Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996

dokumen-dokumen yang mirip
Artikel dalam buku Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan tentang Indonesia, PT Raja Grafindo

PENGARUH LUASAN BUKAAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SISWA PADA BANGUNAN SD NEGERI SUDIRMAN 1 KOTA MAKASSAR

PENELITIAN KENYAMANAN TERMIS DI JAKARTA SEBAGAI ACUAN SUHU NYAMAN MANUSIA INDONESIA

ANTISIPASI ARSITEK DALAM MEMODIFIKASI IKLIM MELALUI KARYA ARSITEKTUR

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

Investigasi Ventilasi Gaya-Angin Rumah Tradisional Indonesia dengan Simulasi CFD

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG

ARSITEKTUR TROPIS DAN BANGUNAN HEMAT ENERGI

PMV (PREDICTED MEAN VOTE) SEBAGAI THERMAL INDEX

ASPEK KENYAMANAN TERMAL RUANG BELAJAR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH UMUM di WILAYAH KEC.MANDAU

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

Gambar 1.1 Suhu dan kelembaban rata-rata di 30 provinsi (BPS, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-quran dan hadist-hadist diantaranya dalam surat An-Nuur ayat ke-36

PREDIKSI KENYAMANAN TERMAL DENGAN PMV DI SMK 1 WONOSOBO

Preferensi Pejalan Kaki terkait Kondisi Lingkungan untuk Menciptakan Kenyamanan Termal di Jalan Rajawali Surabaya

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Seminar Nasional IENACO ISSN:

Gambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

PENGARUH KECEPATAN ALIRAN UDARA TERHADAP TIGKAT KENYAMANAN TERMAL DI RUANG KULIAH

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, ibukota negara Indonesia, merupakan kota yang terus

Pengaruh Bukaan terhadap Kenyamanan Termal Siswa pada Bangunan SMP N 206 Jakarta Barat

PENGARUH KECEPATAN ALIRAN UDARA TERHADAP TIGKAT KENYAMANAN TERMAL DI RUANG KULIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dan gaya hidupnya dewasa ini semakin berkembang. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NILAI PREDICTED MEAN VOTE (PMV) PADA BANGUNAN DENGAN SISTEM PERKONDISIAN UDARA CAMPURAN (Studi Kasus: Gereja Katedral Semarang)

DARI KENYAMANAN TERMIS HINGGA PEMANASAN BUMI: SUATU TINJAUAN ARSITEKTUR DAN ENERGI. Oleh Tri Harso Karyono

BANGUNAN KACA DAN LINGKUNGAN TROPIS

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

Analisis Kenyamanan dan Lingkungan Termal pada Ruang Kuliah dengan Ventilasi Alami (Studi Kasus: Kampus II Fakultas Teknik Unhas Gowa)

PENGARUH BENTUK ATAP TERHADAP KARAKTERISTIK THERMAL PADA RUMAH TINGGAL TIGA LANTAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA

KENYAMANAN TERMAL DAN PENGHEMATAN ENERGI: TEORI DAN REALISASI DALAM DESAIN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

KENYAMANAN TERMAL PENGGUNA RUANG TUNGGU DI STASIUN JAKARTA KOTA

Hermawan Dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNSIQ Wonosobo

GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA. Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan.

PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan

STUDI KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN MASJID JAMI AL-MUBAROK KABUPATEN TANGERANG

MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DIATAS PANTAI TROPIS LEMBAB Studi Kasus Rumah Atas Pantai Desa Kima Bajo, Kabupaten Minahasa Utara

Pengembangan RS Harum

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB V KONSEP PERENCANAAN

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

SEMINAR PROPOSAL TUGAS AKHIR OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perancangan Apartemen dengan Alat Bantu Software Simulasi Aliran Angin

KINERJA PENERAPAN MODEL JENDELA ADAPTIF PADA BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA DI MALANG JURNAL ILMIAH

PMV (PREDICTED MEAN VOTE) SEBAGAI THERMAL INDEX

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS MAHASISWA (STUDI KASUS RUANG KELAS 303 JURUSAN TEKNIK MESIN UNS)

SUHU NETRAL DAN RENTANG SUHU NYAMAN MANUSIA INDONESIA (Studi Kasus Penelitian Pada Bangunan Kantor Di Makassar)

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.2.1 Konsep Pencapaian Menuju Tapak

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH DENGAN PENGKONDISIAN BUATAN. THERMAL COMFORT Of LECTURE ROOM WITH ARTIFICIAL CONDITIONING

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Analisis Gejala Perubahan Iklim Berbasis Karakteristik Data Radiasi Matahari di Makassar

STUDI KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS TK TUNAS MUDA X IKKT JAKARTA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dimusnahkan, dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN)

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KONSEP PERANCANGAN

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL SISWA DI DALAM RUANG KELAS (STUDI KASUS SD INPRES TAMALANREA IV MAKASSAR)

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB II LANDASAN TEORITIS. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Sumber: Conference on Sustainable Building South-East Asia New Green Opportunities & Challenges 4,5 May 2010.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

KAJIAN KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH PADA GEDUNG SEKOLAH C LANTAI 2 POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

PERBAIKAN VENTILASI ALAMI PADA PEMUKIMAN PADAT PENDUDUK BENTUK DARI EKO-ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS ANDALAS TUGAS AKHIR. Oleh : DEWI RAHMADANI NO BP

Pemilihan Material Fasad pada Malang Convention and Exhibition Centre Sesuai Standar GBCI dengan Perhitungan OTTV

WUJUD KOTA TROPIS: SUATU PENDEKATAN IKLIM, LINGKUNGAN DAN ENERGI DALAM MERENCANAKAN DAN MERANCANG KOTA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENGARUH KERAPATAN BANGUNAN PADA KARAKTERISTIK TERMAL RUMAH TINGGAL KAMPUNG NAGA TERHADAP KENYAMANAN PENGHUNI

PERMUKIMAN TROPIS BERKONSEP HIJAU RAMAH LINGKUNGAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

BAB III PERMASALAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. menurunkan nilai koefisien kecepatan udara (blocking effect) dalam ruang

Transkripsi:

ARSITEKTUR, KENYAMANAN TERMAL DAN ENERGI Tri Harso Karyono Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996 Ada tiga sasaran yang seharusnya dipenuhi oleh suatu karya arsitektur (baca: bangunan). Pertama, bahwa bangunan harus merupakan produk dari suatu kerja seni (work of art). Kedua, bahwa bangunan harus mampu memberikan kenyamanan (baik psikis maupun fisik) kepada penghuninya. Dan yang terakhir, bahwa bangunan perlu hemat terhadap pemakaian energi [1]. Bangunan yang gagal menjadi produk dari 'work of art' akan sulit mendapatkan tempat dalam catatan sejarah arsitektur. Bangunan yang gagal mewadahi aktifitas pemakainya dengan 'nyaman' akan dirombak - ditambah atau dikurangi agar bangunan tersebut menjadi nyaman. Sedangkan bangunan yang gagal menghemat dalam pemakaian energi akan menjadi mahal secara operasional, apalagi jika hal ini dikaitkan dengan masalah penipisan cadangan minyak bumi sebagai sumber utama energi untuk bangunan dewasa ini. Kenyamanan termal Pada dasarnya arsitektur merupakan wadah kegiatan manusia agar kegiatan itu dapat terselenggara secara nyaman. Ada dua aspek kenyamanan yang perlu dipenuhi oleh suatu karya arsitektur, yakni kenyamanan psikis dan fisik. Kenyamanan psikis banyak kaitannya dengan kepercayaan, agama, aturan adat, dan sebagainya. Aspek ini bersifat personal, kualitatif dan tidak terukur secara kuantitatif. Sementara di lain pihak, kenyamanan fisik lebih bersifat universal dan dapat dikuantifisir. Kenyamanan fisik terdiri - di antaranya adalah: kenyamanan ruang (spatial comfort), kenyamanan penglihatan (visual comfort), kenyamanan pendengaran (audial comfort) dan kenyamanan termal (thermal comfort)[2]. Dari keempat macam kenyamanan fisik tersebut, 'kenyamanan termal' -lah yang paling dominan berpengaruh pada penggunaan energi pada bangunan. Teori kenyamanan termal menyatakan bahwa rasa panas atau dingin yang dirasakan oleh tubuh manusia adalah merupakan wujud respon dari sensor perasa pada kulit terhadap stimuli suhu yang ada di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan informasi rangsangan rasa kepada otak, di mana otak akan memberikan perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi guna mempertahankan suhu tubuh agar tetap berada pada sekitar 37 o C. Hal ini diperlukan oleh organ tubuh untuk dapat menjalankan fungsinya secara baik. Apabila suhu udara di sekitar tubuh manusia lebih tinggi dari suhu nyaman yang diperlukan oleh tubuh, aliran darah pada permukaan tubuh atau anggota badan akan meningkat dan ini akan meningkatkan suhu kulit. Peningkatan suhu ini bertujuan untuk melepaskan lebih banyak panas dari dalam tubuh secara radiasi ke udara di sekitarnya. Proses pengeluaran keringat 1

akan terjadi pada suhu udara yang lebih tinggi lagi, sebagai tindak lanjut dari usaha pelepasan panas tubuh melalui proses penguapan, apabila suhu luar terlalu tinggi. Pada situasi di mana suhu udara lebih rendah dari yang diperlukan tubuh, peredaran darah ke permukaan tubuh atau anggota badan dikurangi. Hal ini merupakan usaha tubuh untuk mengurangi pelepasan panas ke udara disekitarnya. Pada situasi ini pada umumnya tangan atau kaki menjadi dingin dan pucat. Otot-otot akan berkontraksi dan tubuh akan meinggigil pada suhu udara yang lebih rendah lagi. Hal ini merupakan usaha terakhir tubuh untuk memperoleh tambahan panas melalui peningkatan proses metabolisme. Pada kondisi lebih ekstrim, baik terlalu panas ataupun terlalu dingin, manusia mungkin tidak lagi mampu bertahan untuk hidup. Ilmu kenyamanan termal hanya membatasi pada kondisi udara tidak ekstrim (moderate thermal environment), di mana manusia masih dapat mengantisipasi dirinya terhadap perubahan suhu udara di sekitarnya. Dalam kondisi yang tidak ekstrim ini terdapat daerah suhu di mana manusia tidak memerlukan usaha apapun, seperti halnya menggigil atau mengeluarkan keringat, dalam rangka mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap berkisar pada 37 o C. Daerah suhu inilah yang kemudian disebut dengan 'suhu nyaman' [3]. Penelitian Farida Idealistina [4] menyatakan bahwa suhu nyaman diperlukan manusia untuk mengoptimalkan produktifitas kerja. Karena tubuh manusia memiliki variasi antara satu dengan lainnya seperti halnya gemuk, kurus, kekar, dan sebagainya, ada kecenderungan bahwa suhu nyaman yang dimiliki oleh tiaptiap individu berbeda. Untuk itu secara teori tidak akan pernah terjadi bahwa sekelompok manusia dapat merasakan nyaman seluruhnya apabila ditempatkan dalam satu ruang yang memiliki suhu yang sama. Prosentase maksimum yang dapat dicapai oleh suhu tertentu untuk memberikan kenyamanan terhadap suatu kelompok manusia adalah 95%. Artinya pada suhu tersebut 95% dari individu dalam kelompok itu merasa nyaman. Suhu inilah yang kemudian secara teori didefinisikan sebagai suhu nyaman [5]. Tingkat Keberlakuan Standar Kenyaman Termal Sensasi manusia terhadap suhu (termal) di sekitarnya menurut Standar Internasional ISO-7730 merupakan fungsi dari empat faktor iklim yaitu, suhu udara, suhu radiasi, kelembaban udara, dan kecepatan angin, serta dua faktor individu yakni, tingkat kegiatan yang berkaitan dengan tingkat metabolisme tubuh, serta jenis pakaian yang dikenakan [5]. Secara teori kenyamanan termal tidak dipengaruhi oleh hal-hal seperti jenis kelamin, usia, tingkat kegemukan, tempat tinggal geografis, suku bangsa, adaptasi, kepadatan, warna, dan lainnya. Secara teori sekelompok manusia Indonesia dan sekelompok manusia dari bangsa lain akan memperoleh tingkat kenyamanan termal yang sama ketika mereka ditempatkan di ruang sama, melakukan aktifitas sama dan mengenakan pakaian sama. 2

Humphreys [7,8] dan Nicol [9] mengeluarkan teori adaptasi (the adaptive model), yang menyangkal keberlakuan Standar Internasional, ISO. Menurut Humphreys dan Nicol kenyamanan termal dipengaruhi oleh adaptasi dari masing-masing individu terhadap suhu luar di sekitarnya. Analisis Humphreys [7] terhadap sejumlah penelitian kenyamanan termal di sejumlahi tempat di dunia ditemukan bahwa Standar Internasional ISO tidak sejalan dengan sejumlah kesimpulan dari penelitian-penelitian tersebut. ISO cenderung memprediksi suhu nyaman lebih tinggi bagi mereka yang bermukim di iklim sedang atau iklim dingin. Sementara untuk mereka yang bermukim di iklim panas atau tropis Iso memprediksi sebaliknya, justru terlalu rendah. Dinyatakan oleh Humphreys [7,8] bahwa suhu nyaman merupakan fungsi dari suhu udara luar rata-rata bulanan di suatu tempat. Suatu formula dirumuskan oleh Humphreys untuk memprediksi suhu nyaman bagi manusia di tempat tertentu dengan iklim tertentu. 4.8.4. Suhu Nyaman dan Penghematan Energi dalam Bangunan Hasil penelitian kenyamanan termal yang dilakukan Karyono [12] dinyatakan bahwa sekitar 95% dari 596 karyawan/wati yang bekerja di Jakarta merasa nyaman pada 26,4 o C suhu udara, T a atau pada 26,7 o C suhu operasi, T o (suhu gabungan rata-rata antara suhu udara dan suhu akibat radiasi). Sementara standar kenyamanan termal di Indonesia yang berpedoman pada standar Amerika (ANSI/ASHRAE 55-1992)[6] merekomendasikan suhu nyaman pada 22.5 o - 26 o C T o, atau disederhanakan menjadi 24 o C + 1 o atau + 2 o C T o. Jika dibandingkan hasil penelitian Karyono di atas, suhu nyaman pada perencanaan bangunan berpengkondisi udara di Jakarta (Indonesia) berada sekitar 2.5 o C T o lebih rendah, dan ini akan mempunyai implikasi tertentu terhadap penggunaan energi dalam bangunan. Sementara itu perhitungan (prediksi) ISO yang diukur dengan menggunakan thermal comfort meter type 1212 pada penelitian Karyono [12] menunjukkan suhu nyaman sekitar 25,5 o CT o, yang berarti sekitar 1,1 o C T o lebih rendah dari suhu nyaman hasil penelitian di Jakarta [13]. Dari uraian di atas terlihat bahwa baik rekomendasi ISO maupun ASHRAE memperlihatkan angka yang lebih rendah dari hasil penelitian Karyono di Jakarta. Suatu telaah yang dilakukan Karyono [14] terhadap beberapa penelitian kenyamanan termal di wilayah Asia Tengggara dan Papua New Guinea memperlihatakan bahwa suhu nyaman mereka yang tinggal dalam kawasan itu berkisar antara 24,5 hingga 30 o C T a (24,2-28,5 o C T o ) di mana angka ini lebih tinggi dibanding rekomendasi baik dari ISO maupun ASHRAE. Perbedaan suhu nyaman bagi mereka yang tinggal di daerah tropis lembab dengan ISO maupun ASHRAE memberikan indikasi bahwa faktor suhu luar rata-rata (iklim setempat) berpengaruh terhadap pemilihan suhu nyaman manusia. Seperti diketahui bahwa kedua standar tersebut (ISO dan ASHRAE) dirumuskan dari hasil penelitian di negara beriklim sedang 3

dengan sampel sebagian besar bangsa Eropa dan Amerika Utara, yang sebagaimana diperkirakan oleh Humpreys dan Nicol, akan menghasilkan suhu nyaman yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah panas atau tropis. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor adaptasi terhadap suhu udara luar yang lebih tinggi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akibat penerapan suhu nyaman yang berasal dari standar asing - yang lebih rendah dari kebutuhan nyata suhu nyaman manusia Indonesia - di satu pihak karyawan/wati yang bekerja pada gedung-gedung berpengkondisi udara akan merasakan ruang yang lebih dingin dari yang diperlukan, atau dengan kata lain 'dingin-tidak nyaman', di lain pihak berdasarkan penelitian dan perhitungan teoritis bahwa kenaikkan/penurunan suhu bangunan sebesar 1 o C akan menurunkan/menaikkan 10% konsumsi energi pada bangunan tersebut. Dengan kata lain kenaikkan 2,5 o C pada suhu perencanaan dari 24 o C (standar ASHRAE) menjadi 26,5 o C (suhu nyaman hasil penelitian Jakarta), akan menghasilkan penghematan energi sebesara 25% pada bangunan-bangunan berpengkondisi udara di Jakarta. Kiranya penelitian serupa dapat diperluas untuk kota dan daerah lain di Indonesia. Penelitian ini akan bermanfaat bagi penentuan standar suhu nyaman di daerah setempat. Hasil penelitian tersebut akan membantu arsitek dalam merancang bangunan yang nyaman dan hemat energi, meskipun tidak pernah dicatat dalam sejarah arsitektur. Sumber Bacaan ANSI/ASHRAE: 55-1992 (1992), ASHRAE Standard Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy, ASHRAE, USA. Fanger, P. O. (1970), Thermal Comfort, Analysis and Application in Environmental Engineering, Danish Technical Press, Copenhagen. Humphreys, M.A. (1976), Field Studies of Thermal Comfort Compared and Applied, Building Service Engineering, Vol. 44 April, pp. 6-23. Humphreys, M.A. (1992), Thermal Comfort Requirements, Climate and energy, The Second World Renewable Energy Congress, Reading, UK. Idealistina, F. (1991), Model Termoregulasi Tubuh untuk Penentuan Besaran Kesan Termal Terbaik dalam kaitannya dengan Kinerja Manusia, disertasi doktor, Fakultas Pasca Sarjana ITB, Indonesia. ISO 7730:1994 (1994), Moderate Thermal Environments - Determination of the PMV and PPD Indices and Specification of the Conditions for Thermal Comfort, 2nd edition, International Organisation for Standardisation, Geneva. Karyono, T.H. (1996), Thermal Comfort in the Tropical South East Asia Region, Architectural Science Review, vol. 39, no. 3, September, pp. 135-139, Australia. Karyono, T.H. (1989), Solar Energy and Architecture: A Study of Passive Solar Design for Hospital Wards in Indonesia, MA dissertation, School of Advanced Architectural Studies, Univ. of York, UK. Karyono, T.H. (1995), Higher PMV Causes Higher Energy Consumption in Air Conditioned Buildings: A Case Study in Jakarta, Indonesia, in: Standards for Thermal Comfort Indoor Air Temperature Standards for the 21st Century, eds: Nicol, Humphreys, Sykes, Roaf, E & FN Spoon and Chapman & Hall, London. Karyono, T.H. (1995), Thermal comfort for the Indonesian workers in Jakarta, Building Research and Information, vol. 23, no. 6, November/December, pp.317-323, UK. 4

Karyono, T.H. (1996), Arsitektur, Ilmu Pengetahuan dan Energi, Konstruksi, Mei, hal. 22. Karyono, T.H. (1996), Discrepancy between actual and predicted thermal votes of Indonesian workers in Jakarta, Indonesia, The International Journal of Ambient Energy, vol. 17, no 2, april, pp95-100, UK. Karyono, T.H. (1996), Thermal Comfort and Energy Studies in Multi-storey Office Buildings in Jakarta, Indonesia, Ph.D thesis, School of Architectural Studies, The Sheffield University, UK. Nicol, J.F. (1993), Thermal Comfort A Handbook for Field Studies toward an Adaptive Model, University of East London, UK. 5