BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR: KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pasti menginginkan adanya pertumbuhan laba yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

ANALISA PENILAIAN DAN ALOKASI RISIKO PADA PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN SWASTA

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA

TANTANGAN DAN PELUANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penting. Investasi dapat berasal dari luar negeri berupa penanaman modal asing. pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

MEMAHAMI PROJECT BASED SUKUK (PBS)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan APMC on Public Private Partnerships, 15 April 2010 Kamis, 15 April 2010

FAQ. bahasa indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya memiliki kinerja yang baik merupakan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pelayanan masyarakat, menciptakan keadilan dan pemerataan, serta mendorong

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. saat menghadiri Rapimnas dan Rakernas (Rapat Pimpinan dan Rapat Kerja Nasional),

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan

BAB V KESIMPULAN. Investasi asing menjadi hal yang sangat penting bagi suatu Negara ataupun

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. megancam perekonomian negara-negara berkembang, termasuk industri asuransi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama investor dalam menanamkan modalnya di sebuah perusahaan yaitu

eksternal karena laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Ada kemungkinan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan

Perkembangan Infrastruktur Indonesia

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. makna harfiah mother city (dari bahasa yunani kuno mater + polis) sumber (Webster dictionary). Metroplitan berate

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah untuk melaksanakan pembangunan

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

LOGO. Pokok-Pokok Pikiran Kadin Sumatera Utara

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. (physical risks) saat mengendarai kendaraan, risiko bangkrut (bankrupt risks)

Tinjauan BAB V : Tabel Rekap Sumber Pendanaan DAK tidak ada.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah anggota G20 dan berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan manajemen proyek (Atkinson, 1999). Selain itu,

MATRIKS HARMONISASI ANTAR PERATURAN-SMAB

disebut biaya tetap pembelanjaan. Penggunaan biaya tetap yang diupayakan untuk

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

dibutuhkan di suatu negara, adalah pembangunan infrastruktur. Dengan Namun demikian, dalam pemenuhan kebutuhan pembangunan infrastruktur

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

Pengembangan Kapasitas SDM

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. akan datang dan mampu melakukan perencanaan investasi yang efektif. Investasi merupakan komitmen sejumlah dana untuk tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melaksanakan privatisasi Bank Tabungan Negara

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan tersedianya fasilitas yang memadai untuk kesejahteraan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan landasan teori sebagai pijakan serta pedoman. Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

Risiko Yang Mempengaruhi Public Private Partnership Pada Proyek Pembangunan Pasar di Surabaya. Carla Widha P

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± 244.775.796 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1.49%/tahun dapat diperkirakan bahwa penduduk Indonesia akan menembus angka 300 juta jiwa pada tahun 2025 (www.bkkbn.go.id),dapat dibayangkan berapa banyak infrastruktur yang harus tersedia untuk dapat menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Sejak krisis ekonomi dan keuangan tahun 1998, belanja infrastruktur Indonesia terus menurun, dari puncaknya pada tahun 1995 sebesar 9,2% dari GDP menjadi kira-kira 3,2% pada tahun 2005, dan kemudian sedikit meningkat menjadi 3,9% pada tahun 2009 (Priatna, 2013). Menurunnya belanja infrastruktur sudah barang tentu menyebabkan penyediaan infrastruktur menjadi tidak sebanding dengan perkembangan kebutuhan akibat pertambahan penduduk. Sebagai contoh, antara tahun 2000 dan 2009, tingginya pertambahan jumlah kendaraan dan relatif tidak bertambahnya infrastruktur jalan, menyebabkan jumlah kendaraan per kilometer jalan meningkat hampir 3 kali lipat. Akibat dari ketidak-seimbangan antara permintaan akan infrastruktur dan penyediaan, maka peranan infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi juga semakin menurun. Investasi dalam industri, misalnya, menuntut tersedianya tenaga listrik, jalan raya, dan infrastruktur lain yang selama 1

2 ini tidak dapat disediakan oleh Pemerintah dalam jumlah yang mencukupi. Para investor menganggap kondisi infrastruktur sebagai salah satu penghambat utama bagi investasi asing di Indonesia selama ini. Ketersediaan infrastruktur adalah faktor utama peng-gerak perekonomian, sehingga dengan rendahnya tingkat investasi untuk penyediaan infrastruktur akan sangat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Tantangan utama yang dihadapi adalah funding gaps antara kebutuhan investasi infrastruktur dengan relatif terbatasnya kemampuan keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Pudjianto dkk, 2009). Sebagai gambaran Pemerintah memiliki target pembiayaan infrastruktur selama tahun 2009-2014 (untuk memenuhi Millenium Development Goal pada tahun 2015) adalah sebesar kurang lebih 1400 triliun rupiah, sementara kemampuan pendanaan Pemerintah sendiri melalui APBN selama 5 tahun diprediksikan hanya mencapai sekitar 400 triliun rupiah. Dari hal tersebut dapat dilihat sebuah financial gap yang cukup besar, yaitu sekitar 1000 triliun rupiah. Dalam hal ini diharapkan peran swasta untuk menutup financial gap yang besar tersebut, melalui berbagai skema Kerjasama Pemerintah dengan Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) (KPPOD, 2012). Di tingkat daerah, alokasi anggaran untuk infrastruktur terus meningkat, namun temuan studi KPPOD memperlihatkan bahwa peningkatan anggaran tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas infrastruktur. Korupsi dipandang sebagai biang keladi dari ketidaksinkronan antara peningkatan anggaran dengan kualitas infrastrukur. Kenyataan lain bahwa selama ini

3 ketersediaan infrastruktur justru masih menjadi kendala utama bagi aktifitas usaha di Indonesia. Di sisi lain, peran swasta dalam pembiayaan infrastruktur dituntut melalui berbagai skema. Sayangnya ada sejumlah daerah yang mengalihkan tanggung jawab penyediaan infrastruktur tersebut kepada pihak swasta (melalui Peraturan Daerah) dengan alasan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan usaha. Namun sayang pengalihan tanggung jawab tersebut tidak diikuti kompensasi terhadap swasta yang menyediakan kontribusi yang sudah diberikan, malahan justru sanksi bila pihak swasta tidak sanggup melaksanakannya (KPPOD, 2012). Berdasarkan buku PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIPS Infrastructure Projects Plan in Indonesia 2012, ada 3 proyek siap ditawarkan, 26 proyek di bawah kategori "Prioritas" dan 29 proyek di bawah "potensial". Ada 9 proyek baru yang tidak dalam buku KPS tahun 2011, dimana 1 diklasifikasikan sebagai "prioritas" dan 8 sebagai "potensial". Sebuah perbedaan yang signifikan dari versi 2011 adalah bahwa jumlah "potensial" proyek berkurang 45-29 lebih sebagai akibat dari penyaringan yang ketat. Mengingat bahwa proyek KPS memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi sehingga pihak swasta/investor harus mampu melakukan manajemen risiko dengan melakukan penilaian dan alokasi risiko dalam berinvetasi pada proyek KPS sehingga tidak terjadi kerugian.

4 1.2. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan pokok yang mendasari perlunya dilakukan penelitian tentang Analisa Penilaian dan Alokasi Risiko pada Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Swasta yaitu: 1. Identifikasi dan penilaian faktor risiko serta alokasi terhadap risiko tersebut? 2. Bagaimana tingkat kesepakatan antar kelompok Pelaksana Konstruksi, Konsultan dan kelompok Lain-lain (rekanan, developer, pengguna, penyandang dana dan operator) terhadap proses manajemen risiko KPS? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Melakukan identifikasi & penilaian dan alokasi terhadap faktor risiko pada KPS. 2. Mengkaji tingkat kesepakatan antar kelompok responden terhadap proses manajemen risiko KPS. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a. Responden: sebagai masukan mengenai penilaian, tingkatan, dan alokasi risiko dalam KPS. b. Penulis dan Pembaca: menambah pengetahuan mengenai tingkatan dan alokasi risiko dalam proyek KPS serta manajemen risiko KPS itu sendiri.

5 1.5. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi: 1. Subjek penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi yang berdomisili di Yogyakarta. 2. Responden merupakan perusahaan lokal. 1.6. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian mengenai Analisa Penilaian dan Alokasi Risiko pada Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Swasta belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, penelitian ini berdasarkan pada keadaan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang saat ini masih sangat membutuhkan biaya yang cukup besar sedangkan kemampuan keuangan Negara sangat terbatas. Adanya mekanisme KPS diharapkan mampu menarik investor untuk mau menanamkan modalnya, sangat disayangkan investor yang tertarik sejauh ini adalah investor asing dan bukan investor lokal. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kesepakatan dalam manajemen risiko KPS oleh perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi khususnya yang berdomisili di Yogyakarta ditinjau dari kemampuan mengidentifikasi dan menilai tingkat risiko serta alokasi risikonya. Hal ini menjadi dasar dalam berinvestasi dalam KPS mengingat suatu proyek skala besar pastilah memiliki tingkat risiko yang besar pula, sehingga investor harus mampu menilai besarnya tingkat risiko serta mengkaji alokasi risiko agar tidak mengalami kerugian.

6 1.7. Sistematika Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang konsep KPS, manajemen risiko dalam KPS, alokasi risiko berdasarkan PII serta hasil penelitian terdahulu terkait dengan risiko KPS. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Menjelaskan tentang tata urutan dan langkah-langkah penelitian, penjelasan dan pemilihan data pembahasan yang digunakan dalam penelitian serta pembuatan bagan alir penelitian. BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Memuat karakteristik dan deskripsi data yang terkumpul, hasil penelitian dan pembahasannya. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk daftar (tabel) dan grafik. Pada pembahasan disajikan analisis disertai penjelasan teoritis sebagai dukungan untuk hasil yang diperoleh. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Berupa penarikan kesimpulan dan analisa yang telah dilakukan, serta saran-saran yang diperlukan untuk suksesnya pelaksanaan proyek KPS bagi kontraktor/swasta/investor dan Pemerintah.