BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

narkoba masih belum popular dan oleh jaringan pengedar hanya dihadikan sebagai Negara transit saja. Belakangan ini Indonesia telah dijadikan Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

Transkripsi:

1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat). Sebagai negara hukum maka Indonesia selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tanpa terkecuali. Indonesia menganut sistem kedaulatan hukum atau supremasi hukum dimana hukum memiliki kekuasaan yang tertinggi dalam negara. Sebagai negara hukum, Indonesia menganut asas yang penting yakni asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence) yang ketentuannya di atur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) (Bambang Waluyo,2008:33). Dalam penangulangan kejahatan melalui mekanisme penegakan hukum pidana (dalam arti sempit), adalah salah satu harapan bagi masyarakat untuk memperoleh keadilan yang sesungguhnya. Penegakan hukum dapat dilakukan melalui mekanisme Hukum Acara Pidana berdasarkan KUHAP yang tujuan utamanya adalah mencari kebenaran materiil (Rena Yulia,2008:79). Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Hal ini menegaskan bahwa kewajiban hakim adalah memeriksa dan mengadili suatu perkara yang dengan kebijaksanaannya dapat memutuskan suatu perkara sehingga para pihak yang bersangkutan dapat memperoleh keadilan, meskipun bila peraturan tentang perkara tersebut kurang jelas atau memang tidak diatur. Hakim harus memahami commit to hukum user sehingga bila ia tidak mendapat kejelasan ataupun tidak mendapat ketentuan tentang suatu perkara yang dihadapkan kepadanya di dalam hukum tertulis, maka ia dapat menggali dari

2 hukum yang tidak tertulis. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 juncto Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga diharapkan dapat mengenal, menyelami, dan merasakan perasaan hukum dan keadilan (Hana Krisnamukti,2010:1). Di dalam KUHAP tidak dijelaskan tentang definisi dari Hukum Acara Pidana, akan tetapi terdapat rumusan definisi tentang Hukum Acara Pidana yang dikemukakan oleh Wirjono Projodikoro yaitu: Hukum Acara Pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badanbadan pemerintah yang berkuasa yaitu, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukuman pidana (Andi Hamzah,2002:7). Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan atas suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa tersebut dapat dipersalahkan. Sedangkan fungsi dari Hukum Acara Pidana yang dikemukakan oleh Van Bemmelen terdapat tiga hal, yakni: mencari dan menemukan kebenaran, pemberian keputusan oleh hakim dan pelaksanaan keputusan (Andi Hamzah,2002:8-9). Satu hal yang terpenting dalam Hukum Acara Pidana yang menganut asas praduga tak bersalah, maka harus dibuktikan benar atau tidaknya seorang terdakwa melakukan kejahatan commit yang to user didakwakan. Karena pembuktian bersalah atau tidaknya seseorang yang telah didakwa melakukan suatu

3 kejahatan akan berpengaruh terhadap nasib hidup dari orang tersebut. Sehingga tidak dibenarkan jika seseorang dijatuhi pidana hanya berdasarkan pada keyakinan hakim belaka tanpa disertai dengan alat bukti yang kuat. Oleh karena itulah kedudukan Hukum Acara Pidana berupaya untuk mencari kebenaran materiil, untuk itu perlu didukung dengan berbagai ilmu pengetahuan guna menentukan apakan suatu alat bukti valid dan relevan guna pembuktian atas suatu hal yang didakwakan. Dalam cara mempertimbangkan segala sesuatu tentang bersalah atau tidaknya seorang terdakwa, oleh hakim maka hakim terikat pada adanya alat bukti. Alat bukti menurut KUHAP tercantum di dalam Pasal 184 ayat (1), yakni: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Sedangkan menurut Pasal 183 pula telah secara tegas menerangkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan hakim memiliki keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah benar dilakukan oleh terdakwa (Ignatius Ridwan Widyadharma,2000:173). Pada saat ini telah terjadi beragam bentuk modus operandi kejahatan pemalsuan yang marak terjadi pada masyarakat. Salah satu jenis kejahatan pemalsuan adalah kejahatan memalsukan tanda tangan pada sebuah kuitansi. Kuitansi merupakan salah satu alat yang dapat digunakan sebagai alat bukti adanya transaksi jual-beli yang dilakukan antar pihak. Keabsahan kuitansi terdapat dengan adanya tanda tangan yang dibubuhkan di atas cap/materai dalam kuitansi tersebut. Oleh karena itu, jika sebuah kuitansi telah dibubuhi tanda tangan di atas cap/materai maka kuitansi tersebut dianggap memiliki keabsahan untuk membuktikan suatu transaksi jual beli. Kejahatan pemalsuan diatur dalam Bab XII Buku II Pasal 263 KUHP, menurut ketentuan tersebut menyebutkan bentuk-bentuk kejahatan pemalsuan yang dilakukan dalam bentuk commit tulisan-tulisan. to user Menyebutkan bahwa pemalsuan adalah tindak pidana memalsukan atau membuat secara palsu surat yang

4 dapat menimbulkan suatu hak, suatu perikatan, suatu pembebasan utang, atau dengan maksud untuk membuktikan sebuah kenyataan. Hal tersebut juga secara tidak langsung menjelaskan tentang tindak pidana pemalsuan tanda tangan yang merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana pemalsuan surat. Kejahatan pemalsuan tanda tangan memang tidak diatur secara implisit di dalam rumusan Pasal 263 KUHP, akan tetapi kejahatan pemalsuan tanda tangan merupakan salah satu bentuk kejahatan pemalsuan surat, karena tanda tangan merupakan salah satu substansi di dalam surat. Apabila surat tersebut diindikasikan palsu, maka secara tidak langsung, tanda tangan yang dibubuhkan dalam surat tersebut juga diragukan keasliannya bahkan dapat diindikasikan sebagai tanda tangan palsu atau dipalsukan. Seperti halnya dalam pemalsuan tanda tangan dalam kuitansi, jika kuitansi tersebut diindikasikan palsu maka tanda tangan yang ada didalam kuitansi tersebut juga dapat dipastikan palsu. Tanda tangan merupakan bentuk coretan tangan yang memuat informasi ciri khas dari kepribadian seseorang, sehingga tidak dapat dipalsukan. Mengingat kuitansi merupakan surat sebagai bukti yang menguatkan dari sebuah transaksi terlebih jika dibubuhkan dengan materai dan tanda tangan sehingga memiliki kekuatan hukum dan menimbulkan akibat hukum, maka diperlukan pembuktian sedemikian rupa untuk membuktikan keaslian baik kuitansi maupun substansi dari kuitansi tersebut. Dalam era globalisasi dan transparansi saat ini penyidik harus sudah meninggalkan cara-cara penyidikan konvensional dan harus berpindah dengan cara Scientific Crime Investigation (penyidikan secara Ilmiah). demi terciptanya kepastian hukum dan rasa keadilan sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk patuh kepada hukum. Scientific Crime Investigation yaitu proses penyidikan yang dalam sistem pembuktiannya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau memanfaatkan fungsi forensik (Identifikasi Forensik, Laboratorium Forensik, Psikologi Forensik, Kedokteran Forensik dan ahli commit forensik to user lainnya (Andayono,2011:1).

5 Kejahatan pemalsuan tanda tangan merupakan suatu bentuk kejahatan yang sulit untuk dibuktikan, karena tanda tangan sangat identik dengan kepribadian seseorang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu tempat yang dapat digunakan untuk membuktikan keaslian tanda tangan pada sebuah surat yang diragukan keasliannya yang disebut dengan Laboratorium Forensik yang merupakan sebuah tempat yang dilengkapi dengan alat untuk melakukan percobaan. Peran Laboratorium Forensik sangat penting dalam membuktikan dan mengungkap terjadinya pemalsuan tanda tangan atau tidak (Melda Sari,2006:2). Menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, menegaskan bahwa dalam sebuah pembuktian yang sah setidaknya memuat sedikitnya dua alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP disertai dengan keyakinan hakim walaupun dalam teori pembuktian yang dianut di Indonesia adalah teori pembuktian Undang-undang secara negatif yang tidak disebutkan pula jika hakim terikat sepenuhnya hanya pada alat bukti secara mutlak. Sedangkan pada ketentuannya, kekuatan pembuktian dari alat bukti adalah bebas. Hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik merupakan jenis alat bukti yang tidak disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, seperti halnya visum et repertum hal tersebut merupakan hasil pengetahuan ahli atas dasar sumpah jabatan yang dituangkan dalam bentuk surat. Sehingga dibutuhkan penelitian mengenai keabsahan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik dalam kasus pemalsuan surat dapat dijadikan sebagai alat bukti surat yang sah untuk membuktikan dakwaan terhadap terdakwa, dan dapat memberikan pengaruh terhadap putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Seperti halnya di dalam penulisan hukum ini, penulis mengambil kasus tindak pidana pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh terdakwa Santoso yang merupakan seorang anggota Polisi di Kota Blitar, yang memalsukan sebuah tanda tangan pada sebuah kuitansi yang ada dalam berkas BPKB sebuah truk yang dipercayakan ada padanya untuk kelengkapan pembayaran pajak, akan tetapi disalahgunakan dengan menuliskan beberapa

6 hal yang dapat menjadi bukti yang memperkuat adanya transaksi jual beli truk tersebut oleh pemilik. Sehingga dilakukan proses pemeriksaan keaslian tanda tangan pada kuitansi tersebut melalui Laboratorium Forensik, yang kemudian digunakan sebagai alat bukti guna membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dan oleh hakim Pengadilan Negeri Blitar menjatuhkan hukuman dalam putusan No.54/Pid.B/2013/PN.Blt. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penulisan hukum yang berkaitan dengan pembuktian keaslian dari sebuah tanda tangan melalui laboratorium forensik tersebut sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP serta pengaruh pembuktian melalui laboratorium forensik tersebut terhadap putusan yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Blitar yang tertuang dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul: TINJAUAN TENTANG PENGARUH PEMBUKTIAN KEASLIAN TANDA TANGAN PADA KUITANSI MELALUI PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK TERHADAP PUTUSAN YANG DIJATUHKAN HAKIM DALAM PERKARA PEMALSUAN SURAT (Studi Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor 54/Pid.B/2013/PN.Blt).

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, agar mencapai tujuan yang diinginkan, maka permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pembuktian keaslian tanda tangan pada kuitansi melalui pemeriksaan Laboratorium Forensik dalam perkara pemalsuan surat sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP? 2. Apakah pembuktian keaslian tanda tangan dalam kuitansi pada perkara pemalsuan surat melalui pemeriksaan Laboratorium Forensik berpengaruh terhadap pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian bertujuan untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karena itu harus memiliki tujuan yang jelas agar penelitian tersebut lebih terarah untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat memberikan manfaat. Berdasarkan hal tersebut maka penulisan hukum ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui pengaturan tentang teori pembuktian keaslian dari sebuah tanda tangan pada sebuah kuitansi yang menjadi alat bukti yang dilakukan melalui proses pemeriksaan Laboratorium Forensik dalam perkara pemalsuan surat menurut ketentuan Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Indonesia. b. Untuk mengetahui pengaruh dari pembuktian keaslian tanda tangan pada sebuah kuitansi dalam commit kasus pemalsuan to user surat yang dilakukan melalui

8 proses pemeriksaan Laboratorium Forensik terhadap putusan yang dijatuhkan hakim pada Putusan Nomor 54/ Pid.B/ 2013/PN Blt. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah pengetahuan pada bidang ilmu hukum khususnya dibidang Hukum Acara Pidana. b. Untuk menambah wawasan, memperluas pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah diterima selama menempuh perkuliahan guna melatih kemampuan dalam menerapkan teori-teori tersebut dalam praktek di masyarakat antara lain melakukan analisis terhadap Putusan No. 54/Pid.B/2013/PN.Blt. c. Untuk menyusun skripsi sebagai syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Dalam sebuah penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Diharapkan dapat menambah bahan referensi karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi secara deskriptif terhadap penelitian yang sejenis dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas perihal keabsahan dari pemeriksaan sebuah tanda tangan dalam sebuah kuitansi yang dilakukan melalui Laboratorium Forensik sebagai sebuah alat bukti

9 dilihat dari perspektif Hukum Acara Pidana dan pengaruh hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik terhadap penjatuhan putusan oleh hakim dalam kasus pemalsuan surat (Studi pada Putusan No. 54/Pid.B/2013/PN.Blt). b. Memberikan manfaat untuk mengembangkan penalaran, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh kedalam peristiwa yang ada di dalam masyarakat. c. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan semasa perkuliahan dengan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. E. Metode Penelitian Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka untuk sampai pada suatu kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan bukanlah menjadi suatu ilmu akan tetapi hanya himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala antara satu dengan yang lain (Bambang Sunggono,2010:45) 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum (legal research) adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk menemukan koherensi, yaitu adakah aturan hukum yang sesuai dengan norma hukum dan adakah norma yang bersifat perintah atau larangan yang sesuai dengan prinsip hukum serta apakah tindakan seseorang tersebut sudah sesuai dengan norma hukum sehingga cukup disebut dengan penelitian yang bersifat normatif (Peter Mahmud Marzuki,2013:47-49) Dalam hal ini penulis menggunakan jenis penelitian normatif karena berkenaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap pengaruh pembuktian keaslian tanda tangan pada kuitansi melalui pemeriksaan laboratorium forensik terhadap putusan yang dijatuhkan hakim dalam perkara pemalsuan surat (Studi Putusan Pengadilan Negeri Blitar No. 54/Pid.B/2013/PN.Blt). Pada pengkajiannya,dibutuhkan penalaran dari

10 aspek hukum normatif yang merupakan ciri khas dari penelitian hukum normatif (Jhony Ibrahim,2006:127). 3. Sifat Penelitian Dalam sebuah penelitian hukum, merupakan sebuah penelitian yang digunakan untuk mencari pemecahan masalah atas isu hukum yang timbul. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogjanya atas isu yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki,2013:83). Untuk dapat memberikan preskripsi itulah guna keperluan praktik hukum dibutuhkan dalam penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki,2013:71). Dari definisi tersebut, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan katakteristik penulisan yang bersifat preskriptif mengenai hal yang akan dikaji yaitu, pembuktian keaslian tanda tanngan pada kuitansi melalui pemeriksaan laboratorium forensik dan pengaruhnya terhadap putusan yang dijatuhkan hakim dalam perkara pemalsuan surat (studi putusan Pengadilan Negri Blitar No. 54/Pid.B/2013/PN.Blt). 4. Pendekatan Penelitian Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatanpendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah pendekatan Undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case-approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparatif approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki,2013:133). Dari kelima jenis pendekatan penelitian yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki diatas, jenis pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan kasus (case approach) yaitu kasus pemalsuan tanda tangan dalam putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor: 54/Pid.B/2013/PN.Blt. commit Peneliti to user memilih pendekatan kasus karena

11 menurut penulis yang perlu dipahami adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. 5. Jenis Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumbersumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, yang berarti memiliki otoritas. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. (Peter Mahmud Marzuki,2013:181). Jenis bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis bahan hukum sekunder yang dari bahan hukum sekunder tersebut dapat diperoleh sumber bahan hukum primer dan sumber bahan sekunder. 6. Sumber Bahan Hukum Menurut Peter Mahmud Marzuki, didalam penelitian hukum tidak dikenal adanya data, dimana untuk memecahkan isu hukum dan memberikan gambaran maka diperlukan adanya sumber-sumber penelitian berupa bahan hukum. Sumber-sumber penelitian sebagai hukum dibedakan menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki,2013:181). Bahan Hukum yang digunakan oleh penulis adalah: a. Bahan hukum primer adalah: 1)Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP); 2)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 3)Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;dan 4)Putusan Pengadilan Negeri Blitar No.54/Pid.B/2013/PN.Blt.

12 b. Bahan hukum sekunder adalah: Semua penulisan publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi yang meliputi skripsi, desertasi, buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan. 7. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan sebuah cara untuk mendapatkan bahan kajian terhadap sebuah penelitian. Penelitian yang diangkat oleh penulis merupakan jenis penelitian doktrinal, sehingga dalam pengumpulan bahan hukum penulis melakukan dengan studi kepustakaan. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca, mengkaji, menganalisis dan membuat sejumlah catatan-catatan dari peraturan perundang-undangan, beberapa buku, jurnal, majalah, artikel dan literatur lainnya baik dari media cetak maupun elektronik yang relevan dengan kajian hukum yang sedang diteliti oleh penulis. 8. Teknik Analisis Bahan Hukum Secara umum jenis penelitian yang terbagi dalam jenis penelitian empiris dan normatif (doktrinal). Akan tetapi Peter Mahmud Marzuki tidak memberikan dikotomi dalam jenis penelitian hukum karena Ilmu hukum merupakan ilmu terapan, sehingga dalam melakukan penelitian hukum tidak diperlukan adanya hipotesis. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum juga merupakan penelitian hukum itu sendiri. Metode pemikiran dalam sebuah penelitian juga dibagi menjadi dua jenis yaitu metode pemikiran/analisis secara induksi dan deduksi. Metode pemikiran yang berpangkal secara induksi pada umunya digunakan pada jenis penelitian empiris, sedangkan metode pemikiran yang berpangkal secara deduksi pada umumnya digunakan pada jenis penelitian normatif (doktrinal). Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis silogisme deduktif. Dimana seperti pendapat Philipus M.Hadjon yang dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, bahwa penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan

13 premis mayor dan premis minor dari kedua premis tersebut yang kemudian ditarik suatu konklusi/kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki,2013:89-90). Sehingga dapat disimpulkan bahwa logika deduktif menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian dilanjutkan dengan menjelaskannya pada hal yang lebih khusus yang pada akhirnya dapat ditarik sebuah kesimpulan. Dari hasil penelitian hukum ini, premis mayor adalah aturan hukum (KUHAP), sedangkan premis minornya adalah Putusan Pengadilan Negeri Blitar No.54/Pid.B/2013/PN.Blt.dari dua premis tersebut dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah yang diteliti. F. Sistematika Penulisan Hukum Agar mempermudah pemahaman dalam pembahasan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi skripsi, penulisan hukum ini disusun dalam 4 (empat) bab yang dibagi dalam sub-sub bab. Adapun susunanya adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini, Penulis memaparkan tentang gambaran umum mengenai penulisan hukum yang mencakup : 1. Latar Belakang Masalah; 2. Perumusan Masalah; 3. Tujuan Penelitian; 4. Manfaat penelitian; 5. Metode Penelitian yang digunakan;dan 6. Sistematika Penulisan Hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, Penulis mengemukakan dua bab, yaitu : 1. Kerangka teori.

14 Pada sub-bab kerangka teori, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan judul. Antara lain tentang tinjauan umum teori pembuktian, tinjauan umum alat bukti dan kekuatan pembuktian, tinjauan umum laboratorium forensik dan tinjauan umum tentang putusan hakim. 2. Kerangka pemikiran. Pada sub-bab kerangka pemikiran penulis memaparkan kerangka pemikiran penulisan berisi alur pemikiran yang hendak ditempuh oleh Penulis, yang dituangkan dalam bentuk skema/bagan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, Penulis membahas dan menjawab rumusan dari permasalahan dari penelitian, yaitu: apakah pembuktian keaslian tanda tangan pada kuitansi melalui pemeriksaan Laboratorium Forensik sudah sesuai denngan ketentuan KUHAP, serta pengaruh pembuktian keaslian tanda tangan kuitansi sebagai alat bukti melalui pemeriksaan laboratorium forensik terhadap putusan yang dijatuhkan oleh hakim pada putusan nomor 54/Pid.B/2013.PN.Blt. BAB IV : PENUTUP Pada bab ini berisi simpulan dan saran-saran yang relevan dengan rumusan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN