BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterangan melalui kutipan teori dari pihak yang kompeten di bidang

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN I-1

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

Pengendalian Banjir Sungai

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

PERANAN KONSTRUKSI PELINDUNG TEBING DAN DASAR SUNGAI PADA PERBAIKAN ALUR SUNGAI

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

Hidrolika Saluran. Kuliah 6

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

STUDI PENANGANAN BANJIR SUNGAI SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

Proses Pembuatan Waduk

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

BAB I PENDAHULUAN. siklus hidrologi dengan mengembalikan limpasan sungai ke laut.

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

pendahuluan Arti Pentingnya Air

BAB III METODE PENELITIAN

KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro. Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr.

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

PROPOSAL. Strategi Pemanfaatan (Canal) Pampang Sebagai Transportasi air (Water Way) dan wisata Di Kota Makassar Sul-Sel OLEH : ALIMIN GECONG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUJIAN MODEL FISIK BANGUNAN PENGENDALI BENDUNG PAMARAYAN JAWA-BARAT

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

Cara Mengukur dan Menghitung Debit Saluran

BAB III LANDASAN TEORI

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

28/09/2016 I R I G A S I

Bab III Metodologi Analisis Kajian

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

PERENCANAAN NORMALISASI KALI TUNTANG DI KABUPATEN DEMAK DAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

1. DEFINISI BENDUNGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB III METODOLOGI Rumusan Masalah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

BAB 1 KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR... i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Banjir merupakan salah satu masalah lingkungan yang sering terjadi di lingkungan daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian. Diakibatkan karena keadaan alur sungai yang belum stabil, bahkan ada beberapa alur yang dipersempit, pendangkalan dasar sungai dan kelongsoran tebing sungai, hal ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas sungai untuk menampung air sehinga terjadilah banjir. Setiap sungai akan mengalami banjir yang dapat terjadi secara berkala. Sehingga diperlukan adanya suatu untuk meminimalisasi terjadinya banjir dan dampak negatif yang ditimbulkan dari banjir tersebut. Untuk meminimalisasi terjadinya banjir tersebut, maka dibutuhkanlah adanya suatu perencanaan floodway (saluran banjir) yang mampu mengatur ketinggian muka air sungai, sehingga banjir yang terjadi dapat diatasi dengan baik tanpa adanya kerugian yang ditimbulkan dan sungai dapat berfungsi dengan baik untuk menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut. Floodway adalah saluran baru yang dibuat untuk mengalirkan ir secara terpisah dari sungai utamanya. Saluran banjir (floodway) ini dapat mengalirkan sebagian atau bahkan seluruh debit banjir. Saluran banjir (floodway) dibuat dalam keadaan berbagai kondisi, tetapi tujuan utamanya adalah untuk menghindarkan pekerjaan sungai didaerah pemukiman yang padat atau untuk memperpendek salah satu ruas sungai. Biasanya saluran banjir (floodway) dilengkapi dengan pintu atau bendung untuk membagi debit sesuai dengan rencana. Penelitian yang xxi

seksama perlu dilakukan untuk rencana floodway, terutama untuk floodway yang besar, karena floodway ini dapat mengubah resim bagian hilir sungai yang sudah ada dan daerah pantai yang akan menjadi muara banjir kanal. Perencanaan perbaikan dan pengaturan sungai diadakan, agar disesuaikan dengan tingkat perkembangan suatu lembah sungai serta kebutuhan masyarakat. Sungai diperbaiki dan diatur sedemikian rupa, sehingga dapat diadakan pencegahan terhadap bahaya banjir dan sedimentasi serta mengusahakan agar alur sungai senantiasa dalam keadaan stabil, sehingga memudahkan pemanfaatan air yang akan memberikan kemudahan dalam penyadapannya, pelestarian lingkungan dan menjamin kelancaran serta keamanan lalulintas sungai. Perencanaan pengamanan terhadap banjir disebut juga perencanaan pengendalian banjir yang akan digunakan sebagai landasan yang penting dalam menetapkan berbagai pekerjaan sipil yang harus dilaksanakan dalam rangka usaha pengamanan terhadap bencana banjir tersebut. Pekerjaan-pekerjaan pokok dalam rangka pengamanan banjir secara umum dapat dibagi menjadi: 1. Pembangunan sistem pengamanan dan pengendalian banjir seperi bendung, floodway, tanggul, dan lain-lain. 2. Pekerjaan non-sipil. Pekerjaan sipil adalah usaha pencegahan bahaya banjir dengan suatu sistem pengaman banjir yang terdiri dari normalisasi alur sungai seperti perencanaan floodway. Sebaliknya pekerjaaan non-sipil adalah usaha pencegahan banjir dengan pengaturanpengaturan yang dilandasi undang-undang, guna mengurangi tingkat kerugian yang xxii

mungkin terjadi, apabila teradi banjir, antara lain pengaturan penggunaan tanah didaerah bantaran sungai, mendrikan bangunan yang tahan terhadap genangan air, asuransi banjir dan kegiatan-kegiatan pengamanan terhadap kemungkinan terjadinya bencana banjir. Dalam perencanaan perbaikan dan pengaturan sungai yang diutamakan adalah konsep pengaliran banjir sungai secara aman, guna mencegah terjadinya luapan-luapan yang dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir. Dengan demikian usaha yang penting adalah membuat dan kemudian mempertahankan penampang basah yang cukup memadai sesuai dengan kapasitas pengaliran rencananya, yakni dengan konsep pencegahan sedimentasi didasar sungai dan mengatur alur sungai agar senantiasa dalam keadaan stabil. II.2. Penentuan Debit dan Elevasi Muka Air di Saluran II.2.1. Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana pada setiap profil sungai merupakan data yang paling penting untuk perencanaan perbaikan dan pengaturan sungai. Debit banjir rencana pada setiap profil sungai ditetapkan setelah diadakan perhitungan statistik dari data yang tercatat dan disesuaikan dengan tingkat pengamanan banjir yang diinginkan. Biasanya data debit dari sungai-sungai yang akan ditangani jarang yang sudah mencukupi, sehingga debit banjir harus dihitung dari data curah hujan. Untuk perhitungan ini, formula rasional hanya digunakan apabila dibutuhkan debit maksimumnya saja. Untuk pengendalian banjir atau untuk mengetahui debit suatu anak sungai, selain dari debit maksimum, perlu pula ditetapkan hidrograf banjir rencana menggunakan cara hidrograf xxiii

satuan atau cara fungsi penampungan. Angka debit banjir rencana yang sesuai untuk suatu sungai harus ditentukan sebelum dilakukan tahapan perencanaan selanjutnya. Akan tetapi, untuk menentukan besarnya debit banjir rencana tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, lebih-lebih jika dikaitkan dengan tingkat pengembangan daerah-daerah yang akan diamankan. Dalam penetapan curah hujan rencana, terdapat beberapa masalah teknis yang perlu diperhatika yakni untuk sungai dengan daerah pengalirannya yang luas, terjadinya hujan rencana untuk seluruh daerah pengaliran tidak dapat dihitung. Dalam keadaan demikian, curah hujan rencana dihitung menggunakan beberapa polahujan dari analisa data yang pernah tercatat. Sesuai dengan prosedur diatas, debit banjir rencana yang mengalir dari tiap anak sungai ditetapkan terlebih dahulu dan debit banjir rencana dihitung dengan penjumlahan kurva debit anak sungai dan sungai utamanya serta kemungkinan adanya pemotongan debit oleh waduk pengendalian banjir, kemudian untuk titik yang penting dapat ditentukan. II.2.2 PENENTUAN ELEVASI MUKA AIR Elevasi muka air rencana ditentukan dengan perhitungan aliran uniform atau aliran nonuniform. Perhitungan aliran uniform biasanya dipakai formula Manning untuk mendapatkan kecepatan arus rata-rata. v = 1. R n 3 2 1. I 2 Dimana: v: Kecepatan arus rata-rata sungai ( m det ) R: Jari-jari hidrolis= A S xxiv

A: Luas potongan lintang S: Keliling basah sungai I: Kemiringan hidrolik n: Koefisien kekasaran Untuk sungai yang lebar digunakan lebar sungai (B) sebagai pengganti S. Koefisien kekasaran menunjukkan kekasaran dasar sungai dan besarnya tergantung dari berbagai macam faktor. Angka-angka koefisien kekasaran tertera dalam tabel 2.1 Aliran saluran terbuka dikatakan seragam bila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran. Suatu aliran seragam (uniform flow) dapat bersifat tetap atau tidak tetap, tergantung apakah kedalamannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu. Aliran seragam yang tetap (steady uniform flow) merupakan tipe pokok aliran yang dibahas dalam hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran bersifat seragam yang tak tetap (unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran. Jelas bahwa hal ini merupakan suatu keadaan yang praktis tidak mungkin terjadi. Sebab itu istilah aliran seragam disini hanya digunakan untuk menyatakan aliran seragam yang tetap. Apabila air yang mengalir dianggap sebagai aliran uniform dan kecepatan arus rata-rata dihitung dihitung dengan rumus manning, maka tinggi muka berdasarkan debit banjir rencana dapat dengan mudah ditentukan dengan mengadakan perhitungan coba banding. Apabila digunakan rumus Manning sebagai hukum lawan gesekan, persamaan gerakan aliran non-uniform flow adalah: xxv

-i + d dx + Q2 2g. d dx 1 + n2 Q 2 = 0 A 2 R 4 3 A 2 Dimana: i: Kemiringan dasar sungai h: Kedalaman air x: Jarak dari titik referensi Q: Debit g: Gravitasi bumi (9,8 m det 2 ) A: Luas profil melintang sungai n: Koefisien kekasaran R: Radius hidrolis Perhitungan aliran non-uniform ini agak sulit, tetapi harus dilakukan apabila resim alirannya sangat berubah-ubah.tinggi muka air rencana sebaiknya lebih rendah dari tinggi muka air maksimum sebelumnya. Jadi apabila muka air dari hasil peritungan terlalu tinggi, maka sungainya harus diperlebar atau diperdalam. Tabel 2.1. Koefisien Kekasaran Jenis Saluran n xxvi

Gorong-gorong Pipa kuningan Pipa besi baja cor Pipa baja sambungan & berpaku Pipa halus dari semen Pipa Beton Saluran buatan Kayu halus Betonan Pasangan batu asah Pasangan batu kasar Pasangan kering dari batu kasar Saluran galian tanah, lurus dan berprofil sama Saluran galian tanah, berkelok-kelok dan berarus lambat Saluran galian tanah padas, halus Saluran galuan tanah padas, kasar Sungai alam Trase dan profil teratur, air dalam Trase dan profil teratur, bertanggul kerikil dan berumput Berbelok-belok dengan tempat-tempat dangkal Berbelok-belok, air tidak dalam Berumput banyak di bawah air 0,009-0,013 0,011-0,015 0,013-0,017 0,010-0,013 0,012-0,016 0,010-0,014 0,012-0,018 0,013-0,017 0,017-0,030 0,025-0,035 0,017-0,025 0,023-0,030 0,025-0,035 0,035-0,045 0,025-0,033 0,030-0,040 0,033-0,45 0,040-0,055 0,050-0,080 II.3.1. Metode Tahapan ( Step Method ) xxvii

Metode tahapan ini digunakan apabila kemiringan (S O ) dan tampang saluran seragam. Yang mana persamaannya adalah sebagai berikut : v E ( y + 2 x = 2g ) = S x O S f = S o v 2 C 2 R (2.1. ) Dimana : E : Perubahan energi spesifik ( m ) x : Perubahan jarak ( m ) y : Kedalaman aliran ( m ) v : Keceapatan aliran ( m det ) g : Percepatan gravitasi ( m det 2 ) S o : Kemiringan dasar saluran S f : Kemiringan gesekan C Koefisien Chezy R : Jari jari hidrolis ( m ) II.3.2. Metode Integrasi Langsung xxviii

Persamaan diferensial aliran berubah lambat laun tidak dapat dinyatakan secara tegas untuk y pada setiap jenis penampang melintang saluran, sehingga suatu integral langsung yang tepat terhadap persamaan tersebut sesungguhnya praktis tidak dapat dilakukan. Berbagai usaha telah dilakukan, baik untuk menyelesaikan persamaan bagi kejadian-kejadian khusus maupun maupun membuat pemisalan agar persamaan tersebut dapat diintegrasikan secara matematis. Persamaanya dalah sebagai berikut: dy dx = S O S f 1 F r 2 (2.2. ) F r = v2 B g A 3 Dimana : A : Luas Penampang Basah ( m ) B : Lebar Penampang Basah ( m ) g : Percepatan Gravitasi ( m det 2 ) y : Kedalaman Aliran ( m ) x : Perubahan Jarak ( m ) S O : Kemiringan Dasar Saluran S f :Kemiringan Gesekan F r Bilangan Froude v : Kecepatan Aliran ( m det 2 ) II.3.3. METODE TAHAPAN STANDAR xxix

Metode ini digunakan untuk saluran tidak prismatis. Pada saluran tidak prismatis, elemen hidrolis tergantung pada jarak disepanjang saluran. Pada saluran alam, biasanya perlu dilakukan penelitian dilapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan disetiap penampang yang perlu dihitung. Perhitungan dilakukan tahap demi tahap dari suatu pos pengamat ke pos berikutnya yang sifat-sifat hidrolisnya telah ditetapkan. Dalam hal ini jarak setiap pos diketahui dan dilakukan penentuan kedalaman aliran di tiap pos. Cara semacam ini biasanya dibuat berdasarkan perhitungan coba-coba. RUMUS STANDAR STEP METHOD : V 2 Z 1 + 1 1 = Z V 2 2g 2 + 2 2 + 2g f + e ( 2.3. ) H 1 = Z 1 + 1 V 1 2 2g ( 2.4. ) H 2 = Z 2 + 2 V 2 2 2g ( 2.5. ) H 1 = H 2 + f + e ( 2.6. ) Dimana: Z : Tinggi muka air pada penampang melintang (m) xxx

V : Kecepatan rata-rata ( m det ) g : Percepatan gravitasi ( m det 2 ) f : Kehilangan energi akibat gesekan dasar saluran e : Kehilangan energi akibat pusaran Dari rumus standar step method ini akan diketahui ketinggian muka air didalam saluran floodway yang mana hasilnya akan dibandingkan dengan perencanaan awal apakah masih memenuhi syarat atau tidak. II.4. Bangunan Pengamanan Sungai dan Saluran II.4.1. Tanggul Tanggul adalah salah satu bangunan yang paling utama dan paling penting dalam usaha melindungi kehidupan dan harta benda masyarakat terhadap genangan-genangan yang disebabkan oleh banjir dan badai ( gelombang pasang ). Tanggul dibangun terutama dengan konstruksi urugan tanah karena tanggul merupakan bangunan menerus yang sangat panjang serta membutuhkan bahan urugan yang volumenya sangat besar. Kecuali tanah, kiranya amatlah sukar untuk memperoleh bahan urugan untuk pembangunan tanggul dan bahan tanah dapat diperoleh dari hasil galian di kanan-kiri trase rencana tanggul atau bahkan dapat diperoleh dari hasil pekerjaan normalisasi sungai, berupa galian pelebaran alur sungai, yang biasanya dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan tanggul. Dalam tahap perencanaan kiranya perlu diperhatikan, agar hasil dari pekerjaan normalisasi sungai dapat dimanfaatkan sebagai bahan tanggul. Tentulah terbatas pada hasil galian yang memenuhi syarat untu bahan urugan tanggul. Selain itu tanah merupakan bahan yang sangat mudah penggarapanya dan xxxi

setelah menjadi tanggul sangat mudah pula menyesuaikan diri dengan lapisan tanah pondasi yang mendukungnya serta mudah pula menyesuaikan dengan kemungkinan penurunan yang tidak rata, sehingga perbaikan yang disebabkan oleh penurunan tersebut mudah dikerjakan. Selanjutnya tanah merupakan bahan bangunan yang sangat stabil dan tidak akan rusak selama puluhan, bahkan yang sangat stabil dan tidak akan rusak selama puluhan, bahkan ratusan tahun. Apabila di beberapa tempat terjadi kerusakan tanggul, perbaikannya sangat mudah dan cepat menggunakan tanah yang tersedia di sekitar lokasi kerusakan. Berbagai Jenis Tanggul Berdasarkan fungsi dan dimensi tempat serta bahan yang digunakan dan kondisi topografi setempat ( lihat gbr.2.2 ) tanggul dapat dibedakan sebagai berikut : Gambar.2.2. Berbagai Jenis Tanggul xxxii

1. Tanggul Utama Bangunan tanggul sepanjang kanan-kiri sungai guna menampung debit banjir rencana. 2. Tanggul Sekunder Tanggul yang dibangun sejajar tanggul utama, baik di atas bantaran di depan tanggul utama yang disebut tanggul musim panas maupun tanggul disebelah belakang tanggul utama yang berfungsi untuk pertahanan kedua, andaikan terjadi bobolan pada tanggul utama. Tergantung pada pentingnya suatu areal yang dilindungi kadang-kadang dibangun pula tanggul tersier. 3. Tanggul Terbuka Pada sungai-sungai yang deras arusnya, biasanya dapat dibangun tanggul-tanggul yang tidak menerus, tetapi terputus-putus. Dengan demikian puncak banjir yang tinggi tetapi periode waktunya pendek dapat dipotong, karena sebagian banjir mengalir keluar melalui celah-celah antara tanggul-tanggul tersebut memasuki areal-areal di belakang tanggul yang dipersiapkan untuk penampungan banjir sementara. Biasanya areal-areal penampungan tersebut dikeliingi tanggul-tanggul pula. Setelah banjir mereda, maka air yang tertampung tersebut, kemudian mengalir kembali kedalam ke dalam sungai melalui celah-celah ini. Jadi tidak diperlukan adanya pintu-pintu atau pelimpah serta bangunan pelengkap lainnya. 4. Tanggul Pemisah Tanggul semacam ini dibangun di antara dua buah sungai yang berdekatan, agar arus sungai pada muara kedua sungai tersebut tidak saling mengganggu, terutama pada sungai-sungai yang kemiringannya dan kondisi hidrologinya berbeda. Selain itu pada sungai-sungai yang banyak mengandung sedimen dapat dihindarkan terjadinya xxxiii

pengendapan pada pertemuan kedua sungai tersebut dan perbedaan permukaan air di muara masing-masing sungai dapat disesuaikan secara individual. 5. Tanggul Melingkar Biasanya dibangun untuk melindungi areal-areal yang tidak terlalu luas tetapi penting dan tanggul semacam ini sudah tidak digolongkan sebagai tanggul dalam rangka perbaikan dan pengaturan sungai. 6. Tanggul Sirip ( Tanggul Melintang ) Pada sungai-sungai yang besar dengan bantaran yang sangat lebar dan tanah bantarannya diusahakan untuk kegiatan pertanian, kadang-kadang dibangun tanggul melintang untuk melindungi areal pertanian tersebut terhadap debit banjir yang lebih kecil dari debit banjir rencananya. Selain itu tanggul tersebut dapat berfungsi sebagai penghambat kecepatan arus sungai dan areal diantara kedua tanggul tersebut dapat pula berfungsi sebagai panampung banjir sementara. Tanggul semacam ini biasanya ditempatkan lebih kurang tegak lurus terhadap tanggul utama dan melintang arah alur sungai. 7. Tanggul Pengarah Tanggul semacam ini berfungsi sebagai pengarah arus di muara-muara sungai untuk menjaga agar muara sungai tidak mudah berpindah-pindah dan sebagai pemandu arus sungai. 8. Tanggul Keliling dan Tanggul Sekat Andaikan pda suatu sungai dibangun penampung banjir sementara ( retarding basin) dengan sistem tanggul, maka tanggulsebelah luar disebut tanggul keliling (surrounding levee ) dan bagian tanggul yang terletak di tepi alur sungai disebut tanggul sekat ( encircling levee ). xxxiv

9. Penyadap Banjir Bangunan ini berfungsi sebagai penyadap sebagian aliran banjir, pada saat muka air banjir di dalam sungai telah melampui tinggi yang diperkirakan. Biasanya merupakan salah satu komponen utama dari retarding basin atau berfungsi sebagai bangunan atau pintu pembagi banjir. 10. Tanggul Tepi Danau dan Tanggul Pasang Tanggul tepi danau dibangun disekeliling danau atau rawa-rawa dan tanggul pasang dibangun di muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Kedua jenis tanggul tersebut diperhitungkan juga daya tahannya terhadap gaya-gaya hempasan ombak baik dari danau maupun dari laut. 11. Tanggul Khusus Pada pemukiman yang padat penduduk, biasanya biaya pembebasan tanah untuk pembangunan tanggul sangat tinggi. Dalam keadaan demikian untuk mengurangi areal tanah yang harus dibebaskan, biasanya tanggul dibuat berupa dinding pasangan atau dinding beton. 12. Tanggul Belakang Biasanya dibangun pada muara anak-anak sungai untuk mencegah limpasan, akibat aliaran air pada anak-anak sungai tertahan dan permukaannya naik, karena naiknya permukaan air pada sungai utama di waktu banjir. II.4.2. Perkuatan Lereng xxxv

Perkuatan lereng ( revetments ) adalah bangunan yang ditempatkan pada permukaan suatu lereng guna melindungi suatu tebing alur sungai atau permukaan lereng tanggul dan secara keseluruhan berperan meningkatkan stabilitas alur sungai atau tubuh tanggul yang dilindunginya. Telah terjadi pengembangan yang sangat lanjut terhadap konstruksi salah satu bangunan persungaian yang sangat vital ini dan pada saat ini telah dimungkinkan memilih salah satu konstruksi, bahan dan cara pelaksanaan yang paling cocok disesuaikan dengan berbagai kondisi setempat. Walaupun demikian konstruksi perkuatan lereng secara terus menerus dikembangkan dan disempurnakan Klasifikasi dan Konstruksi Perkuatan Lereng 1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Sebagaimana yang tertera pada gbr.2.3. berdasarkan lokasi, perkuatan lereng dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu perkuatan lereng tanggul ( levee revetment ), perkuatan tebing sungai ( low water revetment ) dan perkuatan lereng menerus ( high water revetment ). xxxvi

Gambar 2.3. Jenis-jenis Perkuatan Lereng a. Perkuatan Lereng Tanggul Dibangun pada permukaan lereng tanggul guna melindunginya terhadap gerusan arus sungai dan konstruksi yang kuat perlu dibuat pada tanggul-tanggul yang sangat dekat dengan tebing alur sungai atau apabila diperkirakan terjadi pukulan air ( water hummer). b. Perkuatan Tebing Sungai Perkuatan semacam ini diadakan pada tebing alur sungai, guna melindungi tebing tersebut gerusan arus sungai dan mencegah proses meander pada alur sungai. Selain itu harus diadakan pengamanan-pengamanan terhadap kemungkinan kerusakan terhadap bangunan semacam ini, karena di saat terjadinya banjir bangunan tersebut akan tenggelam seluruhnya. c. Perkuatan Lereng Menerus Perkuatan lereng menerus dibangun pada lereng tanggul dan tebing sungai secara menerus ( pada bagian sungai yang tidak ada bantarannya ). 2. Konstruksi Perkuatan Lereng Konstruksi perkuatan lereng umumnya seperti yang tertera pada gambar 2.4 Dengan kombinasi-kombinasi sebagaimana uraian dibawah ini. xxxvii

Gambar.2.4. Konstruksi Perkuatan Lereng a. Pelindung Lereng Pelindung Lereng merupakan bagian utama dari bangunan perkuatan lereng dan dimaksudkan untuk melindungi permukaan lereng tanggul atau permukaan tebing sungai terhadap gerusan arus sungai. Pemilihan konstruksi pelindung lereng haruslah didasarkan pada resim sungai atau lokasinya. b. Pondasi dan Pelindung Kaki Pondasi adalah semacam konstruksi yang akan berfungsi sebagai landasan atau tumpuan pelindung lereng dan penempatannya pada kaki tanggul atau kaki tebing sungai. Mengingat sebab utama kerusakan perkuatan lereng diawali dengan kerusakn pondasinya, maka pondasi dan pelindung kaki harus dikerjakan dengan hati-hati. c. Sambungan Sambungan dibuat pada setiap jarak 20 m perkuatan lereng, sebagai sambungan pemisah konstruktif, guna melokalisir kemungkinan kerusakn. Selain itu apabila lereng yang dilindungi cukup tinggi, maka diadakan pula sambungan memanjang. xxxviii

d. Konsolidasi Guna lebih menjamin stabilitas pondasi dan melindunginya terhadap gerusan arus sungai, maka di atas permukaan dasar sungai di depan pondasi ditempatkan hamparan pelindung atau konsolidasi pondasi yang dapat berfungsi pula untuk melindungi permukaan dasar sungai terhadap gerusan. Aadapun jenis, dimensi serta metode pelaksanaanya sangatlah beraneka ragam dan sangat tergantung pada kondisi setempat. e. Pelindung Mercu Perkuatan tebing alur sungai dan perkuatan lereng tanggul yang karena fungsi dan dimensinya mungkin tenggelam di saat terjadi banjir besar agar tidak mengalami kerusakan-kerusakan diperlukan adanya pelindung pada bagian mercunya. Salah satu caranya adalah seperti yang tertera pada skema gbr.2.4. II.4.3. Bendung Bendung ditempatkan melintang sungai, guna mengatur aliran air sungai yang melalui bendung tersebut. Berdasarkan fungsinya bendung dapat diklasifikasikan dalam bendung pembagi banjir, bendung penahan air pasang dan bendung penyadap. Selain itu tergantung dari konstruksinya bendung dapat pula diklasifikasikan dalam bendung tetap dan bendung bergerak. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi a. Bendung Pembagi Banjir xxxix

Bendung semacam ini didirikan pada percabangan sungai untuk mengatur muka air, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Bendung Penahan Air Pasang Bendung ini dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang-surut air laut untuk mencegah masuknya air asin dan untuk menjamin, agar aliran air sungai senantiasa dalam keadaan normal. c. Bendung Penyadap Bendung ini digunakan untuk mengatur muka air di dalam sungai guna memudahkan penyadapan airnya untuk keperluan air minum, air perkotaan, irigasi dan pembangunan tenaga listrik. d. Lain-lain Terdapat pula beberapa tipe khusus, antara lain bendung untuk mengatur muka air debit sungai dan mengatur resim hidrologi sungai, bendung yang berfungsi sebagai ambang untuk mencegah turunnya dasar sungai yang biasanya dibangun pada suatu saluran pembuang, saluran banjir atau sudetan, bendung untuk menjaga air sungai pada kedalaman tertentu yang diperlukan bagi lalu-lintas sungai dan bendung serbaguna yang memiliki beberapa fungsi. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Konstruksi a. Bendung Tetap xl

Bendung ini tidak dapat mengatur tinggi dan debit air sungai. b. Bendung Gerak Bendung ini dapat digunakan untuk mengatur tinggi dan debit air sungai dengan pembukaan pintu-pintu yang terdapat pada bendung. c. Bendung Kombinasi Bendung ini berfungsi ganda, yaitu sebagai bendung tetap dan bendung gerak. Gambar.2.5. Komponen Utama Bendung xli

Gambar.2.6. Komponen utama bendung gerak Gambar.2.7. Komponen Utama Bendung Tetap xlii