PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR,

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

ABSTRACT. Keywords: EIT wave, CME, Solar radio burst, Flare ABSTRAK

ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

ANCAMAN BADAI MATAHARI

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

SEMBURAN RADIO MATAHARI SEBAGAI INDIKATOR CUACA ANTARIKSA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

Semburan Radio Tipe III Sebagai Indikator... (Suratno et al.)

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

ANALIS1S EVOLUSI GRUP SUNSPOTSPD WATUKOSEK UNTUK MEMPEROLEH INDIKATOR KEMUNCULAN FLARE

Buldan Muslim Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

Copyright all right reserved

SIMULASI MAGNETOHIDRODINAMIKA NON-IDEAL PADA INTERAKSI BADAI MATAHARI TERHADAP PLANET VENUS

LATIHAN UJIAN NASIONAL

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

KESETARAAN KECEPATAN GELOMBANG KEJUT SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II DAN LONTARAN MASSA KORONA

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

Hak Cipta 2014 Penerbit Erlangga

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE. Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Sifat Gelombang

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2017 / 2018 DINAS PENDIDIKAN DKI JAKARTA

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

Fisika Umum (MA 301) Cahaya

METODE NON-LINIER FITTING UNTUK PRAKIRAAN SIKLUS MATAHARI KE-24

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

UN SMA IPA 2009 Fisika

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2004

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

UM UGM 2017 Fisika. Soal

Cahaya membawaku ke bulan

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH (2011/2012) Sman 8 pekanbaru

KISI-KISI SOAL. Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Materi Indikator Soal Bentuk Soal No. Soal

Angin Meridional. Analisis Spektrum

1. Di bawah ini adalah pengukuran panjang benda dengan menggunakan jangka sorong. Hasil pengukuran ini sebaiknya dilaporkan sebagai...

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2007

Fisika Modern (Teori Atom)

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Transkripsi:

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 8 No. 2 Juni 2013 :78-85 PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE) Agustinus Gunawan Admiranto Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan e-mail: gun_agustinus@yahoo.com ABSTRACT Homologous flares occured on May 13, 14, and 15, 2013. These flares triggered other phenomena, such as type II and III solar radio bursts, Moreton wave radiation, chromospheric evaporation, and the formation of coronal loops. In this respect the flare that occured on May 13 was analyzed more closely to see the occurence of a chromospheric evaporation using kymograph analysis in the ImageJ software. The analyzed phenomena were solar radio bursts and the formation of coronal loops. From these analysis it was concluded that the chromospheric evaporation was indeed happened, which was detected from the upward moving high velocity motion particles. Keywords: Homologous flare, Chromospheric evaporation, Solar radio burst, Coronal loop ABSTRAK Pada tanggal 13, 14, dan 15 Mei 2013 berlangsung peristiwa flare homolog yang menghasilkan beberapa gejala fisis lain seperti semburan radio tipe II dan III, pelontaran massa korona, pancaran gelombang Moreton, dan penguapan kromosfer. Secara khusus telaah ini meninjau fenomena penguapan kromosfer, dengan melakukan telaah pada pancaran busur korona dan semburan yang diamati dalam panjang gelombang radio. Data yang dipakai adalah data pengamatan matahari dalam panjang gelombang Hα dan pengamatan dalam panjang gelombang radio, dan kecepatan penguapan kromosfer dihitung menggunakan metode kymograph pada perangkat lunak ImageJ. Berdasarkan analisis ini dapat disimpulkan bahwa pada tanggal 13 Mei 2013 memang benar terjadi peristiwa penguapan kromosfer dengan kecepatan yang cukup besar. Kata kunci: Flare homolog, Penguapan kromosfer, Semburan radio, Busur korona 1 PENDAHULUAN Matahari sekarang sedang dalam keadaan semakin aktif. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya daerah aktif di permukaannya, serta semakin banyaknya peristiwa dahsyat seperti flare dan pelontaran massa korona. Pengamatan aktivitas matahari semakin banyak dilakukan dengan bertambahnya armada pengamatan matahari, terutama yang dilakukan dari angkasa luar seperti SOHO, TRACE, Hinode dan sebagainya. Saat peristiwa-peristiwa tersebut ber- 78 langsung, banyak kesempatan yang didapat untuk merekam berbagai fenomena fisik yang kemudian bisa dipakai untuk mendapatkan penjelasan tentang gambaran besar pada peristiwa flare atau pelontaran massa korona tersebut. Salah satu peristiwa yang akan ditelaah dalam rangka mendapatkan gambaran mengenai fenomena fisis yang menyertai peristiwa flare atau pelontaran massa korona adalah penguapan kromosfer. Peristiwa penguapan kromosfer

Penguapan Kromosfer yang Terkait...(Agustinus Gunawan Admiranto) adalah sebuah peristiwa pergerakan materi kromosfer ke atas dengan kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan lepasnya materi dari kromosfer tersebut melalui elektron nontermal atau konduksi termal (Li dan Ding, 2011). Menurut Ding et al. (1996) penguapan kromosfer itu sendiri terjadi ketika daerah transisi mengalami pemanasan oleh arus elektron non termal yang datang padanya atau secara termal oleh radiasi yang datang dari puncak busur. Pada sebuah peristiwa penguapan kromosfer, pergerakan materi yang bergerak ke atas bisa diikuti dengan pergerakan ke bawah yang kemudian disebut sebagai kondensasi kromosfer. Peristiwa penguapan kromosfer bisa diamati dalam panjang gelombang sinar X dan Hα (Aschwanden dan Benz, 1995). Meskipun demikian, pengamatan dalam panjang gelombang lain juga sudah dilakukan oleh kedua peneliti di atas seperti dalam panjang gelombang radio. Ada beberapa pengamatan flare yang terkait dengan peristiwa penguapan kromosfer, di antaranya yang dilakukan Cauzzi et al (2000). Mereka mengamati flare yang berlangsung tanggal 26 Mei 2001 di daerah aktif NOAA 9468 dan menelaah penguapan kromosfer yang berlangsung. Mereka mendapatkan bahwa mekanisme peristiwa penguapan kromosfer ini cocok dengan yang sudah diramalkan oleh teori. Tulisan ini menelaah peristiwa flare yang berlangsung pada tanggal 13 Mei 2013, yang berpuncak pada pukul 2:17 UT. Berbagai penelitian sebelumnya melakukan telaah spektroskopik menggunakan pergeseran Doppler garis-garis spektrum tertentu untuk menentukan kecepatan pergerakan materi yang terlibat dalam penguapan kromosfer (Ding et al., 1996; Silva et al., 1997), sedangkan tulisan ini menelaah dinamika lontaran partikel yang teramati dalam panjang gelombang Hα dan gelombang radio untuk mengetahui apakah penguapan kromosfer itu terjadi atau tidak. Data dan reduksi data dibahas di bagian 2, hasil reduksi data dipaparkan di bagian 3, sedangkan hasil dan pembahasan diuraikan di bagian 4. 2 LANDASAN TEORI Dalam model standar flare, rekoneksi magnet merupakan mekanisme utama pelepasan energi dalam mempercepat partikel-partikel bermuatan yang terdapat di korona. Partikel-partikel bermuatan ini kemudian dihantarkan ke arah bawah ke kromosfer bawah melalui garis-garis gaya medan magnet. Selanjutnya, di daerah kromosfer partikel-partikel yang mendapatkan tekanan tersebut kemudian bergerak ke atas sepanjang garis gaya medan magnet, dan pergerakan ini diberi nama penguapan kromosfer (Ning et al. 2009). Penguapan kromosfer bisa digolongkan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat tenang dan yang bersifat eksplosif. Kedua jenis penguapan ini dibedakan dari fluks elektron yang dipancarkannya. Bila fluks elektron 10 10 erg/cm 2 /detik, maka yang berlangsung adalah penguapan tenang, dan bila fluks elektron yang dilontarkan 3x10 10 erg/cm 2 /detik maka penguapan kromosfer yang dimaksud adalah sebuah penguapan eksplosif (Milligan et al., 2006). Selanjutnya, Brosius dan Holman (2007) mengamati sebuah flare yang memiliki kelas sinar X M1.6 yang terjadi pada tanggal 22 Juli 2004. Mereka mendapatkan adanya penguapan kromosfer yang bersifat eksplosif akibat flare yang diakibatkan oleh pancaran elektron yang datang dari sumber pancaran flare yang bersangkutan. Haerendel (2009) menelaah mekanisme berlangsungnya sebuah penguapan kromosfer secara teoretis. Ia mengatakan bahwa penguapan kromosfer terjadi ketika sebuah gelombang Alfven yang menjalar di dalam sebuah tabung fluks kemudian dilepaskan ke atas ke arah kromosfer ketika sampai di puncak busur tabung fluks tersebut. 79

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 8 No. 2 Juni 2013 :78-85 Selanjutnya ia mencoba memperkirakan mekanisme apa yang mengakibatkan adanya disipasi gelombang Alfven, dan menurutnya ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu tumbukan ion dengan partikel netral, tumbukan Coulomb (tumbukan partikelpartikel bermuatan di dalam medan listrik yang mereka timbulkan), atau disipasi melalui turbulensi dalam penjalaran gelombang di daerah kromosfer tersebut. Dari telaah yang dilakukannya, ia dapatkan bahwa mekanisme yang paling mungkin bagi berlangsungnya penguapan kromosfer ini adalah proses peredaman yang disebabkan oleh penjalaran gelombang Alfven ke arah kromosfer tersebut. Yokoyama dan Shibata (1998) melakukan telaah numerik pada peristiwa flare dengan menggunakan model rekoneksi magnet. Mereka mengawali model ini dengan melakukan telaah pada sebuah busur yang mengalami gangguan dan gangguan ini mengakibatkan adanya aliran materi dari kromosfer ke arah korona. Di sini didapat bahwa kerapatan partikel yang bergerak ini lebih tinggi kerapatan partikel sekelilingnya. Gambar 2-1: Gambaran skematis menurut Haerendel (2009) tentang peristiwa penguapan kromosfer akibat hantaran partikel di dalam sebuah tabung fluks yang kemudian dilepaskan ke daerah kromosfer Gambar 2-2: Model penguapan kromosfer menurut Yokoyama dan Shibata (1998). Tampak adanya aliran materi dari kromosfer ke arah korona yang ditafsirkan sebagai peristiwa penguapan kromosfer (Yokoyama dan Shibata, 1998) 80

Penguapan Kromosfer yang Terkait...(Agustinus Gunawan Admiranto) 3 DATA DAN REDUKSI DATA 3.1 Pengamatan Dalam Panjang Gelombang Hα Peristiwa penguapan kromosfer diamati pada flare homolog yang berlangsung pada tanggal 13, 14, dan 15 Mei 2013 di daerah aktif NOAA 1748, di mana kekuatan flare yang muncul adalah kelas X1.7 (13 Mei pukul 02:17 UT), kelas X2.8 (13 Mei pukul 16:09 UT), kelas X3.2 (14 Mei pukul 01:17 UT), dan kelas X1.2 (15 Mei pukul 01:52). Telaah ini meninjau flare tanggal 13 Mei secara lebih mendalam, terutama pada pukul 02:17 UT karena flare ini muncul di tepi piringan matahari, sehingga busur partikel yang terkungkung medan magnet tersebut menjadi kelihatan. Data yang dipakai adalah data pengamatan dalam panjang gelombang Hα yang diperoleh dari Big Bear Solar Observatory, citra Hα dari situs Global Oscillation Network Group (GONG, dan data pancaran gelombang radio dari Culgoora Observatory, Australia. Selain itu, diambil juga data dalam white light untuk melihat posisi daerah yang bersangkutan pada piringan matahari. Data fluks pancaran sinar X dari matahari didapat dari pengamatan satelit GOES. Data ini dipakai untuk melihat seberapa kuat pancaran radiasi sinar X di hari yang bersangkutan relatif terhadap hari lain. Dalam hubungan ini, dilakukan analisis time slice pada busur korona yang terkait dengan flare tersebut. Di sini digunakan data citra Hα matahari yang menampilkan busur di tepi piringan matahari. Data yang diambil adalah sejumlah 61 buah yang diambil antara pukul 16:00 sampai 17:00 UT dengan selang pengambilan gambar 1 menit. Tempat kedudukan busur yang dianalisis ditunjukkan di Gambar 3-2. Analisis time slice yang dimaksud di atas dilakukan menggunakan tool kymograph pada perangkat lunak ImageJ. Cara ini dipakai untuk melihat pergerakan materi dalam waktu dan dari sini bisa ditentukan kecepatan pergerakan materi tersebut. Cara kerja metode ini adalah menumpuk 61 buah gambar menjadi satu dan pada tumpukan gambar ini ditarik garis pada citra busur korona sehingga pada garis ini akan kelihatan perubahan posisi puncak busur sehingga kecepatan pergerakan busur bisa dihitung. Gambar hasil analisis time slice ini bisa dilihat pada Gambar 3-3. Gambar 3-1: Kuat pancaran flare dalam panjang gelombang sinar X yang diambil menggunakan satelit GOES (tanda panah) 81

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 8 No. 2 Juni 2013 :78-85 Gambar 3-2: Busur di tepi piringan matahari yang menjadi tempat berlangsungnya proses penguapan kromosfer peristiwa penguapan kromosfer, di mana peristiwa lain yang muncul akibat penguapan kromosfer ini adalah munculnya pancaran radiasi dalam gelombang radio yang akan diuraikan di bawah. 3.2 Semburan Dalam Panjang Gelombang Radio Gambar 3-3: Pola kymograph yang merupakan hasil analisis time slice dalam rangka menentukan kecepatan pergerakan busur partikel saat berlangsungnya penguapan kromosfer Gambar 3-3 menunjukkan bahwa materi yang bergerak ke atas mengalami perlambatan dan perhitungan pada pergerakan busur di atas menunjukkan bahwa materi busur bergerak dengan kecepatan rata-rata sebesar 12,23 km/detik. Peristiwa pergerakan materi bisa dilihat sebagai dampak lain dari 82 Terkait dengan peristiwa flare tersebut, dalam panjang gelombang radio teramati adanya semburan radio yang teramati di berbagai stasiun, termasuk dari Culgoora sebagaimana terlihat pada Gambar 3-4. Dengan menggunakan tool untuk menghitung kecepatan yang terdapat pada situs Culgoora didapat bahwa kecepatan gelombang kejut semburan radio tipe II yang dihasilkan oleh flare ini memiliki kecepatan sebesar 1559 km/detik, sedangkan kecepatan partikel yang dihasilkan oleh semburan radio tipe III adalah sebesar 33919 km/detik. Harga kecepatan yang diperoleh di sini jauh lebih besar bisa dibandingkan dengan harga kecepatan gerakan di kromosfer yang berada dalam orde sekitar 100-1000 km/detik (Ding et al. 1996; Cauzzi et al. 2002).

Penguapan Kromosfer yang Terkait...(Agustinus Gunawan Admiranto) Gambar 3-4: Semburan radio yang berlangsung pada tanggal 13 Mei 2013, yang bersesuaian waktu dengan puncak flare pada tanggal itu. Tampak adanya semburan tipe II (di sebelah kanan) dan tipe III (di sebelah kiri) 4 PEMBAHASAN Ketika terjadi penguapan kromosfer, partikel-partikel yang dilontarkannya bertemu dengan partikelpartikel yang terdapat di angkasa matahari. Hal ini mengakibatkan dua fenomena yang berbeda, yaitu semburan tipe II dan tipe III. Semburan radio tipe II diakibatkan oleh tumbukan partikel energi tinggi dengan plasma yang terdapat di angkasa matahari. Ketika partikel-partikel ini bertumbukan dengan plasma tersebut, terjadilah pancaran radiasi dalam gelombang radio. Frekuensi radiasi ini bergantung pada kerapatan plasma yang dijumpainya. Oleh sebab itu, di sini terjadi pergeseran frekuensi radiasi yang ditunjukkan dengan adanya pola yang secara skematis memiliki kemiringan tertentu. Semburan tipe III yang di dalam Gambar 3-4 memiliki kemiringan yang berbeda dengan yang dimiliki semburan tipe II karena semburan ini berasal dari partikel yang langsung dilontarkan ke angkasa. Itulah sebabnya kecepatan partikel yang diturunkan dari gambar di atas nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang dimiliki semburan tipe II. Kedua fenomena di atas serta adanya busur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-2 memberikan indikasi kuat bahwa penguapan kromosfer memang benar terjadi. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penguapan kromosfer tersebut kita harus melakukan analisis lebih lanjut menggunakan data lain seperti data pancaran sinar X untuk mendapatkan citra pergeseran Doppler sehingga kecepatan penguapan kromosfer yang berlangsung bisa diperoleh dengan akurat. Dalam pandangan penulis, penentuan kecepatan penguapan kromosfer dengan menggunakan analisis kecepatan pergerakan partikel yang menghasilkan semburan radio bisa dipakai sebagai pembanding terhadap penentuan kecepatan penguapan kromosfer dengan cara pengamatan pergeseran Doppler. Skenario peristiwa yang berlangsung pada tanggal 13 Mei ini adalah sebagai berikut: a. Sebuah flare impulsif muncul pada pukul 01:53 UT, dan kemudian mencapai puncaknya pada 02:17 UT. b. Flare impulsif ini kemudian menghasilkan pancaran gelombang elektromagnetik dan partikel energi tinggi yang memicu penguapan kromosfer dan selanjutnya melemparkan partikelpartikel dengan kecepatan tinggi ke arah angkasa matahari. Seperti yang diuraikan oleh Doscheck et al. (2013), partikel-partikel energi tinggi bergerak sepanjang garis-garis gaya medan 83

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 8 No. 2 Juni 2013 :78-85 magnet dan bergerak terus ke angkasa matahari. c. Radiasi gelombang elektromagnetik dari flare kemudian bertumbukan dengan plasma berkerapatan tinggi yang terdapat di angkasa matahari, dan menghasilkan semburan radio tipe III. Selain itu, partikel-partikel energi tinggi yang dipancarkannya bertumbukan dengan plasma dan kemudian mengakibatkan adanya pelontaran massa korona dan disertai dengan semburan radio tipe II. d. Dampak lain dari peristiwa flare ini adalah munculnya busur korona sebagaimana terlihat pada Gambar 3-2. Fenomena ini juga ditemui oleh Ning et al (2009) yang menelaah sebuah peristiwa flare yang terjadi pada tanggal 1 Desember 2004. Ia melihat bahwa partikel yang dipancarkan oleh flare tersebut memicu terbentuknya sebuah busur korona yang mengembang ke atas. e. Dari munculnya radiasi tipe II yang tampil dalam panjang gelombang radio seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-4, bisa dipastikan bahwa peristiwa flare ini diikuti dengan peristiwa pelontaran massa korona yang bila dilihat dari kecepatan partikelnya yang sebesar 1559 km/ detik menunjukkan bahwa pelontaran massa korona ini memiliki energi yang cukup besar. 5 KESIMPULAN Peristiwa flare, terutama flare homolog dimana di satu daerah aktif muncul beberapa flare secara berurutan adalah peristiwa yang cukup dahsyat sehingga bisa memunculkan berbagai peristiwa lainnya seperti penguapan kromosfer. Analisis pada peristiwa penguapan kromosfer itu sendiri akan lebih mendalam bila dilakukan juga analisis pergeseran Doppler garis-garis spektrum dan dari sini kecepatan penguapan kromosfer tersebut bisa diketahui dengan cukup akurat. 84 Terkait dengan peristiwa flare homolog tanggal 13, 14, dan 15 Mei 2013, diperlukan analisis lebih lanjut mengenai berbagai peristiwa yang terkait dengan flare tersebut, seperti semburan radio, penguapan kromosfer, serta pelontaran massa korona. Pengamatan dan analisis yang berlangsung lebih komprehensif bisa memberikan wawasan lebih mendalam tentang berbagai fenomena tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Johan Muhamad yang telah membantu penulis dalam melakukan analisis kymograph pada gerakan busur partikel yang bergerak di korona matahari. DAFTAR RUJUKAN Aschwanden, M., Benz, A. O., 1995. Chromospheric Evaporation and Decimetric Radio Emission in Solar Flares, Astrophysical Journal 438, 997. Brosius, J. W., G. D, Holman, 2007. Chromospheric Evaporation in a Remote Solar Flare-like Transient Observed at High Time Resolution with SOHO s CDS and RHESSI, Ap. J. Letters, 659, L73. Cauzzi, G., Falchi, A., Teriaca, L., Falciani, R., Smaldone. L.A., Andretta, V., 2002. Chromospheric Evaporation in a Two Ribbon Flare, Proc. 10 th European Solar Physics Meeting, Solar Variability: From Core to Outer Frontiers. Ding, M. D., Watanabe, T., Shibata, K., Sakurai, T., Kosugi, T., Fang, C., 1996. Chromospheric Evaporation in Four Solar Flares Observed by YOHKOH, The Astrop. Journal 458, 391. Doscheck, G. A., Warren, H. P., Young, P., 2013. Chromospheric Evaporation in an M1.8 Flare Observed by the Extreme-ultraviolet Imaging Spectrometer on Hinode, Ap.J. 767, 55.

Penguapan Kromosfer yang Terkait...(Agustinus Gunawan Admiranto) Haerendel, G., 2009. Chromospheric Evaporation Via Alfven Waves, Astrop. J. 707, 903. Li, Y., Ding, M. D., 2011. Different Pattern of Chromospheric Evaporation in a Flaring Region Observed with HinodeEIS, Astrop. Journal, 727, 98. Milligan, R. O., Gallagher, P. T., Mathioudakis, M., Keenan, F.P., 2006. Observational Evidence for Gentle Chromospheric Evaporation During the Impulsive Phase of a Solar Flare, The Astrophysical Journal, 642, L169. Ning, Z., Cao, W., Huang, J., Huang, G., Yan, Y., Feng, H., 2009. Evidence of Chromospheric Evaporation in the 2004 December 1 Solar Flare, The Astrop. Journal 699, 15. Silva, A. V. R., Wang, H., Gary, D. E., Nitta, N., Zirin, H., 1997. Imaging the Chromospheric Evaporation of the 1994 June 30 Solar Flare, Astrop. J. 481, 978. Yokoyama, T, Shibata, K., 1998. Two Dimensional MHD Simulation of Chromospheric Evaporation Driven by Magnetic Reconnection in Solar Flares, The Astrophysical Journal, 494, L113. 85