BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam masyarakat majemuk seperti di Indonesia dimana perbedaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

.KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk tempat dan cara

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu instansi atau organisasi Pemerintah Kota. (Kesbangpol dan Linmas) Kota Tanjungbalai memiliki tugas melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia

BAB II LANDASAN TEORI. berperilaku (Bandura, 1997). Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa selfefficacy

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

Melayu Dan Batak Dalam Strategi Kolonial. Written by Thursday, 22 July :51

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dalam hidupnya. Kebutuhan akan komunikasi diawali dengan asumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.

BAB I PENDAHULUAN. ciri khas dari Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia termasuk dalam hal. konflik apabila tidak dikelola secara bijaksana.

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun pria sama-sama memiliki kesempatan untuk bisa aktif di bidang politik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antarpersonalnya menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

PERTEMUAN 5 Pengertian Kebudayaan MK ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi dengan sesamanya. Komunikasi memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Wilbur Schramm menyebutnya bahwa berkomunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Cangara, 2006: 1-2). Richard West dan Lynn Turner mendefinisikan komunikasi adalah proses sosial dimana individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West, 2009 :5). Jumlah simbol-simbol yang dipertukarkan tentu tak bisa dihitung dan dikelompokkan secara spesifik kecuali bentuk simbol yang dikirim, verbal dan non verbal. Memahami komunikasi pun seolah tak ada habisnya. Mengingat komunikasi sebagai suatu proses yang tiada henti melingkupi kehidupan manusia, salah satunya mengenai komunikasi antarbudaya. Edward T. Hall mengatakan budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Konsekuensinya kebudayaan merupakan landasan berkomunikasi. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang mewakili pribadi, antar pribadi, kelompok dengan tekanan pada 1

perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta, sedangkan Sitaram berpendapat bahwa komunikasi antarbudaya sendiri bermakna sebagai sebuah seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan (Liliweri, 2004: 11). Penggunaan budaya dalam proses komunikasi menjadi perhatian yang cukup menarik jika dilihat dalam perspektif Indonesia sebagai bangsa. Bangsa Indonesia merupakan bangsa multikultur. Banyak suku bangsa dengan bahasa dan identitas kultural berbeda yang tersebar di tanah air. Diperkirakan Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa besar maupun kecil. Setiap suku bangsa tersebut memiliki identitas dalam diri mereka. Perbedaan budaya pada masyarakat Indonesia, memiliki potensi konflik yang cukup besar. Fenomena ini bisa kita lihat dari banyaknya konflik antar etnis yang terjadi di Indonesia. Konflik antarbudaya terjadi di hampir seluruh wilayah nusantara. Setiap provinsi semisal Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi bahkan di ibukota negara yakni Jakarta konflik antar etnis kerap kali terjadi. Banyak hal yang menjadi penyebab konflik antarbudaya, namun sesuai dengan keilmuan, peneliti memfokuskan pada komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya akan berkesan apabila setiap orang yang terlibat dalam proses komunikasi mampu meletakkan dan memfungsikan komunikasi di dalam suatu konteks kebudayaan tertentu. Selain itu, komunikasi antarbudaya sangat ditentukan oleh sejauhmana manusia mampu mengecilkan salah faham yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan antarbudaya (Liliweri, 2004: 256). Pernyataan ini seringkali tidak terdapat pada masyarakat yang berkonflik. Masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi antarbudaya sering

menonjolkan budaya mereka dalam masyarakat. Hal ini yang sering memicu terjadinya konflik antar etnis. Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan didiami oleh berbagai etnis. Mayoritas penduduk Kota Medan sekarang ialah suku Jawa dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Kota Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. Tabel 1.1 Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980 dan 2000 No Etnis Tahun 1930 Tahun1980 Tahun 2000 1 Jawa 24,89% 29,41% 33,03% 2 Batak 2,93% 14,11% 20,93%* 3 Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65% 4 Mandailing 6,12% 11,91% 9,36% 5 Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6% 6 Melayu 7,06% 8,57% 6,59% 7 Karo 0,19% 3,99% 4,10% 8 Aceh -- 2,19% 2,78% 9 Sunda 1,58% 1,90% -- 10 Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95% Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93% Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik di atas menggambarkan Kota Medan sebagai kota multietnis. Kondisi ini memunculkan potensi untuk terjadinya

konflik di kota ini, terutama berkaitan dengan pribumi dan non pribumi. Pribumi berarti penghuni asli, orang yang berasal dari tempat yang bersangkutan, dalam hal ini adalah nusantara atau lebih kita kenal Indonesia. Sedangkan di luar dari definisi tersebut, kita mengenal mereka sebagai non pribumi. Polemik sering sekali terjadi antara pribumi dan non pribumi di wilayah nusantara, khusus yang berkaitan dengan etnis Tionghoa. Kita dapat melihat sejarah polemik tersebut dari zaman kolonial hingga saat ini. Kebijakan pemerintah Indonesia menyangkut persoalan etnis Tionghoa dari masa ke masa, terutama masa Orde Baru dengan proyek kebijakan asimilasi dan masa pasca rezim Soeharto ditandai dengan penghapusan pilar-pilar kebudayaan Tionghoa (termasuk penutupan sekolah Tionghoa, pembubaran organisasi etnis Tionghoa dan pemberedelan media massa Tionghoa) serta simbol-simbol dan adat-istiadat etnis Tionghoa. Pada waktu itu, sejumlah orang Tionghoa telah dibaur dan tidak merasa sebagai Tionghoa lagi. Kelompok etnis Tionghoa tidak lenyap dan jumlahnya masih sangat besar di Indonesia. Kemudian dengan berubahnya kebijakan pemerintah menjadi lebih akomodatif, kebangkitan identitas diri etnis Tionghoa bukan hal yang tidak mungkin. Kesulitan juga dirasakan oleh etnis Tionghoa yaitu tidak dapat diterima oleh kaum nasionalis Indonesia sebagai bagian dari Indonesia. Masyarakat kolonial membeda-bedakan penduduk Indonesia berdasarkan ras/suku bangsa yang mempengaruhi pemikiran nasionalis Indonesia, sehingga mengakibatkan terpisahnya peranakan Tionghoa dari pergerakan nasional Indonesia. Nasionalisme Tionghoa timbul lebih awal dari nasionalisme Indonesia.

Nasionalisme Tionghoa termasuk peranakan, tumbuh terpisah dari dan dikehendaki pemerintah Indonesia rezim Orde Baru dengan kebijakan asimilasinya. Di satu sisi kecenderungan untuk mempertahankan identitas etnisnya terdapat pada sebagian warga etnis Tionghoa, sedangkan di sisi lain, mereka telah merasa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Nasionalisme Indonesia dikonstruksi berdasarkan konsep kepribumian dan etnis Tionghoa dikategorikan sebagai orang asing yang dianggap bukan merupakan bagian dari Indonesia. Nasionalis Indonesia didefinisikan sebagai milik bangsa pribumi, yaitu kelompok yang mempunyai daerah mereka sendiri. Selanjutnya, konsep pribumi sebagai tuan rumah telah berakar di bumi Indonesia. Etnis Tionghoa dianggap sebagai non-pribumi dan pendatang baru yang tidak bisa diterima sebagai suku bangsa sebelum mereka mengasimilasi diri. Pribumi memiliki persepsi bahwa etnis Tionghoa merupakan sebuah kelompok etnis yang menduduki tangga ekonomi lebih tinggi dan terpisah dari pribumi. Implikasinya, konsep masyarakat majemuk yang menekankan pada pentingnya kesukubangsaan, akan selalu menempatkan posisi etnis Tionghoa sebagai orang asing, walaupun mereka tersebut berstatus WNI. Secara tidak langsung, etnis Tionghoa yang non-pribumi itu harus membaur menjadi pribumi kalau ingin diterima sebagai orang Indonesia. Pada rezim Soeharto, pilar-pilar kebudayaan Tionghoa dipulihkan kembali, pembukaan sekolah Tionghoa ala pemerintahan Sukarno, meskipun masih tidak diizinkan kebebasan menggunakan bahasa Tionghoa, bahkan perayaan festival etnis Tionghoa juga telah diizinkan oleh negara. Walaupun diskriminasi etnis belum terkikis habis, namun minoritas etnis mendapat jaminan,

sekurang-kurangnya dari sudut hukum, dan seiring dengan menguatnya persoalan identitas ke-etnis-an, nasionalisme bisa terancam menjadi nasionalisme suku bangsa yang sempit. Persoalan mengenai keberadaan etnis Tionghoa menarik minat banyak peneliti terutama di Kota Medan. Penelitian Agustrisno (2007: 47), yang berjudul Respon Kultural dan Struktural Masyarakat Tionghoa Terhadap Pembangunan di Kota Medan, menyatakan bahwa: Didapati bahwa integrasi sosial antara etnis di Kota Medan masih diwarnai adanya unsur-unsur prasangka sosial, streotip sehingga menimbulkan jarak sosial dan ini menjadi penghambat dalam pembangunan di Kota Medan Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1998 di mana akibat reformasi menjatuhkan Presiden Soeharto, etnis Tionghoa di Kota Medan menjadi korban pengrusakan serta penjarahan dari kaum pribumi. Penelitian lain yang berfokus pada etnis Tionghoa di Kota Medan yang dilakukan Subanindyo Hadiluwih (2006: 26) yang berjudul Konflik Etnis di Indonesia : Penelitian Kasus di Kota Medan menyatakan bahwa: Tidak terdapat dominasi etnis dan budaya tertentu dan fenomena berbagai budaya di Medan Sumatera Utara merupakan suatu hal yang unik. Budaya asli seperti Melayu dan Batak Karo berkecenderungan menghilang. Komunitas etnis Tionghoa dan atau keturunannya sebenarnya terbentuk kemudian. Meskipun masyarakat etnis Tionghoa tidak juga dominan, tetapi mereka mampu membentuk budaya yang signifikan pengaruhnya bagi masyarakat Kota Medan. Interaksi antara etnis Tionghoa dengan pribumi masih sukar berlangsung hingga kini di Medan. Ciri-ciri nyata ialah adanya kecenderungan yang kuat daripada setiap etnis untuk mempertahankan identitasnya seperti dalam penggunaan bahasa daerah apabila berjumpa dengan kelompok etnisnya, merasa etnisnya lebih baik berbanding etnis lain. Masing-masing etnis berkecenderungan memandang norma dan nilai-nilai kelompok budayanya (organisasi sosialnya) sebagai sesuatu yang mutlak dan dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur dan bertindak terhadap kelompok kebudayaan lain.

Etnis Tionghoa telah bermukim di kepulauan Nusantara dan sebagian besar di antara mereka telah hidup seperti etnis lain serta melangsungkan aktivitas budayanya dan di setiap daerah mereka membaur dengan kebudayaan setempat. Namun dalam perjalanan waktu itu mereka senantiasa mengalami berbagai gejolak sosial yang membuat mereka selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya agar bisa diterima secara sosial, budaya dan politik. Menurut Suryadinata pada era akhir Orde Lama dan masa berkuasanya Orde Baru ada lebih 60 peraturan dan perundang-undangan yang telah membuat etnis Tionghoa merasa tidak nyaman sebagai warga negara karena undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut berbau diskriminasi rasial (Bahrum,2008:3). Peraturan dan perundang-undangan itu telah melakukan pelanggaran dan pembatasan ruang gerak mereka dalam menjalani kehidupannya. Salah satu peraturan yang membatasi ruang gerak Etnis Tionghoa adalah Keputusan Presiden No. 127/U/Kep/12/1966 tentang peraturan orang Cina atau Tionghoa diharuskan mengganti nama lahir mereka yang menggunakan nama Cina atau Tionghoa menjadi nama-nama yang mengindonesia, seperti Darmawan, Wijaya, Sentosa, Kurniawan, Setiawan, Jayasuprana dan Suparman. Selain itu peraturan pemerintah No 10 Tahun 1959 yang melarang etnis Tionghoa tinggal jauh di pedalaman dan harus berada di kota, sehingga sangat jarang ditemukan etnis Tionghoa menjadi petani atau nelayan di pedalaman. Etnis Tionghoa terkonsentrasi di kota-kota besar menjadi pedagang dan pengusaha dalam berbagai bidang. Etnis Tionghoa di Kota Medan sering bermukim pada satu wilayah saja. Seperti di Taman Mega Emas yang berada di kawasan Asia, Komplek Perumahan

Cemara Hijau di kawasan Pulau Brayan, Komplek perumahan Sunggal di Kampung Lalang dan Komplek perumahan Setia Budi Indah di Tanjung Sari (observasi 2013). Pengelompokkan tempat tinggal pada satu wilayah ini dimungkinkan karena etnis Tionghoa masih sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Namun, fakta ini tidak menutup kemungkinan etnis Tionghoa untuk berbaur dengan penduduk Pribumi. Komplek Puri Katelia Indah di Kecamatan Medan Johor misalnya, etnis Tionghoa pada wilayah komplek ini justru menjadi minoritas. Data yang dikeluarkan pengelola komplek menyebutkan bahwa 15 keluarga dari 60 keluarga yang mendiami komplek tersebut adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa dan masyarakat pribumi di komplek Puri Katelia Indah ini sudah terbiasa hidup berdampingan. Pada beberapa kegiatan keagamaan, hampir setiap warga komplek ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti proses komunikasi antar budaya etnis Tionghoa dan pribumi pada komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor. 1.2 Perumusan Masalah Guna memudahkan pelaksanaan penelitian, peneliti merumuskan rumusan permasalahan. Adapun permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan?

2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan? 1.3 Batasan Masalah Guna menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapatmengaburkan penelitian, maka peneliti perlu merumuskan masalah yang akan diteliti. Adapun batasan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini terbatas pada proses komunikasi antar budaya etnis Tionghoa dan etnis Pribumi. 2. Objek penelitian adalah etnis Tionghoa dan pribumi penduduk komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan. 3. Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2014, dengan lama penelitian yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini bertujuan mengetahui proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan. 2. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian dan sumber bacaan kepada mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai komunikasi, khususnya komunikasi antarbudaya. 3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan masukan kepada penduduk Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.