PENINGKATAN FORCED EXPIRATORY VOLUME MELALUI LATIHAN BREATHING RETRAINING PADA PASIEN PPOK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

: PPOK, Frekuensi pernafasan, Pursed lip breathing, Deep breathing

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PASIEN PPOK MENGGUNAKAN METODE PERNAPASAN PURSED LIPS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary

PENGARUH BREATHING RETRAINING TERHADAP PENINGKATAN FUNGSI VENTILASI PARU PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PERNAPASAN DAN FUNGSI PARU MELALUI SENAM ASMA PADA PASIEN ASMA

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan pre post test design with control group, yang akan. mengungkapkan hubungan sebab akibat Active Cycle of Breathing

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

Tintin Sukartini*, Ika Yuni Widyawati*, Yani Indah Sari**

FORMAT PENGUMPULAN DATA. Judul : Pengaruh Bretahing Relaxation Dengan Menggunakan Teknik Balloon

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

35 Muhammadiyah Journal of Nursing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI ESENSIAL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

BAB 4 METODE PENELITIAN

THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012

EFEKTIFITAS TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN POSISI TRIPOD TERHADAP LAJU PERNAFASAN PASIEN PPOK DI RS H. SOEWONDO KENDAL

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

PENGARUH PELAKSANAAN FUNGSI PERAWATAN KESEHATAN KELUARGA TERHADAP TERAPI DIET DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI BANDA ACEH

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

PENINGKATAN FUNGSI VENTILASI PARU PADA KLIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DENGAN POSISI HIGH FOWLER DAN ORTHOPNEIC

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING

REHABILITASI PARU TERHADAP PERUBAHAN SESAK NAFAS DAN FATIGUE PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. diluar itu seperti nongkrong,arisan,jalan-jalan dll.di tambah pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menuju masyarakat Indonesia sehat, tindakan yang harus dilakukan yaitu

Transkripsi:

PENINGKATAN FORCED EXPIRATORY VOLUME MELALUI LATIHAN BREATHING RETRAINING PADA PASIEN PPOK Tri Cahyo Sepdianto, Maria Diah Ciptaning Tyas, Sunarti Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77C Malang Email: cahyo_sepdianto@yahoo.com Abstract: This Research was done to identify the increase of Forced Expiratory after doing Breathing Retraining exercises in RSUD Mardi Waluyo Blitar. The methodology of this research is quantitative research with pre-experimental design by Pretest-Posttest approach. The research sample consisted of 35 respondents, they were COPD patients who underwent an outpatient at internal disease poly. The sampling was done by purposive sampling. Breathing retraining was done for 14 days and Forced Expiratory were observed on the 1st, 7th and 14th day. The results of this research showed an increase in average Forced Expiratory 1845,72. The results of analysis showed breathing retraining was effective to increase Forced Expiratory (á<0,05). Breathing retraining can increase tidal volume and increase the efficiency of ventilation. Breathing retraining exercises in nursing can be used as one of the alternative independent nursing intervention in providing nursing care of COPD patients. Keywords: forced expiratory volume, breathing retraining, COPD Abstrak: Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi peningkatan Forced Expiratory setelah melakukan latihan Breathing Retraining di RSD Mardi Waluyo Blitar. Metodologi penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Pra-Experimental dengan pendekatan Pretest-Posttest. Sampel penelitian terdiri dari 35 responden yaitu pasien PPOK yang menjalani rawat jalan di poli penyakit dalam. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Breathing retraining ini dilakukan selama 14 hari dan Forced Expiratory diobservasi pada hari ke-1, ke-7 dan ke-14. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan rata-rata Forced Expiratory 1845,72. Hasil analisis menunjukkan breathing retraining efektif dalam meningkatkan Forced Expiratory ( <0,05). Breathing retraining mampu meningkatkan volume tidal, dan meningkatkan efisiensi ventilasi. Latihan breathing retraining dalam keperawatan dapat digunakan sebagai salah satu alternative intervensi keperawatan mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien PPOK. Kata kunci: forced expiratory volume, breathing retraining, PPOK PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price & Wilson, 2006). Perubahan patologis paru sesuai dengan emfisema atau bronkitis kronis. Emfisema adalah pengurangan daya balik (recoil) elastis dan disintigrasi dinding alveolus dengan pembentukan bulla, kolaps jalan napas ekspirasi dengan terperangkapnya udara dan hiperinflasi. Bronkitis kronis adalah batuk produktif kronis yang menghasilkan lendir minimal selama 3 bulan per tahun paling tidak selama 2 tahun berturut-turut. Keterbatasan aliran udara memburuk selama ekspirasi (diukur dengan volume ekspirasi paksa dalam satu detik) dan tidak memperlihatkan reversibilitas bermakna dalam berespons terhadap obat farmokologis. Prevalensi PPOK terus meningkat sejalan dengan peningkatan usia dan kebiasaan merokok. WHO memperkirakan pada tahun 2012 terdapat 3 juta penderita yang meninggal dunia (WHO, 2012). Angka kematian total akan meningkat 30% pada pissn 2443-1125 eissn 2442-6873 31 31

JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 1, MARET 2015: 31-35 tahun 2010. Komplikasi seperti insufisiensi dan kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang mengancam hidup pada PPOK. Di Indonesia PPOK menduduki urutan ke-4 dari 10 penyebab kematian menurut sebab sakit (Depkes, 2009). Di RS Mardi Waluyo Blitar juga terjadi peningkatan jumlah pasien PPOK. Tahun 2010 terdapat 496 pasien dan tahun 2011 meningkat menjadi 564 pasien. Pasien PPOK akan mengalami obstruksi jalan nafas sebagai akibat inflamasi mukosa jalan nafas, konstriksi otot sepanjang pernafasan dan peningkatan produksi mukus. Pasien sering mengalami peningkatan usaha bernafas. Otot-otot inspirasi lama-lama harus bekerja lebih keras untuk memasukkan udara ke dalam paru sehingga membutuhkan bantuan otot-otot tambahan. Aktivitas otot tambahan ini juga membutuhkan oksigen sehingga oksigen yang dibutuhkan semakin tidak mencukupi (Lemone & Burke, 2009). Managemen PPOK bertujuan untuk mengontrol penyakit dengan sedikit efek samping melalui pengkajian dan monitoring penyakit, edukasi, kontrol lingkungan dan kondisi komorbid serta farmakologi yang adekuat. Pengobatan farmakologi dalam jangka yang lama pada pasien PPOK sering diikuti oleh efek samping akibat penggunaan steroid oral dan inhalasi. Beberapa alternatif tindakan komplementer dikembangkan untuk mengontrol PPOK seperti latihan nafas, herbal, homeopathy, akupunktur, terapi rileksasi dan manual terapi seperti massage. Breathing exercise berupa breathing retraining seperti pursed lip breathing dan diaphragmatic breathing dapat digunakan sebagai terapi modalitas pada pasien PPOK. Breathing Retraining dapat meningkatkan volume paru, gas darah dan toleransi aktifitas pada pasien PPOK (Hajbaghery, 2011). Menurut Black & Hawk (2005), breathing retraining dapat menurunkan volume akhir respirasi, frekuensi nafas dan waktu ekspirasi sehingga latihan ini membantu pasien selama istirahat dan aktifitas. Sedangkan menurut Dechman & Wilson (2004), pursed lib breathing menurunkan frekuensi nafas, menurunkan tekanan resistive di jalan nafas dan menurunkan penyempitan jalan nafas selama ekspirasi. Dengan latihan ini dapat menurunkan gejala dyspnea, meningkatkan toleransi aktifitas, meningkatkan forced expiratory volume (FEV 1 ), meningkatkan saturasi oksigen dan meningkatkan kualitas hidup. Dalam studi observasional pasien dengan PPOK, ditemukan bahwa tingkat penurunan FEV 1 selama periode 3 tahun sangat bervariasi. Meskipun PPOK dianggap penyakit progresif, hanya 38% dari pasien memiliki tingkat estimasi penurunan FEV 1 lebih dari 40 ml per tahun. Merokok saat ini sangat terkait dengan tingkat penurunan FEV 1. Selain itu, pasien dengan emfisema (sebagaimana didefinisikan berdasarkan CT scan) dan pasien dengan reversibilitas bronkodilator keduanya memiliki kerugian lebih dari FEV 1 selama masa studi 3 tahun, dibandingkan dengan peserta studi yang tidak memiliki kondisi ini (Jorgen, Lisa, dkk, 2011). Di RSD Mardi Waluyo Blitar, managemen non farmakologi berupa latihan breathing retraining berupa pursed lip breathing dan diaphragmatic breathing pada pasien PPOK belum dilaksanakan. Seharusnya perawat dapat memfasilitasi peningkatan ventilasi dan pertukaran gas melalui tindakan keperawatan kolaboratif dan mandiri. Tindakan keperawatan mandiri dapat dilakukan dengan melakukan latihan nafas khususnya dengan latihan breathing retraining sebagai managemen non farmakologi pada pasien PPOK untuk meningkatkan fungsi paru, menurunkan dyspnea serta meningkatkan kemampuan aktifitas fisik. Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti melakukan studi untuk mengetahui keefektifan breathing retraining untuk meningkakan forced expiratory volume pada pasien penyakit paru obstruksi kronik di Rumah Sakit Daerah Mardi Waluyo Blitar. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi peningkatan forced expiratory volume setelah melakukan latihan breathing retraining di RSD Mardi Waluyo Blitar. 32 pissn 2443-1125 eissn 2442-6873

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pra experimental design dengan pendekatan pretest-posttest serial design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan breathing retraining terhadap forced expiratory volume (FEV) pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) di RSD Mardi Waluyo Kota Blitar. Intervensi dalam bentuk latihan breathing retraining dilakukan selama 15 menit 3 kali sehari dalam waktu 2 minggu (14 hari). Forced expiratory volume diukur sebelum dan setelah intervensi. Pengukuran dilakukan secara serial sebanyak 3 kali, pada hari ke-1, ke7 dan ke-14. Sampel penelitian ini berjumlah 35 orang dan diambil secara purposive sampling. Kriteria inklusi responden yaitu : 1) pasien yang didiagnosa PPOK, 2) umur >45 tahun, dan 3) mendapatkan terapi standar PPOK. Instrumen penelitian ini digunakan untuk mengukur forced expiratory volume dengan menggunakan spirometri. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji parametrik karena semua data distribusinya normal. Analisis bivariat menggunakan t test (t paired test). HASIL PENELITIAN Rata-rata umur pasien PPOK di RSD Mardi Waluyo Blitar adalah 63,86 tahun dengan standar deviasi 9,020. Usia minimal 37 tahun dan usia maksimal 78 tahun. Berdasarkan estimasi interval diyakini bahwa rata-rata usia responden diantara 60,76 sampai dengan 66,96 tahun. Responden penelitian sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, tidak merokok, tidak pernah latihan pernafasan dan mendapatkan terapi standar PPOK empat jenis obat (bronkhodilator, ekspektoran, anti inflamasi dan mukolitik) (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan pada kunjungan pertama, rata-rata forced expiratory volume sebelum latihan 597,14 dengan standar deviasi 650,78 dan setelah latihan 940,0 dengan standar deviasi 732,02. Ada peningkatan forced expiratory volume 342,86. Analisis lebih lanjut Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, riwayat meroko, latihan pernafasan dan obat standar PPOK Karakteristik Total % Jenis Kelamin - Laki-laki 30 85,7 - Perempuan 5 14,3 Riwayat Merokok - Merokok 4 11,4 - Tidak Merokok 31 88,6 Latihan Pernafasan - Ya 3 8,6 - Tidak 32 91,4 Obat Standar PPOK - Dua jenis obat 3 6,8 - Tiga jenis obat 12 34,3 - Empat jenis obat 20 57,1 Jumlah 35 100 Tabel 2. Rerata forced expiratory volume setelah kunjungan pertama Forced Sebelum 597,14 650,78 0,000 Expiratory Sesudah 940,0 732,02 Tabel 3. Rerata forced expiratory volume setelah kunjungan kedua Forced Sebelum 597,14 650,78 0,000* Expiratory Sesudah 1657,14 727,823 Tabel 4. Rerata forced expiratory volume setelah kunjungan ketiga Forced Sebelum 597,14 650,78 0,000* Expiratory Sesudah 2442,86 562,576 menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata forced expiratory volume sebelum dan sesudah melakukan latihan breathing retraining (p=0,000, <0,05). pissn 2443-1125 eissn 2442-6873 33

JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 1, MARET 2015: 31-35 Pada kunjungan kedua, Tabel 3 menunjukkan rata-rata forced expiratory volume sebelum latihan 597,14 dengan standar deviasi 650,78 dan setelah latihan 1657,823 dengan standar deviasi 727,823. Ada peningkatan forced expiratory volume 1060. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata forced expiratory volume sebelum dan sesudah melakukan latihan breathing retraining (p=0,000, <0,05). Rerata forced expiratory volume sebelum latihan pada kunjungan ketiga dapat dilihat pada Tabel 4 dengan 597,14 standar deviasi 650,78 dan setelah latihan 2442,86 dengan standar deviasi 562,576. Ada peningkatan forced expiratory volume 1845,72. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan signifikan rata-rata forced expiratory volume sebelum dan sesudah melakukan latihan breathing retraining (p=0,000, <0,05). PEMBAHASAN Rerata forced expiratory volume dan saturasi oksigen berbeda secara signifikan sebelum dan sesudah melakukan latihan breathing retraining. Hasil penelitian menunjukkan latihan breathing retraining dapat meningkatkan rata-rata forced expiratory volume 342,86 pada hari ke- 1, 1060 pada hari ke-7 dan 1845,72 pada hari ke- 14. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan forced expiratory volume secara optimal dapat terlihat setelah kunjungan yang ketiga atau latihan breathing retraining sudah dilakukan selama 14 hari. Anderson (2008) mengatakan bahwa latihan nafas (breathing exercise) yang dijadikan kebiasaan bernafas dapat meningkatkan kesehatan fisik maupun mental. Transportasi oksigen di dalam proses bernafas juga menjadi dasar konsep fungsi kardiopulmonal, diagnosis, dan managemen penyakit kardiopulmonal. Salah satu metode yang paling kuat menghasilkan lebih sedikit stress dan lebih banyak energi dalam tubuh adalah bernafas dengan diaphragma. Dengan diaphragma untuk bernafas secara dramatis kita dapat mengubah fisiologis tubuh kita. Secara jelas latihan ini mengaktifasi pusat-pusat rileksasi dalam otak. Latihan breathing retraining meningkatkan efisiensi ventilasi terhadap oksigen yang ditunjukkan dengan peningkatan oksigen pada darah. Latihan pernafasan diafragma bertujuan agar klien dengan masalah ventilasi dapat mencapai ventilasi yang optimal, terkontrol, efisien dan dapat mengurangi kerja pernafasan. Latihan ini inflasi alveolar, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja pernafasan. Pernafasan yang lambat, rileks dan berirama membantu dalam mengontrol kecemasan yang timbul ketika klien diafragma mengalami sesak nafas. Dengan pelaksanaan latihan pernafasan diafragma mampu mengoptimalisasi penggunaan otot diafragma dan menguatkan diafragma selama pernafasan. Pernafasan diafragma dapat menjadi otomatis dengan latihan dan konsentrasi yang cukup. Dengan pernapasan diafragma maka akan terjadi peningkatan volume tidal, penununan kapasitas residu fungsional dan peningkatan ambilan oksigen optimal (Muttaqin, 2008). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Khotimah (2013) latihan pernapasan mempunyai pengaruh peningkatan dalam ambilan oksigen maksimal dan peningkatan volume tidal serta penurunan frekuensi pernafasan sehingga otot pernafasan lebih efektif dan terjadi penurunan beban kerja pernafasan karena tidak banyak energi yang terbuang. Tujuan latihan pernafasan pada pasien PPOK adalah untuk mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan, memperbaiki mobilitas sangkar thorax, mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga bernafas lebih efektif dan mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak nafas berkurang. Berdasarkan hasil penelitian dan berbagai penelitian dan teori yang terkait, peneliti berasumsi bahwa latihan breathing retraining efektif dalam meningkatkan forced expiratory volume. Latihan breathing retraining bisa diterapkan sebagai salah satu terapi non farmakologi pada pasien PPOK, bisa sebagai terapi mandiri atau terapi 34 pissn 2443-1125 eissn 2442-6873

tambahan bersama untuk PPOK. Latihan breathing retraining sangat mudah dilakukan dan tidak memiliki efek samping serta menurunkan biaya pengobatan bagi pasien PPOK. Selama latihan breathing retraining pasien PPOK harus memperhatikan dan mengendalikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tekanan darah, nadi dan respirasi seperti aktifitas fisik, kebiasaan merokok dan stress PENUTUP Latihan breathing retraining pada pasien PPOK dapat meningkatkan rata-rata forced expiratory volume (FEV) 1845,72 (p = 0,000). Karakteristik responden sebagian besar memiliki riwayat tidak merokok, sebagian besar tidak pernah melakukan latihan nafas dan mendapatkan empat jenis obat standar PPOK berupa bronkodilator, ekspektoran, anti inflamasi dan mukolitik. Dari penelitian ini diperoleh saran yaitu meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan latihan breathing retraining sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien PPOK. Penelitian lebih lanjut tentang pengaruh breathing retraining terhadap Forced Expiratory pada pasien PPOK perlu dilakukan dengan memperhatikan variasi usia yang lebih lebar, jumlah responden yang lebih besar, waktu latihan yang lebih lama dan kondisi pasien yang lebih kompleks. DAFTAR PUSTAKA Anderson, D. E., McNeely, J. D., & Windham, B. G. 2010. Regular slow-breathing exercise effects on blood pressure and breathing patterns at rest. Journal of human hypertension, 24(12), 807-813. Black, J.M., & Hawk, J.H. 2005. Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes. 7 th Ed. Philadelphia : Mosby Dechman, G & Wilson, C. 2004. Evidence Underlying Breathing Retraining in People with Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease, dalam http:// www.ptjournal.apta.org/content/84/12/1189 diperoleh tanggal 12 Desember 2012 Depkes. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta Hajbaghery, M. 2011. Effect Pursed Lip Breathing on Ventilation and Activities of Daily Living in Patient COPD. http://www.webmedcentral.com/ articleview/1904, diperoleh tanggal 25 Juli 2012 Jorgen, Lisa, dkk. 2011. The New England Journal of Medicine. diperoleh tanggal 13 Desember 2012 Khotimah, S. 2013. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik Dari Pada Latihan Pernafasan Pada Pasien PPOK Di BP4 Yogyakarta. Sport and fitness Journal. No 1, Juli 2013. LeMone, P., & Burke, K. 2008. Medical surgical nursing critical thinking in client care. 4 th Ed. Canada: Pearson Education, Inc Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta. Salemba Medika Price, S.A & Wilson, L.M 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta. EGC WHO. 2012. Cronic Obstructive Pulmonary Disease, dalam http://www.who.int/mediacentre/facfsheets /fs315/en/ diperoleh tanggal 12 Desember 2012 pissn 2443-1125 eissn 2442-6873 35