BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi manusia terjadi semenjak manusia itu berada. dalam kandungan hingga akhir masa hidupnya. Hal ini sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menjadi cerdas, terampil, dan memiliki sikap ketakwaan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sendirinya. Mereka membutuhkan orang tua dan lingkungan yang kondusif

EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING SERVICES TO IMPROVE EMOTIONAL INTELLIGENCE

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

PENDAHULUAN. Masa1 usia dini merupakan golden ageperiode, artinya merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang dimilikinya.oleh karena itu, sangat diperlukan adanya

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. terkait antara individu dan interaksi antara kelompok. Berbagai proses sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. metode penelitian dan lokasi serta sampel penelitian. Adapun uraiannya sebagai. mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

KECERDASAN EMOSI PESERTA DIDIK PADA KELAS AKSELERASI DI SMP NEGERI 1 PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pengembangan pendidikan, seperti dengan perbaikan kurikulum. seperti dari Inggris, Singapura dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar.

Prinska Damara Sastri, 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB II LANDASAN TEORITIK

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat anak memasuki usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan) (Yusuf, 2002 : 181). Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari lingkungan. Dari lingkungan anak dapat menyesuaikan diri secara efektif dengan berbagai pengetahuan yang diterima. Apabila bimbingan di sekolah ataupun di rumah tidak mencukupi untuk memenuhi rasa ingin tahunya maka anak akan mencoba hal-hal yang belum dia tahu pasti sebab dan akibatnya. Mira (2008 : 2) memaparkan penyimpangan atau gangguan emosi dapat terjadi pada siapapun, termasuk pada anak-anak. Gangguan emosi yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Contoh kasus penyimpangan atau gangguan emosi pada anak usia Sekolah Dasar terjadi pada Heryanto (14 tahun) siswa SD Muara Sanding II Kabupaten Garut, yang lolos dari upayanya melakukan bunuh diri, yang mengakibatkan ia harus menjalani pemulihan gangguan motorik halus dan perilaku. Kasus lain, terjadi pada Eko Haryanto (15 tahun) siswa SD Kepunduan 1 Kramat, Kabupaten Tegal yang mencoba gantung diri. Percobaan

2 bunuh diri ini dilakukan karena ia merasa malu menunggak SPP selama sepuluh bulan, tetapi usaha bunuh dirinya ini gagal. Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak dikarenakan anak sudah tidak dapat melihat jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Secara emosi anak sudah sampai pada titik tidak tahu lagi harus melakukan apa kemudian memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Kasus yang mengagetkan banyak pihak itu menunjukkan anak belum dapat mengenali emosinya secara baik dan beradaptasi dengan emosinya sendiri. Goleman (2005:59) mengemukakan bahwa Emotional Inteligence merupakan prasyarat dasar bagi penggunaan fungsi IQ secara efektif. Hal ini nampak pada saat bagian otak yang memfasilitasi fungsi-fungsi perasaan terganggu maka seseorang tidak pula dapat berpikir secara efektif. Menurut Goleman (2005:40), kecerdasan intelektual hanya memberi kontribusi 20% terhadap kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% bergantung pada kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual, bahkan dalam hal keberhasilan kerja, kecerdasan intelektual hanya berkontribusi 4%. Survei terhadap orangtua dan guru-guru yang dilakukan oleh Goleman (2007 :329-330) memperlihatkan adanya kecenderungan yang sama di seluruh dunia; yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosi daripada generasi sebelumnya, lebih kesepian dan pemurung, lebih berangasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif. Kemerosotan emosi tampak dalam semakin parahnya masalah spesifik berikut : (1) Menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial; lebih suka

3 menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, banyak bermuram durja, kurang bersemangat, merasa tidak bahagia, terlampau bergantung; (2) Cemas dan depresi, menyendiri, sering takut dan cemas, ingin sempurna, merasa tidak dicintai, merasa gugup atau sedih dan depresi; (3) Memiliki masalah dalam hal perhatian atau berpikir ; tidak mampu memusatkan perhatian atau duduk tenang, melamun, bertindak tanpa bepikir, bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi, sering mendapat nilai buruk di sekolah, tidak mampu membuat pikiran jadi tenang. (4) Nakal atau agresif; bergaul dengan anak-anak yang bermasalah, bohong dan menipu, sering bertengkar, bersikap kasar terhadap orang lain, menuntut perhatian, merusak milik orang lain, membandel di sekolah dan di rumah, keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok, bertemperamen panas. Fakta-fakta yang dipaparkan penjelasan diatas menunjukkan pentingnya pengembangan kecerdasan emosional anak sejak dini agar mereka dapat sukses di sekolah dan memiliki perilaku yang tidak menyimpang. Anak yang mendapatkan pembinaan emosi secara baik dari orangtuanya menunjukkan hasil yang mengagumkan. Penelitian Gottman & DeClaire (Terjemahan Hermaya, 1997 : 8) menunjukkan bahwa : Mereka memiliki kesehatan fisik yang lebih baik serta memperoleh nilai yang lebih tinggi secara akademis dibandingkan dengan anak-anak yang orangtuanya tidak memberikan pembinaan emosi. Mereka bergaul lebih baik dengan teman-temannya, tidak banyak mengalami masalah tingkah laku, tidak gampang melakukan tindak kekerasan. Secara keseluruhan, anak-anak yang dilatih emosinya mengalami jumlah perasaan negatif yang kurang dan merasa lebih banyak perasaan positif.

4 Goleman (2005:43) mengatakan apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosi yang baik yang akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman (2005:45) mengatakan bahwa ciri-ciri kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan diri dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa, berempati dan berdoa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Dalam rangka membantu anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional, maka anak diajarkan untuk lebih memahami dirinya agar dapat bereaksi wajar dan normatif. Dengan begitu anak tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik, mudah bersosialisasi, memiliki solidaritas yang tinggi, dan dapat diterima di lingkungan. Anak akan mampu menemukan dirinya sendiri dan mampu berperilaku sesuai norma yang berlaku. Karena pada dasarnya anak merupakan sosok individu yang masih memerlukan bantuan untuk dapat menentukan, menemukan dan mengenali emosinya. Salah satu metode yang dianggap efektif dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran diri siswa ialah model layanan melalui permainan simulasi (Muro&Dinkmeyer,1997; Froehle,1983; Kathleen,1995; kim,2003 dalam Ramli, 2007 : 17). Permainan simulasi merupakan aktivitas bertujuan yang menyenangkan dalam situasi tiruan karakteristik kehidupan nyata yang

5 memberikan lingkungan belajar yang relative aman, sederhana dan saling berhubungan secara erat (Ramli, 2007 : 21). Permainan simulasi tersebut melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar yang menyenangkan. Dalam hal ini siswa memainkan peran dalam situasi yang menyerupai kehidupan nyata. Siswa mereaksi isyarat-isyarat sebagaimana ditemui dalam lingkungan sebenarnya. Siswa tersebut mengalami konsekuensi reaksi dalam kondisi yang aman dan menyenangkan (Ramli, 2007 :22). Oleh karena permainan simulasi tersebut merefleksikan realitas kehidupan sehari-hari dan menyenangkan melalui suasana bermainnya maka kondisi tersebut menarik bagi para siswa sehingga mereka merasa senang dan terlibat secara mendalam dengan kegiatan belajar melalui permainan simulasi. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan keefektifan permainan simulasi dalam membantu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap subjek penelitian. Ramli (2007 : 28) memaparkan bahwa permainan simulasi tersebut dapat meningkatkan : (1) motivasi warga belajar, (2) pemahaman diri siswa dan lingkungannya, (3) peningkatan kualitas layanan konsultasi bagi orang tua siswa, dan (4) mengembangkan komitmen belajar siswa sekolah menengah atas (Nugraha, 2009). Berdasarkan beberapa hasil penelitian tentang kegunaan pelayanan peningkatan kemampuan individu melalui permainan simulasi di atas dapat diduga bahwa pelayanan tersebut juga efektif dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa SD. Oleh sebab itu penelitian ini diberi judul

6 PenggunaanMetode Permainan Simulasi Untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SD Kelas Atas. B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Salah satu faktor ketidakmampuan orang tua untuk menjadi pelatih emosi bagi anak diperkirakan karena kondisi sosial ekonomi yang rendah. Dengan kondisi ini, mereka cenderung lebih memusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar (Kartadinata, 1983 : 44). Penjelasan lain dari McLoyd (dalam Santrock, 2002 :72) bahwa pada orang tua miskin cenderung memiliki kemampuan yang terbatas dalam membimbing dan mendukung anak-anaknya. Mengenai perilaku pengasuhan, orangtua yang berasal dari keluarga penghasilan rendah dan kelas pekerja cenderung mendisiplinkan anak-anak dengan hukuman fisik dan mengecam anak-anak mereka (Heath, 1983&Kohn,1977 dalam Santrock, 2002 : 47). Demikian juga pendapat Goleman (2005 : 34) bahwa pada keluarga miskin, orangtua kurang memberikan ungkapan kehangatan kepada anak. Apa yang dilakukan orangtua tersebut bukanlah cara yang baik untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak, maka orangtua harus cerdas secara emosi. Orangtua yang cerdas secara emosi akan nampak dari cara orangtua memperlakukan anak dengan kasih sayang yang afirmatif, yaitu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan emosi anak dan mendukung melalui cara yang jelas dikenali anak (Santrock, 2002 : 19).

7 Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu merupakan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Berdasarkan pengertian kecerdasan emosional tersebut, maka kecerdasan emosional pada penelitian ini didefinisikan ke dalam lima aspek utama sebagai berikut (Salovey dalam Goleman, 2005 :43-44) : a. Mengenali emosi diri; b. Mengelola emosi (managing emotion); c. Memotivasi diri sendiri (motivating oneself); d. Mengenali emosi orang lain (recognizing emotion in others); e. Membina hubungan (hadling relationship). Bermain dipandang sebagai suatu perilaku yang muncul secara alamiah menyenangkan yang ditemukan dalam kehidupan manusia. Bermain juga merupakan suatu kekuatan pendorong dalam perkembangan manusia. Dunia anak adalah dunia bermain, tapi sayangnya kebanyakan orangtua memperlakukan aktivitas bermain sebagai imbalan bukan sebagai kebutuhan anak. Sebenarnya, lewat kegiatan bermain semua aspek perkembangan anak ditumbuhkan, sehingga anak-anak menjadi lebih sehat sekaligus cerdas. Menurut survei yang dilakukan oleh Radani Edutainment (An, 2008 : 3) terhadap 300 responden di wilayah Jabodetabek, terungkap hanya sekitar 25 persen anak yang bisa bermain sesuai dengan keinginan anak-anak. Dua aktivitas yang paling banyak dilarang oleh para orangtua adalah bermain video games

8 (50%) dan bermain di luar rumah (30%). Sekitar 60 persen anak-anak di Jabodetabek sepulang sekolah lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengikuti kegiatan les. Berdasarkan analisis beberapa hasil penelitian pada uraian latar belakang penelitian diduga bahwa permainan simulasi dapat digunakan dalam peningkatan kecerdasan emosional siswa SD. Maka dari itu, salah satu kegiatan yang dapat diberikan pada siswa SD untuk mengembangkan kecerdasan emosional adalah melalui metode permainan simulasi. Dimensi bermain sangat mungkin diberikan pada siswa SD karena disesuaikan dengan karakteristik siswa, maka dari itu bantuan yang diberikan untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SD melalui permainan simulasi. Permainan simulasi mampu menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan mental yang merupakan unsur utama yang menentukan perkembangan serta alat berfikir untuk mengelola perilaku dan sikap dalam berbagai setting. Permainan simulasi merupakan upaya penciptaan lingkungan bagi para partisipan atau pemain yang tidak akan mengalaminya sebagaimana biasanya. (Gillispie dalam M. Ramli, 2007: 31). Permainan simulasi secara tidak langsung merupakan suatu rekayasa lingkungan yang realistis dan mengembangkan solusi yang realistis untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka secara umum pertanyaan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

9 Apakah teknik permainan simulasi efektif untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SD kelas atas? Secara khusus rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : a. Bagaimana profil kecerdasan emosional siswa SD kelas atas SDN Cihampelas 3 sebelum memperoleh permainan simulasi? b. Bagaimana profil kecerdasan emosional siswa SD kelas atas SDN Cihampelas 3 setelah memperoleh permainan simulasi? c. Adakah perbedaan skor yang dicapai siswa sebelum dan sedudah memperoleh permainan simulasi? d. Apakah bimbingan dengan menggunakan metode permainan simulasi efektif untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SD kelas atas? C. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui efektivitas permainan simulasi dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa SD. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a. Gambaran umum kecerdasan emosional siswa SD kelas atas SDN Cihampelas 3 tahun ajaran 2011 / 2012 sebelum memperoleh permainan simulasi. b. Gambaran umum kecerdasan emosional siswa SD kelas atas SDN Cihampelas 3 tahun ajaran 2011 / 2012 setelah memperoleh permainan simulasi. c. Efektivitas bimbingan dengan metode permainan simulasi untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SD kelas atas SDN Cihampelas 3 tahun ajaran 2011 / 2012.

10 D. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimen semu (Quasi-Experimental Research) dengan alasan pertama penelitian hanya mengandung beberapa ciri eksperimental dalam jumlah yang kecil dan kedua rancangan eksperimen semu tidak ada kontrol (Suryabrata, 1983 :151). E. Manfaat/Signifikansi Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya dalam ilmu bimbingan dan konseling. Adapun secara praksis, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi konselor khususnya, dan guru pada umumnya Mengetahui gambaran penggunaan metode permainan simulasi dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa SD dan mengembangkannya dalam menangani siswa lainnya. b. Bagi Sekolah Dasar Negeri Cihampelas 3 Bagi sekolah, hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan serta rujukan dalam menentukan kebijakan dan program sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pengembangan metode permainan simulasi dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosional siswa. c. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Mendapatkan gambaran operasional dalam aplikasi permainan simulasi untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SD, sehingga menjadi bahan

11 masukan bagi pengembangan mata kuliah yang terkait (Bimbingan dan Konseling Anak dan Dinamika Kelompok). d. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti efektivitas menggunakan permainan simulasi untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa pada setiap jenjang pendidikan SMP, SMA dan PT, membandingkan gambaran umum tingkat kecerdasan emosional siswa sekolah dasar pada setiap jenjang kelas, jenis kelamin dan tingkat prestasi, sehingga gambaran yang dihasilkan cenderung dinamis dan menyeluruh. F. Struktur Organisasi Skripsi Rancangan penulisan skripsi terdiri dari lima bab antara lain : bab I terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, dan struktur organisasi penelitian. Bab II terdiri dari teori-teoti dasar yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti serta asumsi dan hipotesis penelitian. Bab III merupakan penjabaran dari lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data dan prosedur penelitian. Bab IV akan dilaporkan hasil-hasil penelitian. Bab V akan diuraikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan serta implikasinya bagi guru, sekolah dan peneliti selanjutnya untuk pengembangan lebih lanjut.