BAB II TINJAUAN PUSTAKA. GFR < 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

Nova Faradilla, S. Ked

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serta terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

PENDAHULUAN. Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BY : Cang Cool gitu loh. Bismillah hirrahmanirrahim Ass. Wr. Wb

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PengertianDrug Related Problems Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

( CKD ) Pembimbing :

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

BAB 2. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien di ruang 28

ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ginjal kita dan cara kerjanya

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian Ilmu Penyakit Dalam.

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease 2.1.1 Definisi Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002). 2.1.2 Etiologi Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).

7 2.1.3 Klasifikasi Stadium Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National Kidney Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD: Tabel 2.1 Stadium CKD. Stadium 1 2 Deskripsi Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, abnormalitas struktur atau ciri genetik menunjukkan adanya penyakit ginjal Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain (seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya penyakit ginjal GFR (ml/menit/1.73 m 2 ) 90 60-89 3a 3b Penurunan sedang fungsi ginjal Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59 30-44 4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29 5 Gagal ginjal <15 Sumber: (The Renal Association, 2013)

8 Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010). Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal ginjal. Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005). Kadar BUN dapat diukur dengan rumus berikut (Hosten, 1990): 28 60 Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal dimana pasien tidak menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta kadar BUN normal. Gangguan pada fungsi ginjal baru dapat terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang berat seperti tes pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti (Wilson, 2005). Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya sebesar 75%. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat melebihi nilai normal, namun masih ringan. Pasien dengan insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa gejala seperti nokturia dan poliuria akibat gangguan kemampuan pemekatan.

9 Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala ini, sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Wilson, 2005). Stadium akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan endstage renal disease (ESRD). Stadium ini terjadi apabila sekitar 90% masa nefron telah hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum sangat mencolok. Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau bahkan kurang. Pasien merasakan gejala yang cukup berat dikarenakan ginjal yang sudah tidak dapat lagi bekerja mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010, urin menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien biasanya mengalami oligouria (pengeluran urin < 500mL/hari). Sindrom uremik yang terjadi akan mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian bila tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005). 2.1.4 Patofisiologi Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan

10 aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009). Gambar 2.1 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Potongan Lintang Ginjal Sumber: (McAlexander, 2015) Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh

11 dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009). Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014).

12 2.1.5 Gambaran Klinis Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Pada GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien membutuhkan RRT (Suwitra, 2009). 2.1.6 Penegakan Diagnosis Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak langsung. Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan isotope scanning dapat

13 mendeteksi beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari urinalisis. Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan kebocoran sel darah merah atau protein. Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau proteinuria (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-Gault (Suwitra, 2009). Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin (Willems et al., 2013). = 0,85 = Pengukuran GFR dapat juga dilakukan dengan menggunakan rumus lain, salah satunya adalah CKD-EPI creatinine equation (National Kidney Foundation, 2015).

14 141 min,1 max,1, 0,993 1,018 jika wanita 1,159 jika ras hitam Keterangan : κ wanita = 0,7 κ pria = 0,9 α wanita = - 0,329 α pria = - 0,441 Scr = kreatinin serum (mg/dl) Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui pengukuran Cystatin C. Cystatin C merupakan protein berat molekul rendah (13kD) yang disintesis oleh semua sel berinti dan ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia. Kadarnya dalam darah dapat menggambarkan GFR sehingga Cystatin C merupakan penanda endogen yang ideal (Yaswir & Maiyesi, 2012). 2.1.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat dilihat pada tabel berikut ini:

15 Tabel 2.2. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai Stadium. Stadium GFR (ml/menit/1,73m 2 ) Rencana Tatalaksana 1 90 Observasi, kontrol tekanan darah 2 60 89 Observasi, kontrol tekanan darah dan faktor risiko 3a 3b 45 59 30 44 Observasi, kontrol tekanan darah dan faktor risiko 4 15 29 persiapan untuk RRT 5 < 15 RRT Sumber: (Suwitra, 2009; The Renal Association, 2013) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan

16 pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009). 2.2 Hemodialisis 2.2.1 Definisi Hemodialisis merupakan proses difus melintasi membrana semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang diinginkan (Carpenter & Lazarus, 2000). Proses ini menggantikan sebagian faal eksresi ginjal yang ditujukan untuk mempertahankan hidup pasien (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009). Hemodialisis merupakan salah satu metode RRT yang paling umum digunakan dalam penanganan pasien ESRD (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006). 2.2.2 Prosedur Hal penting yang perlu diperhatikan sebelum memulai hemodialisis adalah mempersiapkan akses vaskular, yaitu suatu tempat pada tubuh dimana darah diambil dan dikembalikan. Persiapan ini dibutuhkan untuk lebih memudahkan prosedur hemodialisis sehingga komplikasi yang timbul dapat diminimalisir (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006).

17 Akses vaskular dapat berupa fistula, graft, atau kateter. Fistula dibuat dengan menyatukan sebuah arteri dengan vena terdekat yang terletak di bawah kulit untuk menjadikan pembuluh darah lebih besar. Graft merupakan akses lain yang dapat digunakan apabila pembuluh darah tidak cocok untuk fistula. Pembuatan graft ini dilakukan dengan cara menyatukan arteri dan vena terdekat dengan tabung sintetis kecil yang diletakkan di bawah kulit. Akses ketiga yang dapat digunakan adalah pemasangan kateter. Kateter dipasang pada vena besar di leher atau dada sebagai akses permanen ketika fistula dan graft tidak dapat dipasang. Kateter ini kemudian akan secara langsung dihubungkan dengan tabung dialisis dan tidak lagi menggunakan jarum (National Kidney Foundation, 2007). Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen terpisah (Rahardjo et al., 2009). Salah satu kompartemen berisikan darah pasien dan kompartemen lainnya berisikan cairan dialisat (National Kidney Foundation, 2007). Dialisat merupakan suatu cairan yang terdapat dalam dialiser yang membantu membuang zat sisa dan kelebihan cairan pada tubuh (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006). Cairan ini berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen (Rahardjo et al., 2009).

18 Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh suatu membran. Dialisat dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsenstrasi karena zat terlarut berpindah dari konsenterasi tinggi ke konsenterasi rendah sampai konsenterasi zat pelarut sama di kedua kompartemen (difusi) (Rahardjo et al., 2009). Hal ini yang menyebabkan terjadinya perpindahan zat sisa seperti urea, kreatinin dan kelebihan cairan dari dalam darah. Sel darah, protein dan zat penting lainnya tidak ikut berpindah dikarenakan molekulnya yang besar sehingga tidak dapat melewati membran (National Kidney Foundation, 2007). 2.3 Imunodefisiensi pada Pasien ESRD Berdasarkan data dari United States Renal Data System (USRDS), pasien yang menjalani hemodialisis mengalami peningkatan angka morbiditas dan rawat inap terkait dengan infeksi. Antara tahun 1993 sampai 2012 peningkatan angka rawat inap pasien ESRD yang terjangkit infeksi mencapai 34% (United States Renal Data System, 2014). Keadaan ini menyumbangkan 15% penyebab kematian pada pasien ESRD (Allon et al., 2003). Uremia dan kontak ulang dengan dialiser dianggap sebagai suatu faktor penting yang mempengaruhi respon sistem imun (Amore & Coppo, 2002). Hal ini menstimulasi limfosit sehingga menjadi penyebab terjadinya imunodefisiensi. Keadaan imunodefisiensi inilah yang

19 kemudian membuat pasien ESRD menjadi rentan terhadap infeksi (Lisowska et al., 2014) Normalnya, sel B dapat mengenali antigen polisakarida secara langsung dan sel T spesifik mengenali antigen lainnya. Namun pada keadaan uremia, terjadi kerusakan pada fungsi sel T (Beaman et al., 1989; Girndt et al., 2001). Sel B dan T berfungsi dengan normal apabila terdapat sinyal yang baik pula dari antigen-presenting cells (APC). Pada ESRD terdapat kerusakan fungsi pada kostimulasi APC sehingga menyebabkan gangguan aktivasi efektor limfosit (Girndt et al., 2001). Jumlah leukosit pada pasien dialisis normal, namun terdapat limfopenia akibat peningkatan apoptosis limfosit perifer (Amore & Coppo, 2002; Saad et al., 2014).

20 2.4 Kerangka Pemikiran 2.4.1 Kerangka Teori CKD kreatinin serum (>6mEq/L) 15 GFR <15 Hiperkalemia >6mmol/L Uremia (ureum >200 mg/dl) Asidosis (PH <7,1, bikarbonat <12mEq/L) Anemia renal Hemodialisis Peningkatan apoptosis limfosit B dan T pre post Hb Ureum Kreatinin Limfosit Perburukan Hb Perbaikan ureum Perbaikan kreatinin Limfopenia Gangguan sistem imun Risiko infeksi sekunder Gambar 2.2. Kerangka Teori.

21 2.4.2 Kerangka Konsep CKD GFR <15 Uremia (ureum >200 mg/dl) Variabel Independent Hemodialisis pre post Variabel Dependent Limfopenia Perburukan limfopenia Gambar 2.3. Kerangka Konsep. 2.5 Hipotesis Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah: H 0 H 1 : Tidak terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis : Terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis