I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya sebagai sektor penunjang namun sebagai sektor utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuannya untuk memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya lainnya seoptimal mungkin. Industri mempunyai peranan sebagai pemimpin dalam sektor perekonomian (leading sector). Leading sector ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan perekonomian sektor-sektor lainnya, termasuk sektor pertanian. Pertumbuhan sektor industri yang pesat dianggap dapat merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan baku bagi sektor industri sehingga keduanya saling menopang dalam perekonomian (Arsyad, 1999). Sebagai suatu strategi yang mampu meningkatkan produktivitas industrialisasi juga dianggap mampu meningkatkan efisiensi penggunaan faktor produksi. Industrialisasi ini menjadi pilihan di banyak negara yang sedang berkembang. Hal ini berdasarkan pengalaman negara maju yang menunjukkan bahwa strategi industrialisasi merupakan langkah yang tepat dan selalu diikuti oleh negara yang sedang dalam proses membangun. Meskipun demikian, strategi ini tetaplah memiliki beberapa kelemahan yang sebagai akibat dari proses pembangunan yang tidak seimbang dan tidak memperhatikan faktor endowments 1
2 suatu negara. Pertama, pembangunan industri yang tidak dibiayai dengan surplus yang diciptakan oleh sektor asli daerah misalnya pada sektor pertanian, berarti memerlukan dana pembangunan yang berasal dari luar sektor pertanian atau diperlukan injeksi modal dari luar negeri. Kedua, perkembangan sektor pertanian yang diharapkan dapat menjadi penopang bagi sektor industri baru adalah tergantung dari kesiapan sektor pertanian yang sedang dikembangkan. Jika sektor hulu tidak segera mampu menopang dan menciptakan surplus produksi dalam memenuhi kebutuhan, maka ketergantungan terhadap input dari luar negeri semakin meningkat (Kuncoro, 2006). Secara tradisional peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata. Peran utama pertanian hanya dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah demi berkembangnya sektor industri yang dinobatkan sebagai sektor unggulan dinamis dalam strategi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Perlahan mulai disadari bahwa daerah pedesaan pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya ternyata tidak bersifat pasif, tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang ekonomi secara keseluruhan (Todaro dan Smith, 2003). Sektor pertanian berperan sebagai penyokong bahan baku sektor industri. Jika mampu dikembangkan lebih lanjut produksi sektor pertanian dapat mencapai jumlah maksimal, juga dapat menghasilkan barang konsumsi lain yang bernilai lebih dibanding hanya sebagai penunjang sektor lainnya. Menurut World Bank (2008) dalam Agustono (2013) peran pertanian berkontribusi pada pembangunan sebagai sebuah aktivitas ekonomi dan mata pencaharian juga sebagai cara dalam melestarikan dari sisi lingkungan, sehingga
3 sektor pertanian dianggap sebagai alat yang unik dalam sebuah proses pembangunan. Pertanian juga dianggap sebagai sumber pertumbuhan perekonomian wilayah, penyedia investasi sektor swasta dan penggerak utama sektor industri yang terkait di bidang pertanian. Sumbangan sektor pertanian bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia selalu menduduki posisi yang sangat vital. Pemilihan sektor pertanian sebagai andalan pembangunan nasional setidaknya didukung lima alasan. Pertama, sebagian besar penduduk Indonesia masih hidup di sektor pertanian atau menggantungkan kehidupannya dari kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki kaitan dengan sektor pertanian. Kedua, Indonesia masih menghadapi masalah pangan, baik untuk masa sekarang maupun masa mendatang. Seringkali komoditas pangan juga memiliki nilai strategis sebagai komoditas politik. Ketiga, Indonesia tidak mungkin dapat mengejar ketinggalannya untuk bersaing dengan negara-negara maju untuk menghasilan produk-produk industri di pasar internasional, karena (a) keterbatasan modal untuk melakukan penelitian dan pengembangan, peningkatan mutu dan produktivitas sumberdaya manusia, serta untuk melalukan investasi dan rehabilitasi dari peralatan yang digunakan; (b) ketidakmampuan poin (a) mengakibatkan tidak mampunya untuk bersaing di pasar internasional, baik karena ketidakefisienan kegiatan maupun produk yang dihasilkan; (c) diberlakukannya politik proteksionisme oleh negara-negara maju, baik melalui penerapan kebijakan tarif dan bea masuk, pembatasan jumlah kuota serta kerjasama antar negara maju. Keempat, ketegaran sektor pertanian dalam menghadapi gejolak perekonomian dunia dibandingkan dengan sektor lainnya.
4 Kelima, besarnya sumbangan sektor pertanian bagi pengembangan sektor industri (penyedia bahan baku, penyedia tenaga kerja murah, penyedia modal maupun konsumen produknya) terutama di awal pembangunan sektor industri (Kartasasmita, 1996). Indonesia sendiri dikenal sebagai negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam menopang pembangunaan juga sebagai sumber mata pencaharian masyarakatnya. Sektor pertanian sendiri sebagai penyedia pangan bagi sebagian besar penduduk di negara berkembang termasuk Indonesia, juga sebagai lapangan kerja yang tersedia secara luas bagi hampir seluruh angkatan kerja. Sektor pertanian juga sebagai penyedia bahan baku bagi sektor industri yang kini sedang berkembang pesat dan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan PDRB, sehingga sektor ini dianggap sangat dominan peranannya bagi perekonomian Indonesia. Perubahan struktur ini karena adanya kenyataan bahwa dengan investasi yang sama di sektor industri akan menghasilkan pertumbuhan pendapatan masyarakat yang lebih cepat dibanding dengan investasi yang sama di sektor pertanian. Hal ini karena pembangunan sektor industri mempunyai dampak kebelakang dan kedepan (backward dan forward effect) yang jauh lebih luas dibanding dengan sektor pertanian (Arifin, 2000). Menurut Ashar dkk. (1998), tingkat perubahan struktur ekonomi merupakan gejala dan akibat adanya proses pertumbuhan di bidang sosial ekonomi. Sebagai wilayah yang sedang berkembang, proses pertumbuhan ekonomi tercermin pada perubahan peranan sektor ekonomi tradisional yaitu sektor pertanian yang mengalami penurunan disatu pihak dan peningkatan
5 peranan sektor non pertanian dilain pihak. Perubahan struktur ekonomi menurut Widodo (1990) dapat dilihat dari kontribusi atau peranan (share) secara relatif yang diberikan oleh masing-masing sektor terhadap PDB atau PDRB. Jika dapat dikaji lebih lanjut kedua sektor semestinya mampu berkembang bersamaan, sehingga sektor yang sedang tumbuh tidak harus saling tumpang tindih dengan sektor lainnya yang juga sedang berkembang. Kriteria keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat diikuti dengan menggunakan berbagai macam metode, dan yang paling umum serta paling banyak digunakan adalah dengan menganalisis struktur dan perkembangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) suatu daerah dari tahun ke tahun secara time series. Analisis secara keseluruhan akan mengetahui sektor basis perekonomian masa lalu dan kemudian dapat dipergunakan sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam membuat perencanaan pembangunan secara makro yang lebih baik dimasa yang akan datang (Syafrizal, 1997). Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas daratan sebesar 8.701.741 hektar dan dialiri banyak sungai, salah satunya yaitu Sungai Musi yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera dengan panjang sekitar 750 Km. Provinsi Sumatera Selatan juga memiliki beragam sumber daya alam seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Terdiri atas 11 Kabupaten dan 4 Kotamadya dengan sektor pertanian yang tersebar hampir merata di setiap wilayah. Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan menempatkan sektor pertambangan, industri dan pertanian sebagai 3 sektor utama penopang perekonomian daerah. Pada tahun 2010 data menunjukkan, sektor industri
6 menopang 22,02% dari keseluruhan struktur perekonomian, disusul sektor pertambangan 21,70% dan sektor pertanian diurutan ketiga 17,54%. Pada tahun 2013 meskipun ada penurunan angka persentase, namun ketiga sektor tersebut masih menjadi sektor utama yang diunggulkan. Tabel 1.1. Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan Menurut Sektor 2010-2013 (persen) Lapangan usaha 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) 1.Pertanian 17,54 17,21 16,56 16,28 2. Pertambangan dan 21,70 22,49 21,32 20,06 Penggalian 3. Industri Pengolahan 22,02 20,55 20,13 19,96 4. Listrik, Gas, Air Bersih 0,49 0,48 0,49 0,50 5. Bangunan 6,92 7,68 8,06 8,36 6. Perdagangan, Hotel 12,93 13,02 13,64 14,27 dan Restoran 7. Pengangkutan 4,62 4,72 4,98 5,17 8. Keuangan, 3,60 3,60 3,71 3,87 Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 10,19 10,25 11,13 11,54 PDRB dengan Migas 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber : BPS Sumatera Selatan Struktur perekonomian di Sumatera Selaran masih didominasi oleh sektor pertambangan, sektor industri dan sektor pertanian. Sepanjang tahun 2010-2013 kontribusi dari ketiga sektor ini dapat dikatakan sebagai penopang utama perekonomian di Sumatera Selatan. Pada tahun 2013 lebih dari 50% perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan disumbang oleh ketiga sektor utama ini. Dari data Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten
7 dengan kontribusi sektor pertanian terbesar adalah kabupaten Banyuasin dengan PDRB 11,93T rupiah pada 2010, dan meningkat tahun 2013 mencapai 16,92T rupiah. Selain sektor pertanian sektor industri pengolahan juga menjadi unggulan di Kabupaten ini. Selain Kabupaten Banyuasin, daerah lainnya yang sama-sama memiliki keunggulan di sektor pertanian adalah Kabupaten OKI,Lahat dan OKU. Ketiganya memiliki kemiripan dalam struktur perekonomian, dan pada umumnya sektor pertanianlah yang menjadi sektor penting dalam menopang perekonomian regional masing-masing daerah. 1.2. Perumusan masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka permasalahanpermasalahan yang timbul: 1. Bagaimana kontribusi sektor dan subsektor pertanian terhadap PDRB provinsi Sumatera Selatan? 2. Apakah sektor dan subsektor pertanian merupakan sektor dan subsektor unggulan pada kabupaten-kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan? 3. Bagaimana struktur klasifikasi pertumbuhan subsektor pertanian pada kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan terhadap struktur subsektor pertanian di Provinsi Sumatera Selatan? 4. Bagaimana komponen pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Sumatera Selatan? 5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PDRB pertanian di Provinsi Sumatera Selatan?
8 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dilaksanakan adalah: 1. Untuk menganalisis besaran kontribusi sektor dan subsektor pertanian terhadap PDRB Sumatera Selatan. 2. Untuk mengidentifikasi apakah sektor dan subsektor pertanian merupakan sektor dan subsektor unggulan pada kabupaten-kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. 3. Untuk menganalisis klasifikasi pertumbuhan subsektor pertanian pada kabupaten-kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan terhadap struktur pertumbuhan subsektor pertanian di Provinsi Sumatera Selatan. 4. Untuk mengetahui komponen pertumbuhan sektor pertanian di Sumatera Selatan. 5. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap PDRB sektor pertanian di Sumatera Selatan. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan dalam mengambil kebijakan bagi pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. 2. Bagi pihak lain penelitian ini diharapkan pula dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.