebaliknya gaya kepemimpinan kurang baik akan mengakibatkan kinerja buruk. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nursiah (2006), bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja petugas, dimana gaya kepemimpinan yang berorientasi pada petugas yang baik menghasilkan kinerja yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariam (2009) mengenai Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja karyawan sebagai variabel intervening didapatkan bahwa ada pengaruh yang searah antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,0001,

9 ada pengaruh yang searah antara gaya kepimpinan dengan kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,043. Dengan demikian, dalam upaya melayani pasien dan menjaga kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari peran penting seorang pemimpin. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan di lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan komitmen terhadap organisasi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja yang tinggi (Richard, 2013). Setiap pimpinan yang memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi (Yulk, 2010). Gaya dan sikap kepemimpinan adalah salah satu yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi dan kinerja karyawan, Tinggi rendahnya kinerja tergantung dengan baik tidaknya gaya dan sikap para atasan. Jadi, jika gaya kepemimpinan atasan baik dalam melaksanakan tugas maka karyawan akan memiliki kinerja yang baik pula. Demikian juga sebaliknya, kesesuaian

10 antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi menjual produk jasa pelayanan (Aguskuntoro, 2010). Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang kepala ruangan akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya (Richard, 2013). Secara umum ada tiga gaya kepemimpinan yang sudah sangat dikenal didalam manajemen keperawatan yaitu gaya otoriter, demokrasi dan laisez faire (Richard, 2013). Gaya kepemimpinan otoriter diperlihatkan oleh seorang pemimpin yang memfokuskan peran fungsinya pada pencapaian tugas. Semua bawahan akan dituntut dengan pencapaian tugas yang optimal tanpa memperhatikan kepentingan bawahan akan pemenuhan kesejahteraan kerja, fisik, psikologis dan sosial. Kepemimpinan demokrasi diperlihatkan pimpinan dengan memperhatikan keseimbangan antara keinginan dan harapan organisasi dengan keinginan dan harapan individu. Pemimpin dalam kategori ini mau mendengarkan usulan dan keluhan bawahan, menghargai pendapat dan ide baru bawahan. Gaya kepemimpinan laisez faire memfokuskan pada pemberian kebebasan pada bawahan untuk berimprovisasi. Oleh karena itu, gaya seperti ini akan berhasil apabila bawahannya bersikap dewasa, secara psikologis dan mampu mengambil keputusan untuk kepentingan orang banyak termasuk institusi (Aguskuntoro, 2010).

11 Kepala ruangan selaku pimpinan pelayanan di ruang rawat bertanggung jawab dalam merencanakan, mengorganisir, memotivasi dan mengendalikan perawat serta tenaga penunjang lainnya dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Kepala ruangan memegang peranan penting dalam proses perencanaan manajemen, karena semua fungsi lain sangat tergantung pada fungsi ini. Dalam kegiatan perencanaan seorang kepala ruangan dapat mengenal masalah, merencanakan tujuan serta bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai (Aguskuntoro, 2010). Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman yang dalam perkembangannya mampu meraih akreditasi tipe C Plus pendidikan dengan status Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, sesuai kaidah-kaidah yang berlaku. Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman memiliki sumberdaya manusia 205 orang perawat dimana 80 diantaranya bertugas diruangan rawat inap, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.1 Distribusi Perawat Berdasarkan Pendidikan dan status kepegawaian di Instalasi Rawat Inap Tahun 2015 No Pendidikan Jumlah % 1 SPK 10 12.5 2 DIII Keperawatan 40 50.0 3 S1 Keperawatan 30 37.5 Jumlah 80 100 (Data Kepegawaian RSUD Kota Pariaman 2015) Berdasarkan tabel 1.1 di atas diketahuiu bahwa perawat di RSUD Pariaman berjumlah 80 orang, 12,5 % perawat berpendidikan SPK, 50,0 % berpendidkan DIII Keperawatan dan 37,5 % berpendidikan SI Keperawatan.

12 Sementara itu, hasil studi pendahuluan dengan menggunakan kuesioner yang peneliti lakukan di RSUD Pariaman tahun 2013 tentang kinerja perawat pelaksanaan tentang penerapan standar asuhan keperawatan menunjukkan bahwa perawat hanya melakukan pengkajian sebesar 56,97%, perumusan diagnosa hanya 70,50%, perumusan rencana keperawatan hanya 67,29%, melakukan tindakan keperawatan hanya 62,10%, dan perawat yang melakukan evaluasi hanya 57,20%. Berdasarkan data yang diperoleh dari bidang keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Pariaman, diketahui belum adanya pengkajian secara khusus terhadap kinerja perawat pelaksana per unit pelayanan. Sebuah survey yang dilakukan oleh tim mutu RSUD Pariaman ditahun 2012 menunjukkan hasil penilaian kinerja rumah sakit akhir tahun 2012 dan awal bulan Januari 2013 masih belum optimal. Sebagai dampaknya, Bed Occupation Rate (BOR) merupakan rata-rata tingkat penggunaan tempat tidur dari Bulan November (61,5 %), Desember (65,2 %) dan Januari (66,7%). Angka ini masih jauh dari indikator Depkes yaitu > 75%. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa hampir setengah kapasitas rawat atau hunian untuk pasien tidak terisi (Data Bidang Keperawatan RSUD Kota Pariaman, 2013). Hasil studi pendahuluan dengan mengunakan kuesioner dan observasi terhadap 20 orang pasien rawat inap ternyata 10 orang pasien merasa ragu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan rawat inap, 8 orang pasien menunggu waktu yang lama dalam mendapatkan pelayanan kesehatan

13 sebanyak, 5 orang pasien membutuhkan waktu lama untuk sembuh, dan 2 orang pasien kesulitan untuk berobat lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa pasien di Rumah Sakit RSUD Pariaman masih mengeluhkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Adanya keluhan pasien menunjukkan kurang puasnya pelayanan kesehatan yang mereka terima di Rumah sakit. Hasil kuesioner dan obsevasi penulis dengan 10 perawat pelaksana yang dilakukan pada tanggal 17 April 2014 mengenai kepemimpinan kepala ruangan belum menunjukkan dimensi-dimensi peran kepemimpinan seperti belum memotivasi perawat dan jarang menstimulasi intelektual para perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kinerja perawat. Perawat pelaksana juga mempersepsikan bahwa penyebab penurunan kinerja mereka adalah karena pimpinan kurang mendengarkan pendapatnya, instruksi kepala ruangan yang kurang jelas, penghargaan prestasi tidak ada, belum adanya bimbingan kepala ruangan terhadap perawat pelaksana dan pengorganisasian pasien terganggu, motivasi kerja rendah yang ditandai dengan kehadiran tidak sesuai dengan jam kerja, belum optimalnya program pengendalian mutu pelayanan keperawatan, serta penerapan SAK belum optimal. Berdasarkan hasil survey awal, kuesioner dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 17 April 2014 terhadap 6 kepala ruangan, menyatakan bahwa fungsi manajemen memang belum terlaksana dengan optimal, karena kepala ruangan menganggap perawat pelaksana mempunyai tingkat jenjang

14 pendidikan yang sama sehingga kepala ruangan berpikir bahwa kegiatan sehari-hari merupakan rutinitas saja, empat orang diantara kepala ruangan menyatakan, tidak memahami peran seorang pemimpin dan model gaya kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan pada saat-saat tertentu dan tidak memahami visi dan misi organisasi dengan baik jadi tidak dapat mengarahkan pegawai-pegawainya kepada tujuan yang jelas. Disamping itu, kepala ruangan tidak mampu untuk memahami tugas dan target dengan jelas, serta menjadi teladan dan inspirasi untuk menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, menerima keluhan dan berdiskusi, memberi otonomi dan memotivasi karyawan-karyawannya untuk terus maju, para kepala ruangan ini juga tidak dapat memahami permasalahan individu, menumbuhkan kepercayaan dari pengikutnya, memberikan wawasan dan menjadi teladan yang akan berpengaruh positif terhadap perilaku kerja karyawan. B. Rumusan Masalah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Pariaman merupakan perusahaan jasa dengan jumlah karyawan tetap yang cukup besar yaitu 80 orang perawat yang diharapkan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan berdasaarkan proses keperawatan. Kinerja bawahan dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diharapkan dapat meningkatkan komitmen terhadap organisasi. Kepemimpinan merupakan faktor penting yang berperan dalam kemajuan suatu organisasi. Ada tiga gaya kepemimpinan yang sudah dikenal dengan baik pada umumnya yaitu gaya

15 kepemimpinan otoriter, demokrasi, and laisez faire yang dapat digunakan para pemimpin/kepala ruangan. Kenyataan menunjukkan bahwa kinerja perawat di rumah sakit tersebut saat ini masih dianggap belum optimal. Kegiatan proses keperawatan yang benar belum dilakukan secara memadai oleh para perawat sehingga berdampak pada tingkat hunian rumah sakit. Hal ini dapat dilihat dari angka BOR dan LOS pasien saat ini yang masih jauh dari harapan dan ketentuan Kementrian Kesehatan (Data Kepegawaian RSUD Kota Pariaman 2015). Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk menggali kemampuan kepemimpinan kepala ruangan dan gambaran kinerja perawat pelaksana, sehingga belum dapat dilakukan upaya untuk meningkatkan kinerja layanan keperawatannya. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang analisis hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana dalam melakukan kegiatan proses keperawatan di rawat inap RSUD Pariaman. Adapun pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabannya adalah: Bagaimana analisis hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam melakukan kegiatan proses keperawatan di RSUD Pariaman tahun 2015?

16 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi hubungan persepsi gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam melakukan kegiatan proses keperawatan di Rawat Inap RSUD Pariaman tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Teridentifikasinya gambaran kinerja perawat pelaksana dalam melakukan kegiatan proses keperawatan menurut persepsi perawat pelaksana di Rawat Inap RSUD Pariaman. b. Teridentifikasinya gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan (otoriter, demokrasi, laisez faire) menurut persepsi perawat pelaksana di Rawat Inap RSUD Pariaman. c. Teridentifikasinya hubungan gaya kepemimpinan (otoriter, demokrasi, laisez faire) dengan kinerja perawat pelaksana dalam melakukan kegiatan proses keperawatan menurut persepsi perawat pelaksana di Rawat Inap RSUD Pariaman. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat bagi: 1. Aplikatif Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi pihak Manajemen RSUD kota Pariaman dalam bidang keperawatan khususnya ruang rawat inap dalam rangka pengelolaan kualitas layanan melalui peningkatan

17 capacity building baik untuk tingkat manajerial maupun tingkat perawat pelaksana. 2. Teoritis Hasil penelitian dapat memberikan konstribusi terhadap pengembangan keilmuan manajemen dalam keperawatan terutama berkaitan dengan kinerja perawat. Memberikan informasi ilmiah bagi kalangan akademi baik tim pengajar maupun mahasiswa keperawatan untuk pengembangan proses berfikir ilmiah khususnya dalam memahami gaya kepemimpinan dan kinerja perawat pelaksana. 3. Metodologis Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dan data dasar bagi peneliti lainnya yang mempunyai minat dan perhatian pada fokus penelitian ini yaitu gaya kepemimpinan dan kinerja perawat dengan menggunakan desain dan subyek yang berbeda.