1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian nasional yang dibangun dan bertumpu pada perindustrian manufaktur, yang sebagian besar menggunakan bahan baku impor ketika terjadi krisis nilai tukar mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, mengalami kelumpuhan. Banyak perusahaan yang terpaksa harus menghentikan kegiatan produksi. Akibatnya banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selama kurun waktu bulan Agustus 1997 - Agustus 1998, sekitar 4,2 juta orang berusia 15 tahun ke atas berhenti bekerja (Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), 1998). Departemen Sosial (1999) menyatakan bahwa salah satu persoalan yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi adalah banyaknya lapangan kerja yang hilang di sektor industri, khususnya industri yang bergantung pada komponen impor. Usaha industri yang masih mencoba bertahan terpaksa melakukan efisiensi. Efisiensi tersebut meliputi pengurangan jam kerja, penghapusan fasilitas karyawan hingga pengurangan jumlah karyawan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK merupakan langkah yang dianggap rasional untuk memungkinkan industri tersebut tetap berjalan. Hal ini mengakibatkan bertambahnya angka pengangguran dan kemiskinan. Kondisi perekonomian seperti ini menyebabkan penduduk bekerja seadanya. Mereka menjadikan sektor informal sebagai pilihan. Departemen Sosial (1999) menyatakan bahwa perempuan lebih mudah untuk mendapat pekerjaan di sektor-sektor informal daripada laki-laki. Para pekerja yang masih bertahan di sektor formal, bekerja dengan jumlah jam kerja terbatas atau dengan upah lebih rendah dari upah yang biasanya mereka terima bila bekerja penuh. Hal ini mengakibatkan terjadinya masalah ekonomi keluarga yang berdampak luas terhadap kesehatan dan pendidikan anak-anak. Situasi demikian menyebabkan kondisi perlu dibantunya peran pencari nafkah utama dalam hal ini para suami. Berkaitan dengan hal tersebut, para istri tampil mengambil peran sebagai pencari nafkah namun mereka menghadapi banyak kendala. Kendala yang dihadapi oleh perempuan adalah kurang modal, kurang bekal pengetahuan dan keterampilan yang menunjang dan yang juga penting adalah masalah gender (Padmi & Haryanto, 2003).
2 Kelurahan Cigugur Tengah merupakan satu kelurahan yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor industri, yaitu tekstil dan produk tekstil yang banyak mengalami PHK. Hasil pemetaan sosial pada Praktik Lapangan I yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan 16 Nopember 2005 dan evaluasi program pada Praktik Lapangan II yang dilaksanakan dari tanggal 17 sampai dengan 24 Pebruari 2005 di Kelurahan Cigugur Tengah terdapat 8.972 orang yang mengalami PHK dari jumlah penduduk keseluruhan sebanyak 35.296 orang. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, mereka yang terkena PHK melakukan pekerjaan serabutan, seperti menjadi pekerja/buruh bangunan, supir atau berdagang kecil-kecilan. Upaya lain adalah dengan perempuan (dalam hal ini adalah istri dari para lelaki terkena PHK) tampil sebagai pencari nafkah di sektor informal dengan penghasilan relatif rendah. Laki-laki yang terkena PHK lebih sulit mendapatkan pekerjaan dan hanya sebagian kecil yang berhasil. Program-program pembangunan untuk perempuan masih belum menjamin kesempatan mereka untuk melaksanakan perannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti yang dikemukakan Soetrisno (1997), yaitu: a. Program-program tersebut masih dihubungkan dengan usaha-usaha yang mendukung kelestarian jabatan pelaksana program, seperti proyek PKK. b. Sifat administratif program tersebut sama dengan program pembangunan lainnya yang berorientasi pada kemudahan pimpinan proyek mengawasi tercapainya target program itu daripada menyesuaikan program itu dengan kepentingan serta kondisi sosial-ekonomi manusia yang menjadikan objek program. Salah satu program untuk menanggulangi kemiskinan khususnya yang diakibatkan oleh PHK adalah melalui pelaksanaan Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS). Tujuannya adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia, sumber daya alam dan lingkungan guna mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat sejahtera dan bahagia dalam rangka pembangunan masyarakat desa/kelurahan dengan wanita sebagai penggeraknya (Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS, 1991). Bentuk kegiatannya adalah pemberian bantuan modal, pelatihan keterampilan dan penyuluhan keluarga dan balita. Program ini membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka, namun kurang berkembang. Permasalahan ekonomi keluarga PHK untuk memenuhi kebutuhan hidup belum terpecahkan. Pelaksanaannya cenderung sekedar formalitas.
3 Istri dari keluarga PHK umumnya bekerja di sektor informal dan formal tetapi dengan gaji rendah. Hal ini disebabkan ada faktor penghambat dan pendukung. Faktor-faktor tersebut adalah hubungan gender, potensi ekonomi yang dimiliki perempuan, kondisi sumber daya lokal, modal sosial dan jaringan dengan lembaga lokal. Hubungan gender berupa anggapan-anggapan masyarakat seperti mengenai perempuan tidak seharusnya bepergian jauh dari rumah serta anggapan bahwa kedudukan dan peran perempuan secara kodrati adalah mengurus anak dan keluarga sedangkan laki-laki mencari nafkah. Adanya anggapan tersebut menjadi kendala karena secara kodrati perempuan mempunyai kemampuan melahirkan dan menyusui anak sedangkan mengurus anak dan keluarga adalah bagian dari kewajiban perempuan. Kodrat itu sendiri adalah hal yang tidak dapat dipertukarkan dan merupakan sesuatu yang harus diterima dari Ilahi. Anggapan tersebut juga membuat perempuan kurang leluasa untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga. Potensi ekonomi yang dimiliki perempuan dilihat dari pendidikan dan keterampilan serta ketersediaan waktu untuk melakukan kegiatan ekonomi. Potensi ekonomi yang rendah akan menghambat peran-ekonomi perempuan begitu pula halnya dengan kondisi sumber daya lokal dan modal sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini sumber daya lokal maupun modal sosial dapat menjadi penghambat dan pendukung terhadap kegiatan ekonomi yang dilakukan perempuan. Faktor yang juga mempengaruhi peran perempuan dalam berekonomi adalah lemah dan kurangnya jaringan dengan lembaga lokal sehingga dapat dikatakan menjadi faktor penghambat peran perempuan dalam berekonomi. Kelurahan Cigugur Tengah mempunyai lembaga-lembaga lokal yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan peran ekonomi perempuan, baik lembaga dalam bentuk konkret seperti yaitu Pemerintah Kelurahan, Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), kelompok arisan, koperasi, pasar dan warung, maupun yang berwujud abstrak seperti goyong-royong, norma-norma, tolongmenolong, perasaan sebagai sesama warga. Lembaga-lembaga tersebut belum banyak didayagunakan masyarakat khususnya perempuan dalam rangka mengatasi permasalahan ekonomi keluarga (memenuhi pendapatan) akibat PHK.
4 Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah bagaimana meningkatkan peranekonomi perempuan untuk memenuhi pendapatan rumah tangga pada keluarga yang keluarga yang terkena PHK melalui pendayagunaan kelembagaan lokal. Pengkajian terhadap permasalahan perempuan mencari nafkah menjadi penting karena merupakan fenomena yang umum dihadapi masyarakat. Perumusan Masalah Untuk menjawab permasalahan utama di atas, maka dapat dirumuskan dalam permasalahan berikut: 1. Bagaimana kondisi kehidupan dan permasalahan keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya di Kelurahan Cigugur Tengah? 2. Bagaimana peran-ekonomi perempuan dari keluarga yang terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah dan faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukungnya? 3. Kelembagaan apa yang dapat dimanfaatkan serta rencana program dan strategi apa yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya di Kelurahan Cigugur Tengah? Tujuan Kajian Tujuan dari kajian pengembangan masyarakat ini adalah untuk: 1. Mengetahui kondisi kehidupan dan permasalahan keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya di Kelurahan Cigugur Tengah. 2. Mengetahui peran-ekonomi perempuan dari keluarga yang terkena PHK di Kelurahan Cigugur Tengah dan faktor-faktor yang mempengaruhi. 3. Mengetahui kelembagaan yang dapat dimanfaatkan dan merencanakan program dan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya di Kelurahan Cigugur Tengah.
5 Kegunaan Kajian Hasil kajian pengembangan masyarakat yang dilaksanakan di Kelurahan Cigugur Tengah, diharapkan dapat berguna untuk : 1. Pemerintah Kelurahan Cigugur Tengah, sebagai bahan masukan tentang bagaimana mengatasi masalah kesejahteraan keluarga PHK. 2. Lembaga-lembaga lokal, sebagai bahan dalam rangka mengatasi permasalahan ekonomi keluarga yang terkena PHK. 3. Keluarga PHK, sebagai pengembangan peran untuk mengatasi masalah perekonomian keluarganya. 4. Pengkaji, sebagai wahana pembelajaran dan menambah wawasan tentang teori dan praktik pengembangan masyarakat, dengan harapan dapat mengembangkan suatu model pengembangan masyarakat di daerah lain.