BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. PGALB (Pendidikan Guru Agama Luar Biasa) ini adalah madrasah

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat 400% menjadi 1 banding 625 (Mash & Wolfe, 2005). Tahun 2006,

Assalammu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang kami hormati,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. merupakan komponen terpenting. Karena peserta didik merupakan unsur penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lepas dari rasa percaya diri. Rasa percaya diri yang dimiliki oleh

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Definisi Judul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meirani Silviani Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1) bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran, (2) pasal 5 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa setiap warga negara menpunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan (Musjafak Assjari, 1995: 1). Sistem pendidikan di Indonesia sayangnya belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan, baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat. Selama ini anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak 1

2 dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB A bagi anak Tunanetra, SLB B bagi anak Tunarungu, SLB C bagi anak Tunagrahita, SLB D bagi Tunadaksa, SLB E bagi Tunalaras, dan SLB G bagi Tunaganda (Aldjon, 2007: 138). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Eksklusifisme merupakan paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat (Dendi Sugono, 2008: 357). Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak-haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusif. Konsep didefinisikan sebagai: (1) suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, (2) suatu pengertian tentang suatu objek, (3) produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda) (Syamrilaode. Pengertian Konsep. http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2035426-pengertian

3 konsep/# ixzz1sfbspfvn. Diakses pada tanggal 21 Juni 2012 pukul 14.33 WIB). Pengertian pendidikan inklusif sendiri adalah sebuah pendekatan yang berhubungan dengan pengembangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan belajar seluruh anak atau anak tanpa perbeadaan dan pemisahan (Aldjon, 2007: 143). Berdasarkan pemaparan di atas maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep pendidikan inklusif merupakan ide/gagasan mengenai pemberian kesempatan yang sama antara anak difabel dengan anak normal pada umumnya untuk menerima pendidikan dengan kualitas yang sama dalam satu kelas. Sistem pendidikan inklusif diharapkan mampu menjadi jawabannya. Sistem pendidikan inklusif dianggap dapat memberikan lebih banyak kesempatan kepada anak difabel, namun dalam pelaksanaannya bentuk pendidikan ini belum berjalan sebagaimana diharapkan karena beberapa hal, seperti: masalah terbatasnya jumlah sekolah berpendidikan inklusif, keterbatasan sumber daya pengajarnya, sikap dan perlakuan yang diskriminatif, dan penolakan sebagian orang tua murid. Banyak sekali interpretasi mengenai konsep pendidikan inklusif ini, mulai dari yang moderat hingga radikal. Ada sebagian orang mengartikannya sebagai mainstreaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion, yang berarti menghapus sekolah khusus. Inklusif berarti bahwa tujuan pendidikan bagi yang mengalami hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam

4 kurikulum, lingkungan, dan interaksi yang ada di sekolah (Smith, 2006: 46). Salah satu sekolah yang menjadi pelopor pendidikan inklusif adalah MAN Maguwoharjo Yogyakarta. Madrasah yang awalnya bernama PGALB (Pendidikan Guru Agama Luar Biasa) ini adalah madrasah pertama di Indonesia yang menjadi sekolah inklusif (Profil Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo Sleman Tahun 2011/2012). Sekolah inklusif seperti MAN Maguwoharjo membutuhkan berbagai hal yang berbeda dengan sekolah lainnya yang bukan sekolah inklusif. Penyusunan kurikulum, metode mengajar, media pembelajaran, kompetensi guru, evaluasi, dan layanan akademik maupun non-akademik harus disusun sedemikian rupa yang tentunya memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pembelajaran model inklusif memerlukan adanya media, sarana prasarana, kurikulum, kompetensi guru, layanan akademik dan non-akademik sedemikian rupa, sehingga mampu melayani semua siswa tanpa terkecuali. Berdasarkan berbagai masalah di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti implementasi pendidikan inklusif di MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. Bagaimana interaksi siswa difabel dengan siswa non-difabel di MAN Maguwoharjo Yogyakarta sebagai salah satu sekolah inklusif di Yogyakarta. Semua itu menarik untuk dibicarakan dan diteliti lebih lanjut guna lebih meningkatkan taraf pendidikan anak bangsa, membuka wawasan tentang sekolah inklusif, dan bertujuan untuk

5 memberikan pandangan baru terhadap masyarakat bahwa anak yang mempunyai kecacatan tidak harus bersekolah di SLB. Ada sekolah yang bisa mengajar dan mendidik mereka dengan sistem inklusi, sehingga mereka dapat bergaul dengan semua kalangan yang akan meningkatkan kedewasaan dan kemandirian mereka. B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan berbagai macam masalah terkait dengan penelitian ini, yaitu: 1. Kurangnya prasarana yang tepat bagi penyandang cacat dalam pendidikan. 2. Adanya kesulitan untuk berinteraksi antara penyandang cacat dan yang tidak di dalam pergaulan di segala bidang kehidupan. 3. Belum memadainya jumlah dan kualitas tenaga spesialis untuk berbagai jenis kecacatan. 4. Terbatasnya sarana pelayanan sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya yang dibutuhkan oleh penyandang cacat, termasuk aksesibilitas terhadap pelayanan umum yang dapat mempermudah kehidupan penyandang cacat. 5. Sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut

6 selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. 6. Pelaksanaan bentuk pendidikan inklusif belum berjalan sebagaimana diharapkan karena beberapa hal, seperti: masalah terbatasnya jumlah sekolah berpendidikan inklusi dan keterbatasan sumber daya pengajarnya Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut diatas maka masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini yaitu hanya dibatasi pada interaksi siswa difabel dan nondifabel di sekolah inklusif MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi pendidikan inklusif di MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta? 2. Bagaimanakah interaksi siswa difabel dengan siswa non-difabel di MAN Maguwoharjo Yogyakarta sebagai salah satu sekolah inklusif di Yogyakarta?

7 D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui implementasi pendidikan inklusif di MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. 2. Mengetahui interaksi siswa difabel dengan siswa non-difabel di sekolah inklusif MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat yang secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan untuk penelitian sejenis dan dapat digunakan sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian serupa dalam lingkup yang lebih luas. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi warga Universitas Negeri Yogyakarta mengenai interaksi siswa difabel dan non-difabel di sekolah inklusif.

8 b. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan wawasan tentang interaksi siswa difabel dan nondifabel di sekolah inklusif. c. Bagi Masyarakat Peneltian ini diharapkan memberikan pandangan baru terhadap masyarakat bahwa anak yang mempunyai kecacatan tidak harus bersekolah di SLB. Ada sekolah yang bisa mengajar dan mendidik mereka dengan sistem inklusi, sehingga mereka dapat bergaul dengan semua kalangan yang akan meningkatkan kedewasaan dan kemandirian mereka. d. Bagi Peneliti Penelitian ini dilaksanakan guna untuk menyelesaikan studi dan mendapat gelar sarjana (S1) pada program studi Pendidikan Sosiologi FIS UNY.