ZâuxÜÇâÜ cüéñ Çá WtxÜt{ ^{âáâá \uâ~éàt ]t~tüàt

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENYELENGGARAAN DISKOTIK

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PENYEDIAAN AKOMODASI

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA PANTI PIJAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 193 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA GELANGGANG RENANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA KARAOKE

7. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah; 8. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan;

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 166 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA LAPANGAN TENIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DAN / ATAU IZIN GANGGUAN

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA KELAB MALAM

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA GEDUNG PERTUNJUKAN SENI

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA PUB

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2017 TENTANG PEMBEBASAN, KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK DAERAH

.. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA SANGGAR SENI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA KAFE

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH MURUNG RAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 6 TAHUN : 1997 SERI : C NOMOR : 2

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 43 SERI E

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

...Y6~faica?w PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN ACARA HIBURAN MENJELANG DAN PADA SAAT TAHUN BARU 2015

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR : 12 TAHUN 2012

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA BAR/RUMAH MINUM

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR : 39 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PARKIR KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR TETAP PEMAKAIAN FASILITAS TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGELOLAAN WARUNG INTERNET

SALINAN BUPATI SRAGEN 111 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 34 TAHUN

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA TEMPAT HIBURAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2013 PERUBAHAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2009

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambaha

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

7. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah; 8. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 17 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

RETRIBUSI TERMINAL TANAH LAUT. Daerah

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA NOMOR : 1/B TAHUN : 1998 SERI : B

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DI JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

Transkripsi:

ZâuxÜÇâÜ cüéñ Çá WtxÜt{ ^{âáâá \uâ~éàt ]t~tüàt PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN GRIYA PIJAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan ketertiban dan keamanan terhadap pengusahaan panti pijat telah diatur ketentuan penyelenggaraan usaha panti pijat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2089 Tahun 1984; b. bahwa dengan berkembangnya kegiatan usaha kepariwisataan dan dengan telah diberlakukannya Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan maka Keputusan Gubernur Nomor 2089 Tahun 1984 dianggap sudah tidak sesuai lagi dan perlu disempurnakan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b, perlu menetapkan peraturan Gubernur tentang Penyelenggaraan Griya Pijat.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta; 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 7. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 8. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 9. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan; 10. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pajak Hotel;

11. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran; 12. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan; 13. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan; 14. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah; 15. Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 16. Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 98 Tahun 2004 tentang Waktu Penyelenggaraan Industri Pariwisata di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 17. Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 118 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Penyelenggaraan Industri Pariwisata di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENYELENGGARAAN GRIYA PIJAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Dinas Pariwisata adalah Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 5. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 6. Kepala Dinas Pariwisata adalah Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 7. Kepala Dinas Pendapatan Daerah adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 8. Suku Dinas Pariwisata adalah Suku Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 9. Kepala Suku Dinas Pariwisata adalah Kepala Suku Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

10. Instansi terkait adalah unit/satuan kerja di lingkungan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan penyelenggaraan Griya Pijat. 11. Tim Pengawas Industri Pariwisata adalah Tim Pengawas Industri Pariwisata yang anggotanya terdiri dari unit/satuan kerja di lingkungan Pemerintah Daerah. 12. Griya Pijat adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas pemijatan, yang dilakukan oleh tenapa pemijat terlatih dan berpengalaman dalam keahlian pijat relaksasi, kebugaran dan sejenisnya. 13. Pemohon adalah pemilik atau yang dikuasakan untuk mengajukan permohonan ISUP, ITUP, dan Daftar Ulang ITUP. 14. Izin Sementara Usaha Pariwisata yang selanjutnya disingkat ISUP adalah izin untuk merencanakan pembangunan industri pariwisata. 15. Izin Tetap Usaha Pariwisata yang selanjutnya disingkat ITUP adalah izin untuk menyelenggarakan kegiatan Industri Pariwisata. 16. Daftar Ulang Izin Tetap Usaha Pariwisata yang selanjutnya disingkat DU ITUP adalah daftar ulang izin untuk menyelenggarakan kegiatan Industri Pariwisata. 17. Rekomendasi adalah surat persetujuan dari Kepala Dinas Pariwisata untuk mengurus perizinan perubahan/renovasi bangunan/tempat penyelenggaraan dan/atau nama Griya Pijat.

BAB II KLASIFIKASI/PENGGOLONGAN Pasal 2 Griya Pijat terdiri dari : a. Klasifikasi/Golongan A b. Klasifikasi/Golongan B Pasal 3 (1) Klasifikasi/Golongan A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dengan investasi di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan mempunyai jaringan bisnis waralaba dan/atau jaringan kerja sama internasional/nasional/lokal atau fasilitas terintegrasi dengan produk dan jenis pelayanan lain lebih dari dua jenis atau kapasitas di atas 20 (dua puluh) kamar. (2) Griya Pijat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk golongan pengusaha besar/menengah. Pasal 4 (1) Klasifikasi/Golongan B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dengan investasi di bawah Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan bukan jaringan bisnis atau fasilitas terintegrasi dengan produk dan jenis pelayanan lain satu jenis atau kapasitas di bawah 20 (dua puluh) kamar. (2) Griya Pijat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk golongan pengusaha kecil.

BAB III PERMODALAN DAN BENTUK USAHA Pasal 5 Permodalan Griya Pijat dapat : a. seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Republik Indonesia; b. patungan antara Warga Negara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing; c. seluruh modalnya dimiliki warga Negara asing. Pasal 6 Bentuk usaha Griya Pijat dengan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah sebagai berikut. a. seluruh modalnya dimiliki Warga Negara Republik Indonesia, penyelenggaraan Griya Pijat harus berbentuk badan hukum atau usaha perseorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. modal patungan antara Warga Negara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing, penyelenggaraan Griya Pijat harus berbentuk Perseroan Terbatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. seluruh modalnya dimiliki warga Negara Asing dalam bentuk penanaman modal asing, penyelenggaraan Griya Pijat harus berbentuk Perseroan Terbatas yang Pembentukannya wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.

BAB IV PENYELENGGARAAN USAHA Pasal 7 (1) Griya Pijat harus diselenggarakan pada bangunan/tempat yang memiliki Izin sesuai peraturan perundang-undangan mendirikan bangunan. (2) Status bangunan/tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat milik sendiri atau kerja sama atau kontrak atau sewa. (3) Memasang papan nama dan/atau papan petunjuk usaha di bagian depan bangunan yang jelas dan mudah dibaca oleh umum dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menggunakan bahasa asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan pajak Reklame dan harus memenuhi ketentuan Peraturan Daerah tentang Pajak Reklame dan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Reklame serta Petunjuk Pelaksanaannya. Pasal 8 (1) Bangunan / tempat penyelenggaraan Griya Pijat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdiri dari : a. ruang pijat; b. kamar mandi untuk pengunjung yang terpisah dari ruang pijat; c. ruang tunggu pengunjung; d. ruang/tempat penitipan barang pengunjung; e. ruang kantor; f. ruang kasir;

g. ruang istirahat tenaga kerja/karyawan; h. toilet untuk pria dan wanita yang terpisah; i. ruang/pos keamanan; j. ruang/tempat parkir yang luasnya sesuai ketentuan perundang-undangan. (2) Di dalam bangunan/tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilengkapi dengan : a. pintu darurat; b. sistem pengaturan tata udara (Air Conditioner) dan pembersih udara yang dapat menjamin kesehatan; c. alat pemadam api kebakaran yang berfungsi; d. perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Pasal 9 Ruang pijat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, adalah sebagai berikut. a. sekurang-kurangnya panjang 2,5 meter dan lebar 2 meter; b. pintu ruang pijat dibuat dari kain atau dari bahan lain dengan memasang kaca kontrol yang transparan dari luar dan tidak dikunci; c. tempat dan alas tidur sekurang-kurangnya panjang 2 meter dan lebar 0,80 meter; d. disediakan gantungan pakaian, Pasal 10 Setiap Griya Pijat harus : a. mempunyai tenaga kerja pemijat yang memiliki sertifikat profesi kepariwisataan yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata;

b. mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia; c. memeriksakan kesehatan tenaga kerja/karyawan secara berkala; d. menyediakan perlengkapan pemijatan; e. menyediakan perlengkapan mandi; f. menyediakan kendaraan untuk mengantar pulang tenaga kerja/karyawan yang bertugas malam hari; g. menaati peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; h. mempunyai petugas keamanan dan tenaga kerja lainnya sesuai kebutuhan. Pasal 11 (1) Tata cara pemberian sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Setiap tenaga kerja pemijat yang melaksanakan tugas harus memakai pekaian seragam yang sopan (tidak seronok) dan tanda pengenal. Pasal 12 (1) Griya Pijat diselenggarakan setiap hari mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB, dengan pengaturan jam kerja sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada hari-hari besar keagamaan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 98 Tahun 2004.

Pasal 13 (1) Pelayanan griya pijat terdiri dari : a. jasa pijat; b. penjualan makanan dan minuman. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan pajak hiburan atau pajak hotel sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (3) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan pajak restoran sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. BAB V PERIZINAN Pasal 14 (1) Setiap akan mendirikan Griya Pijat yang memerlukan bangunan baru, harus memperoleh ISUP dari Kepala Dinas Pariwisata, (2) ISUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan tidak dapat diperpanjang. (3) ISUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya digunakan sebagai dasar untuk mengurus Surat Izin Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L), Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan (1MB) dan untuk menyusun dokumen Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP).

(4) Untuk memperoleh ISUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Pariwisata dengan melampirkan : a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Tanda Identitas Lain yang sah atas nama pemohon; b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama pemohon; c. fotokopi akte pendirian perusahaan bagi badan usaha; d. proposal rencana pembangunan Griya Pijat. Pasal 15 (1) Setiap penyelenggaraan Griya Pijat, terlebih dahulu harus memperoleh ITUP dari Kepala Dinas Pariwisata. (2) ITUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sepanjang usaha tersebut masih berjalan dan harus didaftar ulang setiap tahun. (3) ITUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun. (4) Untuk memperoleh ITUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Pariwisata dengan melampirkan : a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Tanda Identitas Lain yang sah atas nama pemohon; b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama pemohon; c. fotokopi akte pendirian perusahaan bagi badan usaha; d. fotokopi surat bukti status tempat usaha; e. fotokopi surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/lzin Penggunaan Bangunan (IPB) untuk usaha; f. fotokopi surat Izin berdasarkan Undang-Undang Gangguan (UUG);

g. fotokopi surat pendaftaran obyek pajak daerah (SPOPD) dari Dinas Pendapatan Daerah, h. proposal rencana penyelenggaraan Griya Pijat. (5) Menunjukan surat-surat asli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan h. Pasal 16 Pemohon yang memperoleh ITUP wajib membayar retribusi pelayanan perizinan Griya Pijat yang besarnya sesuai peraturan perundang-undangan Pasal 17 (1) ITUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus didaftar ulang setiap tahun. (2) Daftar ulang ITUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tertulis oleh pemohon kepada Kepala Dinas Pariwisata selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo masa daftar ulang ITUP, dengan melampirkan : a. fotokopi ITUP yang akan didaftar ulang; b. fotokopi surat izin Undang-Undang Gangguan yang masih berlaku; c. rekomendasi dari Kepala Suku Dinas Pariwisata; d. bukti pelunasan pajak daerah (tidak ada tunggakan pajak daerah) atau rekomendasi dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah; e. bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir; f. laporan kegiatan usaha tahun terakhir.

Pasal 18 ITUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tidak berlaku, karena : a. tidak didaftar ulang selama 2 tahun: b. kerja sama atau kontrak atau sewa bangunan/tempat penyelenggaraan Griya Pijat telah berakhir; c. pindah bangunan/tempat penyelenggaraan dan/atau perubahan nama Griya Pijat. BAB VI PERUBAHAN Pasal 19 (1) Setiap akan dilakukan perubahan/renovasi ruangan/tempat penyelenggaraan dan/atau nama Griya Pijat, terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan dari Kepala Dinas Pariwisata. (2) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Pariwisata dengan melampirkan : a. fotokopi ITUP dan tanda daftar ulang ITUP; b. proposal rencana perubahan/renovasi ruangan/tempat dan/atau perubahan nama usaha. (3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mengurus perizinan yang diperlukan.

BAB VII PELAYANAN Pasal 20 (1) Dinas Pariwisata wajib memberikan pelayanan atas permohonan ISUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dengan ketentuan sebagai berikut. a. menerima dan meneliti permohonan dan kelengkapan lampiran; b. permohonan yang tidak lengkap, dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi; c. permohonan yang lengkap, diproses lebih lanjut; d. menerbitkan ISUP atas permohonan yang lengkap; e. memberitahukan kepada pemohon untuk mengambil ISUP. (2) Jangka waktu penyelesaian pelayanan atas permohonan ISUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. Pasal 21 (1) Dinas Pariwisata wajib memberikan pelayanan atas permohonan ITUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dengan ketentuan sebagai berikut. a. menerima dan meneliti permohonan dan kelengkapan lampiran; b. permohonan yang tidak lengkap, dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi; c. permohonan yang lengkap diproses lebih lanjut; d. melakukan penelitian/peninjauan terhadap bangunan/tempat dan penataan ruang Griya Pijat, hasilnya dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Tim Peneliti/Peninjau dan pemohon;

e. apabila hasil penelitian/peninjauan terdapat kekurangan atau tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini, pemohon harus melengkapi atau menyesuaikan; f. menerbitkan ITUP atas permohonan yang lengkap dan memenuhi persyaratan teknis; g. memberitahukan kepada pemohon untuk membayar retribusi dan mengambil ITUP. (2) Jangka waktu penyelesaian pelayanan atas permohonan ITUP paling lama 15 (lima belas) hari kerja. Pasal 22 Tim Peneliti/Peninjau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d terdiri dari unsur Dinas Pariwisata, Suku Dinas Pariwisata dan instansi terkait yang ditugaskan oleh Kepala Dinas Pariwisata. Pasal 23 (1) Dinas Pariwisata wajib memberikan pelayanan atas permohonan daftar ulang ITUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dengan ketentuan sebagai berikut. a. menerima dan meneliti permohonan dan kelengkapan lampiran; b. permohonan yang tidak lengkap, dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi; c. permohonan yang lengkap diproses lebih lanjut; d. menerbitkan tanda daftar ulang ITUP atas permohonan yang lengkap; e. memberitahukan kepada pemohon untuk mengambil tanda daftar ulang ITUP.

(2) Jangka waktu penyelesaian pelayanan atas permohonan daftar ulang ITUP paling lama 5 (lima) hari kerja. Pasal 24 (1) Dinas Pariwisata wajib memberikan pelayanan atas permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dengan ketentuan sebagai berikut. a. menerima dan meneliti permohonan dan kelengkapan lampiran; b. permohonan yang tidak lengkap, dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi; c. permohonan yang lengkap diproses lebih lanjut; d. menerbitkan surat persetujuan perubahan/renovasi ruangan/tempat dan/atau perubahan nama atas permohonan yang lengkap; e. memberitahukan kepada pemohon untuk mengambil surat persetujuan perubahan/renovasi ruangan/tempat dan/atau perubahan nama. (2) Jangka waktu penyelesaian pelayanan atas permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 5 (lima) hari kerja. BAB VIII KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 25 (1) Setiap penyelenggaraan Griya Pijat wajib untuk : a. menjamin dan bertanggung jawab terhadap keamanan, keselamatan, ketertiban dan kenyamanan pengunjung; b. memelihara kebersihan, keindahan dan kesehatan lokasi kegiatan serta meningkatkan mutu lingkungan hidup;

c. menjalin hubungan sosial, budaya dan ekonomi yang harmonis dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar; d. mencegah dampak sosial yang merugikan masyarakat; e. memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing serta menjamin keselamatan dan kesehatannya; f. membayar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Setiap penyelenggaraan Griya Pijat dilarang : a. memanfaatkan tempat kegiatan untuk melakukan perjudian, perbuatan asusila, peredaran dan pemakaian narkoba, membawa senjata api/tajam serta tindakan pelanggaran hukum lainnya; b. menggunakan tenaga kerja di bawah umur sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; c. menggunakan tenaga kerja warga Negara asing tanpa izin; d. menggunakan tempat kegiatan untuk kegiatan lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. menerima pengunjung di bawah umur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 26 (1) Pembinaan terhadap penyelenggaraan Griya Pijat dilakukan oleh Dinas Pariwisata berupa : a. sosialisasi peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan dan peraturan lainnya yang dianggap perlu; b. penilaian terhadap penyelenggaraaan usaha; c. pelatihan manajemen industri pariwisata; d. pelatihan tenaga kerja industri pariwisata; e. kegiatan lainnya di bidang industri pariwisata kepada penyelenggara yang berkaitan dengan upaya peningkatan pelayanan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan instansi terkait dan/atau Asosiasi di bidang Industri Pariwisata. Pasal 27 Pengawasan terhadap penyelenggaraan Griya Pijat dilaksanakan sesuai Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 118 Tahun 2004. BAB X KETENTUAN LAIN Pasal 28 (1) Penyelenggaraan Griya Pijat yang berprestasi, berdedikasi dan memberikan kontribusi dalam penyelenggaraan kepariwisataan diberikan penghargaan Adikarya Wisata oleh Gubernur.

(2) Persyaratan pemberian penghargaan Adikarya Wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (3) Pemberian penghargaan Adikarya Wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas Pariwisata. (4) Biaya yang diperlukan bagi pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan pada APBD Provinsi DKI Jakarta Anggaran Dinas Pariwisata dan dapat melalui sumber dana lain yang tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Griya Pijat dapat menyediakan fasilitas penjualan makanan dan minuman ringan. (2) Penyediaan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh izin dari Kepala Dinas Pariwisata. Pasal 30 Penyelenggaraan Griya Pijat di hotel yang menerima pengunjung selain tamu hotel yang menginap/untuk umum, harus memiliki ITUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. BAB XI SANKSI Pasal 31 (1) Pelanggaran terhadap peraturan Gubernur ini, akan dikenakan sanksi administrasi berupa : a. teguran lisan atau panggilan; b. teguran tertulis; c. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha;

d. pencabutan ISUP; e. pencabutan ITUP; f. pencabutan penghargaan Adikarya Wisata. (2) Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai peraturan perundang-undangan. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32 Dengan berlakunya peraturan Gubernur ini, maka : a. ISUP yang telah dikeluarkan tetap berlaku sampai berakhir jangka waktu berlakunya; b. ITUP yang telah dikeluarkan tetap berlaku sepanjang mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan Gubernur ini; c. Tanda daftar ulang ITUP yang telah dikeluarkan tetap berlaku sampai berakhir jangka waktu berlakunya. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 33 Dengan berlakunya Peraturan Gubernur ini, Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2089 Tahun 1984 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Panti Pijat di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Pasal 34 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Januari 2007 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2007 BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUSS IBUKOTA JAKARTAA TAHUN 2007 NOMOR 21