BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki peringkat pertama dalam jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yang jumlah penduduknya mencapai 46.497.175 jiwa (sumber: database SIAK Provinsi Jawa Barat tahun 2011). Secara Administratif sejak tahun 2008, Kabupaten dan Kota di Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota, terdiri atas 17 Kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan, dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa Barat terbagi dalam 4 Badan Koordinasi Pemerintahan Pembangunan (Bakor PP)Wilayah, sebagai berikut wilayah I Bogor meliputi Kab.Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab. sukabumi, Kota sukabumi dan Kab. Cianjur. Wilayah II Purwakarta meliputi Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab. Karawang, Kab. Bekasi, dan Kota Bekasi. Wilayah III Cirebon meliputi Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, dan Kab. Kuningan. Wilayah IV Priangan meliputi Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bandung Barat, Kab. Sumedang, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, dan Kota Banjar. (www.jabarprov.go.id) Selain segi kependudukannya dan administratifnya, Provinsi Jawa Barat memiliki potensi di tiap masing masing Kabupaten dan kota. Secara terperinci, potensi tersebut bisa dikategorikan dari Pariwisata, Sumber daya alam, Industri kreatif, seni dan budaya. Potensi ini memberikan peningkatkan dalam pertumbuhan ekonomi dan kemandirian suatu daerah di Jawa Barat (www.jabarprov.go.id). Namun, pertumbuhan ekonomi tersebut harus mendukung kesejahteraan masyarakatnya. Faktor yang berpengaruh dalam mendukung kesejahteraan masyarakatnya adalah dengan adanya pemerintah daerah yang ditunjuk sebagai agent dalam mengelola keuangan suatu daerah. Pemerintah daerah tersebut memiliki kendali, mempunyai hak dan kewenangan yang luas menggunakan sumbersumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang didaerah. Mengingat adanya peningkatan Pendapatan daerah di Jawa Barat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dari tahun ke tahun. Maka terjadi hubungan antara pendapatan suatu daerah dengan belanja, dimana dengan adanya pendapatan daerah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan suatu daerah baik belanja langsung dan belanja 1

tidak langsung dengan harapan belanja tersebut bisa meningkatkan pendapatan daerah di masa mendatang. 1.2 Latar Belakang Penelitian UU 22 tahun tahun 1999 (revisi UU 32 tahun 2004) tentang Pemerintahan daerah adalah langkah awal Pemerintah Indonesia dalam menerapkan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan Tahun 2001. Undang undang tersebut mengisyaratkan bahwa Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk mengelola sendiri daerahnya dan masih dalam kendali Pemerintah Pusat. Pendelegasian tersebut dengan maksud untuk desentralisasi, karena tugas pemerintah pusat tidak bisa melayani semua daerah, maka dibentuklah pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya. Tujuan otonomi daerah sendiri seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (dalam sidik et al, 2002;v), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Ada dua agen dalam menjalankan Otonomi daerah yakni pemerintahan daerah sebagai pengemban amanah yang memiliki kewenangan dalam merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan mengevaluasi program program yang akan dilakukannya, dan ada peran yang mengesahkan dan saling berhubungan dalam keagenan tersebut, yakni peran DPRD sebagai legislatif di Pemerintahan daerah. Seperti yang dijelaskan (Halim & Abdullah, 2006), fungsi Pemerintah Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) untuk memenuhi desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan. Dalam melaksanakan program-program daerah, pemerintah daerah merancang Anggaran sektor publik terdahulu. Anggaran sektor publik tersebut dijabarkan dalam rencana perolehan pendapatan dan belanja daerah yang disusun dalam rencana keuangan tahunan yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikaji dan disahkan bersama oleh Pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dalam peraturan daerah. Pemerintah daerah wajib melaksanakan tanggung jawabnya dalam melayani daerah. Pelayanan tersebut dapat tercermin dari program-program daerah serta realisasi pembangunan suatu daerah. Dalam melakukan pembangunan daerah, Pemerintah daerah sebagai pengelola keuangan melakukan belanja dalam memenuhi kebutuhan daerah. Kebutuhan tersebut dianggarkan kedalam APBD sebagai belanja daerah. UU No. 33 Tahun 2

2004 menjelaskan Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007 Belanja daerah dikelompokkan terdiri dari Belanja tidak langsung dan Belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung terdiri dari Belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan pengeluaran tidak terduga. Kelompok belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Dalam mendorong sarana dan prasarana suatu daerah yang menunjang produktivitas masyarakat dan menunjang potensi suatu daerah, Pemerintah daerah mengalokasikan sumber-sumber dananya ke Belanja Modal. Dalam PP Nomor 24 Tahun 2005 menyatakan bahwa belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, dan aset tak berwujud. Sehingga perubahan komposisi belanja yang dianggap logis dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan kepercayaan publik, dan meningkatkan investasi modal yakni melalui Belanja Modal. Karena dampaknya lebih langsung dinikmati oleh masyarakat. Untuk menunjang dalam belanja modal suatu daerah, Pemerintah daerah masih kurang dalam menghasilkan Pendapatan Asli Daerah. Ini terlihat ketika jumlah PAD tidak sebanding dengan apa yang dikeluarkan untuk Belanja Modal. Artinya jika Pendapatan Asli Daerah tidak bisa menutupi Belanja Modal, maka Dana Alokasi Umum menjadi alternatif dalam membiayai belanja modal. Permasalahan tersebutlah yang terjadi pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat ketika Pendapatan asli daerah lebih kecil dari pada Belanja modal. Berikut ini Tabel 1.1 perbandingan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2010-2012 3

Tabel 1.1 Perbandingan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal (Rupiah) Pendapatan Asli Daerah Belanja Modal Kab/Kota 2010 2011 2012 2010 2011 2012 399.263.957 685.121.399 794.740.467 Kab Bogor 612.386.351 703.670.729 1.150.891.219 98.439.517 151.825.718 163.476.799 Kab Sukabumi 258.510.712 202.654.073 178.567.545 114.305.536 154.209.665 83.150.777 Kab Cianjur 224.832.749 222.509.754 286.523.670 198.650.518 291.079.862 275.027.033 Kab Bandung 198.090.778 172.470.535 541.288.156 108.914.764 122.418.643 145.498.076 Kab Garut 155.205.401 180.601.217 455.068.132 48.321.760 55.771.2014 50.458.726 Kab Tasikmalaya 346.469.211 167.143.625 215.746.502 50.512.876 58.467.315 66.336.000 Kab Ciamis 120.103.190 174.115.402 206.830.040 68.158.690 82.917.043 88.147.728 Kab kuningan 127.190.564 188.899.759 130.188.779 139.426.725 193.843.222 209.126.838 Kab Cirebon 140.387.753 194.434.761 343.715.688 76.398.018 86.579.536 91.705.264 Kab Majalengka 171.765.221 195.921.116 302.247.452 108.646.804 139.823.277 141.047.465 Kab Sumedang 102.602.892 154.987.044 181.345.980 99.439.223 144.553.804 109.610.708 Kab Indramayu 123.497.618 229.034.821 246.367.225 130.968.151 94.181.847 95.933.420 Kab Subang 148.249.419 184.706.770 242.464.336 76.489.287 111.271.086 146.192.512 Kab Purwakarta 126.161.699 144.490.975 181.679.440 186.949.235 378.630.051 273.225.186 Kab Karawang 215.659.022 197.927.903 684.959.355 258.671.098 599.070.130 492.295.240 Kab Bekasi 391.290.243 643.501.281 713.743.277 50.268.420 94.606.906 88.680.283 Kab Bdg Barat 157.014.840 149.207.384 298.387.605 134.739.596 230.449.644 211.031.607 Kota Bogor 165.939.884 132.952.958 259.422.527 91.472.357 115.351.808 117.584.284 Kota Sukabumi 40.400.090 50.859.240 70.287.266 441.871.142 834.505.864 755.459.217 Kota Bandung 405.699.484 612.082.190 1.036.657.107 90.795.674 120.130.531 140.537.939 Kota Cirebon 140.365.711 140.011.150 89.615.441 296.046.879 568.344.299 557.902.282 Kota Bekasi 274.296.336 323.903.766 682.922.676 142.380.789 282.747.544 351.311.358 Kota Depok 219.717.982 295.461.326 548.327.039 87.321.280 116.677.729 110.095.909 Kota Cimahi 91.135.651 102.870.919 152.023.261 104.773.656 110.369.865 172.400.065 Kota Tasikmalaya 124.138.672 104.450.519 63.437.962 37.363.752 45.952.391 41.289.799 Kota Banjar 62.263.981 151.418.340 83.916.887 Sumber : Hasil olahan penulis 4

Berdasarkan Tabel 1.1 perbandingan pendapatan asli daerah dengan belanja modal, maka Dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat menjadi solusi atas kurangnya Pendapatan Asli Daerah dalam melakukan Belanja Modal. Tujuan dari dana perimbangan ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum diseluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik et al, 2002). Menurut UU No.33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum berperan sebagai pemerataan fiskal antardaerah di Indonesia. Maka, dalam melaksanakan belanja modal, pemerintah berhak menggunakan Dana Alokasi Umum tersebut. Dengan diberikannya Dana alokasi umum ini, pemerintah daerah dapat melakukan pengembangan daerahnya. Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan yang berasal dari daerahnya. Sumber pendanaan tersebut mengindikasikan bahwa adanya potensi dari suatu daerah yang dimanfaatkan dan akan menghasilkan pendapatan daerah tersebut guna meningkatkan kemandirian daerah. UU No.33 Tahun 2004 menyebutkan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) didapat dari Pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Harapannya PAD ini akan dimanfaatkan untuk keperluan daerah dalam mengembangkan infrastruktur, memenuhi barang dan jasa suatu daerah, dan lain-lain melalui belanja daerah. PAD juga berpengaruh terhadap prestasi suatu daerah, karena meninjau kemampuan pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah dan mengurangi konsumsi dana yang diberikan oleh pemerintah pusat meskipun dana perimbangan tersebut lumrah diberikan. Terdapat dua penelitian mengenai pengaruh Pendapatan asli daerah terhadap Belanja Modal secara parsial, seperti yang dilakukan oleh Nuarisa (2013) menyebutkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan pada kabupaten/kota di Jawa Tengah. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi PAD maka pengeluaran pemerintah atas belanja modal pun akan semakin tinggi, dan apabila pemerintah daerah memiliki PAD rendah, maka pengeluaran pemerintah atas belanja modal juga rendah. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mentayani (2013) menyatakan PAD tidak berpengaruh terhadap belanja modal pada kota/kabupaten di Pulau Kalimantan karena pendapatan asli daerah yang diperoleh belum optimal yang disebabkan keterbatasan kemampuan daerah dalam mengeksplorasi hasil kekayaan alam dengan kemampuan 5

sendiri. Sebagian besar kabupaten/kota di Pulau Kalimantan hanya memanfaatkan pendapatan asli daerah untuk belanja operasi dari pada belanja modal. Selain pendapatan asli daerah, pemerintah daerah mendapatkan dana dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan. UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dengan Daerah, menyebutkan bahwa untuk melaksanakan hak Pemerintah Daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil kepada Pemerintah Daerah. Dan Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah, Pembiayaan, dan lain lain pendapatan yang sah. Dana yang di transfer dari Pemerintah Pusat memiliki peran masing-masing. Seperti yang tercantum dalam UU No.33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum berperan sebagai pemerataan fiskal antardaerah di Indonesia. Dana Alokasi Khusus berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat, dan Dana Bagi Hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. Pendanaan tersebut yang menjadi sumber Pendapatan daerah sehingga Pemda memiliki kewenangan untuk digunakan secara efektif dan efisien dalam menjalankan pembangunan daerah, melayani publik dan bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan atau Dana Alokasi Umum, bahwa Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. DAU ini sekaligus cerminan kemandirian suatu daerah. Semakin banyak DAU yang diterima, berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan daerah tersebut belumlah mandiri, begitu juga sebaliknya. Terdapat penelitian pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal secara parsial, seperti yang dilakukan oleh Uhise (2013) Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja modal. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya dana alokasi umum maka akan meningkatkan belanja modal di Sulawesi Utara. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mentayani (2013) menyatakan bahwa Dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal kabupaten/kota pulau Kalimantan yang disebabkan 6

DAU yang diterima oleh sebagian besar kabupaten/kota di Kalimantan dimanfaatkan untuk belanja operasi. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan penulis. Penulis termotivasi untuk menganalisa lebih jauh mengenai pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan belanja modal dengan objek Kabupaten/kota di Jawa Barat. Penelitian ini mengambil judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2010-2012. 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2010-2012 2. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal secara Simultan pada Kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2010-2012 3. Bagaimana pengaruh secara Parsial : a. Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2010-2012 b. Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2010-2012 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,dan Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2010-2012 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal secara Simultan pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2010-2012 3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh secara parsial : a. Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2010-2012 b. Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2010-2012. 7

1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, diperoleh beberapa kegunaan untuk digunakan oleh pihakpihak yang berkaitan, antara lain : 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman teoritis yang lebih mendalam mengenai akuntansi sektor publik, khususnya Pendapatan asli daerah, Dana alokasi umum dan Belanja Modal, serta untuk menambah pengetahuan tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi. 2. Bagi Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat Penelitian ini diharapkan memberikan masukan, serta menjelaskan kondisi dalam penggunaan keuangan daerah dalam pembangunan daerah. melihat adanya peningkatan pendapatan asli daerah, yang harapannya dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan dan pengembangan daerah melalui sumber pendanaan dan hasil potensi daerah masing-masing. 3. Bagi Peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya pada bidang kajian Akuntansi Sektor Publik. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab II menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan ruang lingkup penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab III menjelaskan jenis penelitian, operasionalisasi variabel dan skala pengukuran, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, dan teknik analisis data dan pengujian hipotesis. 8

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV menjelaskan pembahasan dan analisis yang dilakukan sehinga akan jelas gambaran permasalahan yang terjadi dan hasil dari analisis pemecahan masalah. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab V menjelaskan kesimpulan akhir dari analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya serta saran-saran 9