IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Click to edit Master title style

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Barat,

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

PENDAHULUAN Latar Belakang

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

PROFIL KABUPATEN / KOTA

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum BPLH Kota Bandung

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

STUDI PENINGKATAN PELAYANAN OPERASIONAL PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA BANDA ACEH TUGAS AKHIR

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Transkripsi:

92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi saat ini, terutama berkaitan dengan ketersediaan ruang terbuka hijau kota. Kota Bekasi merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bekasi yang dibentuk Tahun 1997 dan awalnya memiliki potensi perekonomian di sektor primer yaitu pertanian. Rencana Tata Wilayah (RTRW) Kota Bekasi tahun 2000-2010 ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2000. RTRW tersebut disusun berdasarkan kondisi Kota Bekasi pada tahun 1998 dan perkembangannya sampai tahun 2000. Dalam implementasinya, sampai tahun 2005, RTRW Kota Bekasi diidentifikasi memiliki berbagai simpangan. Berdasarkan pekerjaan revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2005 diketahui bahwa simpangan yang terjadi termasuk ke dalam Tipologi III, yaitu kondisi RTRW absah, simpangan besar, dan faktor eksternal berubah (Bapeda Kota Bekasi, 2007). Tipologi hasil peninjauan tersebut didasarkan pada ketentuan Kepmenkimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Kota. Tindak lanjut yang dilakukan adalah perubahan atas tujuan, sasaran, strategi pengembangan wilayah, serta struktur dan pola pemanfaatan ruang Kota Bekasi. Penyusunan RTRW baru hasil revisi dengan berpedoman pada ketentuan Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan sudah dilakukan sejak tahun 2008, tetapi sampai saat ini masih dalam proses evaluasi legislasi Provinsi Jawa Barat dan belum ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah. Dalam perkembangannya, wilayah Kota Bekasi sangat dipengaruhi oleh kebijakan eksternal tata ruang makro, baik pusat maupun provinsi. Kebijakan tersebut antara lain menjadikan Kota Bekasi sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan salah satu kawasan andalan Provinsi Jawa Barat dengan unggulan pada sektor industri, pendidikan, pemukiman, perdagangan dan jasa. Posisi wilayah Kota Bekasi juga berperan sebagai pengimbang (counter magnet) ibukota negara, mengakibatkan berbagai kebijakan pembangunan diorientasikan untuk kepentingan nasional, sebagaimana tertera pada Tabel 11.

93 Tabel 11 Pertimbangan kebijakan makro terhadap RTRW Kota Bekasi No Kebijakan Makro Aspek Pertimbangan dan Masukan untuk 1. RTRW Jawa Barat 2001-2010 2. Rencana Tata Wilayah Kawasan Jabodetabek Struktur Tata Kawasan Andalan Pemanfaatan Struktur Tata Pemanfaatan Kota Bekasi merupakan bagian dari PKN Bodebek Pengembangan angkutan massal di Metropolitan Bodebek Kawasan Andalan Bodebek dengan sektor unggulan industri, pariwisata, perdagangan dan jasa, pendidikan dan pengetahuan Kawasan budidaya perkotaan Kota Bekasi merupakan kota pengimbang (counter magnet) dalam sistem pusat pemerintahan menurut hierarkinya disekitar DKI Jakarta untuk mengurangi tekanan penduduk dengan segala aktivitasnya ke DKI Jakarta. Kota Bekasi diarahkan untuk pengembangan jasa, perdagangan, industri, dan pemukiman Sumber : Revisi RTRW Kota Bekasi (Bapeda, 2007) Pesatnya pertumbuhan penduduk dan ekonomi dari wilayah DKI yang cukup tinggi menjadikan Kota Bekasi memilki posisi strategis dalam pengembangan wilayah makro. Konsekuensi sebagai kawasan penyangga ibu kota negara adalah intensifnya konversi lahan RTH (pertanian) menjadi lahan terbangun yang sebagian besar digunakan sebagai lahan perumahan, baik berbentuk perumahan terencana maupun tidak terencana. Berkembangnya Kota Bekasi menjadi kota metropolitan dengan penciri tingkat mobilitas tinggi disertai dengan masyarakat komuter, merupakan fenomena yang mengindikasikan Kota Bekasi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Sebagai Kawasan Cepat Tumbuh, Kota Bekasi membutuhkan perencanaan spasial dan arahan RTRW yang tepat sebagai dasar pelaksanaan pembangunan dengan mewujudkan efisiensi SDA dan kelestarian lingkungan hidup termasuk ketersediaan daya dukung RTH Kota. Bila ditinjau dari kebijakan tata ruang wilayah makro yang tertuang baik dalam RTRWN, RTRW Provinsi, maupun RTRW Kawasan Tertentu Jabotabek dan kedudukannya sebagai penyeimbang (counter magnet) ibukota negara, maka berbagai kebijakan, rencana dan program pembangunan di Kota Bekasi mengikuti arahan rencana besar tersebut.

94 Dalam RTRW Kawasan Tertentu Jabotabek terdapat pula arahan bahwa Kota Bekasi merupakan bagian dari pengembangan kawasan terbangun dengan pola koridor timur-barat di sepanjang jalan tol. Hal ini karena karakteristik wilayahnya yang memilki tingkat aksesibilitas yang tinggi dan prasarana pelayanan yang memadai serta merupakan kawasan komuter. Didasarkan pada karakteristik ini, arahan zoning pada kawasan permukiman di Kota Bekasi disusun dalam 2 (dua) zona (Bapeda Kota Bekasi, 2007), yaitu: 1) Zona permukiman di bagian timur dan selatan, dengan cakupan pemanfaatan: perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, pariwisata, fasilitas umum serta hutan kota dan areal terbuka. 2) Zona permukiman di bagian barat dan utara, dengan cakupan pemanfaatan: perumahan, fasilitas umum, perdagangan dan jasa, serta hutan kota dan areal terbuka. Arahan zoning ini khususnya pada areal terbuka sebagai kawasan RTH Kota pada prakteknya ternyata sulit dicapai karena disamping tidak memiliki sanksi hukum yang jelas, aspek pengendaliannya lemah. Kota ramah lingkungan sangat tergantung pada visi dan misi kepala daerah itu sendiri lebih-lebih kekuatan ekonomi pasar sangat mempengaruhi kebijakan spasial. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Wilayah Nasional mengamanatkan penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN). Dalam Rencana Tata KSN Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur), Kota Bekasi merupakan bagian dari KSN tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar-daerah guna mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan yakni tetap terjaminnya konservasi tanah dan air, serta penanggulangan banjir melalui: 1) Sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung, kawasan budidaya, pengembangan infrastruktur wilayah terpadu dan kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama. 2) Peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan fauna dengan ketentuan antara lain: a) Tingkat peresapan air hujan dan tingkat pengaliran air permukaan menjamin tercegahnya bencana banjir dan erosi serta ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum;

95 b) Situ berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku, dan sistem irigasi; c) Pelestarian flora dan fauna menjamin konservasi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan d) Tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan kehidupan lingkungan; Peraturan pemerintah tersebut sampai saat ini masih pada tataran arahan, dalam prakteknya sulit dilakukan koordinasi perencanaan secara terpadu. Oleh karena itu, yang terpenting adalah komitmen politik penganggaran dan visi kepala daerah terhadap pembangunan lingkungan kota yang berkelanjutan. Kebijakan pendanaan lingkungan saat ini merupakan salah satu indikator keberhasilan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan (Good Environment Governance) dalam upaya mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberi makna bahwa peran daerah sangat penting sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan, dimana pengelolaan lingkungan hidup menjadi salah satu kewenangan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah demi mendukung upaya penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. 4.2. Administrasi Pemerintahan Sejak tahun 2001, secara administratif Kota Bekasi terbagi atas 10 kecamatan, yang kemudian sejak tahun 2004 berkembang menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 56 kelurahan (Perda Kota Bekasi nomor 04 tahun 2004 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi Kecamatan dan Kelurahan). Gambar 17 menunjukkan persentase luas wilayah menurut kecamatan. Luas wilayah keseluruhan Kota Bekasi sekitar 21.049 ha atau 210,49 km 2 dengan batas-batas wilayah administrasi adalah : - Sebelah Utara : Kabupaten Bekasi. - Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor. - Sebelah Barat : Kotamadya Jakarta Timur dan Kota Depok. - Sebelah Timur : Kabupaten Bekasi.

96 Sumber : BPS Kota Bekasi (2009) Gambar 17 Luas wilayah menurut kecamatan Kecamatan Mustika Jaya merupakan wilayah yang terluas (24,73 km 2 ) sedangkan Kecamatan Bekasi Timur adalah wilayah terkecil (13,49 km 2 ) tetapi paling padat penduduknya (20.496 jiwa/km 2 ). Kecamatan yang paling rendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Pondok Melati, dengan kepadatan penduduk sebesar 3.759 jiwa/km 2 (BPS, 2009). 4.3. Kondisi Fisik Dasar Letak geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106 o 48'28" 107 o 27'29" Bujur Timur dan 6 o 10'6" 6 o 30'6" Lintang Selatan. Kondisi topografi kota Bekasi relatif datar, dengan kemiringan antara 0-2 persen. Wilayah kota Bekasi terletak pada ketinggian antara 11 m sampai 81 m di atas permukaan air laut. Ketinggian kurang dari 25 m berada pada Kecamatan Medan Satria, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Timur dan Pondok Gede, sedangkan ketinggian antara 25-100 m di atas permukaan air laut berada di Kecamatan Bantargebang, Pondok Melati, dan Jatiasih (Dinas LH, 2008). Pembahasan tentang kondisi hidrologi Kota Bekasi dibedakan menjadi dua, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan mencakup kondisi air hujan yang mengalir ke sungai-sungai. Kondisi air permukaan kali Bekasi saat ini tercemar oleh limbah industri yang terdapat di bagian selatan wilayah Kota Bekasi. Hasil survei Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi dengan mengambil

97 contoh air limbah secara langsung sebanyak 60 buah menyimpulkan bahwa 24 industri (40%) memiliki parameter TSS melebihi baku mutu, 38 industri (63%) memiliki parameter Amonia yang melebihi baku mutu dan 28 industri (47%) memiliki parameter BOD dan COD yang melebihi baku mutu. Dengan demikian secara umum lebih dari 40 persen industri di Kota Bekasi kualitas air limbahnya masih diatas standar baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Limbah Cair. Di sisi lain Total Coliform meningkat dari 345.000 mpn/100 ml (2006) menjadi 1.600.000 mpn/100 ml (2007), merupakan pencemar tertinggi berdasarkan hasil pemantauan kualitas air permukaan di 3 (tiga) sungai utama di Kota Bekasi yaitu Sungai Bekasi, Sungai Cikeas, dan Sungai Cileungsi (Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, 2009). Air permukaan yang berasal dari saluran irigasi Tarum Barat, selain digunakan untuk mengairi sawah juga merupakan sumber air baku bagi kebutuhan air minum wilayah Bekasi (kota dan kabupaten) dan wilayah DKI Jakarta. Kondisi air tanah yang cukup potensial digunakan sebagai sumber air bersih berada di wilayah selatan Kota Bekasi, kecuali di sekitar TPA Bantargebang yang kondisi air tanahnya kemungkinan besar sudah tercemar. Wilayah Kota Bekasi beriklim kering dengan tingkat kelembaban yang rendah rata-rata 70 persen. Kondisi Iingkungan sehari-hari sangat panas antara 24-33 o C, terlebih dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas industri/perdagangan. Sepanjang tahun 2008 keadaan iklim di Kota Bekasi cenderung panas. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari dan Maret yaitu masing-masing tercatat 585 mm dan 258 mm dengan jumlah hari hujan 24 dan 18 hari. Jumlah curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 12 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak satu hari. Total curah hujan yang tercatat sepanjang tahun 2008 adalah 1.538 mm (BPS Kota Bekasi, 2009). Keadaan ini berbanding terbalik dengan kota di hulunya yaitu Kota Bogor yang memiliki ketinggian antara 190-350 meter diatas permukaan laut dan curah hujan rata-rata 4.000 mm/tahun (BPS Kota Bogor, 2006). 4.4. Kependudukan Penduduk migran secara umum lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan penduduk asli Kota Bekasi. Hal ini merupakan konsekuensi Kota Bekasi

98 sebagai daerah penyeimbang ibukota negara. Fenomena pergerakan penduduk dari Kota Bekasi ke Jakarta sangatlah besar disamping pergerakan penduduk dari sekitar Kota Bekasi menuju Jakarta. Jumlah penduduk di Kota Bekasi tahun 2007 sebesar 2.143.804 jiwa (dengan tingkat kepadatan sebesar 10.185 jiwa per-km 2 ). Lonjakan yang tinggi atas Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang terjadi hanya menyumbang 30 persen saja disebabkan oleh LPP alaminya, sedangkan 70 persen sisanya berasal dari migrasi (Bapeda Kota Bekasi, 2008). Data penduduk Kota Bekasi tahun 2008 berjumlah 2.238.717 jiwa (BPS, 2009) sebagaimana disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Perkembangan jumlah penduduk Kota Bekasi (2005-2008) Sumber : BPS Kota Bekasi (2009) Data jumlah penduduk Kota Bekasi tahun 2005 sebesar 2.001.889 jiwa berdasarkan hasil survei BPS Kota Bekasi dijadikan sebagai data awal pada simulasi sistem dinamis dalam penelitian ini. Selama kurun waktu 10 tahun periode 1997-2007 tercatat rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 4,14 persen Apabila tidak dikendalikan dengan baik maka dalam kurun waktu 18 tahun yang akan datang jumlah penduduk Kota Bekasi akan menjadi dua kali lipat atau sekitar 4,2 juta jiwa (BPLH Kota Bekasi, 2008). Data terakhir penduduk Kota Bekasi tahun 2009 berjumlah 2.319.518 jiwa (BPS, 2010). Hasil analisis penyebaran penduduk perwilayah kecamatan menggambarkan bahwa konsentrasi jumlah penduduk dengan penyebaran tertinggi pada Kecamatan