ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA JAMBI DI LIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA KEDIRI TAHUN SKRIPSI

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

Volume 12, Nomor 2, Hal ISSN Juli Desember 2010

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

Volume 13, Nomor 2, Hal ISSN Juli Desember 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INUNG ISMI SETYOWATI B

ANALISIS REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PAJAK DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

OPTIMALISASI APBD DALAM PERSPEKTIF PERFORMANCE BUDGET

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. Langsung Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah sebagai organisasi tertinggi dalam sebuah negara bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

Transkripsi:

Volume 11, Nomor 2, Hal. 25-30 ISSN 0852-8349 Juli - Desember 2009 ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA JAMBI DI LIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS Sri Rahayu, Ilham Wahyudi dan Yudi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361 Abstrak Penelitian ini berjudul Pengukuran Kinerja Anggaran Keuangan Daerah Pemerintah Kota Jambi dilihat dari Perspektif Akuntabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja anggaran keuangna daerah pemerintah Kota Jambi yang lihat dari perspektif akuntabilitas dengan menggunakan pendekatan rasio keuangan untuk mengukur derajat desentralisasi, tingkat ketergantungan keuangan daerah, tingkat kemandirian keuangan daerah serta mengukur efisiensi dan efektifitas penerimaan daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat derajat desentralisasi keuangan daerah Kota Jambi masih sangat rendah, tingkat ketergantungan keuangan daerah masih tinggi dan tingkat kemandirian keuangan daerah masih rendah. Dari sisi penerimaan daerah dilihat dari efisiensi dan efektivitas PAD sudah efisien dan efektif. Kata kunci : kinerja anggaran, kota Jambi, akuntabiliotas PENDAHULUAN Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Kronologis perubahan Undang-undang otonomi daerah sudah mengalamai delapan kali penyempurnaan, dimulai dari UU no. 1 tahun 1945 hingga UU no.32 tahun 2004. Saat ini Bangsa Indonesia sedang berada pada masa transisi pemerintahan dari sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik menuju sistem pemerintah yang bersifat desentralistik sebagai perwujudan dari prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi tersebut bersifat luas karena kewenangan justru berada pada daerah (seperti pada Negara federal), disebut nyata karena kewenangan yang diselengarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan disebut bertanggungjawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah (Surbakti, 2001). Hal itu untuk meningkatkan pelayanan kesejahteraan masyarakat agar semakin baik, kehidupan yang demokratis, adil, merata dan hubungan yang serasi dalam Republik Indonesia (Pristwanto, 2001). Kedua UU tersebut juga memberikan makna otonomi atau desentralisasi yang tegas dan sesuai dengan makna asli yang terkandung di dalamnya, yaitu kebebasan, self independence dan dispersionof power dari pada UU No. 5 tahun 1974 sehingga dalam kerangka formulasi dan implementasi otonomi, yang dituntut oleh daerah-daerah sebenar nya adalah adanya keadilan, baik keadilan yang menyangkut permasalahn pembagian dan penggunaan kewenangan maupun yang berkenaan dengan keuangan dan pendapatan. Karena selama ini, dalam hal kewenangan dan keuangan selalu terletak di tangan pemerintah pusat, sehingga daerah hanyalah sebagai pelaksana saja (Affandi, 2001). Transparansi atau keterbukaan yang sangat diperlukan oleh publik adalah akuntabilitas pengelolan keuangan pemerintah daerah yang harus didukung oleh sistem akuntansi pemerintah yang mampu menyediakan informasi untuk tujuan pertanggungjawaban (stewardship and accountability), mengontrol dan pengawasan/pengendalian manajemen pemerintah daerah (Nurkholis, 2000). 25

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora Transparansi pengelolan keuangan pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah dengan masyarakatnya, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsive terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Sedangkan pengendalian berarti penerimaan dan pengeluaran harus sering dimonitor, dengan cara membandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai (Affandi, 2001). Dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal kinerja pemerintah sangat penting untuk dilihat dan diukur. Keberhasilan suatu pemerintahan di era otonomi daerah dapat dilihat dari berbagai ukuran kinerja yang telah dicapainya. Salah satu bentuknya adalah kinerja anggaran (APBD). Anggaran merupakan komponen penting yang menjadi perhatian publik. APBD memiliki peran penting sebagai alat stabilisasi, distribusi, alokasi sumber daya publik, perencanaan dan pengendalian organisasi serta penilaian kinerja (Mahmudi,2006:121). Penilaian kinerja APBD sangat penting dalam kerangka menuju penguatan otonomi daerah dengan new game dan new rule-nya (Mardiasmo, 2004). METODE PENELITIAN Lokasi Peneltian Penelitian ini dilaksanakan di kota Jambi dengan objek penelitian Pemerintah Daerah Kota Jambi. Metode PenelItian Kajian ini merupakan kajian deskriptif kuantitatif yang dilakukan di Kota Jambi. Jenis Data. Data yang digunakan adalah data sekunder, digunakan pula data primer guna mendukung pencapaian tujuan dari kajian. Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan analisis rasio kinerja yang terdiri dari kinerja pendapatan, kinerja belanja dan kinerja pembiayaan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi Teknik Analisis Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan analisis rasio kinerja yang terdiri dari kinerja pendapatan, kinerja belanja dan kinerja pembiayaan HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Kinerja Anggaran Keuangan Daerah Pemerintah Kota Jambi. Unit pengamatan yang ditetapkan adalah Pemerintah Kota Jambi dan unit analisisnya adalah aparat yang bertanggung jawab menyusun anggaran pada setiap satuan kerja. Kota Jambi yang menjadi unit observasi ini merupakan ibu kota Propinsi Jambi yang secara geografis terletak antara 0 0 45 1 sampai 2 0 45 1 lintang selatan dan antara 101 0 10 1 sampai 104 0 55 1 bujur timur. Berbatasan dan dikelilingi oleh Kabupaten Muaro Jambi dengan luas wilayah 205,27 km 2 atau menempati 0,41% dari total keseluruhan luas Propinsi Jambi. Terbentuknya Kota Jambi seiring dengan lahirnya Propinsi Jambi yang sebelumnya merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 6 Januari 1957. Analisis Kinerja Anggaran Keuangan Daerah Kota Jambi dilihat dari Perspektif Akuntabilitas Pada penelitian Kinerja Anggaran keuangan daerah Kota Jambi, peneliti menggunakan beberapa analisis Rasio Keuangan Daerah yang akan diuraikan sebagai berikut: Derajat Desentralisasi Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah PAD dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Derajat Desentralisasi Kota Jambi untuk tahun 2001-2008 dapat dilihat pada Tabel. 1. 26

Sri Rahayu, dkk. : Analisis Kinerja Anggaran Keuangan Daerah Pemerintah Tabel.1. Perhitungan Rasio Derajat Desentralisasi KOTA JAMBI TAHUN 2001-2008 Tahun PAD Total Pendapatan Daerah Derajat Desentralisasi 2008 54,075,188,473.39 593,040,247,808.79 9.12% 2007 45,418,865,308.69 522,838,080,269.29 8.69% 2006 43,323,298,454.14 466,480,992,050.01 9.29% 2005 35,947,627,688.80 334,669,800,362.93 10.74% 2004 32,096,106,601.02 300,996,160,859.47 10.66% 2003 23,414,799,096.16 270,085,493,013.33 8.67% 2002 18,796,320,380.57 203,129,621,544.98 9.25% 2001 15,091,877,627.07 155,550,849,374.64 9.70% Rata-Rata 9.52% Derajat Desentralisasi = PAD/Total Pendapatan Daerah Dari tabel perhitungan Rasio Derajat Desentralisasi Kabupaten Sarolangun tahun 2001-2008, dapat dilihat bahwa tingkat desentralisasi fiskal Kota Jambi masih sangat rendah. Rata-rata derajat desentralisasi tahun 2001-2008 hanya 9.52 %. Kedepan, Kota Jambi harus berusaha untuk terus meningkatkan PAD-nya melalui penggalian potensi-potensi baru daerah dan pengembangan potensi daerah yang sudah ada. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Rasio ketergantungan daerah menunjukkan tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat dan/atau pemerintah propinsi. Semakin tinggi rasio ketergantungan keuangan daerah, maka semakin tinggi tingkat ketergantungan daerah tersebut pada pemerintah atasan. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kota Jambi untuk tahun 2001-2008 dapat dilihat pada Table.2. Berdasarkan pada tabel perhitungan Rasio Ketergantungan Keuangan daerah Kota Jambi tahun 2001-2008, dapat dilihat bahwa tingkat ketergantungani fiskal Kota Jambi masih sangat tinggi. Rata-rata tingkat ketergantungan keuangan Kota Jambi tahun 2001-2008 adalah 87.03%. Ini berarti bahwa Kota Jambi masih sangat tergantung dengan dana perimbangan dari pusat dan propinsi untuk menjalankan kegiatan pembangunan didaerahnya. Kedepan, Kota Jambi harus berusaha untuk terus meningkatkan PADnya untuk mengurangi tingkat ketergantungan keuangan daerahnya. Semakin rendah tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap dana transfer menunjukkan tingginya kemampuan penghasilan daerah tersebut untuk membiayai pembangunan di daerahnya. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan PAD dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan propinsi serta pinjaman daerah. Tabel.2. Perhitungan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah KOTA JAMBI TAHUN 2001-2008 Tahun Dana Transfer Total Pendapatan Daerah Rasio Ketergantungan 2008 503,237,017,811.00 593,040,247,808.79 84.857% 2007 455,407,746,287.00 522,838,080,269.29 87.103% 2006 420,590,220,655.87 466,480,992,050.01 90.162% 2005 292,739,782,672.45 334,669,800,362.93 87.471% 2004 254,879,837,758.45 300,996,160,859.47 84.679% 2003 227,940,185,033.17 270,085,493,013.33 84.396% 2002 184,333,301,164.41 203,129,621,544.98 90.747% 2001 135,010,920,928.57 155,550,849,374.64 86.795% Rata-Rata 87.03% Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah= Dana Transfer/Total Pendapatan Daerah 27

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora Tabel.3. Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Jambi Tahun 2001-2008 Tahun Dana Transfer PAD Rasio Kemandirian 2008 503,237,017,811.00 54,075,188,473.39 10.75% 2007 455,407,746,287.00 45,418,865,308.69 9.97% 2006 420,590,220,655.87 43,323,298,454.14 10.30% 2005 292,739,782,672.45 35,947,627,688.80 12.28% 2004 254,879,837,758.45 32,096,106,601.02 12.59% 2003 227,940,185,033.17 23,414,799,096.16 10.27% 2002 184,333,301,164.41 18,796,320,380.57 10.20% 2001 135,010,920,928.57 15,091,877,627.07 11.18% Rata-Rata 10.94% Rasio Kemandirian Keuangan Daerah= PAD/Dana Transfer Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Jambi untuk tahun 2001-2008 dapat dilihat pada Tabel 3. Dari tabel perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan daerah Kota Jambi tahun 2001-2008, dapat dilihat bahwa tingkat Kemandirian keuangan daerah Kota Jambi masih sangat rendah. Rata-rata tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Jambi tahun 2001-2008 adalah 10.94%. Ini berarti bahwa Penyelenggaraan desentralisasi di Kota Jambi masih sangat tergantung pada dana transfer dari pusat dan propinsi. Untuk meningkatkan tingkat kemandirian keuangan daerah, maka Kota Jambi harus semaksimal mungkin meningkatkan PADnya. Analisis Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Penerimaan Kota Jambi Efisiensi dan efektivitas anggaran penerimaan sangat penting. Pada penelitian ini efisiensi dan efektivitas anggaran penerimaan diukur dari efisiensi dan efektivitas PAD Rasio Efektivitas PAD Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki (Halim, 2001:158). Jadi efektivitas menurut ukuran seberapa jauh organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai. Rasio Efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Kemampuan memperoleh PAD dikategorikan efektif apabila rasio ini mencapai minimal 1 atau 100%. Rasio Efektivitas PAD Kota Jambi untuk tahun 2001-2008 dapat dilihat pada Table 4. Dari tabel perhitungan efektivitas PAD Kota Jambi tahun 2001-2008, dapat dilihat bahwa PAD Kota Jambi sudah efektif. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata tingkat efektivitas PAD Kota Jambi tahun 2001-2007 adalah 124.18%. Tingkat efektivitas PAD tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar Tabel.4. Perhitungan Rasio Efektivitas PAD Kota Jambi Tahun 2001-2008 Tahun Realisasi PAD Target PAD Rasio Efktvitas PAD 2008 54,075,188,473.39 45,034,596,937.95 120.07% 2007 45,418,865,308.69 38,091,111,699.00 119.24% 2006 43,323,298,454.14 34,886,577,274.00 124.18% 2005 35,947,627,688.80 31,020,175,426.00 115.88% 2004 32,096,106,601.02 26,005,893,206.00 123.42% 2003 23,414,799,096.16 19,590,117,000.00 119.52% 2002 18,796,320,380.57 18,245,610,000.00 103.02% 2001 15,091,877,627.07 15,253,906,000.00 98.94% Rata-Rata 115.53% Rasio Efektivitas PAD= Realisasi PAD/Target PAD 28

Sri Rahayu, dkk. : Analisis Kinerja Anggaran Keuangan Daerah Pemerintah Tabel. 5.. Perhitungan Rasio Efisiensi PAD Kota Jambi Tahun 2007-2008 Tahun Realisasi PAD Biaya Pemerolehan PAD Rasio Efktvitas PAD 2008 54,075,188,473.39 2,956,540,000 5.47% 2007 45,418,865,308.69 2,167,791,000 4.77% Rasio Efisiensi PAD= Biaya Pemerolehan PAD/Target PAD 152,60%. Sedangkan tingkat efektivitas PAD terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 98.94%. Rasio Efisiensi PAD Rasio efektivitas yang tinggi juga harus dibandingkan dengan rasio efisiensi. Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan Pendapatan Asli Daerah dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 100% (semakin kecil rasio ini semakin baik). Untuk dapat menghitung rasio efisiensi PAD ini diperlukan data tambahan yang tidak tersedia di Laporan Realisasi Anggaran, yaitu data tentang biaya pemungutan PAD.Rasio Efisiensi PAD Kota Jambi untuk tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5. Dari tabel rasio efisiensi PAD 2007-2008 dapat diketahui bahwa kinerja APBD Kota Jambi dari sisi efisiensi PAD sangat efisien. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kinerja anggaran keuangan Kota Jambi dilihat dari perspektif akuntabilitas, untuk tingkat derajat desentralisasi tahun 2001-2008 rata-rata 9.52%, tingkat ketergantungan keuangan daerah tahun 2001-2008 rata-rata 87.03% dan tingkat kemandirian keuangan daerah tahun 2001-2008 rata-rata sebesar 10.94%. 2. Efektifitas anggaran penerimaan Kota Jambi tahun 2001-2008 sudah efektif dengan tingkat rata-rata sebesar 115.52%. Sedangkan efisiensi anggaran penerimaan Kota Jambi tahun 2007-2008 sangat efisien yaitu tahun 2007 sebesar 4.77% dan tahun 2008 sebesar 5.47%. Saran 1. Untuk meningkatkan derajat desentralisasi, menurunkan tingkat ketergantungan keuangan daerah dan meningkatkan tingkat kemandirian keuanga daerah maka pemerintah daerah Kota Jambi harus berusaha meningkatkan PAD dengan usaha ekstensifikasi dan intensifikasi PAD. 2. Pemerintah Kota Jambi harus terus mempertahankan tingkat efektivitas dan efisiensi anggaran penerimaan daerahnya. DAFTAR PUSTAKA Affandi, Nur Achmad. 2001. Strategi Pengembangan Akuntansi Pusat dan Daerah. www.otoda.or.id Bastian. I. 2006. Akuntansi Sektor Publik; Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta Halim, Abdul. 2002.Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi I,Salemba Empat, Jakarta Halim, Abdul. 2002.Akuntansi Sektor Pulbik.,Salemba Empat, Jakarta Kuncoro.M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta. Mahmudi. 2006. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Pandungan untuk eksekutif, DPRD dan masyarakat dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial dan Politik. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi, Yogyakarta Nurhkholis.2000.Akuntabilitas Publik dan Peran Akuntansi Pemerintahan menyongsong Otonomi Daerah. www.otoda.or.id Setyawan.S. 2003. Pengukuran Kinerja 29

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora Anggaran Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang. Balance. Agustus 1:103-114 Sukiadi. H.T.2001. Penyiapan SDM Perbankan dalam Penyempurnaan Pelaporan Kepada Masyarakat (Studi Kasus BPD). Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional Akuntansi Sektor Publik I Semarang Surbaki R. 2001. Otonomi daerah seluasluasnya dan Faktor Pendukung. www.otoda.or.id Ulupui. I.G.K.A 2003. Pengaruh Partisipasi Anggaran, Persepsi Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural dan Goal Commitment terhadap Kinerja Dinas. Tesis. Universitas Gajahmada. Yogyakarta. Yuwono.S.ET, Agus dan Hariyandi.2005. Penganggaran Sektor Publik, Pedoman Praktis, Penyusunan, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBD. Bayu media. Malang. 30