BAB I PENDAHULUAN. daerah perbatasan dalam film Batas. Hal ini menarik bagi peneliti karena film

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN DI PERBATASAN DALAM FILM BATAS Dwipa Anggraini Setiaputri, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universtias Katolik Widya Mandala Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi perkembangan dunia perfilman. Film di era modern ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Politik menurut Aristoteles yang dikutip dalam Arifin (2011: 1) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahluk individu dan juga mahluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. dan terjadi peningkatan pada komunikasi antarbudaya (Sihabudin, 2013 : 2-3).

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series,

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kasus kekerasan seksual, free sex,dan semacamnya. Dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Informasi menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, tak

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN. sebuah karya kreatif yang bisa bebas berekspresi dan bereksplorasi seperti halnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi. Keberadaan new media yang semakin mudah

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. perkembanganmasyarakat perkotaan dan industri, sebagai bagian dari budaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang di tayangkan oleh stasiun tv contohnya seperti film. pada luka-luka yang dialami Yesus dalam proses penyaliban.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitarnya. Media menjadi tujuan utama masyarakat setiap kali ingin mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan aktivitas kehadiran orang lain. Menurut Johnson (1980, h. 181),

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia, negara kepulauan yang terkenal dengan keindahan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di perbatasan dalam film Batas digambarkan berbeda dengan konsep

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. demikian, timbul misalnya anggapan bahwa ras Caucasoid atau ras Kulit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia yang mengglobal ini, media massa telah menjadi alat

BAB I PENDAHULUAN. massa terutama televisi, telah menjadi media penyebaran nilai-nilai dan sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seolah tak pernah memiliki akhir dan tak selesai untuk dibahas.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam komunikasi, manusia menggunakan berbagai media untuk menyampaikan pesan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB I PENDAHULUAN. individual maupun kolektif dalam kebudayaannya. etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), culture (budaya),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam reaksi oleh lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi karena lesbian

BAB I PENDAHULUAN. jenis, media massa elektronik, media massa cetak, dan media massa online.

BAB III METODE PENELITIAN. dikarenakan peneliti berusaha menguraikan makna teks dan gambar dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. realitas yang tumbuh, serta berkembang di dalam masyarakat, kemudian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensi anak menjadi sosok kekuatan sumberdaya manusia (human resource)

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai wacana kritik sosial yang berkaitan dengan fenomena kemiskinan yang

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi kehidupan kita tanpa

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Konsep toleransi seperti yang dapat disimpulkan dalam film ini sangatlah

REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER NASIONALISME DAN. CERITA DARI TAPAL BATAS (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan)

BAB I PENDAHULUAN. bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, seni, lukisan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi telah menciptakan dunia yang tanpa batas. Sebuah artikel dalam Institut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB III METODE PENELITIAN. tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang

BAB I PENDAHULUAN. iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya,

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial yang dapat bekerjasama serta

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian yang akan dilakukan berfokus pada representasi pendidikan di daerah perbatasan dalam film Batas. Hal ini menarik bagi peneliti karena film Batas ini menggambarkan bagaimana potret kondisi pendidikan yang ada di perbatasan Indonesia dan Malaysia yang terletak di Kalimantan Barat. Wilayah Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas daratan dan lautan.bappenas mencatat Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim).batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste (Website Bappenas, 10 April 2015). Berita yang dilansir oleh situs berita online resmi tribunnews.com pada 16 November 2014 menuliskan, Lumbis Ogong, Ketua Dewan Pendiri Pemuda Penjaga Perbatasan Republik Indonesia mengatakan bahwa persoalannya mereka (warga perbatasan) terus hidup dalam kemiskinan, keterisolasian dan selalu menggantungkan kebutuhan pada negara tetangga. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah perbatasan fasilitas publik yang harusnya disediakan pemerintah seperti bidang kesehatan dan pendidikan belum dapat diterima secara optimal oleh masyarakat perbatasan karena sumber daya manusia dan dana yang terbatas. Ketergantungan masyarakat perbatasan pada negara tetangga memperlihatkan kurangnya perhatian dari pemerintah Republik Indonesia.Ishak

2 (2003:5) mengatakan daerah perbatasan merupakan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan.kesenjangan sosial politik serta ekonomi yang muncul karena akibat dari perbedaan perlakuan pemerintah pusat. Sulitnya akses ke perbatasan serta tanda-tanda atau patok batas antar negara yang hanya terbuat dari papan sederhana bertuliskan Perbatasan Indonesia- Malaysia membuat kawasan ini luput dari pengawasan pemerintahan dan juga banyak ditemukan kasus pelanggaran prosedur keimigrasian, penyelundupan barang atau orang dan juga pencurian sumber daya alam (Wiswalujo, 2006:10). Persoalan wilayah perbatasan bukan sekedar menegaskan garis batas negara.ada beberapa konflik yang cukup kompleks dibalik sekedar menegaskan garis perbatasan yang harusnya diselesaikan. Wiswalujo (2006:18) mencatat di Kalimantan Barat terdapat beberapa isu krusial yang berkembang, antara lain memudarnya rasa kebangsaan akibat minimnya informasi tentang kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, potensi lalu lintas aktivitas bagi gerakan separatis, upaya pergeseran patok batas antar negara, peluang sebagai jalur perdagangan manusia (human trafficking), dan kesenjangan ekonomi antara masyarakat perbatasan dengan warga negara tetangga. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia.human trafficking yang terjadi di wilayah perbatasan yaitu maraknya aktivitas agen/cukong mencari perempuan termasuk anak-anak untuk ditipu dan dijual secara paksa sebagai Pekerja Seks Komersial, pelayan toko, pembantu rumah tangga tanpa disertai

3 surat ijin kerja yang lengkap jelas sekali bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku (Wiswalujo, 2006:33). Kejahatan-kejahatan yang terjadi di wilayah perbatasan akibat dari tingkat perekonomian dan pendidikan yang rendah.wiswalujo (2006:19) mencatat peningkatan mutu, sarana dan prasarana serta proses belajar mengajar pendidikan dasar dan menengah di kawasan perbatasan masih sangat terbatas. Ishak (2003:32) mengatakan bahwa bila dibandingkan dengan daerah lain, tingkat pendidikan di perbatasan Indonesia dan Malaysia relatif rendah dan banyak tertinggal karena keterbatasan sarana prasarana, kebiasaan hidup yang berpindah-pindah, jarak antar kampung yang berjauhan, serta kesukuan yang kuat (hidup berkelompok). Hal ini juga disampaikan oleh Agung (2014:11) dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Wawasan Kebangsaan di Daerah Perbatasan.Beliau mengungkapkan bahwa daerah perbatasan pada umumnya belum mendapat perhatian secara proporsional sehingga menjadikan wilayah perbatasan sebagai daerah tertinggal dengan melihat sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Dalam Pradipto (2007:21) dijelaskan, berbagai media massa cetak ataupun elektronik mengungkap berbagai perbincangan tentang pendidikan dan berikut beberapa media yang ikut menyorot persoalan pendidikan di perbatasan. Republika Online (27 Januari 2012) yang meminta agar pemerintah memperhatikan pendidikan di tapal batas. Pengamat pendidikan Kalimantan Barat, Dr Aswandi mengatakan pada situs berita resmi antarakalbar (27 Januari 2015) bahwa pemerintah diminta memaksimalkan sekolah terpadu di perbatasan,

4 dan juga mahasiswa yang mendesak pemerintah untuk memajukan pendidikan perbatasan (website antarakalbar, 25 Maret 2013). Fenomena mengenai kritik tentang pendidikan memang banyak sekali ditangkap oleh media massa. Kritik yang disampaikan kepada khalayak tak selalu dikemas dengan kaku dan formal namun juga seringkali mengandung unsur hiburan, misalnya melalui film. Banyak film yang mengangkat tema pendidikan.para sineas Indonesia nampaknya tertarik pada tema-tema pendidikan terutama di daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat. Misalnya film Denias, Senandung di Atas Awan pada tahun 2006.Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata.film ini menceritakan perjuangan dan semangat yang dimiliki oleh seorang anak yang tak mampu dan berasal dari suku Moni di Papua.Ia masih harus berjuang agar bisa diterima di sekolah yang rupanya milik PT Freeport dan dikhususkan untuk anak kepala suku atau suku terdekat saja. Gambar I.1 Cuplikan adegan dari film Denias Sumber : Youtube.com

5 Laskar Pelangi pada tahun 2008 yang menceritakan perjalanan sepuluh anak desa untuk dapat memperjuangkan hak pendidikannya secara layak. Film ini berusaha memperlihatkan kondisi sosial daerah Belitung pada tahun 70an dengan antara lain mengontraskan "nasib" sekolah miskin dan sekolah "mewah" milik perusahaan pertambangan, bahkan secara tersurat mempermasalahkan hak pendidikan untuk orang miskin. Gambar I.2 Cuplikan adegan film Laskar Pelangi Sumber : Youtube.com Film Cinta dari Wamena pada tahun 2013, yang menceritakan tiga sahabat yang tinggal tinggal di kota kecil di Papua. Mereka bermimpi untuk bisa terus sekolah.impian ini membawa mereka ke Wamena, tempat mereka bisa bersekolah gratis.

6 Gambar I.3 Cuplikan adegan film Cinta dari Wamena Sumber : youtube.com Film-film di atas mencerminkan kondisi pendidikan yang ada di Indonesia dan ketiganya membahas mengenai permasalahan pendidikan yang tidak jauh berbeda, yaitu mengenai perjuangan keras anak-anak daerah untuk mendapatkan pendidikan yang layak.hal ini mencerminkan kurang baiknya pendidikan yang diberikan di Indonesia. Film dalam Naibaho (2008:1,2) dijelaskan sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu masyarakat yang disajikan dalam bentuk gambar hidup. Selain itu, film merupakan dokumen sosial, karena melalui film, masyarakat dapat melihat secara nyata apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tertentu pada masa tertentu. Pada penelitian ini, penulis memilih film Batas untuk diteliti. Batas merupakan film yang tak hanya mengangkat kisah mengenai kondisi pendidikan yang ada di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia namun juga berlatarkan kondisi mengenai isu-isu di perbatasan yang telah disebutkan di atas.

7 Film memainkan perannya sebagai bingkai realitas, karena realitas film adalah realitas pemilihan aspek gambaran. Ada sekian banyak aspek gambaran yang dapat dipilih untuk dimasukkan menjadi perwakilan makna dalam film.film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikannya keatas layar lebar.maka tidak heran jika banyak film yang temanya dan ide awalnya berangkat dari tema fenomena yang ada di dunia nyata (Sobur, 2004:128).Maka dari itu, dari sinilah peneliti memilih film Batas yang dianggap mampu merepresentasikan atau menghadirkan realitas tentang gambaran pendidikan yang ada di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Film Batas merupakan film yang disutradarai oleh Rudi Soedjarwo dan diproduksi pada tahun 2011. Gambar I.4 Cuplikan adegan film Batas

8 Gambar I.5 Sumber: Dokumentasi Peneliti Film Batas menggambarkan kondisi pendidikan yang sangat tidak memadahi di Entikong, daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan Barat. Ada konflik menarik yang diangkat sebagai cerita dalam film Batas yaitu pola kehidupan yang berbeda yang dimiliki oleh masyarakat disana dan sistem pendidikan yang diinginkan perusahaan di Jakarta, tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Tujuan Jaleswari datang untuk memajukan bidang pendidikan di wilayah perbatasan akhirnya membuat dia tersadar bahwa pendidikan sangat penting agar mereka masyarakat perbatasan tidak dibodohi oleh para oknumoknum yang melakukan kejahatan seperti penyelundupan tenaga kerja secara ilegal.namun masyarakat disana tak mau menerima pendidikan karena uang lebih berharga bagi mereka.melalui interaksi dari setiap pemain yang membawa

9 karakternya masing-masing, penonton dapat mempelajari isu komunikasi yang selama ini menghadang program sosial di daerah perbatasan. Keberhasilan pendidikan tak harus melulu disalurkan dengan cara formal sesuai dengan sistem pendidikan nasional.yamin (2012:59) menekankan, tolak ukur keberhasilan pendidikan adalah menumbuhkan keinginan diri untuk berprestasi.sekolah bukanlah berbicara mengenai label namun yang penting adalah bagaimana setiap anak didik bisa belajar menyenangkan. Pendidikan tak hanya ada di sekolah formal yang kurikulumnya telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah melalui regulasi yang dibuat, namun pendidikan dapat masuk pada masyarakat-masyarakat pada kondisi tertentu melalui cara tertentu pula.sekolah tak hanya terbatas pada ruang segi empat namun sekolah yang dibuat oleh Jaleswari dalam film tersebut memiliki tempat yang lebih luas yaitu alam. Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi ia dibentuk dan dikonstruksi manusia (Eriyanto, 2002:15). Batas merupakan film yang tak hanya sekedar memindahkan realitas ke layar tanpa mengubah realitas itu sendiri, namun Batas telah membentuk dan menghadirkan kembali konsep pendidikan berdasarkan pola kehidupan masyarakat pedalaman di perbatasan Indonesia dan Malaysia. Film merupakan kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.seperti yang dikemukakan oleh Van Zoest dalam Sobur (2009:128), film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda itu termasuk berbagai sistem

10 tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mecapai efek yang diharapkan. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tandatanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Sobur, 2009:128).Semiotika mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta relasi antar komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya.representasi merupakan salah satu dari prinsip tersebut.sebuah tanda merepresentasikan suatu realitas, yang menjadi rujukan atau referensinya. Charles Sanders Peirce dikenal dengan modeltriadic dan konsep trikotominya yang terdiri dari representamen, interpretant (makna dari tanda), Objek (sesuatu yang merujuk pada tanda).berdasarkan konsep tersebut maka dapat dikatakan bahwa makna sebuah tanda dapat berlaku secara pribadi, sosial, atau bergantung pada konteks tertentu. Tanda tak dapat mengungkap sesuatu, namun sang penafsirlah yang memaknai berdasarkan pengalamannya masingmasing (Vera, 2014:21). Juliastuti dalam Wibowo (2013:150) mengatakan bahwa melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini terjadi melalui proses penandaan, praktik yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu. Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana proses representasi ini bekerja dalam film dengan membedahnya melalui segitiga makna Peirce. Peneliti menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce karena konsep trikotomi makna atau segitiga makna milik Peirce mampu menganalisis setiap tanda yang ada dalam film Batas untuk melihat representasi pendidikan di perbatasan di dalamnya.

11 Peirce menempatkan representasi sebagai suatu bentuk hubungan elemenelemen makna, jadi representasi menurut pisau bedah yang dikemukakan oleh Peirce mengacu kepada bagaimana sesuatu itu ditandakan dan membentuk interpretant seperti apa lalu bagaimana segitiga makna itu beruntai menjadi suatu bentuk rantai semiosis tersendiri (Wibowo, 2013:150). I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana representasi pendidikan di wilayah Perbatasan Indonesia dalam film Batas? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi pendidikan di wilayah Perbatasan Indonesia dalam film Batas I.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Manfaat Akademis Dengan penelitian dan penulisan penelitian ini, diharapkan : 1. Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan kajian studi Ilmu Komunikasi khususnya semiotika yang berkaitan dengan representasi pendidikan di wilayah perbatasan. 2. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kepustakaan dalam bidang komunikasi dan dapat menjadi sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.

12 I.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya para pendidik di tanah air agar mengetahui bagaimana representasi pendidikan di wilayah perbatasan Indonesia selama ini serta dapat menelaah isi pesan yang ingin diungkapkan dalam setiap cerita yang ada didalamnya.