JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

PERUBAHAN WARNA SUBSTRAT PADA DAERAH HUTAN MANGROVE DESA PASSO. (Change of Substrate Colour at Mangrove Forest in Passo Village)

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KERUSAKAN LINGKUNGAN

BAB III STUDI LITERATUR

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

Oleh: ANA KUSUMAWATI

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.1

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Cara menanggulangi pencemaran seperti pada gambar diatas adalah...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EMISI KARBON DARI SAMPAH PEMUKIMAN DENGAN PENDEKATAN METODE US-EPA DAN IPCC DI KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA PUSAT

ANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

STUDY ON THE SUSPENDED SOLIDS IN THE WEST COASTAL WATERS OF BENGKALIS. Arif Teguh Satria 1, Rifardi 2, Elizal 2 ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI DAN EVALUASI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADNIUM (Cd) DI AIR DAN SEDIMEN PADA PERAIRAN SUNGAI KOTA TARAKAN

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 8, Nomor 1, April 2012 AN APPROACH TO THE MANAGEMENT OF MUD CRAB Scylla serrata THROUGH THE REPRODUCTIVE STATUS OF MUD CRAB AND SOCIO-ECONOMY AND INSTITUTIONAL ASPECTS OF THE FISHERMEN AT PELITA JAYA, WEST SERAM DISTRICT ANALISIS EKONOMI TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI STRATEGI PENGELOLAAN BIVALVIA DI PERAIRAN PANTAI WAITATIRI BERDASARKAN TINGKAT PEMANFAATAN DAMPAK TOKSISITAS SUB KRONIS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) TERHADAP RESPONS HEMATOLOGI DAN PERTUMBUHAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) GROWTH AND MOULTING OF CRAYFISH TINGKAT PEMANFAATAN DAYA DUKUNG BIOMASSA STOK IKAN TERI MERAH (Encrasicholina heteroloba) DI TELUK AMBON DALAM KOMPOSISI DAN KEPADATAN SAMPAH ANORGANIK PADA BEBERAPA SUNGAI DI TELUK AMBON JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TRITON Vol. 8 No. 1 Hlm. 1-69 Ambon, April 2012 ISSN 1693-6493

62 Komposisi dan Kepadatan Sampah Anorganik KOMPOSISI DAN KEPADATAN SAMPAH ANORGANIK PADA BEBERAPA SUNGAI DI TELUK AMBON (Inorganic Waste Composition and Density in Several River at Ambon Bay) N. Chr. Tuhumury, J. W. Tuahatu dan S. H. Pelupessy Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Jl. Mr. Chr. Soplanit, Poka-Ambon ABSTRACT : High inorganic waste from human activity surrounding Ambon Bay could lead to water pollution in that area since that kind of waste almost impossible to be degraded. The objective of this study were to identify composition and density of inorganic waste from some river found in Ambon Bay. Waste samples were collected using Line Intercept Transect method. Kind of waste (garbage) identified in this study were as follows: plastics, rubber, woods/timber, empty can, clothes, and broken glasses/bottle. Total highest density of human waste/garbage was found at Waiheru River. Of all sorts of garbage type, plastics was the highest one and found at all river mouth observed with Waiheru was the highest density amounted for 3.26 pieces m -2 followed respectively by Wairhuhu with 2.29 pieces m -2, Wai Batu Merah with 2.22 pieces m -2, Waitomu with 1.32 pieces m -2, and Wailela with 0.92 pieces m -2. With the increase in population number which lead to increase in the use of plastic materials will further increase plastic waste density in Ambon Bay. Keywords : Inorganic waste, composition and density, human activity, water pollution, plastic waste PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat memberikan dampak positif bagi perekonomian suatu daerah melalui berkembangnya pusat-pusat perekonomian dalam upaya memenuhi segala kebutuhan masyarakat. Namun di sisi lain, dampak negatif dari tingginya pertambahan penduduk yaitu munculnya permasalahan pencemaran lingkungan khususnya sampah yang berasal dari masyarakat (Selanno, 2010; Kurniati dan Rizal, 2011). Sampah yang berasal dari masyarakat umumnya terdiri dari sampah organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme, dan sebaliknya sampah anorganik yang sulit diurai. Sampah ini menimbulkan masalah apabila penanganannya tidak tepat karena sampah dari masyarakat merupakan sisa kegiatan manusia yang tidak digunakan yang dihasilkan tiap hari.

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 62 69 63 Sampah organik dapat menimbulkan bau dan penyakit bagi lingkungan sekitar. Sampah organik berkontribusi meningkatkan emisi gas rumah kaca karena penumpukan sampah organik ini akan melepaskan gas metan (CH 4 ) dan karbondioksida (CO 2 ) (Rarastri, 2008). Sampah anorganik yang paling banyak dihasilkan dari masyarakat yaitu sampah plastik yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Namun sampah plastik yang dibuang dapat menimbulkan peramsalahan lain yaitu pencemaran tanah dan mengganggu estetika lingkungan. Permasalahan sampah juga muncul di perairan Teluk Ambon apalagi jika musim hujan. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan tingginya produksi sampah di Kota Ambon. Penduduk Kota Ambon tahun 2008 berjumlah 281.293 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 3,43 meningkat menjadi 331.254 jiwa pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan sebesar 16,31% (BPS, 2011). Beberapa sungai yang bermuara di Teluk Ambon akan memberikan kontribusi sampah ketika hujan berlangsung karena masyrakat yang bermukim di sekitar sungai memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini mempengaruhi kondisi daerah pesisir dan laut sebagai tempat bermuaranya sungai-sungai tersebut. Pada umumnya sampah yang berada pada daerah pesisir merupakan hasil dari aktifitas manusia yang kemudian dikelompokkan dalam pencemaran yang disebut faktor eksternal (Wardhana, 2004). Sampah yang tiba di daerah pesisir akan terperangkap pada komunitas mangrove dan akan mengganggu pertumbuhan anakan mangrove apabila tertutupi sampah plastik. Sampah plastik yang menumpuk juga akan menyebabkan banjir karena akan menyumbat saluran air. Kondisi seperti ini akan menimbulkan ketidakstabilan ekologi dimana masyarakat selaku pengguna sumberdaya ada di dalam sistem ekologi tersebut. Untuk itu sangat diperlukan penanganan sampah anorganik secara terpadu dengan melibatkan semua pihak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi komposisi dan menganalisis kepadatan sampah yang berasal dari beberapa sungai di Perairan Teluk Ambon. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2011 yang berlokasi di lima daerah muara sungai di Teluk Ambon yaitu muara Sungai Waiheru, Sungai Wairuhu (Desa Galala), Sungai Wailela (Negeri Rumah Tiga), Sungai Wai Batu Merah, dan muara Sungai Waitomu (Gambar 1). Metode pengambilan data primer masuk ke Teluk Ambon Dalam melalui sungai yaitu menggunakan metode Line Intercept Transect. Pada metode ini digunakan kuadran berukuran 5x5 meter, jarak antara kuadran 10 meter sedangkan jarak antara transek 25 meter. Sampel sampah yang telah diperoleh dalam tiap kuadran kemudian dipisahkan berdasarkan jenis. Kepadatan sampah dihitung dengan mengacu pada metoda transek yang dikemukakan oleh Krebs (1978), dalam Tuahatu dan Pattiasina (2005), yaitu : Kepadatan (jumlah tiap jenis sampah/ =

64 Komposisi dan Kepadatan Sampah Anorganik Perhitungan nilai kepadatan tiap jenis sampah secara keseluruhannya akan didapat dengan menghitung jumlah total setiap jenis sampah dibagi dengan total luas areal sampling dengan formula sebagai berikut : Kepadatan (jumlah tiap jenis sampah/ = Tiap jenis sampah anorganik berbeda menurut luas tutupan. Dengan ini untuk menghitung presentasi penutup sampah digunakan formula sebagai berikut : Penutupan (%) x 100% Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi dan Kepadatan Jenis-jenis Sampah Muara Sungai Wairuhu Jenis-jenis sampah yang teridentifikasi pada muara Sungai Wairuhu yaitu plastik, karet, kaleng, kain, kayu dan beling. Jenis sampah plastik mendominasi seluruh kuadran pada tiap transek. Kepadatan jenis sampah plastik tertinggi ditemukan pada Transek 5 Kuadran 19 (T5 K19) sebesar 19,12 jenis/m 2, sedangkan sampah anorganik jenis kaleng memiliki nilai kepadatan terendah (Gambar 2). Nilai kepadatan sampah anorganik cenderung lebih tinggi pada daerah muara sungai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang bermukim di sekitar sungai memanfaatkan aliran sungai sebagai tempat sampah. Sampah-sampah tersebut akan terbawa dan mengendap pada daerah yang rendah. Permasalahan yang muncul pada muara Sungai Wairuhu memang bukan hanya sedimentasi yang terjadi karena pembukaan lahan atas untuk pemukiman namun juga sampah. Hal ini sangat nyata terlihat dengan adanya sampah-sampah plastik dan botol-botol minuman plastik yang terbawa dari aliran sungai dan mengapung di perairan Teluk Ambon ketika berlangsungnya hujan.

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 62 69 65 Gambar 2. Kepadatan Jenis-jenis Sampah pada Muara Sungai Wairuhu Komposisi dan Kepadatan Jenis-jenis Sampah Muara Sungai Waiheru Pada muara Sungai Waiheru diperoleh nilai kepadatan jenis sampah plastik tertinggi pada T2 K3 sebesar 7,24 jenis/m 2 dan T3 K5 sebesar 5,12 jenis/m 2 (Gambar 3). Kepadatan jenis sampah terendah terdapat pada daerah transek 4 karena berada pada aliran sungai sehingga terbawa arus sungai. Tingginya kepadatan jenis sampah pada transek 2 dan 3 disebabkan oleh keberadaan mangrove dimana akar-akar mangrove menjadi perangkap sampah anorganik yang terbawa atau dibuang langsung oleh masyarakat sekitar. Keberadaan sampah pada daerah mangrove dapat mengganggu organisme yang berasosiasi dengan mangrove khususnya sumberdaya moluska. Tertutupnya substrat mangrove oleh sampah anorganik akan mengganggu habitat sumberdaya tersebut yang hidup di daerah dasar. Sampah plastik memiliki pengaruh sangat besar terhadap lingkungan terutama terhadap pertumbuhan lamun dan mangrove sehingga menyebabkan kematian (Supriharyono, 2000). Gambar 3. Kepadatan Jenis-jenis Sampah pada Muara Sungai Waiheru

66 Komposisi dan Kepadatan Sampah Anorganik Komposisi dan Kepadatan Jenis-jenis Sampah Muara Sungai Batu Merah Kepadatan jenis sampah plastik tertinggi di muara Sungai Batu Merah terdapat pada transek 4 sebesar 4,52 jenis/m 2 (Gambar 4). Seperti diketahui bahwa daerah pinggiran Sungai Batu Merah sangat padat penduduk sehingga sungai dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah karena letak rumah yang membelakangi sungai sehingga memudahkan pembuangan sampah ke sungai. Padatnya pemukiman di daerah ini ditunjang dengan aktivitas pasar tradisional pada daerah muara sungai meningkatkan jumlah sampah baik organik maupun anorganik yang dihasilkan. Gambar 4. Kepadatan Jenis-jenis Sampah pada Muara Sungai Batu Merah. Komposisi dan Kepadatan Jenis-jenis Sampah Muara Sungai Batu Merah Pada muara Sungai Wailela diperoleh tingkat kepadatan jenis sampah tertinggi didominasi oleh sampah plastik yang berada pada transek 1 sebesar 3,56 jenis/m (Gambar 5). Terdapat juga sampah kayu yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat industri meubel skala rumah tangga. Dibandingkan dengan kelima stasiun pengamatan, kepadatan jenis sampah plastik dan sampah organik lainnya pada muara Sungai Batu Merah lebih kecil. Kepadatan penduduk yang bermukim di sekitar daerah aliran sungai lebih kecil dibandingkan dengan daerah sungai lainnya, sehingga kontribusi sampah yang berasal dari rumah tangga juga lebih kecil. Gambar 5. Kepadatan Jenis-jenis Sampah pada Muara Sungai Wailela

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 62 69 67 Komposisi dan Kepadatan Jenis-jenis Sampah Muara Sungai Waitomu Kepadatan jenis sampah plastik tetap mendominasi sampah anorganik yang ditemukan di muara Sungai Waitomu. Kepadatan tertinggi terdapat pada transek 1 yaitu sebesar 4,00 jenis/m 2 (Gambar 6). Sungai Waitomu merupakan sungai dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi yang berkontribusi pada keberadaan sampah di perairan sungai tersebut. Sampah padat berupa plastik, kaleng, zenk, stirofom yang dihasilkan di Sungai Waitomu sebesar 73,52% atau 892,095 m 3 /tahun (Tuhumury, dkk., 2011). Walaupun demikian telah dilakukan upaya mengurangi sampah yang dihasilkan pada muara Sungai Waitomu. Aktivitas perdagangan berupa rumah makan dan pertokoan yang terdapat di pinggiran sungai telah dibongkar dan dibersihkan, sehingga mengurangi jenis sampah yang dibuang ke sungai tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya kepadatan jenis sampah yang ditemukan pada tiap kuadran pengamatan. Penataan ruang terhadap aktivitas masyarakat di sekitar sungai memberikan dampak positif bagi permasalahan pencemaran sampah yang terjadi. Gambar 6. Kepadatan Jenis-jenis Sampah pada Muara Sungai Waitomu. Kepadatan Total Jenis-jenis Sampah Kepadatan total tertinggi jenis sampah pada kelima muara sungai di Teluk Ambon terdapat pada muara Sungai Waiheru (Tabel 1). Kepadatan sampah jenis plastik mendominasi pada kelima muara sungai dengan nilai tertinggi 3,26 jenis/m 2 pada muara Sungai Waiheru. Komposisi sampah jenis plastik per hari di Kota Ambon pada tahun 2008 sebesar 23,80% dan meningkat menjadi 24,00% di tahun 2010 (BPS, 2011). Hal ini disebabkan lokasi tersebut memiliki letak sungai yang berbatasan langsung dengan pemukiman warga sehingga aktivitas pembuangan sampah akan terkonsentrasi di sungai, yang menyebabkan penumpukan sampah pada muara sungai. Selain itu, Sungai Waiheru memiliki kepadatan dan kerapatan hutan mangrove yang tinggi sehingga dengan mudah sampah dapat terperangkap pada akar-akar mangrove dan anakan mangrove. Faktor oseanografi juga mempunyai peranan penting dalam penyebaran polutan (sampah) pada suatu perairan seperti musim dan arus (Dahuri, dkk., 1996). Musim penghujan yang berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan sampah terbawa. Pada saat itu juga sampah dengan jumlah yang besar akan terbawa oleh arus dan akan menumpuk pada suatu tempat sehingga berdampah negatif terhadap sistem

68 Komposisi dan Kepadatan Sampah Anorganik ekologi daerah tersebut. Bertolak dari salah satu fungsi mangrove sebagai ekowisata, maka pencemaran sampah dapat mengurangi nilai keindahan sehingga menurunkan potensi wisata dari ekosistem mangrove di Teluk Ambon. Pada muara Sungai Wailela diperoleh jenis sampah kayu sebesar 1,02 jenis/m 2. Sampah kayu yang masuk ke sungai akan tertahan pada badan sungai dengan kecepatan arus yang kecil. Tabel 1. Kepadatan Total Jenis Sampah (jenis/m 2 ) pada Muara Sungai di Teluk Ambon Jenis Sampah Lokasi Pengambilan Sampel Waiheru Wairuhu Wailela Wai Bt.Mrh Waitomu Plastik 3,26 2,29 0,92 2,22 1,32 Karet 0,97 0,26 0,24 0,62 0,48 Kaleng 0,21 0,18 0,23 0,17 0,10 Kayu 0,94 0,42 1,02 0,56 0,45 Kain 0,79 0,37 0,13 0,57 0,28 Beling 0,31 0,31 0,29 0,32 0,22 Persen (%) Penutupan Sampah Persentase penutupan jenis sampah tertinggi ditemukan pada sampah plastik di muara Sungai Wairuhu sebesar 58,40% (Gambar 7). Hal ini berarti bahwa nilai kepadatan total sampah plastik yang tertinggi di muara Sungai Waiheru tidak mutlak menunjukkan nilai persentase penutupan yang terbesar. Jumlah sampah plastik yang ditemukan dapat tersebar dan tidak menutupi keseluruhan kuadran pengamatan. Sampah plastik di muara Sungai Wairuhu mendominasi dan menutupi tiap kuadran pengamatan. Gambar 7. Persentase Penutupan (%) Jenis Sampah pada Beberapa Sungai di Teluk Ambon

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 62 69 69 Pada muara Sungai Waiheru diperoleh nilai persentase penutupan sampah plastik sebesar 43,00%, sedangkan yang terendah pada jenis kaleng sebesar 3,50%. Nilai persentase penutupan sampah plastik pada muara Sungai Batu Merah sebesar 34,00%, sedangkan jenis sampah kaleng memiliki nilai sebesar 2,77%. Diduga bahwa jenis sampah kaleng tersebut telah mengendap pada aliran sungai bagian tengah karena berat kaleng yang memungkinkan jenis sampah ini tenggelam, dibandingkan dengan jenis sampah plastik yang ringan dan mengapung. Di samping itu, jenis sampah kaleng juga umumnya digunakan kembali oleh masyarakat untuk dijual. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komposisi jenis sampah yang ditemukan pada kelima sungai yang bermuara di Teluk Ambon yaitu jenis sampah plastik, karet, kaleng, beling, kayu dan kain. Jenis sampah plastik memiliki nilai kepadatan tertinggi pada kelima sungai tersebut. Kepadatan total jenis sampah plastik tertinggi ditemukan pada muara Sungai Waiheru. Persentase penutupan sampah plastik tertinggi ditemukan pada muara Sungai Wairuhu Desa Galala. Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh yaitu perlu adanya penelitian lanjutan tentang dampak sampah baik itu sampah organik maupun anorganik terhadap ekosistem pesisir dan laut. Perlu adanya penanggulangan sampah secara terpadu berbasis masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah dan dampaknya bagi kestabilan ekologi. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. Kota Ambon Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kota Ambon. Dahuri, R. H., Rais, J., Ginting, S.P dan Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya. Jakarta, Indonesia. Kurniati, D. R. dan M. Rizal. 2011. Pemanfaatan Hasil Pengelolaan Sampah Sebagai Alternatif Bahan Bangunan Konstruksi. Jurnal SMARTek Vol. 9 No. 1. Hal. 47 60. Rarastri, A. D. 2008. Kontribusi Sampah Terhadap Pemanasan Global. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Selanno, D.A.J. 2010. Alih Fungsi Sungai Sebagai Tempat Pembuangan Sampah dan Strategi Pengendaliannya. Jurnal Triton Vol.6 No.2. Hal 19-29. Supriharyono, 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta. Tuahatu, J.W., dan Pattiasina, B.J., 2005. Komposisi dan Distribusi Jenis Sampah Domestik pada Ekosistem Mangrove di Passo dam Waiheru Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ichthyos. Vol 4 No. 2 Juli 2005. Hal 55-60. Tuhumury, N. Chr., J. W. Tuahatu., S. Gaspersz. 2011. Waste Charges on River of Waitomu. Prodising Internasional Seminar of Postgraduate Indonesia Forum. Postgraduate Pattimura University and Forum Pimpinan Pascasarjana Indonesia. Wardhana A.W. 1999; 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal: 459.