RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA

J A K A R T A, M E I

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

PEDOMAN PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

RANCANGAN. Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan BNN dibuka pukul WIB dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke :

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017

RANCANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENANGANAN NARKOBA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

A. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Loka Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja.

BAB I PENDAHULUAN KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPATKOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. (narkotika, zat adiktif dan obat obatan berbahaya) khususnya di kota Medan

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

LAPORAN SINGKAT KOMISI VIII DPR-RI

KONDISI SAAT INI BIDANG PEMBERANTASAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

A IO N BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL. RENSTRA BNN [reviu]

BIO DATA KOTA TANGERANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REHABILITASI PENYALAH GUNA NARKOBA UNTUK PEMULIHAN MENTAL

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI ---- RANCANGAN

RENCANA STRATEGIS BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB II. A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, ASSALAMU ALAIKUM WR.WB

MENGAPA INDONESIA MENJADI SASARAN SINDIKAT NARKOBA INTERNASIONAL?

BUPATI MALANG. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

LAPORAN SINGKAT KOMISI XI DPR RI

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RENCANA AKSI BNNP SULAWESI SELATAN BIDANG PENCEGAHAN TARGET/ TAHUN No TUJUAN RENCANA AKSI

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

Transkripsi:

RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) ------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2015-2016. Masa Persidangan : III Rapat ke : Sifat : Terbuka. Jenis Rapat : Rapat dengar pendapat Hari/tanggal : Kamis, 4 Februari 2016. Waktu : Pukul 11.10 14.10 WIB. Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Acara : 1. Program-program prioritas, target, dan hambatanhambatan yang dihadapi oleh BNN. 2. Data dan trend penyalahgunaan narkotika, inovasi, dan kontrol yang dilakukan oleh BNN dalam memberantas penyalahgunaan narkotika. 3. Temuan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2015. I. PENDAHULUAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dibuka pukul 11.10 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Mulfachri Harahap, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN 1. Beberapa hal yang disampaikan Komisi III DPR RI kepada Kepala BNN diantaranya adalah sebagai berikut: Meminta penjelasan Kepala BNN mengenai program-program prioritas, target, dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh BNN yang disampaikan dalam Forum Bali Meeting on ASOD Work Plan : Securing ASEAN Community Against Illicit Drugs 2016-2025 yang dihadiri oleh seluruh perwakilan dari negara ASEAN pada tanggal 1-4 Desember 2015 dalam rangka realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Meminta penjelasan Kepala BNN mengenai data dan trend penyalahgunaan narkotika, inovasi, dan kontrol yang akan dilakukan oleh BNN dalam memberantas penyalahgunaan narkotika. Demikian pula peningkatan sinergitas lintas sektoral antara TNI, Polri, dan BNN dalam mengatasi permasalahan narkotika di Indonesia. Meminta penjelasan terkait temuan dalam hasil pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2015 pada : a. Pemeriksaan Atas Sistem Pengendalian Intern terhadap Sistem Pengendalian Belanja dan Sistem Pengendalian Aset. b. Pemeriksaan Atas Kepatuhan Perundang-Undangan terhadap Pendapatan dan Hibah serta Belanja. Terdapat permasalahan penyalahgunaan Narkoba di Lapas, yang seharusnya sudah terdapat nota kesepahaman atau nota bersama antara Kementerian Hukum dan HAM dengan BNN. Apabila rencana Kemenkumham tidak bisa melengkapi fasilitas dan penggunaan K-9 di Lapas, meminta BNN dapat mengajukannya. Soal penggerebekan dan program perang melawan Narkoba, yang beberapa waktu lalu memakan korban dari personil Polri. Bagaimana sinergitas BNN dengan Polri selama ini. Meminta agar kerjasama BNN dan Komisi III DPR RI dalam melakukan sosialiasi Anti-Narkoba terus dilakukan bersama didaerah pemilihan masing-masing Anggota Komisi III. Meminta keseriusan BNN dalam pemberantasan Narkoba, mengingat sudah sampai ke tingkat anak-anak dan sekolah-sekolah. Perlu adanya koordinasi BNN dengan Kementerian Pendidikan. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait dengan wacana lapas khusus narkotika yang dikelilingi oleh buaya. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait adanya informasi pemberian Grasi terhadap 14000 penyalahgunan Narkoba. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait data dan fungsi koordinasi Kepala BNN dengan Kejaksaan soal eksekusi hukuman mati narapidana narkoba. Dalam hal legislasi mendukung kepada BNN untuk melakukan revisi UU tentang Narkotika. Diusulkan dalam revisi tersebut, dimana yang utama adalah menegaskan bahwa BNN sebagai Lembaga atau Badan Tunggal dalam memerangi kejahatan Narkoba dan bersifat otonom. Selanjutnya memberikan kewenangan luar biasa (seperti penyadapan, penyidikan, penuntutan) kepada BNN. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait perang melawan Narkoba yang harus dipahami sebagai upaya invansi terhadap negara Indonesia melalui Narkoba. Adanya Supply reduction namun tidak pada Demand Reduction. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait hambatan utama eksternal dan internal BNN dalam kinerja pemberantasan Narkoba, terutama dalam hal meningkatnya angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba, Disampaikan pula adanya data per daerah-daerah yang terindikasi Narkoba atau pendekatan per daerah yang paling rawan Narkoba. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait banyaknya permasalahan narkoba sampai dengan tingkat pelajar, misalnya arisan narkoba 2

dikalangan pelajar, sehingga disarankan adanya mata pelajaran di dunia pendidikan soal anti narkoba. Adanya data KPAI yang menunjukkan naiknya angka kasus Anak sebagai pengedar Narkoba. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait peningkatan kinerja BNN dan SDM yang ada sesuai dengan kompetensi dan kapasitas, khususnya di BNNP. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait lalu lintas peredaran Narkoba yang melalui pelabuhan tikus di daerah Kepri yang merupakan perbatasan. Lapas di Keppri kurang lebih 75 % adalah Napi/Tahanan Narkoba. Adanya kasus peredaran Narkoba di Internet dengan pengiriman menggunakan cangkang telur di Palopo. Selanjutnya meminta perhatian BNN di Bali yang menjadi daerah rawan Narkoba yang seringkali menimbulkan gejolak. Mengusulkan kepada Kepala BNN terkait revitalisasi SDM dengan reformasi birokrasi mutasi dan penyegaran di BNN. Mengusulkan kepada Kepala BNN terkait program rehabilitasi yang banyak mengalami kegagalan. Diusulkan untuk sementara menghentikan program rehabilitasi sebagai program utama. Penyebab utama sulitnya pemberantasan Narkoba yang lain adalah yang dimungkinkan karena kesulitan dukungan birokrasi negara termasuk internal BNN. Meminta penjelasan Kepala BNN terkait data dan fungsi koordinasi Kepala BNN dengan Kejaksaan soal eksekusi Hukuman Mati narapidana narkoba. Kepala BNN menanggapi bahwa BNN telah mendorong kepada Kejaksaan dan Kumham untuk dilakukan eksekusi. Contoh Freddy Budiman yang ditengarai masih melakukan operasinya di Lapas. BNN telah menyampaikan 51 dari 110 orang yang prioritas untuk dilakukan eksekusi. Meminta penjelasan urgensi untuk merevisi UU Narkotika, Kepala BNN menilai bahwa UU Narkotika ini dirasa masih meninggalkan celah untuk penyalahguna untuk menghindari hukuman. Perlu diingat rehabilitasi saat ini belum memadai dan maksimal. Sehingga kebijakan ini harus dievaluasi kembali. Ada contoh kasus bahwa ada seorang yang telah tiga kali masuk rehabilitasi. Meminta kepada Kepala BNN untuk segera bertemu Presiden terkait dengan penguatan lembaga BNN dengan jalan revisi Undang-Undang tentang Narkotika. 2. Beberapa hal yang disampaikan oleh Kepala BNN diantaranya adalah sebagai berikut: Program-program prioritas dalam Asean Work Plan, sebagai berikut : 1. Preventive education: mengembangkan dan mengimplementasikan program pencegahan dengan target generasi muda, lingkungan sekolah, dan kelompok rentan lainnya; 2. Law enforcement: mengupayakan pengurangan produksi dan peredaran gelap narkoba termasuk mengungkap jaringan dan kejahatan terkait lainnya secara signifikan dan berkelanjutan; 3. Treatment and rehabilitation: meningkatkan akses layanan maupun fasilitas rehabilitasi dan rawat jalan bagi penyalahguna narkoba 3

dengan tujuan memastikan keberhasilan proses reintegrasi ke masyarakat; 4. Research: mengembangkan pusat data narkotika regional untuk berbagi praktik terbaik, termasuk penelitian ilmiah, dan mempublikasikan hasil penelitian; 5. Alternative development: mengupayakan pengurangan budidaya tanaman gelap secara signifikan dan meningkatkan akses pemasaran produk hasil pengembangan alternatif hingga pasar global; 6. Extra-regional cooperation: mengembangkan kerja sama dengan mitra wicara terutama China dan India serta organisasi internasional. Akan berpartisipasi pada UNGASS 2016 tanggal 19 21 april 2016. UNGASS adalah sidang umum PBB sesi khusus dimana kali ini akan dibahas mengenai penanganan permasalahan narkoba global. UNGASS bukan pertemuan agenda tahunan tetapi merupakan sesi khusus untuk membicarakan hal yang saat ini dianggap penting. Yang menjadi target ke depan, diperkirakan masih sama yaitu : 1. Pengurangan lahan tanaman gelap (di Indonesia : Ganja); 2. Penurunan produksi, peredaran, dan kejahatan narkotika; dan 3. Penurunan prevalensi penyalahgunaan narkoba. Hambatan-hambatan yang dihadapi ke depan, sebagai berikut : 1. Penanganan NPS, berdasarkan laporan World Drug Report 2015, sampai dengan bulan desember 2014 terdapat 541 NPS yang tersebar di 95 negara di dunia. Di Indonesia, berdasarkan hasil temuan Balai Laboratorium Narkoba BNN sampai dengan bulan Desember 2015 telah beredar sebanyak 37 NPS di beberapa wilayah Indonesia, 18 zat di antaranya telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan no 13 Tahun 2014, tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Sehingga akan menghambat proses penegakan hukum terhadap NPS yang belum diatur dalam Permenkes; 2. Dengan kebijakan Sea Toll, akan memudahkan jaringan memanfaatkan transportasi laut untuk peredaran gelap narkoba antar pulau. 3. ASEAN merupakan salah satu pasar terbesar peredaran gelap sekaligus produsen narkoba yang memasok kebutuhan narkoba ilegal di seluruh dunia. 4. Kesulitan dalam pengimplementasian kerja sama di lapangan khususnya di bidang operasi bersama karena perbedaan sistem hukum masing-masing negara ASEAN. 5. Kualitas sumber daya manusia dari aspek demografi di Indonesia masih timpang dan belum memadai, sehingga justru menjadi target pasar dari peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. 6. Upaya menangkal, mencegah dan menindak peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba masih belum optimal karena luasnya wilayah NKRI, terbatasnya aparatur/personil, anggaran dan sarana prasarana (termasuk teknologi intelijen yang kurang memadai dan terbatasnya jumlah senpi yang dimiliki oleh BNN). 7. Salah satu isu lain yang mengemuka dalam pertemuan Bali meeting 4

adalah Harm Reduction yang merupakan isu kontroversial bagi beberapa negara anggota ASEAN seperti Filipina dan Singapura. Mengingat terdapatnya penolakan dari beberapa kelompok di indonesia tentang kebijakan Harm Reduction, indonesia perlu membahas bersama melalui Kementerian/Lembaga terkait kebijakan mengenai Harm Reduction pada tingkat nasional. Berdasarkan Penelitian kerjasama BNN dengan Puslitkes UI tahun 2015 menunjukan besaran estimasi prevalensi penyalahgunaan narkoba naik 0,02 % dari 2,18 % (2014) menjadi 2,20 % (2015). Terjadi penurunan pada kelompok Coba Pakai estimasi + 20.000 orang dari tahun 2014 2015 yang sebelumnya selalu mengalami kenaikan. Terjadi kenaikan pada kelompok Teratur Pakai, Pecandu Non Suntik, dan Pecandu Suntik estimasi + 100.000 orang dari tahun 2014 2015. Pola penanggulangan permasalahan narkoba tetap berpedoman pada prinsip penanggulangan yang telah ditetapkan oleh UNODC yaitu Integrated, Balanced, and Evidence Based Approaches. Dengan memperhatikan trend penyalahgunaan narkoba, maka titik berat strategi mengedepankan penegakan hukum untuk mengurangi pasokan (Supply Reduction), mengingat banyaknya arus masuk narkoba dari luar negeri seperti jenis shabu pada awal 2014 sebesar 862 kg di Jakarta dan pada Oktober 2015 sebesar 270 kg di Medan serta yang baru-baru ini ditangkap di Jepara sebanyak +100 kg shabu dilakukan oleh sindikat Pakistan dan melumpuhkan kekuatan ekonomi jaringan dengan menyita aset bandar narkoba yang berkaitan tindak pidana narkotika seperti yang baru saja diungkap oleh BNN dengan nilai 17 Miliar rupiah yang dilakukan oleh narapidana dalam Lapas. Meskipun jumlah kelompok coba pakai mulai mengalami penurunan, bidang pencegahan tetap akan dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi melalui berbagai media melibatkan seluruh elemen masyarakat termasuk seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kenaikan kelompok teratur pakai, pecandu non suntik, dan pecandu suntik pelaksanaan rehabilitasi akan dikoordinasikan dengan kementerian kesehatan dan kementerian sosial, BNN akan lebih fokus pada pelaksanaan rehabilitasi yang ada di lingkungan BNN, sedangkan pemanfaatan SPN dan RINDAM sementara diberhentikan dahulu untuk dilakukan evaluasi. Akan terjadi perubahan target rehabilitasi penyalah guna narkoba tidak lagi 100.000 orang, namun masih diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Presiden. Bidang Pencegahan sebagai berikut: 1. Pencegahan sejak usia dini melalui pembiasaan perilaku hidup sehat dan bersih. 2. Adanya kurikulum terintegrasi di lingkungan pendidikan (terkait dengan anak-anak usia dini dan pelajar sekolah sampai mahasiswa ) : kurikulum terintegrasi yang terdapat di setiap jenjang pendidikan. Pada tingkat sma terdapat di pojok kelas XI dan XII ( rujukan ada ) dan tahun ini akan dibuat khusus materi pengayaan untuk semua jenjang pendidikan. 5

3. Optimalisasi peran organisasi kemasyarakatan, keagamaan, kewanitaan, dan kepemudaan dalam upaya penyadaran bahaya narkoba 4. Pengintegrasian program pencegahan penyalahgunaan narkoba ke dalam isu lintas sektor pembangunan melalui Konsep Pembangunan Berwawasan Anti Narkoba. Bidang Pemberdayaan Masyarakat sebagai berikut: 1. Peningkatan peran serta masyarakat dalam P4GN baik di lingkungan kerja, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat sebanyak 15.277 lembaga. 2. Pembinaan alternatif pada kawasan rawan narkoba di perkotaan (5 kawasan di DKI Jakarta) & pedesaan guna penurunan produksi ganja (258 hektar) & petani ganja (341 org) penurunan pasokan & peredaran narkoba. 3. Menyusun buku pedoman penjangkauan dan N/S/P/K program dan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat. 4. Melakukan pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat pada BNNP dan BNNK terhadap capaian Program dan Kegiatan. Bidang Rehabilitasi sebagai berikut: 1. Sehubungan dengan hasil penelitian tahun 2014 yang menyebutkan trend penggunaan narkoba yang sedang marak saat ini adalah ATS, maka BNN pada tahun 2016 akan mencoba mengembangkan layanan rehabilitasi untuk pengguna ATS agar dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan dan pecandu ATS. Penelitian untuk model layanan ini telah dilaksanakan pada tahun 2015, dan akan diujicoba di 4 lembaga rehabilitasi milik BNN dan 4 lembaga rehabilitasi komponen masyarakat. Diharapkan dengan uji coba model layanan ini akan didapatkan sebuah model layanan yang dapat dijadikan acuan dalam penanganan kecanduan ATS. 2. BNN akan mengembangkan balai besar rehabilitasi BNN lido menjadi pusat rehabilitasi narkoba yang meliputi pusat pengkajian, pusat layanan dan pusat pelatihan (center of excellent). Untuk itu diperlukan koordinasi dan penyamaan persepsi antar instansi terkait dalam pengembangan program tersebut. Dalam memulai program tersebut, pada tahun 2016 ini BNN akan mengevaluasi standar layanan guna mencapai ISO layanan rehabilitasi. Selain itu, dalam hal layanan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika BNN akan memfokuskan pelayanan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan dan pecandu narkoba yang terkait dengan permasalahan hukum di Balai-Balai Rehabilitasi milik BNN (Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, Balai Rehabilitasi Baddoka Makassar, Balai Rehabilitasi Tanah Merah Samarinda dan Loka Rehabilitasi Nongsa Batam). Bidang Pemberantasan sebagai berikut: 1. Pengungkapan jaringan narkoba. 6

2. Penyitaan aset hasil tindak kejahatan narkoba melalui Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 3. Penguatan kerjasama internasional untuk mengungkap jaringan narkoba internasional. 4. Peningkatan eradikasi narkotika dalam bentuk tanaman. 5. Penguatan sistem interdiksi di wilayah pelabuhan, bandara, dan perbatasan. Dalam penegakan hukum prinsipnya lebih mengedepankan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi tidak hanya dengan TNI dan Polri saja tetapi dengan Bea-Cukai dan aparat penegak hukum lainnya, bahkan mengintensifkan kerjasama internasional dan regional. Untuk mencegah masuknya peredaran gelap narkoba dari luar negeri, BNN mengintensifkan peran teknologi intelijen dalam memonitor pergerakan jaringan sindikat didukung kerjasama yang kuat dengan Bea- Cukai, terlebih dalam pengawasan jalur laut. Untuk penanganan sindikat internasional yang senantiasa dilakukan oleh warga negara asing, BNN bekerjasama melakukan operasi bersama dengan Dirjen Imigrasi. Untuk mencegah terjadinya overlapping penegakan hukum di lapangan, BNN bekerjasama melakukan operasi bersama dengan Polri. Selain itu, mengingat pengendalian peredaran gelap narkoba banyak dilakukan oleh para narapidana yang berada di Lapas, maka BNN bekerjasama dengan Kemenkumham untuk memperoleh kemudahan dalam melakukan penindakan di dalam Lapas. Sedangkan kerjasama dengan TNI, dilakukan dalam rangka pengawasan jalur perbatasan darat yang tidak resmi serta melakukan tindakan hukum terhadap sarana penyelundupan di laut. Penataan Organisasi dan SDM, sebagai berikut : 1. Pengembangan struktur organisasi BNN 2. Pengembangan unit vertikal BNN di daerah secara bertahap. 3. Pengembangan Pusat Laboratorium Uji Narkoba di daerah sebagai penunjang pelayanan deteksi dini penyalahgunaan narkoba. 4. Optimalisasi aparatur negara (Aparatur, TNI, dan Polri) dalam pelaksanaan tugas penanganan permasalahan narkoba. Peningkatan Ketersediaan Sarana Prasarana Dasar, sebagai berikut: 1. Pengadaan gedung kantor BNN Pusat dan Daerah. 2. Pengadaan peralatan teknologi intelijen narkoba (sesuai kebutuhan peralatan dasar minimum). 3. Pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Internal BNN (pelaksanaan e-government). 4. Pengadaan Sistem Informasi Pecandu Narkotika (amanat PP 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor). 5. Pengadaan sarana penunjang pengembangan model rehabilitasi pecandu narkoba. Kepala BNN menjelaskan bahwa hal-hal terkait kekurangan atau hambatan sarana dan prasarana maupun oknum di LAPAS sudah 7

disampaikan atau telah terjadi komunikasi dengan Kemenkumham dan perlunya dilakukan tindakan tegas. Kepala BNN menjelaskan bahwa pelaksanaan tugas BNN sudah melibatkan TNI/Polri maupun lainnya termasuk BNN. Hal ini mempertegas hubungan Polri dan BNN serta instansi terkait lain sudah terjalin dengan baik. Bahwa antara BNN dan Polri sudah ada komunikasi yang lebih harmonis serta persamaan tujuan dan persepsi. Adapun temuan BNN terhadap keterlibatan oknum Polri dalam penggunan narkoba untuk disarankan dipecat. Kepala BNN menjelaskan bahwa program ini menjadi prioritas karena program pencegahan perlu dikedepankan. Bahwa BNN telah menyerahkan buku-buku kepada Kementerian Pendidikan dan diusulkan agar masuk dalam kurikulum pelajaran sekolah tentang Bahaya Narkoba. Hal ini melihat adanya gejala organisasi narkoba yang memang sudah mulai masuk ke kalangan anak-anak yang menjadi generasi mendatang atau pangsa pasar berikutnya. Soal lapas Buaya, Kepala BNN menjelaskan sudah ada pengajuan dan telah didiskusikan namun masih terkendala. Perlunya langkah yang luar biasa dan terobosan untuk menyelesaikan masalah Narkoba. Terkait dengan adanya informasi rencana pemberian Grasi terhadap 14000 penyalahgunan Narkoba, Kepala BNN menjelaskan bahwa hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi overkapasitas di lapas. Karena lebih dari 62% lapas, penghuninya adalah kejahatan Narkotika. Namun perlu ditimbang gradasi kejahatannya. Apabila bukan Bandar atau jaringan, dan hanya pelaku kecil yang diperalat dapat diberi pertimbangan. Namun bukan j sebuah pertimbangan yang mudah dalam pemberian remisi atau pengurangan hukuman. BNN akan melakukan penelitian terhadap 14000 orang tersebut. Kepala BNN menjelaskan bahwa di Indonesia, kebiasaanya seorang bandar juga merupakan pengguna karena untuk menjaga pasar, namun lain halnya dengan orang asing yang lebih karena murni bisnis. Kepala BNN menjelaskan bahwa memang adanya grand design untuk merusak negara lewat narkoba. Telah dilakukan pemetaan-pemetaan terhadap seluruh daerah-daerah untuk memerangi narkoba dan melibatkan seluruh elemen untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang ada. Kepala BNN akan menindaklanjuti lebih jauh seluruh kasus yang ditemukan. Kepala BNN menjelaskan bahwa adanya reformasi birokrasi dan pengawasan internal sudah dilakukan. Contohnya ada oknum di BNN yang juga sudah terdeteksi dan mendapat pemecatan (misalnya pemerasan terhadap program jaringan artis untuk kepedulian). Pentingnya orang-orang yang punya kesamaan visi dan misi. Bahwa permasalahan restrukturisasi organisasi BNN, Kepala BNN menjelaskan terkait adanya beberapa permasalahan di internal BNN. Adapun perlunya dukungan terhadap organisasi BNN yang telah diberikan Pemerintah. Presiden meminta agar struktur organisasi BNN perlu diperbaiki dan optimalisasi struktur. Hal ini karena status BNN yang masih seperti Direktur Jenderal di sebuah Kementerian. BNN menunggu 8

keputusan dari Presiden selanjutnya. Evaluasi juga dilakukan di tingkat daerah seperti BNNP dan BNNK. Kepala BNN meminta dukungan agar UU Narkotika akan lebih sempuran dan mendukung sesuai dengan usulan ini. Bahkan lebih jauh mengusulkan Peradilan Khusus. III. PENUTUP Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Komisi III DPR RI meminta Kepala BNN untuk lebih inovatif dalam menghadapi berbagai modus baru penjualan dan peredaran gelap narkotika dan meminta BNN untuk mencanangkan program bahaya narkoba kepada generasi muda sejak usia dini guna menurunkan prevalensi penyalahgunaan narkoba dimasa mendatang mengingat Indonesia saat ini sudah darurat narkoba. 2. Komisi III DPR RI meminta Kepala BNN untuk meningkatkan pengawasan dan sinergitas lintas sektoral dalam perang melawan narkoba hingga wilayah perbatasan dan peredaran narkoba di Lapas/Rutan di seluruh Indonesia. 3. Komisi III DPR RI mendorong Kepala BNN untuk meningkatkan revitalisasi atau peremajaan struktur organisasi dan SDM di BNN pada setiap tingkatan untuk menghindari lahirnya kelompok-kelompok kepentingan yang dikendalikan pihak luar yang berpotensi melakukan pembocoran rahasia di setiap operasi-operasi yang dilakukan BNN. 4. Komisi III DPR RI mendukung untuk dilakukan perubahan terhadap Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika agar mendukung kinerja BNN dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba di Indonesia. Rapat ditutup pukul 14.10 WIB 9