BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES ETANOLISIS MINYAK SAWIT DALAM SISTEM DEEP EUTECTIC SOLVENT (DES) BERBASIS CHOLINE CHLORIDE ETILEN GLIKOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Bab IV Hasil dan Pembahasan

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

PROSES ETANOLISIS MINYAK SAWIT DALAM SISTEM DEEP EUTECTIC SOLVENT (DES) BERBASIS CHOLINE CHLORIDE-GLISEROL SKRIPSI. Oleh AGUS WINARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Pembahasan Degumming

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN BABI. bio-diesel.

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

A. Sifat Fisik Kimia Produk

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

Biodiesel Dari Minyak Nabati

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

III. METODE PENELITIAN

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Gliserol dari Epiklorohidrin dan NaOH Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. DESKRIPSI PROSES

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman penghasil minyak yang paling efisien dari pada tanaman penghasil minyak lainnya, yaitu hingga 4.5 ton per hektar. Tanaman sawit dapat menghasilkan 2 jenis minyak, yaitu minyak yang berasal dari daging dan biji buah sawit. Minyak yang berasal dari daging buah sawit disebut dengan Crude Palm Oil (CPO), sedangkan yang berasal dari biji buah sawit disebut dengan Crude Palm Kernel Oil (CPKO). Kandungan asam lemak jenuh pada minyak sawit hampir sama dengan kandungan asam tidak jenuhnya. Komponen utama yang terdapat pada minyak sawit adalah asam palmitat (44-45%), asam oleat (39-40%) dan asam linoleat (10-11%) [17]. Berikut merupakan tabel kandungan asam lemak yang terdapat pada minyak sawit Tabel 2.1 Kandungan asam lemak pada buah sawit [17] Malaysian (1981) a Malaysian (1990) b Brazilian (1993) c Mean Range Range Range Mean Mean (215 samples ) (215 samples ) (73 samples ) Fatty Acids % by wt 12:0 0,2 0,1-1,0 0,2 0,1-0,4 0,2 Tr-2,6 14:0 1,1 0,9-1,5 1,1 1,0-1,4 0,8 Tr-1,3 16:0 44,0 41,8-46,8 44,1 40,9-47,5 39,0 31,9-57,3 16:1 0,1 0,1-0,3 0,2 0-0,4 0,03 Tr-0,4 18:0 4,5 4,2-5,1 4,4 3,8-4,8 5,0 2,1-6,4 18:1 39,2 37,3-40,8 39,0 36,4-41,2 43,2 33,8-47,5 18:2 10,1 9,1-11,0 10,6 9,2-11,6 11,5 6,4-14,8 18:3 0,4 0-0,6 0,3 0-0,6 0,4 Tr-0,7 20:0 0,4 0-0,7 0,2 0-0,4 0,01 Tr-0,3 6

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dapat berupa minyak kanola, kedelai, maupun minyak sawit. Biodiesel biasanya terdiri dari asam lemak (rantai C14-C22) dan alkohol rantai pendek, misalnya metanol ataupun etanol [3]. 2.2 Biodiesel Biodiesel merupakan suatu energi alternatif yang ramah lingkungan. Biodiesel mendapatkan menjadi suatu kajian yang menarik di dunia sebagai bahan bakar yang dicampurkan dengan solar ataupun digunakan langsung pada mesin diesel. Biodiesel juga merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui karena terbuat dari minyak hewan ataupun tumbuhan [18; 19]. Hal ini juga menyebabkan biodiesel menjadi bahan bakar yang biodegradable, tidak beracun, babas kandungan sulfur dan senyawa aromatik, dan menghasilkan emisi gas buangan yang lebih rendah daripada bahan bakar konvensional [19]. Saat ini, ada beberapa proses yang sering digunakan dalam pembuatan biodiesel yaitu : (1) penggunaan langsung dan pencampuran dengan minyak mentah, (2) mikro-emulsi, (3) secara enzimatis (4) thermal cracking, (5) reaktor ultrasonik, (6) superkritikal alkohol, (7) menggunakan microwave dan (8) tranesterifikasi [18; 19; 20]. Pembuatan biodiesel menggunakan proses transesterifikasi dilakukan dengan mencampurkan trigliserida dengan alkohol dan katalis. Alkohol yang umum digunakan adalah metanol karena harganya yang murah [19]. Namun dalam pembuatan biodiesel tedapat beberapa masalah, yang paling utama ialah keterbatasan transfer massa dan laju reaksi yang lambat diakibatkan oleh sistem minyak dan metanol yang tidak saling melarut, dan yang kedua adalah dalam hal pemurnian biodiesel hingga dapat digunakan langsung pada mesin. Banyak hal yang telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, seperti penggunaan katalis heterogen, meningkatkan aktifitas katalis hingga penggunaan co-solvent untuk meningkatkan kelarutan antara minyak dan metanol [12]. 2.3 Proses Transesterifikasi Minyak Sawit Proses pembuatan biodiesel yang paling umum digunakan adalah proses transesterifikasi yang dilakukan dengan mereaksikan minyak dan alkohol dengan 7

menggunakan bantuan katalis untuk mempercepat reaksi yang terjadi. Disamping penggunaan katalis untuk mempercepat reaksi, penggunaan pelarut juga digunakan sebagai salah satu cara untuk mempercepat reaksi agar mendapatkan hasil yang optimal. 2.3.1 Transesterifikasi tanpa Menggunakan Pelarut Proses pembuatan biodiesel yang biasa dilakukan dengan proses yang mudah serta dapat dikembangkan dalam industri yaitu dengan reaksi alkoholisis (transesterifikasi). Reaksi alkoholisis merupakan reaksi kimia dari minyak atau lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis asam atau basa yang akan membentuk ester dan gliserol. Reaksi ini merupakan reaksi reversible yang berurutan dimana trigliserida dikonversikan menjadi digliserida, digliserida kemudian dikonversikan menjadi monogliserida dan diikuti pengkonversian monogliserida menjadi gliserol. Dari masing masing tahapan tersebut terbentuk ester dan tiga molekul ester dibentuk dari satu molekul trigliserida [20]. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut : katalis Trigliserida metanol metil ester digliserida katalis Digliserida metanol metil ester monogliserida katalis Monogliserida metanol metil ester gliserol Gambar 2.1 Tahapan Reaksi Alkoholisis [20] 8

Berikut ini merupakan mekanisme reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa. Step 1 : Step 2 : Step 3 : Gambar 2.2 Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa homogen [21] Katalis berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi dan laju reaksi dan yield dari suatu reaksi. Dalam pembuatan biodiesel yang merupakan reaksi bolak-balik (reversible), alkohol berlebih digunakan untuk menghambat terjadinya reaksi balik ke arah reaktan. Katalis yang umum digunakan pada produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi adalah katalis basa yang bersifat homogen, seperti natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), dan natrium metoksida (NaOCH3). Penggunaan katalis asam juga dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel, akan tetapi, hal ini dapat menyebabkan korosi pada peralatan yang digunakan dan reaksi yang berjalan juga lambat [22]. Penggunaan katalis basa yang bersifat homogen pada pembuatan biodiesel memberikan beberapa dampak negatif, seperti menghasilkan air buangan dalam jumlah besar dalam proses pemurniannya dan katalis yang tidak dapat digunakan kembali. Penggunaan katalis basa (seperti NaOH, KOH dan 9

NaOCH3) juga sangat sensitif terhadap keberadaan air (diatas 2% v/v) maupun asam lemak bebas pada minyak (diatas 0,05% v/v) yang akan dijadikan biodiesel. Disamping kerugian menggunakan katalis basa yang bersifat homogen, terdapat keuntungan penggunaannya, yaitu : (1) reaksi yang berlangsung sangat cepat, (2) menggunakan energi yang lebih sedikit, dan (3) katalis basa seperti NaOH dan KOH mudah ditemukan dan harganya murah [20; 22; 23]. 2.3.2 Transesterifikasi dengan Menggunakan Pelarut Dalam reaksi transesterifikasi sendiri juga terdapat masalah yaitu tidak larutnya fasa minyak dan alkohol yang akan mengganggu jalannya laju reaksi [9]. Berbagai cara yang telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini misalnya dengan penambahan co-solvent yang dapat meningkatkan kelarutan antara minyak dan alkohol yang digunakan. Beberapa co-solvent yang telah digunakan dalam proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis homogen adalah tetrahydrofuran (THF), aseton, dietil eter dan chlorobenzene [8; 9]. Akan tetapi, co-solvent yang selama ini digunakan dalam pembuatan biodiesel bersifat racun terhadap lingkungan, sehingga penggunaannya dapat merusak lingkungan apabila digunakan berlebihan. Penelitian mengenai pelarut yang ramah lingkungan dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi kajian yang sangat strategis dalam teknologi ramah lingkungan [10]. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dan mengurangi polusi lingkungan. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan suatu pelarut yang ramah lingkungan, salah satunya ialah Ionic Liquids (ILs), yang pada awalnya telah menarik banyak perhatian karena sifat fisika dan kimianya. Namun dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa ILs memiliki kekurangan dalam hal toksisitas, biodegradibilitas yang rendah dan harga yang mahal [11]. Salah satu contoh pengembangan mengenai sistem pelarut organik yang murah dan ramah lingkungan yang dikenal sebagai Deep eutectic solvents (DES) sangat menarik dikarenakan DES merupakan pelarut yang sangat ramah lingkungan [12]. 2.4 Deep Eutectic Solvent (DES) Ketertarikan terhadap Deep Eutectic Solvent (DES) sebagai salah satu terknologi ramah lingkungan untuk pengaplikasiannya dalam industri telah 10

berkembang dalam beberapa tahun terakhir [24]. DES merupakan suatu pelarut ramah lingkungan yang saat ini telah banyak diaplikasikan dalam pemrosesan kimia [12]. Konsep DES pertama kali dikenalkan oleh Abbot et al. Secara umum DES merupakan suatu jenis pelarut yang terbentuk dari dua campuran yang membentuk titik eutaktik dan mempunyai titik beku yang jauh lebih rendah daripada masingmasing komponen penyusunnya [11]. Deep Eutectic Solvent (DES) merupakan campuran dari suatu komponen garam ammonium kuartener dengan suatu senyawa organik yang berfungsi sebagai hydrogen bond donor (HBD) seperti alkohol, asam, halida, amina, asam amino dan lain-lain hingga membentuk campuran eutektik [11; 25]. Meskipun memiliki sifat yang hampir sama dengan Ionic Liqiuds (ILs), akan tetapi, DES tidak dapat dikatakan sebagai ILs, hal ini dikarenakan : (1) DES tidak terbentuk dari jenis ionik dan (2) dapat ditemukan dari jenis non-ionik [26]. DES merupakan suatu terobosan pelarut baru yang murah, mudah diproduksi, dan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi menjadikan DES mempunyai potensi yang besar dalam pengaplikasiannya dalam skala yang besar [3; 27]. DES sebagai sebuah terobosan pelarut yang baru mempunyai beberapa kelebihan seperti : (1) bio-degradable, (2) tidak mudah terbakar, (3) toksisitas rendah, (4) tekanan uap yang rendah, dan (5) stabilitas panas yang tinggi, (6) harga yang murah (7) mudah disintesis dengan kemurnian yang tinggi, [11; 25; 28]. melting point of A liquid L melting point of B A + L B + L eutectic point A + B Gambar 2.4 Diagram Representasi Teori Titik Eutektik Campuran [29] 11

DES telah banyak digunakan dalam proses pembuatan biodiesel, beberapa diantaranya dengan menggunakan choline chloride : gliserol, dan choline chloride : PTSA [12, 14]. Selain penggunaannya sebagai pelarut dalam sintesis biodiesel, DES juga telah digunakan dalam bidang elektrodeposisi, katalis ataupun pelarut dalam bidang reaksi kimia, enzimatik, dan sebagai pelarut pada ekstraksi [15]. DES dapat digunakan sebagai pelarut untuk pembuatan polimer, absorpsi CO2, dan pemurnian biodiesel [30]. Berikut merupakan gambar ilustrasi pembuatan biodiesel tanpa menggunakan DES dan dengan menggunakan DES. a. Tanpa DES b. Menggunakan DES Gambar 2.5 Ilustrasi pembuatan biodiesel (a) tanpa menggunakan DES dan (b) menggunakan DES [12] Penggunaan DES dalam reaksi pembuatan biodiesel bertujuan untuk mengubah distribusi fasa komponen pada campuran reaktan yang bertujuan untuk mengurangi terbentuknya reaksi saponifikasi, dan mempermudah pemisahan dan pemurnian produk biodiesel [12]. 12

2.5 Sintesis Deep Eutectic Solvent (DES) Secara umum, DES dibuat dari garam berbasis ammonium ataupun phosponium. Garam tersebut dicampurkan dengan rasio yang berbeda-beda dengan HBD nya seperti : alkohol, asam karboksilat, ester, eter, amida, nitrat, maupun asetat [29]. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembuatan DES sangat mudah dan cepat, dan tidak memerlukan pemurnian sama sekali. Proses pembuatan DES yang telah dilakukan adalah dengan menimbang HBD dan garam kuartener dan dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang tertutup (hal ini disebabkan karena tingkat higroskopis bahan yang tinggi sehingga harus diisolasi dari uap air yang ada di udara), kemudian dilakukan pemanasan dan pengadukan hingga terbentuk cairan tidak berwarna (biasanya 2 jam pada 60 o C) [31]. Berikut merupakan ilustrasi interaksi antara Hydrogen Bond Acceptor (ChCl) dan Hydrogen bond Donor (R-OH). Gambar 2.6 Interaksi antara Hydrogen Bond Acceptor (ChCl) dan Hydrogen bond Donor (R-OH) [32] Salah satu contoh DES yang dapat dibentuk ialah dengan menggunakan campuran choline chloride dan urea dengan perbandingan 1:2 (dengan titik leleh masing-masing ialah 247 dan 133 o C) menghasilkan DES dengan titik leleh yang sangat rendah yaitu 12 o C [30]. ChCl menjadi sebuah garam amonium kuaterner yang bermanfaat hal ini dikarenakan ChCl merupakan garam amonium kuaterner asimetris dengan gugus fungsi polarnya. Sifat asimetris molekul tersebut akan mengurangi titik beku molekul cairan ionik, seperti halnya gugus fungsional polar [29]. 13

2.6 Aplikasi DES dalam Bidang Pembuatan Biodiesel Penggunaan DES dalam bidang pembuatan biodiesel selain sebagai pelarut untuk memudahkan pencampuran fasa minyak dengan alkohol juga dapat digunakan sebagai katalis dan pengekstrak gliserol yang dihasilkan dari reaksi 2.6.1 Penggunaan DES sebagai Katalis dalam Transesterifikasi Dalam proses transesterifikasi DES dapat digunakan sebagai katalis untuk mempercepat reaksi. Long, pada tahun 2010 mempublikasikan pengunaan DES untuk katalis dalam reaksi transesterifikasi dengan menggunakan DES berbasis ChCl:ZnCl2 (1:2) [33]. Selain sebagai katalis pada reaksi yang bersifat kimia, DES juga dapat digunakan pada reaksi pembuatan biodiesel dengan menggunakan biokatalis. Hal ini disebabkan karena DES memiliki beberapa kelebihan diantaranya harganya yang murah, tidak bersifat racun, biodegradable, lipase-compability (dapat menaikkan selektivitas lipase hingga 99 %) [34] 2.6.2 Penggunaan DES untuk Pemisahan Gliserol dari Biodiesel Mentah Selain sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi, DES dapat digunakan untuk mengekstrak gliserol dari biodiesel mentah sehingga memudahkan pemisahan dan pemurnian biodiesel. Abbot, pada tahun 2007, melaporkan bahwa DES berbasis ChCl:Gliserol (1:1) efektif digunakan untuk mengekstrak gliserol yang terdapat pada biodiesel mentah sehingga memudahkan proses pemisahan [35]. 2.6.3 Penggunaan DES sebagai Co-Solvent dalam Pembuatan Biodiesel Penggunaan DES sebagai co-solvent pada proses pembuatan biodiesel bertujuan untuk meningkatkan kelarutan antara minyak dengan alkohol sehingga akan mempercepat transfer massa antara kedua reaktan tersebut [12]. Zhao, pada tahun 2013 menggunakan DES berbasis ChCl:Gliserol (1:2) sebagai co-solvent pada pembuatan biodiesel dengan menggunakan reaksi enzimatis [15]. Gu, pada tahun 2015 juga menggunakan DES berbasis ChCl:Gliserol (1:2) sebagai co-solvent pada pembuatan biodiesel dengan reaksi kimia [12]. Penggunaan co-solvent DES pada bidang pembuatan biodiesel dapat mempercepat reaksi karena penggunan co-solent itu sendiri dapat mempercepat 14

transfer massa akibat penurunan tegangan permukaan dari zat yang akan direaksikan [36]. Tegangan permukaan sangat bergantung dari besarnya interaksi intermolekul dari suatu zat, apabila interaksi antar molekulnya semakin besar, maka tegangan permukaan akan semakin kuat [37]. Penggunaan DES dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua campuran cairan yang tidak saling melarut disebabkan oleh terbentuknya capillary bridge/capillary force pada interfacial area campuran. Capillary forces merupakan gaya tarik menarik yang terbentuk di area kontak antar partikel berdekatan. Capillary forces dapat dikatakan sebagai cara dimana salah satu fasa fluida dapat membentuk meniscus dalam fasa fluida lain. Capillary forces tidak hanya dapat diakibatkan oleh terbentuknya meniscus, namun juga adanya capillary bridge oleh cairan didalam cairan lain sehingga dapat melarutkan dua larutan yang tidak saling melarut [38]. 2.7 Potensi Ekonomi Penggunaan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) memiliki keuntungan jika digunakan langsung sebagai bahan baku pengunaan biodiesel karena tidak memerlukan tahapan pemurnian minyak sehingga dapat menekan harga produksi dari biodiesel itu sendiri. Namun, disamping keuntungan sebagai bahan baku yang digunakan langsung, CPO juga memiliki beberapa kelemahan karena tingginya kadar asam lemak bebas dari minyak sawit mentah yang belum di olah sehingga dapat membentuk sabun yang dapat membentuk emulsi sehingga mempersulit proses pemisahan yang dilakukan dan biaya produksi juga akan semakin meningkat. Deep Eutectic Solvent (DES) berbasis Choline Chloride - etilen glikol dapat digunakan sebagai co-solvent dalam menanggulangi permasalahan pembuatan biodiesel dengan menggunakan CPO sebagai bahan baku yang mana memiliki kadar asam lemak yang sangat tinggi. Dengan penambahan DES, bahan baku CPO dapat digunakan langsung tanpa proses pemurnian dan hasil yang didapat tidak membentuk sabun sehingga proses pemisahan yang dilakukanpun lebih mudah. Akan tetapi, harga choline chloride yang digunakan masih tergolong mahal, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaan ulang DES agar dapat menekan harga produksi biodiesel. 15