BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

Kebijakan Program PMTS Paripurna KPA Nasional Dibawakan pada Lecture Series: Overview PMTS Kampus Atmajaya Jakarta, 7 November 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 PENDAHULUAN. belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Homo berasal dari kata Yunani yang berarti sama, dan seks yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

PEDOMAN WAWANCARA PERILAKU TRANSGENDER (WARIA) DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Penyebaran HIV/AIDS Pada Pasangan Tetap ODHA di Indonesia

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wijaya (2008) pola hubungan seksual merupakan suatu kajian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

mereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi sosial yang ada. dengan perkembangan tehnologi industrialisasi dan urbanisasi.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jenis kelamin ada perempuan, laki laki, dan intereseks (seseorang yang terlahir dengan dua jenis kelamin.tanpa memandang jenis kelamin seseorang akan merasa tertarik dengan lawan jenis/sesama jenis secara emosional, mental, fisikal dan tidak lepas dari perilaku dan identitas seksual ini disebut sebagai orientasi seksual. Orientasi seksual terdiri dari homoseksual, heteroseksual, dan biseksual (Laazulva, 2013). Pada tanggal 17 Mei 1997 WHO (World Health Organization) secara resmi mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia melalui kementrian kesehatan pada Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III juga mengeluarkan homoseksual dari klasifikasi sebagai gangguan jiwa/penyakit.walaupun WHO telah mengeluarkan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan jiwa tetapi banyak masyarakat yang mendiskriminasi LGBTI.(Laazulva, 2013). Kesamaan identitas seksual membentuk satu komunitas pada LGBTI. LGBTI adalah Lesbian,Gay,Biseksual,Transgender dan Interseks. Pengertian Lesbian perempuan yang tertarik secara emosional dan seksual kepada perempuan sedang kan Gay tertarik dengan Lelaki. Biseksual adalah seseorang yang tertarik secara emosional dan seksual kepada laki laki dan perempuan dengan waktu 1

2 bersamaan.menurut Ardhanary,2013 biseksual berbeda dengan LSL (Lelaki seks Lelaki) letak perbedaanya adalah LSL (Lelaki Seks Lelaki) tidak menggunakan emosinal tetapi hanya ketertarikan seksual. Lelaki Seks Lelaki (LSL) belum tentu seorang gay atau homoseksual kondisi atau keadaan yang mendorong mereka untuk melakukan hubungan sejenis misalnya di penjara, di tempat pemukiman sebelum berperang kilang minyak, atau tempat lelaki tanggung bekerja yang tidak ada wanitanya (GWL INA, 2012). Jumlah LSL (Lelaki Seks Lelaki) di dunia tidak ada data resmi. Namun diperkirakan rata-rata 1-3% dari populasi laki-laki dewasa usia 15-59 tahun mempraktekkan hubungan seks sesama lelaki (UNAIDS/IMPACT/FHI, 2008). Asia tenggara prevalensi HIV pada LSL (Lelaki Seks Lelaki) mengalami kenaikan dengan sangat cepat. Tertinggi terjadi di Bangkok (Thailand) 28,3% dan Singapura, 22% (Treat Asia,2006). Indonesia diestimasikan terdapat 766.390 LSL.Cakupan upaya pencegahan pada populasi dilaporkan masih rendah, baru sekitar 10% (KPA, 2010).Prevalensi HIV pada LSL (Lelaki Seks Lelaki) dari waktu ke waktu terus meningkat (Kemenkes RI, 2011). Medan salah satu kota metropolitan di Indonesia, merupakan kota ke tiga terbesar setelah Jakarta dan Surabaya. Jumlah penduduknya juga sangat banyak dan tidak sedikit dari penduduknya yang memiliki perilaku seksual beresiko. Berdasarkan data yang didapat dari KPA Kota Medan pada Tahun 2011 jumlah komunitas GWL

3 (Gay, Waria dan LSL) di Kota Medan sebanyak 2.363 orang. Yang terdiri atas Waria sebanyak 664 orang, LSL(Lelaki Seks Lelaki) 1.699 sebanyak orang (KPAK,2011). LSL (Lelaki Seks Lelaki) cenderung memiliki banyak pasangan seks. LSL (Lelaki Seks Lelaki) berhubungan seks dengan lelaki, perempuan, dan waria.stbp(survei Terpadu Biologis dan Perilaku) tahun 2007 melaporkan bahwa sebanyak 30% LSL (Lelaki Seks Lelaki) memiliki pasangan seks tetap laki laki dan 16% memiliki pasangan seks tetap wanita atau istri. Sebanyak 22% dari para pasangan seks tetap ini memiliki pasangan seks tetap lainnya sedangkan LSL (Lelaki Seks Lelaki) yang membeli seks dari lelaki sebanyak 20% dan dari perempuan 10%.LSL(Lelaki Seks Lelaki) berhubungan seks dengan lelaki, perempuan, dan waria. Selama setahun terakhir, hampir 87% LSL (Lelaki Seks Lelaki) berhubungan seks kasual(tanpa member dan menerima imbalan)dengan lelaki, 40% dengan wanita, dan 16% dengan waria (SCP, 2014). Berdasarkan STBP(Survei Terpadu Biologis dan Perilaku) tahun 2011, sebanyak 49% LSL (Lelaki Seks Lelaki) menjual seks baik kepada pria maupun perempuan. Diantara 49% LSL (Lelaki Seks Lelaki) tersebut, sebagian besar LSL (Lelaki Seks Lelaki) (79%) menjual seks pada pria, 4% pada perempuan, dan 17% pada pria dan perempuan. Selain itu, waria dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) juga melakukan perilaku membeli seks. Hasil Survei Cepat Perilaku (SCP) 2014 (37,50%) memiliki pasangan tetap laki-laki, (27,92%) tidak memiliki pasangan tetap, (22,08%) memiliki pasangan tetap laki-laki dan perempuan dan (12,50%) memiliki pasangan tetap perempuan. Melihat survey ini maka kemungkinan adanya penularan dari LSL(Lelaki Seks Lelaki) kepada

4 perempuan cukup besar LSL (Lelaki Seks Lelaki) yang memiliki pasangan perempuan34,58%. Data yang di paparkan di atas menunjukkan bahwa perilaku seksual LSL (Lelaki Seks Lelaki) melalui seks oral, anal, dan vaginal sehingga LSL (Lelaki Seks Lelaki) lebih beresiko menularkan IMS dan HIV karena pemakaian kondom konsisten dalam satu bulan terakhir pada populasi LSL(Lelaki Seks Lelaki) sangat rendah. STBP (Survei Terpadu Biologis dan perilaku) 2007 melaporkan bahwa pemakaian kondom pada hubungan seks komersial maupun kasual dengan wanita 11%, 18% ketika menjual seks kepada wanita dan 12,5% ketika membeli seks dari wanita.jejaring seksual LSL (Lelaki Seks Lelaki) yang sangat luas dengan pemakaian kondom konsisten yang sangat rendah meningkatkan resiko penularan HIV pada LSL (Lelaki Seks Lelaki) dan pasangannya, juga meningkatkan resiko penyebaran HIV pada populasi homoseksual maupun heteroseksual. Selain perilaku seksual beresiko, stigma dan diskriminasi merupakan factor yang meningkatkan kerentanan LSL terhadap penularan HIV (SRAN,2010). Tahun 2013 jumlah distribusi kondom GWL (Gay, Waria, Lelaki Seks Lelaki ) adalah 25.740 pendistribusian langsung dari outlet ke user / pengguna. Pada tahun 2014 KPA kota Medan juga melaksanakan SCP (Survei Cepat Perilaku) tepatnya bulan Februari, dari SCP (Survei Cepat Perilaku) dapat dipaparkan data penggunaan kondom sebagai berikut.sebulan terakhir LSL(Lelaki Seks Lelaki) yang melakukan seks dengan menganal/top position sebanyak (40,53%) menggunakan kondom dan pelicin(13,68%) menggunakan kondom saja (6,32%) hanya menggunakan pelicin (22,63%) tidak menggunakan kondom dan pelicin.

5 Melakukan seks anal dengan pria yang bukan pasangan tetap tanpa memberi/menerima imbalan sebulan terakhir apakah menggunakan kondom & pelicin (22,08%) responden selalu meminta penggunaan kondom dan pelicin,(3,33%) tidak sering, (8,75%) kadang-kadang, (10,83%) tidak pernah, sedangkan (54,17%) tidak melakukan hubungan seks.terakhir kali melakukan seks anal dengan pria yang bukan pasangan tetap tanpa memberi/menerima dengan menggunakan kondom & pelicin. Adalah (29,58%) responden pasangan menggunaan kondom dan pelicin, (9,58%) menggunakan kondom saja,(4,58%) menggunakan pelicin saja, sedangkan (54,58%) tidak menggunakan kondom pada saat anal seks terakhir kali. Pasangan menggunakan kondom dan pelicin yang melakukan seks anal dengan pria yang diberi imbalan selama sebulan terakhir apakah menggunakan kondom & pelicin.dimana(5,42%) responden selalu meminta penggunaan kondom dan pelicin,(0,42%)sering,(2,08%) kadang-kadang,(1,25%) tidak pernah, sedangkan (90,83%) tidak melakukan hubungan anal seks dengan pria yang diberi imbalan.pasangan menggunakan kondom dan pelicin melakukan seks anal dengan pria yang diberi imbalan selama sebulan terakhir apakah menggunakan kondom & pelicin. Dimana 13 (5,42%) responden selalu meminta penggunaan kondom dan pelicin, 1 (0,42%) sering, 5 (2,08%) kadang-kadang, 3 (1,25%) tidak pernah, sedangkan 218 (90,83%) tidak melakukan hubungan anal seks dengan pria yang diberi imbalan. Perilaku STBP (Survei Terpadu Biologis dan Perilaku) pada tahun 2007 melaporkan prevalensi HIV secara rata-rata di 3 kota yang disurvey, pada waria 24.4% dan pada LSL (Lelaki seks dengan lelaki = gay dan lelaki suka lelaki lainnya)

6 5.2%. Khusus di Jakarta, prevalensi HIV pada LSL (Lelaki Seks Lelaki) telah meningkat 4 kali lipat dalam kurun waktu 4 tahun, dari 2% di tahun 2003 menjadi 8% di tahun 2007. Sedangkan Prevalensi IMS (Infeksi Menular Seksual) pada populasi kunci GWL (Gay, Waria, Lelaki Seks Lelaki) tinggi, terutama IMS di anus dan rektum. STBP (Survei Terpadu Biologis dan Perilaku) 2007 melaporkan bahwa prevalensi IMS (Infeksi Menular Seksual) di anus dan rektum pada waria di Jakarta 42%, di Surabaya 44% dan di Bandung 55% (anal), untuk Rektum di Jakarta 33%, Surabaya 34%, dan Bandung 29%. Luasnya jejaring hubungan seksual waria dan rendahnya tingkat pemakaian konsistensi kondom meningkatkan risiko penularan HIV pada waria, serta resiko penyebaran HIV di kalangan GWL (Gay, Waria, Lelaki Seks Lelaki) dan juga pria dan wanita heteroseksual. Prevalensi HIV di kalangan LSL (Lelaki Seks Lelaki) di Jakarta saat ini termasuk tinggi di Asia Tenggara,mencapai 17,2 % pada 2011 yang sebelumnya hanya 8,1 % pada 2007. Prevalensi sifilis mencapai 16,8 % (Kemenkes, 2011). Prevalensi setinggi ini terjadi karena cakupan program pencegahan HIV, cakupan layanan tes HIV dan layanan pengobatan terkait HIV dan AIDS serta perilaku seks aman yang masih rendah di kalangan LSL (Lelaki Seks Lelaki) yang umumnya aktif secara seksual. Perilaku seks aman yang terpenting pada LSL(Lelaki Seks Lelaki) adalah penggunaan kondom secara konsisten pada setiap hubungan seks, baik hubungan seks kausal maupun komersian(aditya, 2012). Laporan tahunan KPA kota Medan 2013 jumlah penderita IMS atau Infeksi Menular Seksual berdasarkan kelompok resiko pasangan suami istri 1824 orang,

7 wanita pekerja seks 1051orang, pelanggan pekerja seks 367 orang, waria 370 orang, LSL (Lelaki Seks Lelaki) 324 orang, WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) 180 orang, PPS (Pelanggan Pekerja Seks) 4 orang.jenis IMS (Infeksi Menular Seksual) yang terbanyak berdasarkan jumlah. Sifilis 118 orang, Suspect GO 74 orang, Servisitis/proctitis 57 orang, urethritis non GO 57orang, Trikomonlasis 3orang, Ulkus mole 1orang. Jumlah pengidap HIV/ AIDS berdasarkan faktor resiko heteroseksual 279 orang, IDU 30 orang, perinatal 17 orang dan hubungan Lelaki Seks Lelaki (LSL) 10 orang.(kpa,2013). Bila dilihat dari jumlah angka penderita HIV/AIDS yang paling terkecil adalah LSL (Lelaki Seks Lelaki). Akan tetapi, yang paling besar resiko menularkan adalah LSL (Lelaki Seks Lelaki) dengan alasan bahwa LSL (Lelaki Seks Lelaki) memiliki dua pasangan yaitu pasangan lelaki atau waria, dan punya pasangan wanita yang tetap atau istri karena sebagian dari LSL (Lelaki Seks Lelaki) telah menikah dan memiliki anak dan seperti yang dipaparkan tadi bahwa penggunaan kondom juga masih rendah. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas,yang menjadi masalah adalah bagaimana perilaku penggunaan kondom pada komunitas LSL di kota Medan 2014. 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku penggunaan kondom pada komunitas LSL (lelaki seks lelaki) di kota Medan 2014.

8 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan penggunaan kondom pada komunitas LSL (lelaki seks lelaki ) di kota Medan 2014 2. Untuk mengetahui bagaimana sikap penggunaan kondom pada komunitas LSL (lelaki seks lelaki) di kota Medan 2014 3. Untuk mengetahui bagaimana tindakan penggunaan kondom pada komunitas LSL (lelaki seks lelaki) di kota Medan 2014 1.4 Manfaat Penelitian 1.Untuk memberikan masukan pada lembaga yang membutuhkan informasi sebagai masukan untuk perencanaan program pencegahan HIV/AIDS. 2.Untuk alat evaluasi mengukur dampak program yang dilaksanakan selama ini. 3. Untuk menambah wawasan penulis mengenai prilaku penggunaan kondom pada komunitas LSL (lelaki seks lelaki) 4.Sebagai syarat akhir menyelesaikan pendidikan penulis di fakultas kesehatan masyarakat universitas sumatera utara. 5. Sebagai perbandingan dan referensi untuk penulis lain yang ingin melakukan penelitian.