PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 4 HEAT ECHANGER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

Bab 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

oleh : Rahmat Aziz ( ) Reza Sofyan Arianto ( )

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HALAMAN PERSETUJUAN. Laporan Tugas Akhir ini telah disetujui oleh pembimbing Tugas Akhir untuk

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BES

KAJIAN EKSPERIMENTAL KELAYAKAN DAN PERFORMA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SINGLE PASS DENGAN METODE BELL DELAWARE

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

PENGARUH PERBANDINGAN TANPA SIRIP DENGAN SIRIP LURUS DENGAN ALIRAN AIR BERLAWANAN TERHADAP EFISIENSI PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER ABSTRAK

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan

PERHITUNGAN KEBUTUHAN COOLING TOWER PADA RANCANG BANGUN UNTAI UJI SISTEM KENDALI REAKTOR RISET

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE AES

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk proses-proses pendinginan dan pemanasan. Salah satu penggunaan di sektor

PENUKAR PANAS GAS-GAS (HXG)

BAB II LANDASAN TEORI

Tabel 1. Parameter yang digunakan pada proses Heat Exchanger [1]

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

Analisa Pengaruh Laju Alir Fluida terhadap Laju Perpindahan Kalor pada Alat Penukar Panas Tipe Shell dan Tube

BAB III SPESIFIKASI ALAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

PENUKAR PANAS GAS-GAS (HXG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE CES

X Sistem Pengendalian Advance

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

BAB II LANDASAN TEORI

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT

PENGENDALI TEMPERATUR FLUIDA PADA HEAT EXCHANGER DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PREDIKTIF

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

Instrumentasi dan Pengendalian Proses

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

Kajian Performa Alat Penukar Panas Plate and Frame

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Metanol dan Asam Salisilat Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT. Kode T-01 T-02 T-03

Pengaruh Variasi Putaran Dan Debit Air Terhadap Efektifitas Radiator

BAB 1 PENDAHULUAN. pertukaran kalor antara dua fluida,baik cair (panas atau dingin) maupun gas,di. mana fluida ini mempunyai temperature yang berbeda.

ISTILAH-ISTILAH DALAM SISTEM PENGATURAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

proses oksidasi Butana fase gas, dibagi dalam tigatahap, yaitu :

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G.

PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN ALIRAN PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TERHADAP KOEFISEN OVERALL HEAT TRANSFER

TES TERTULIS. 1. Terkait Undang-Undang RI No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Bab XI Pasal 2 apa kepanjangan dari K2 dan berikut tujuannya?

PHENOMENA PERPINDAHAN PANAS PADA TANGKI AERASI

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BEU

KOLOM BERPACKING ( H E T P )

Pengaruh Pemilihan Jenis Material Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Panas pada Perancangan Heat Exchanger Shell-Tube dengan Solidworks

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER ALIRAN SATU FASA

V. SPESIFIKASI PERALATAN

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

PENGARUH BILANGAN REYNOLDS TERHADAP KARAKTERISTIK KONDENSOR VERTIKAL TUNGGAL TIPE CONCENTRIC TUBE COUNTER CURRENT

COOLING WATER SYSTEM

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen

BAB I DISTILASI BATCH

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

DINAMIKA PROSES PERAMBATAN PANAS [DPP]

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow

Transkripsi:

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 4 HEAT ECHANGER LABORATORIUM RISET DAN OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UPN VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA

HEAT EXCHANGER TUJUAN Tujuan dari percobaan Heat Exchanger ini adalah : 1. Mendemontrasikan salah satu jenis Exchanger. 2. Memperkirakan harga koefisien perpindahan panas keseluruhan (over all) pada proses pendinginan air. TEORI Pertukaran Panas Dengan Aliran Searah (Co - Current / Paralel Flow) Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi penukar panas yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan keluar pada sisi yang sama pula. Karakter penukar panas jenis ini, temperatur fluida dingin yang keluar dari alat penukar panas ( Tcb ) tidak dapat melebihi temperatur fluida panas yang keluar dari alat penukar panas (Thb), sehingga diperlukan media pendingin atau media pemanas yang banyak. Neraca panas yang terjadi: M c.( Tcb Tca ) M h.( Tha Thb) Gambar Profil Temperatur Pada Aliran Co - Current Alat Penukar Panas Alat penukar panas konvensional seperti penukar panas pipa rangkap (Double pipe heat exchanger) dan penukar panas cangkang buluh (shell and

tube Heat exchanger) selama beberapa decade mendominasi fungsi sebagai penukar panas di industri. Perkembangan kemudian, karena tuntutan effisiensi energi, biaya, serta tuntutan terhadap beban perpindahan panas yang lebih tinggi dengan ukuran penukar panas yang kompak menjadi penting. Menanggapi hal itu, maka dibuat suatu penukar panas kompak. Salah satu jenis penukar panas kompak tersebuat adalah penukar panas Plate and frame Heat Exchanger. Penukar Panas Pipa Rangkap (Double Pipe Heat Exchanger) Alat penukar panas pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam standart yang dikedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan kotak penyekat. Fluida yang satu mengalir di dalam pipa, sedangkan fluida kedua mengalir di dalam ruang anulus antara pipa luar dengan pipa dalam. Alat penukar panas jenis ini dapat digunakan pada laju alir fluida yang kecil dan tekanan operasi yang tinggi. Sedangkan untuk kapasitas yang lebih besar digunakan penukar panas jenis selongsong dan buluh ( shell and tube heat exchanger ). Penukar Panas Cangkang Dan Buluh ( Shell And Tube Heat Exchanger ) Alat penukar panas cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel pada mantel. Untuk meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas cangkang dan buluh dipasang sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur. Penukar Panas Plate and Frame (Plate And Frame Heat Exchanger) Alat penukar panas pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat pelat tegak lurus, bergelombang, atau profil lain. Pemisah antara pelat tegak lurus dipasang penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet). Pelat pelat dan sekat disatukan oleh suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat (kebanyakan segi

empat) terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang ini, fluida dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat. Type Heat Exchanger. Menurut Mc Adam, type dari heat exchanger ada tiga katagori : 1. Exchanger dengan Fixed Tube Sheel (2 tube pass & 1 cross shell pass). 2. Exchanger dengan Join Ekspansi Sheel (2 tube pass & 1 cross baffle shell pass). 3. Exchanger dengan Floating Heat (4 tube pass & 1 cross baffle shell pass). Akan tetapi, welty pada bukunya Fundamentals Of Momentum, Heat and Mass transfer, mengemukakan bahwa; heat axchanger adalah suatu alat perpindahan energi antara dua fluida dan di klasifikasikan menjadi tiga katagori, antara lain : a. Regenerator b. Open type exchanger c. Close type exchanger / recuperator d. Liquid-to-Liquid Exchanger Yang dimaksud dengan liquid-to-liquid exchanger adalah jenis HE dimana kedua fluida berbentuk cair (liquid phase). Sebenarnya HE memiliki dua fungsi yang bersamaan, yaitu memanaskan fluida dingin yang masuk sekaligus mendinginkan fluida panas yang masuk. Akan tetapi dari sisi sistem control (juga proses) kita harus menentukan mana dari kedua fungsi tersebut yang paling penting, karena seperti dijelaskan diatas, hanya ada satu controlled variable, apakah itu temperature fluida yang dipanaskan atau temperature fluida yang didinginkan, tidak bisa duaduanya. Jika tujuan utama kita adalah memanaskan fluida maka yang akan dikontrol adalah temperature fluida yang dipanaskan (hasil pemanasan), HE jenis ini disebut juga dengan Heater. Sebaliknya jika tujuan utama kita adalah mendinginkan fluida, maka yang akan dikontrol adalah temperature fluida yang didinginkan, HE jenis ini disebut juga dengan Cooler. Untuk membedakan fluida mana yang akan dikontrol dan mana yang digunakan sebagai pemanas atau pendingin, maka untuk selanjutnya, fluida yang dikontrol disebut sebagai process fluida, sedangkan fluida yang kedua disebut sebagai medium fluida. Terdapat beberapa jenis konfigurasi control yang biasa digunakan, selanjutnya akan

dibahas beberapa diantaranya. Dalam gambar diatas terlihat pengontrolan temperature process fluida dilakukan dengan mengubah-ubah aliran process fluida yang keluar dari HE dan yang di-bypass. Dalam konfigurasi ini, aksi kontrol bisa berupa split-range atau opposite action. Dalam konfigurasi splitrange, sinyal kontrol 0% 50% digunakan untuk menutup control valve keluaran HE (CV1) dan 50% 100% untuk membuka control valve bypass (CV2). Dalam konfigurasi opposite action, jika salah satu control valve membuka, maka control valve lainnya akan menutup atau sebaliknya. Dalam konfigurasi opposite action, selain menggunakan dua buah two-way control valve seperti pada gambar diatas, bisa juga menggunakan three-way diverter valve (yang diletakan pada inlet HE) atau three-way mixing valve (yang diletakan pada outlet HE). Umumnya konfigurasi seperti ini hanya untuk HE yang berfungsi sebagai Cooler seperti pada gambar diatas. Jika konfigurasi ini diterapkan pada Heater, maka akan timbul masalah yaitu kemungkinan terjadinya kerak/coke pada HE akibat temperature process yang tinggi menyamai temperature medium yang masuk. Penjelasannya adalah sbb: Pada konfigurasi diatas, pada suatu saat bisa saja terjadi control valve CV1 menutup penuh, yang berarti tidak ada aliran process yang keluar dari HE atau dengan kata lain ada sebagian process fluida yang tertahan dalam HE. Untuk HE yang berfungsi sebagai Heater, pada kondisi ini temperature fluida dalam HE akan meningkat mendekati temperatur medium, yang bisa menyebabkan terjadinya kerak/coke dalam HE. Untuk mengatasi permasalahan diatas, maka untuk aplikasi Heater, yang digunakan sebagai manipulated variable adalah medium flow. Pada konfigurasi ini, control valve ditempatkan di outlet HE bukan pada inlet. Pertimbangannya adalah jika ditempatkan di inlet dengan temperature medium yang masih tinggi, maka pressure drop pada valve dapat menyebabkan terjadinya gas yang bisa menurunkan performance HE. Pertimbangan lainnya adalah harga valve yang digunakan lebih murah dan lebih awet karena service temperature-nya yang rendah. Sangat jarang konfigurasi medium sebagai manipulated variable ini digunakan dalam Cooler, terutama jika mediumnya adalah air (cooling water). Hal ini dikarenakan umumnya cooling water bersifat corrosive dan tidak terlalu bersih sehingga tidak bijak jika menempatkan control valve disitu. Akan tetapi, jika memang harus digunakan terutama jika mediumnya bukan cooling water, maka control valve agar ditempatkan di outlet untuk menghindari

terjadinya gas dalam HE yang dapat menurunkan kinerja HE. Konfigurasi bypass seperti pada contoh pertama diatas, juga cocok untuk Cross Exchanger, dimana kedua fluida (process maupun medium) merupakan suatu process stream, seperti HE yang digunakan pada feed-product suatu tower distilasi. Pada HE jenis ini, flow kedua fluida tidak boleh dimanipulasi (diubahubah flownya) karena akan mengganggu process distilasi. Untuk beberapa aplikasi, HE tidak perlu dikontrol agar perpindahan panas dapat berlangsung maksimal. Sebagai contoh pada aplikasi yang menggunakan rangkaian HE. Pada aplikasi ini, umumnya yang dikontrol adalah HE yang terakhir karena untuk menjaga temperature pada nilai yang dibutuhkan oleh process berikutnya, sedangkan HE-HE sebelumnya tidak dikontrol. e. Steam Heater. Steam heater merupakan HE jenis heater dengan steam/uap air sebagai media pemanasnya. Sama seperti pada liquid-to-liquid exchanger, kontrol pada steam heater juga dapat dilakukan dengan mengambil medium flow atau process flow sebagai menipulated variable. Pada kondisi beban tinggi, konfigurasi control ini dapat memberikan kinerja yang cukup baik. Akan tetapi pada beban rendah, kinerja konfigurasi control ini kurang memuaskan, penjelasannya adalah sbb: Pada beban rendah, flow/tekanan steam yang masuk heater rendah sehingga tekanan condensate yang terjadi dalam heater juga rendah yaitu berada dibawah tekanan atmosfir. Keadaan ini menyebabkan condenste yang terjadi tersebut tidak bisa langsung dibuang oleh steam trap. Akibatnya akan terjadi akumulasi condensate dalam heater hingga tekanannya mencapai tekanan kerja steam treap. Proses akumulasi condensate dalam heater ini menyebabkan heat tranfer area yang awalnya besar, semakin lama semakin kecil seiring dengan terakumulasinya condensate. Pada saat pressure condensate mencapai tekanan kerja steam trap, semua condensate dalam heater serta merta akan dibuang keluar sehingga heat transfer area heater kembali seperti semula. Dari prespektif control, kejadian ini mencerminkan dinamika sistem kerja heater yang berubah-ubah sehingga sulit untuk dikontrol. Untuk mengatasi permasalahan ini, konfigurasi kontrol ini dilengkapi dengan condensate lifting/pumping trap, yang dapat membuang condensate walaupun tekanannya masih dibawah atmosfir. Selanjutnya mari kita lihat bagaimana jika control valve diletakan di condensate line. Ketika beban berkurang, posisi bukaan control valve hampir menutup penuh hingga akumulasi

condensate dalam heater mencepai level tertentu dimana pengurangan heat tranfer area sudah sesuai dengan beban. Pada arah perubahan beban ini (arah beban berkurang), process dynamic sangat lamban karena menunggu akumulasi condensate di heater. Sebaliknya ketika beban bertambah, process dynamic sangat cepat karena hanya sedikit perubahan bukaan control valve, sudah banyak condensate yang terbuang. Dari sisi control, process dynamic seperti ini sangat sulit untuk dikontrol. Oleh karena itu, penempatan control valve di condensate line tidak direkomendasikan. Setpoint untuk level control dapat diubah-ubah untuk disesuaikan dengan beban, pada beban rendah, setpoint level control diset tinggi, begitu pula sebaliknya. kelemahan dari konfigurasi control ini adalah harganya yang mahal. Untuk mengatasinya, level control dapat diganti dengan continuous drain trap, yang fungisnya sama dengan level control tetapi harganya jauh lebih murah. f. HE Enhanced Control. Apabila gangguan (distrubance) sering terjadi dalam pengoperasian HE, maka konfigurasi basic control yang baru saja dibahas tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan. Untuk mengatasinya diperlukan konfigurasi baru yang disebut enhanced control. Enhanced control ini dibentuk dengan menambah cascade control (untuk mengatasi gangguan pada manipulated variable) dan feedforward control (untuk mengatasi gangguan pada beban) serta kalkulasi/perhitungan pendukungnya pada konfigurasi basic control.

PROSEDUR Peralatan Heat Exchanger yang tersedia ada dua jenis yaitu : 1. Single Pass Double Pipe (SPDP) 2. Alat penukar panas ini terbuat dari dua buah pipa standar konsentrik berukuran masing-masing 2 inchi dan 1,25 inchi, disusun sedemikian rupa sehingga cairan yang mengalir berlawanan arah dibagian ruang anuler 2. Single Pass Shell and Tube (SPST) Alat penukar ini terdiri dari satu pipa yang didalamnya terdapat beberapa tube dan baflle. Air pendingin masuk dibagian tube sedangkan air panas dialirkan kedalam shell. Selain itu juga dilengkapi dengan tangki penampung air panas dan air dingin. t1 T1 Keterangan : B : penampung air P : pompa T : termometer B1 P1 T2 t2 P2 B2

Cara Melakukan Percobaan SINGLE PASS DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER 1. Panaskan air dalam tangki penampung air panan sehingga temperature tertentu 2. Isi pipa air dan hilangkan gelembung-gelembung udara dari pipa manometer, alirkan air melalui bagian dalam pipa pada laju alir yang diinginkan. 3. Alirkan air panas kedalam bagian shell pada tekanan tertentu. 4. Setelah aliran dan temperatur konstan (tercapai keadaan steady), lakukan pengamatan selama sedikitnya 20 menit untuk data-data berikut selama selang waktu 2 menit : a. waktu b. pembacaan manometer c. temperatur air pendingin/ air panas masuk dan keluar d. tekanan air panas 5. Ulangi percobaan dengan variasi laju alir dan temperatur umpan air panas. SINGLE PASS SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER Cara percobaan sama dengan SPDP Heat Exchanger. Tugas : Hitung koefisien perpindahan panas keseluruhan dari data setiap run Putaran kran : 1, 1½, 2, 2½, 3 putaran.

DAFTAR PUSTAKA Kern, D.Q., 1965, Process Heat Transfer, Int. Ed., p.102-112, McGraw Hill Book Co.,Singapore McCabe, W.L. and Smith, J.C., 1992, Unit Operation of Chemical Engineering, 5 th Ed., p. 382-413, McGraw Hill Book Co., Singapore. Process Equipment Control : (1) Heat Exchanger Control. «Asro Pun Blog diambil pada Senin, 12 Maret 2012, pukul 18.06 WIB