BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KERANGKA TEORITIS. Kebijakan fiskal memiliki peran yang strategis sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEREKONOMIAN INDONESIA

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA. Oleh: Emi Suwarni ABSTRACT. KeywordS: Structural changes, primary sector, secondary sector, tertier sector.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkotaan. Para ahli juga menyumbangkan pemikiran mereka diantaranya,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai mesin penggerak pembangunan di Indonesia. Selain berkontribusi

II.TINJAUAN PUSTAKA. dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES PEMBANGUNAN EKONOMI DENGAN KELEBIHAN TENAGA KERJA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

11. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori perubahan struktural (struktural change theory)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

1.1. Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Volume VIII, Nomor 1, Mei 2014 ISSN:

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

[ OPISSEN YUDISYUS ]

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Investasi menambah modal, teknologi yang dipergunakan menjadi. berkembang dan juga tenaga kerja akan bertambah sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

SKRIPSI ANALISIS TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN DI KOTA PEMATANG SIANTAR OLEH. Ahmad Irsyah

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada

Transkripsi:

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah dengan output pada perekonomian kabupaten dan kota, (2) keterkaitan pengeluaran daerah dengan penerimaan daerah pada perekonomian kabupaten dan kota, (3) keterkaitan output dengan pengeluaran daerah pada perekonomian kabupaten dan kota, (4) keterkaitan tenaga kerja dengan output pada perekonomian kabupaten dan kota, (5) keterkaitan fiskal dengan perubahan struktur output dan tenaga kerja pada perekonomian kabupaten dan kota, dan (6) kerangka pemikiran kebijakan fiskal, perubahan struktur output dan tenaga kerja. 4.1. Keterkaitan Penerimaan Daerah dengan Output pada Perekonomian Kabupaten dan Kota Kebijakan desentralisasi fiskal memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Pada sektor penerimaan, Pemerintah Daerah berusaha memperoleh penerimaan dari potensi daerah yang dapat menghasilkan penerimaan terutama dari pajak dan retribusi. Dalam hal pemungutan pajak dan retribusi pemerintah mempertimbangkan PDRB. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sumedi (2005), Nanga (2005), dan Astuti (2007) yang menjelaskan bahwa penerimaan daerah dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto. Penerimaan dari bagi hasil dan dana alokasi umum untuk Pemerintah Daerah didasarkan pada kemampuan perekonomian dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah serta jumlah penduduk. Oleh

104 karena itu defisit fiskal dan jumlah penduduk juga turut menentukan besarnya dana alokasi umum. 4.2. Keterkaitan Pengeluaran Daerah dan Penerimaan Daerah pada Perekonomian Kabupaten dan Kota Pengeluaran Pemerintah Daerah dapat menentukan pertumbuhan perekonomian. Namun demikian, pengeluaran daerah ditentukan oleh seberapa besar penerimaan daerah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sumedi (2005), Nanga (2005), dan Astuti (2007) yang menyatakan bahwa pengeluaran daerah dipengaruhi oleh penerimaan daerah. Pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur, pelayanan umum, serta untuk pembangunan pertanian dan irigasi dipengaruhi oleh penerimaan daerah. Semakin tinggi penerimaan daerah maka pengeluaran pembangunan untuk sektor infrastruktur, pelayanan umum dan sektor pertanian dan irigasi cenderung semakin meningkat. 4.3. Keterkaitan Output dengan Pengeluaran Daerah pada Perekonomian Kabupaten dan Kota Produk domestik regional bruto atau output untuk sektor pertanian dipengaruhi oleh pengeluaran daerah dan tenaga kerja sektor pertanian. Sedangkan produk domestik regional bruto sektor non pertanian secara umum dipengaruhi oleh tenaga kerja sektor dan total pengeluaran daerah. Secara umum output sektor dipengaruhi oleh tenaga kerja sektor. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sumedi (2005), Nanga (2005), Erikasari (2005), Pakasi (2005), dan Astuti (2007) yang menyatakan bahwa secara umum output sektor dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja sektor. Di samping itu, output sektor juga dipengaruhi

105 oleh pengeluaran pemerintah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sumedi (2005), Nanga (2005), dan Astuti (2007) yang menyatakan bahwa secara umum output daerah dipengaruhi oleh pengeluaran daerah. 4.4. Keterkaitan Tenaga Kerja dengan Output pada Perekonomian Kabupaten dan Kota Penggunaan tenaga kerja sektor dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto sektor. Hal ini sejalan dengan teori permintaan tenaga kerja. Teori tentang permintaan tenaga kerja adalah teori tentang seberapa banyak suatu perusahaan akan mempekerjakan tenaga kerja pada tingkat upah dan pada periode tertentu, cateris paribus. Bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu permintaan akan tenaga kerja merupakan derived demand (Fleisher, 1970; Simanjuntak, 1985; McConnell dan Brue, 1995; Borjas, 1996). Namun penambahan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, perusahaan akan mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jumlah jam kerja atau penggunaan mekanisasi. Dalam jangka panjang, kenaikan jumlah permintaan masyarakat terhadap produk akan direspon oleh perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja, hal ini berarti tersedianya kesempatan kerja baru bagi tenaga kerja.

106 Berdasarkan teori permintaan terhadap tenaga kerja, maka hal-hal yang dipertimbangkan oleh seorang pengusaha untuk menambah jam kerja adalah: (1) tambahan hasil marginal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha dengan penambahan seorang pekerja, (2) penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diterima oleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut, dimana penerimaan marjinal merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga outputnya, dan (3) biaya marjinal yaitu: jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan pekerja (upah pekerja tersebut). Bila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan seorang pekerja akan menambah keuntungan pengusaha. Teori di atas merupakan teori produktivitas marjinal tentang permintaan tenaga kerja pada pasar bersaing. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Mangkuprawira (2000). Mangkuprawira (2000) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi angkatan kerja, upah riil, dan produktivitas kerja menurut jenis sektor kegiatan ekonomi dan jenis wilayah di Jawa (kecuali DKI Jaya) dan Bali. Dari ulasan tentang perkotaan dan pedesaan maka dapat diperoleh informasi penting bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja baik dilihat dari jenis sektor dan tipe daerah cenderung beragam. Hanya ada satu faktor yang sama-sama mempengaruhi kesempatan kerja di berbagai tipe sektor dan daerah yaitu produk domestik regional sektor bruto. Indikasi dari kenyataan ini menunjukkan diperlukannya pertumbuhan produk domestik regional atau pendapatan regional bruto di semua sektor dan wilayah untuk meningkatkan kesempatan kerja. Dalam jangka pendek dimana diantara 1997-1998 merupakan periode krisis ekonomi diperlukan

107 program padat karya dan program pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal. 4.5. Keterkaitan Kebijakan Fiskal dengan Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja pada Perekonomian Kabupaten dan Kota Kebijakan fiskal, misalnya pengeluaran daerah, berpengaruh positif terhadap PDRB sektor. Hal ini sesuai dengan teori makroekonomi, dimana peningkatan pengeluaran pemerintah menggeser kurva IS, dan berdampak pada pergeseran kurva permintaan agregat, sehingga berdampak pada peningkatan output (Branson dan Litvack, 1981). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sumedi (2005), Nanga (2005), dan Astuti (2007) yang menyatakan bahwa secara umum peningkatan pengeluaran daerah berpengaruh terhadap peningkatan output daerah atau produk domestik regional bruto. Namun demikian, seiring dengan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang terjadi penurunan kontribusi pada sektor pertanian dan terjadi peningkatan kontribusi sektor industri terhadap Gross Domestic Product (GDP). Tetapi, di negara yang berpendapatan tinggi, kontribusi sektor pertanian maupun industri terhadap GNP berkurang yang menunjukkan telah berkembangnya sektor jasa. Hal ini konsisten dengan hukum Petty-Clark yang memprediksi bahwa pusat pergerakan ekonomi akan bergeser dari sektor primer ke sektor sekunder, dan selanjutnya ke sektor tersier seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita (income per capita). Pergeseran ini terjadi karena alokasi sumberdaya antar sektor sebagai dampak dari peningkatan yang begitu cepat untuk komoditi industri pada awal pertumbuhan ekonomi, diikuti oleh percepatan pertumbuhan permintaan untuk jasa, yang sejalan dengan

108 konsumsi komoditi industri (Clark, 1940; Kuznets, 1966; Syrquin dan Chenery, 1988) dalam Hayami (2001). Selanjutnya, Todaro dan Smith (2004) dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga mengemukakan bahwa teori perubahan struktural (structural-change theory) memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Dalam analisis model perubahan struktural tersebut menggunakan perangkat-perangkat neoklasik berupa teori harga dan alokasi sumberdaya, serta metode-metode ekonometri modern untuk menjelaskan terjadinya proses transformasi. Aliran pendekatan perubahan struktural ini didukung oleh ekonom-ekonom terkemuka seperti W. Arthur Lewis (1954) yang terkenal dengan model teoritisnya tentang surplus tenaga kerja dua sektor (two sector surplus labor) dan Hollis B. Chenery (1960) yang sangat terkenal dengan analisis empirisnya tentang polapola pembangunan (patterns of development). Salah satu model teoritis pembangunan yang paling terkenal, yang memusatkan perhatian pada transformasi struktural (structural transformation) suatu transformasi subsisten, dirumuskan oleh W. Arthur Lewis, salah satu ekonom besar dan penerima Hadiah Nobel. Pada pertengahan dekade 1950-an, dan kemudian diubah, dan dikembangkan lebih lanjut oleh John Fei dan Gustav Ranis. Model dua-sektor Lewis (Lewis two-sector model) ini diakui sebagai teori

109 umum yang membahas proses pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja selama dekade 1960-an dan awal dekade 1970-an. Teori rumusan Lewis ini, sampai sekarangpun masih banyak pengaruhnya, terutama di kalangan ahli ekonomi pembangunan di Amerika. Menurut model pembangunan yang diajukan oleh Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol, ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (surplus labor) sebagai suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian, maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya, dan (2) sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Perhatian utama dari model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut. Adapun laju atau kecepatan terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi itu sendiri ditentukan oleh adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah, dengan asumsi bahwa para kapitalis yang berkecimpung dalam sektor modern tersebut bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Yang terakhir, tingkat upah di

110 sektor industri perkotaan (sektor modern) diasumsikan konstan dan, berdasarkan suatu premis tertentu, jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor pertanian subsisten tradisional. Lewis berasumsi bahwasanya tingkat upah di daerah perkotaan sekurang-kurangnya harus 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di daerah pedesaan untuk memaksa para pekerja pindah dari desa-desa asalnya ke kota-kota. Pada tingkat upah di daerah perkotaan yang konstan, maka kurva penawaran tenaga kerja pedesaan dianggap elastis sempurna. Chenery dan Syrquin (1975) melakukan penelitian terhadap 101 negara sebagai sampel yang masing-masing memiliki lebih dari satu juta jiwa dalam kurun waktu 1950-1970. Penelitiannya berhasil mengidentifikasi 21 indikator perubahan struktural melalui tiga proses yang menyertai pertumbuhan yaitu proses akumulasi, proses alokasi, proses demografis, dan distribusi. Beberapa hal yang menarik dari hasil penelitian ini yaitu jika pendapatan per kapita mengalami peningkatan maka terjadi proses alokasi sebagai berikut: (1) struktur permintaan domestik mengalami perubahan berupa penurunan konsumsi rumahtangga, (2) terjadi pergeseran struktur produksi dimana pangsa sektor pertanian menurun, sedangkan pangsa sektor industri dan jasa meningkat, (3) struktur perdagangan mengalami perubahan, yaitu ekspor barang industri dan jasa meningkat, dan ekspor bahan mentah menurun. Peningkatan total ekspor memberi peluang terhadap peningkatan impor, sehingga impor meningkat. 4.6. Kerangka Pemikiran Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja Kebijakan desentralisasi fiskal membawa perubahan mendasar dalam pengambilan kebijakan pembangunan. Dengan adanya pembagian sumber-

111 sumber penerimaan daerah dan pusat dalam bentuk bagi hasil pajak dan sumberdaya, Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan dan wewenang yang lebih besar dalam menghimpun pendapatan daerah. Pemerintah memiliki peran yang signifikan dalam menyusun anggaran untuk mendukung kinerja sektor riil melalui konsumsi dan investasi langsung maupun melalui efek multiplier dan stimulasi kepada pelaku ekonomi. Hasil dari alokasi anggaran adalah output yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto sektoral. Selanjutnya, dari hasil output (PDRB) yang telah dihasilkan, Pemerintah Daerah menyusun rencana pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan seringkali pemerintah memprioritaskan pada satu sektor. Kebijakan pemerintah dalam memprioritaskan sektor tertentu akan mendorong terjadinya perubahan struktur output maupun perubahan struktur tenaga kerja. Ilustrasi dari kerangka pemikiran konseptual ini disajikan pada Gambar 10. PAD PENERIMAAN DAERAH ALOKASI ANGGARAN KEBIJAKAN FISKAL RUTIN PEMBANGUNAN - OUTPUT SEKTORAL - TENAGA KERJA SEKTORAL PERUBAHAN STRUKTUR: - OUTPUT - TENAGA KERJA Gambar 10. Kerangka Pemikiran Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja