BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan obat yang sering diberikan dalam menangani

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan rumah sakit. Penggunaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

Fransiska Yovita Dewi, M.Sc., Apt Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

Peranan KARS dalam mengatasi Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Dr Henry Boyke Sitompul,SpB Komisi Akreditasi Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh : Tri Ika Kusuma Ningrum NIM : G2A

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. Di berbagai negara khususnya negara berkembang, peranan antibiotik dalam

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

Ringkasan dalam bahasa Indonesia (Indonesian summary)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan. mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakir, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan ATC/DDD dan DU 90% di Bagian Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

Periode Agustus-Desember 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak balita

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB IV METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini disiplin ilmu yang dipakai adalah ilmu Farmakologi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia digunakan untuk pengadaan biaya obat-obatan. Berdasarkan data WHO tahun 2004, hampir setengah dari obat-obatan termasuk antibiotik digunakan secara tidak tepat sehingga memperparah keadaan ekonomi bagi negara miskin dan berkembang (WHO, 2007). Meluasnya penggunaan antibiotik yang tidak tepat menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan, terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Dampak resistensi terhadap antibiotik adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas, dan peningkatan biaya kesehatan. Biaya yang dikeluarkan karena masalah resistensi antibiotik mencapai sekitar 400-500 juta dolar di Amerika serikat dan 900 juta dolar di eropa (WHO, 2007; Kemenkes, 2011a). Peresepan antibiotik pada beberapa negara berkembang cukup tinggi yaitu sekitar 44-97%, walaupun terkadang tidak dibutuhkan atau peresepan tersebut tanpa indikasi (Hadi dkk., 2008). Beberapa laporan WHO mengenai penggunaan antibiotik yang tidak tepat di daerah ASEAN diantaranya adalah penggunaan antibiotik pada kasus yang disebabkan infeksi virus sebanyak 50%, kasus pneumonia tidak mendapatkan antibiotik yang sesuai sebanyak 53%, kasus diare akut yang tidak membutuhkan antibiotik sebesar 54%, dan 40% peresepan antibiotik yang underdose (WHO, 2011). Antibiotik juga dapat diperoleh secara 1

bebas tanpa resep dokter pada beberapa negara di ASEAN walaupun hal tersebut bertentangan dengan peraturan yang ada. Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali di Indonesia juga terlihat dari hasil penelitian di Surabaya yang menyatakan bahwa hampir tiga perempat dari kios yang ada di sekitar RSUD Dr. Soetomo dan dua Pusat Kesehatan Masyarakat menjual antibiotik secara bebas (Hadi dkk., 2010). Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian resistensi. Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan mendorong berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang akan menyebar melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara penggunaan atau kesalahan penggunaan antibiotik dengan timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Resistensi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Hal tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik yang efektif (Kemenkes, 2011a). Studi yang telah dilakukan di Indonesia selama 1990-2010 mengenai resistensi antibiotik, resistensi terjadi hampir pada semua bakteri bakteri patogen penting. Hal tersebut merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang irasional, penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang tidak jelas, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan (Febiana, 2012). Penggunaan antibiotik yang terkendali dapat 2

mencegah munculnya resistensi antimikroba dan menghemat penggunaan antibiotik yang pada akhirnya akan mengurangi beban biaya perawatan pasien, mempersingkat lama perawatan, penghematan bagi rumah sakit serta meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit (Kemenkes, 2011a). Pengendalian pencegahan resistensi antibiotik menurut WHO tahun 2012 harus difokuskan pada beberapa hal, yaitu pencegahan terjadinya resistensi antibiotik, meningkatkan penggunaan antibiotik yang rasional termasuk pendidikan dan pengajaran terhadap tenaga kesehatan dan masyarakat umum mengenai penggunaan antibiotik yang tepat, penegakkan hukum terhadap penjualan antibiotika tanpa resep, dan pengendalian terhadap infeksi seperti cuci tangan terutama pada fasilitas kesehatan. Menurut Kemenkes tahun 2011, upaya untuk mendorong penggunaan antibiotik secara bijak tidak dapat lepas dari peran apoteker. Apoteker diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan informasi, konseling, dan edukasi kepada pasien. Selain itu, apoteker juga memiliki peran serta untuk mendorong penggunaan antibiotik yang bijak, diantaranya adalah penggunaan antibiotik yang disesuaikan dengan pola kuman atau kultur, antibiotik yang bermutu, dan antibiotik yang cost effective. Peningkatan kualitas penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi terhadap penggunaan antibiotik di rumah sakit. Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit yang pernah digunakan diantaranya adalah kriteria Kunin, dengan menggunakan kategori yang tidak spesifik yaitu ketepatan antibiotik, kemungkinan tepat antibiotik, tidak tepat karena ada antibiotik yang lebih murah, antibiotik memerlukan penyesuaian dosis, dan antibiotik sangat tidak 3

tepat (Gyssens, 2005). Berdasarkan kategori tersebut, Gyssens mengembangkan beberapa kategori yang lebih lengkap untuk menunjukkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada kategori yang berbeda-beda sehingga lebih spesifik. Gyssens mengembangkan evaluasi penggunaan antibiotik untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotik yang terdiri dari ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute, dan waktu pemberian. Kriteria Gyssens dapat digunakan untuk menilai kualitas penggunaan antibiotik, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk penelitian secara mendalam mengenai peresepan antibiotik di rumah sakit baik oleh residen maupun mahasiswa kedokteran, mikrobiologi, maupun farmasi klinis (Van Der Meer dan Gyssens, 2001; Kemenkes, 2011b). Penelitian sistematic review dan meta analysis menyatakan bahwa penggunaan antibiotik empirik yang tidak tepat dapat meningkatkan kematian saat di rumah sakit pada pasien dengan infeksi berat (Marquet dkk., 2015). Selain kematian, penggunaan antibiotik yang tidak tepat juga dapat meningkatkan secara signifikan waktu rawat inap pasien (Shorr dkk., 2011). Penelitian mengenai hubungan antara penggunaan antibiotika yang rasional dengan luaran klinik diperoleh hasil bahwa sebanyak 76,38% penggunaan antibiotik yang rasional menunjukkan gejala infeksi yang membaik (Pamela, 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka penggunaan antibiotik yang tepat diharapkan dapat memberikan luaran klinik yang lebih baik bagi pasien, sehingga perlu diteliti hubungan antara penggunaan antibiotik yang tepat dengan luaran klinik pasien. 4

RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten didirikan pada tanggal 20 Desember 1927. Berdasarkan undang-undang tahun 2003 dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1594/Menkes/SK/XII/2002 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan. Rumah sakit ini memiliki pelayanan spesialistik luas dengan 428 tempat tidur dan merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian bagi tenaga medis. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro memiliki visi menjadi rumah sakit yang ramah geriatri yang berkualitas dan mandiri dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang kesehatan tingkat nasional pada tahun 2019. Misi dari RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna, berkualitas dan terjangkau dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penggembangan ilmu bidang kesehatan lainnya dengan standar mutu yang tinggi, serta mewujudkan kepuasan seluruh stakeholder untuk mencapai kemandirian Rumah Sakit (Anonim, 2014). Penelitian mengenai evaluasi rasionalitas penggunaan obat termasuk antibiotik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro khususnya di bangsal penyakit dalam belum pernah dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, evaluasi penggunaan antibiotik yang tepat dengan menggunakan kriteria Gyssens perlu untuk dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap di bangsal penyakit dengan menggunakan kriteria Gyssens dan melihat hubungan antara rasionalitas penggunaan antibiotik dengan luaran klinik pasien di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 5

B. Perumusan Masalah Perumusan masalah terkait penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro adalah: 1. Bagaimana rasionalitas penggunaan antibiotik di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 2. Bagaimana hubungan antara rasionalitas penggunaan antibiotik dengan luaran klinik pasien di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan peran apoteker dalam penggunaan antibiotik secara rasional sehingga dapat mewujudkan terapi antibiotik yang bijak dan pencegahan resistensi. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik berdasarkan Kriteria Gyssens. 2. Mengetahui hubungan antara rasionalitas penggunaan antibiotik dengan luaran klinik pasien. 6

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai: 1. Dapat digunakan sebagai data data ilmiah untuk bahan pembelajaran dan acuan penelitian terkait dengan rasionalitas penggunaan antibiotik. 2. Penggunaan antibiotik yang dianalisis berdasarkan Kriteria Gyssens dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan penggunaan antibiotik yang lebih tepat lagi di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang evaluasi penggunaan antibiotik yang akan dilakukan mencakup analisis secara kualitatif rasionalitas antibiotik dengan kriteria Gyssens serta menganalisis hubungan antara rasionalitas dengan kesembuhan pasien. Penelitian ini belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Penelitian pendahuluan mengenai evaluasi antibiotik yang pernah dilakukan di rumah sakit lain adalah: 1. Penelitian AMRIN (Antimicrobial resistance, antibiotical usage, and infection control) tahun 2000 2004 pada 2 rumah sakit yaitu RSUD Dr. Soetomo dan RSUP Dr. Kariadi dengan desain retrospektif. Salah satu tujuan penelitian adalah menilai penggunaan antibiotik secara kualitatif dengan menggunakan alur Gyssens. Hasil evaluasi kualitatif dengan Gyssens pada berbagai unit ditemukan penggunaan antibiotik yang tidak benar sekitar 60%, termasuk didalamnya karena tidak ada indikasi sekitar 42% maupun penggunaan yang tidak sesuai sekitar 15%. Penggunaan antibiotik tanpa indikasi di Semarang 7

lebih tinggi dibandingkan Surabaya, dengan persentase berturut-turut sebesar 48% dan 34% (Hadi dkk., 2008 ; Kemenkes, 2005). 2. Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Pediatric Hematology and Oncology Patients at Dr.Soetomo Hospital in 2006-2007. Penelitian dilakukan sebanyak 2 fase yaitu fase awal dengan retrospektif dan fase kedua secara prospektif. Penelitian retrospektif dilakukan pada Juni - Agustus 2006, sedangkan secara prospektif dilakukan pada November 2006 - Januari 2007. Penelitian ini meneliti tentang penggunaan antibiotik, hasil kultur mengenai sensitivitas, dan mengevaluasi kuantitas antibiotik dengan DDD/100 patientdays serta evaluasi kualitas antibiotik dengan klasifikasi Gyssens, serta menghitung biaya penggunaan antibiotik sebelum dan sesudah dilakukan Antibiotic Resistance Control Program (ARCP). Hasil penelitian ini diperoleh bahwa pada fase pertama antibiotik yang sensitif adalah sefoperazon-sulbaktam dan resisten pada penisilin G. Pada fase kedua, meropenem merupakan antibiotik yang paling sensitif dan kotrimoksasol adalah yang paling resisten. Penggunaan antibiotik sesudah ARCP menurun dari 12 menjadi 6 tipe antibiotik. DDD/100 patient-days juga menurun dari 45,04 (fase 1) menjadi 14,52 (fase 2). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dari hasil evaluasi Gyssens juga mengalami penurunan pada kategori IIIA, IIIB, IVD dan V. Biaya penggunaan antibiotik juga mengalami penurunan sebesar 11% setelah diberikan perlakuan (Andarsini dkk., 2010). 3. Audit Peresepan Antibiotik di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Peiode Desember 2011 Februari 2012. Metode 8

penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan crosssectional dengan pengambilan data dilakukan secara prospektif. Jumlah populasi yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 68 pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukkan antibiotik empirik yang digunakan adalah seftriakson 45 kasus (66,18%). Hasil audit kualitatif diperoleh terapi empiris 30 kasus rasional dan sebanyak 27 kasus tidak rasional. Sebaliknya diperoleh sebanyak 46 kasus rasional dan 19 kasus tidak rasional pada terapi definitif antibiotik (Ningsih, 2013) 4. Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyssens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan penggunaan antibiotik dengan sistem ATC/ DDD dan kriteria Gyssens yang dilakukan dengan rancangan studi observasional menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data pasien secara prospektif dilakukan pada populasi terbatas di bangsal Penyakit Dalam di RSUD DR. M. Djamil Padang yang menerima antibiotik. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa penggunaan antibiotik secara kualitatif dengan alur kriteria Gyssens yang tepat atau kategori I sebesar 43,18% dan yang tidak tepat atau kategori II-VI sebesar 56,19 % (Lestari dkk., 2011). 5. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik di bangsal anak RSUP Dr Kariadi dengan metode retrospektif. Sampel diambil dengan 9

menggunakan data stratified random sampling. Total penggunaan antibiotik sebesar 39,4 DDD/100 dan seftriakson merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu sebesar 10,6 DDD/100 pasien. Berdasarkan evaluasi dengan kategori Gyssens didapatkan hasil sebesar 55,1% memenuhi kategori 0 (rasional), sedangkan yang lain penggunaannya tidak tepat, sehingga dapat disimpulkan terdapat ketidaktepatan penggunaan antibiotik di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi (Febiana, 2012). Penelitian ini serupa dengan penelitian sebelumnya, akan tetapi penelitian ini dilakukan ditempat yang berbeda dengan mengkaji kerasionalan penggunaan antibiotik berdasarkan kriteria Gyssens dengan menggunakan desain kohort prospektif serta mencari hubungan antara kerasionalan penggunaan antibiotik dengan kesembuhan pasien. Penelitian ini dilakukan di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 10